Hari Orang Muda
Sedunia terakhir, yang diselenggarakan di Madrid tanggal 16-21 Agustus dua
tahun lalu, adalah moment penting di mana Paus Benedictus akan mengingatkan
akar-akar kekristenan Eropa dan mengajak Eropa memahami nilai-nilai demokrasi.
Seperti dinyatakan oleh Paus dalam sambutannya di Zagabria, Croatia, pada awal
Juni 2011, dua hal penting yang perlu ditekankan ialah: menemukan kembali akar-akar kekristenan
Eropa dan memperdalam pengertian demokrasi pada masyarakat Eropa abad 21.
Berbicara di hadapan para pemimpin agama, politik, bisnis dan budaya, Paus meringkaskan kembali pandangannya tentang agama dan masyarakat yang sudah ia sampaikan sejak Ia terpilih menjadi Paus sebelum digantikan oleh Paus Fransiskus.
Berbicara di hadapan para pemimpin agama, politik, bisnis dan budaya, Paus meringkaskan kembali pandangannya tentang agama dan masyarakat yang sudah ia sampaikan sejak Ia terpilih menjadi Paus sebelum digantikan oleh Paus Fransiskus.
1. Agama bukanlah sesuatu yang berada di luar atau terpisah dari masyarakat. Agama adalah bagian inti dari masyarakat. “Agama tidak terpisah dari masyarakat, melainkan adalah elemen natural di dalam masyarakat yang menunjuk dimensi vertikal: yaitu mendengarkan kehendak Tuhan dalam rangka mencari cara terbaik mewujudkan kebaikan umum, keadilan dan kebenaran.
2. Dimensi manusiawi dari agama adalah tidak sempurna dan berdosa; kita tidak perlu malu mengakui hal ini; dengan iman, akal budi dan kehendak kita perbaiki semangat religius kita. Agama selalu membutuhkan pemurnian dan penyucian untuk kembali menemukan misinya yang sebenarnya.
3. Agama-agama tradisional perlu terbuka dan menerima pencapaian-pencapaian kemajuan modern di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya; sebaliknya masyarakat modern juga perlu membuka pintu dan jendela bagi pesan-pesan agama-agama tradisional tentang kebenaran dan cinta kasih. ‘Pencapaian masyarakat modern dalam pengakuan akan kebebasan suara hati, hak asasi, kebebasan ilmiah dan pengakuan akan masyarakat sekular yang bebas hendaknya diimbangi pula dengan keterbukaan kepada dasar-dasar transendental yang mendasari semuanya itu. Kwalitas masyarakat sipil, kehidupan sosial dan demokrasi sangat tergantung dari titik kritis ini, yaitu hati nurani: tentang bagaimana hati nurani itu dimengerti dan caranya hati nurani itu dibentuk.
4. Hati nurani adalah bukan sekedar soal kemampuan menentukan apa yang saya ingin perbuat dan kemudian melakukannya; melainkan soal mencari apa yang benar dan kemudian saya merasa terikat dengan kewajiban untuk mengikuti kebenaran yang saya temukan itu; dengan kebenaran itu kita berdiri di hadapan diri sendiri dan di hadapan masyarakat. “Jika kita mengikuti pemikiran modern yang diterima umum dewasa ini bahwa suara hati adalah masalah pribadi di mana soal agama dan moralitas adalah urusan masing-masing orang, maka krisis dalam masyarakat barat ini tidak ada obatnya dan Eropa ditakdirkan untuk hancur. Sebaliknya, jika suara hati dimengerti sebagai penemuan kembali semangat untuk mendengarkan kebenaran dan kebaikan, tempat di mana ada tanggungjawab pribadi di hadapan Allah dan sesama saudara – adanya semangat untuk melawan setiap bentuk tirani – maka masih ada harapan akan masa depan.
5. Jika Eropa dipisahkan dari akar-akar kekristenannya, ia akan beku dan mati; atas nama sekularisme, Eropa ingin memisahkan dirinya sendiri dari salah satu sumber vitalitas kebudayaannya, yaitu kekristenan. “ Saya ingin berterimakasih kepada mereka semua yang mengingatkan kita akan akar-akar kekristenan Eropa, yaitu mereka yang berasal dari kalangan akademisi dan budayawan di seluruh benua Eropa. Kita perlu selalu diingatkan akan asal-usul semua itu, bukan hanya supaya kita mengetahui kebenaran sejarah, dan supaya kita mengenali akar-akar Eropa secara tepat, melainkan juga supaya kita diberi makan oleh kekayaan rohani itu untuk menghidupi Eropa saat sekarang ini.
6. Gereja tidak berperan langsung di dalam politik praktis; namun Gereja berkepentingan membentuk warga masyarakat yang dapat menciptakan budaya yang benar dan membangun pemerintahan demokratis dengan baik. “Melalui pembentukan hati nuranilah Gereja menyumbangkan kontribusinya yang khas dan bernilai bagi masyarakat. Kontribusi itu dimulai dari keluarga-keluarga yang secara nyata digalakkan di paroki-paroki di mana kita belajar untuk memperdalam pemahaman kita tentang Kitab Suci,yang bagaikan kanon besar budaya Eropa.
Itulah enam pokok yang secara terang-terangan juga dipertanyakan oleh banyak orang, namun secara serius juga dipertimbangan, dan yang nyata-nyata juga menjadi pertanyaan orang-orang Amerika. Persoalan yang diangkat oleh Benedictus XVI itu bukan hanya masalah Eropa, melainkan itu adalah doktrin sosial Gereja yang mungkin bertabrakan secara frontal dengan budaya modern sekarang ini. Walaupun nampaknya begitu tipis harapan bahwa akan ada orang-orang yang akan mengikutinya, namun semoga masih ada yang mau mendengarkannya.
Think globally, act locally...!
0 komentar:
Posting Komentar