Selayang Pandang
A. PENGANTAR:
a. tulisan-tulisan yang termasuk dalam kanon Kitab Suci (Tulisan Kanonik).
b. tulisan-tulisan lain yang tidak termasuk kanon (Tulisan Non Kanonik).
Istilah lain yang dipakai untuk kriteria “b” adalah “apokrif.”
Artinya, “tersembunyi,” atau “disembunyikan,” atau “rahasia.”
- Disebut sebagai tulisan rahasia karena tulisan-tulisan itu memang dimaksud untuk dibaca oleh kalangan terbatas.
- Disebut tersembunyi atau disembunyikan karena sejarah juga mencatat bahwa ada banyak tulisan yang dinilai sesat, sehingga dilarang.
- Disebut dilarang karena tulisan-tulisan ini dinyatakan tidak sesuai dengan ajaran Gereja yang resmi.
c. Saya sengaja menggunakan istilah “tulisan” yang memiliki nuansa lebih umum, daripada istilah “injil” yang sudah sangat spesifik.
A. PENGANTAR:
a. tulisan-tulisan yang termasuk dalam kanon Kitab Suci (Tulisan Kanonik).
b. tulisan-tulisan lain yang tidak termasuk kanon (Tulisan Non Kanonik).
Istilah lain yang dipakai untuk kriteria “b” adalah “apokrif.”
Artinya, “tersembunyi,” atau “disembunyikan,” atau “rahasia.”
- Disebut sebagai tulisan rahasia karena tulisan-tulisan itu memang dimaksud untuk dibaca oleh kalangan terbatas.
- Disebut tersembunyi atau disembunyikan karena sejarah juga mencatat bahwa ada banyak tulisan yang dinilai sesat, sehingga dilarang.
- Disebut dilarang karena tulisan-tulisan ini dinyatakan tidak sesuai dengan ajaran Gereja yang resmi.
c. Saya sengaja menggunakan istilah “tulisan” yang memiliki nuansa lebih umum, daripada istilah “injil” yang sudah sangat spesifik.
Pertama, berdasarkan keempat Injil kanonik yang ada, kriteria tulisan sebagai sebuah “injil” adalah tulisan yang kurang lebih menceritakan secara utuh kisah Yesus Kristus sejak awal karyanya sampai sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Banyak tulisan non kanonik yang memakai kata “injil” tidak bisa disebut sebagai injil dalam arti ini, karena tidak menceritakan kisah Yesus Kristus secara utuh. Sebetulnya, yang disebut sebagai “Injil Yudas” tidak memenuhi kriteria sebagai sebuah injil. Mungkin lebih tepat disebut sebagai “Tulisan Yudas.”
Kedua, penggolongan tulisan-tulisan non kanonik itu sering dilakukan dengan menggunakan perbandingan dengan jenis-jenis tulisan yang ditemukan di antara tulisan kanonik. Demikianlah dalam penyelidikan tulisan-tulisan non kanonik juga dikenal penggolongan tulisan-tulisan itu menjadi “Injil” (Gospel), “Kisah” (Acts), Surat (Epistle), Wahyu (Apocalypsis).
B. ME + YANG –
Yang disebut injil adalah sebuah tulisan yang kurang lebih mengisahkan secara lengkap hidup Yesus mulai dari sejak awal karyanya sampai sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
Pada kenyataannya, keempat Injil kanonik yang ada tidak sungguh lengkap menceritakan tentang hidup Yesus. Tidak ada informasi tentang masa kanak-kanak Yesus sampai usia 12 tahun. Tidak ada juga informasi tentang hidup Yesus pada usia antara 12-30 tahun. Latar belakang tentang orangtua Yesus, Yusuf dan Maria juga hanya disajikan secara sangat terbatas.
Keempat Injil kanonik memberi porsi cukup banyak pada hidup Yesus selama seminggu terakhir di Yerusalem. Ini berarti porsi hidup Yesus selama kurang lebih tiga tahun melakukan karya publik juga tidak banyak yang diceritakan. Tidak begitu banyak diceritakan juga percakapan-percakapan yang sungguh pribadi dan mendalam antara Yesus dan murid-murid-Nya atau salah satu dari mereka. Setelah Yesus wafat pun tidak ada kisah lebih jelas. Tidak ada informasi tentang apa yang dilakukan oleh Yesus selama tiga hari berada di dalam kubur, di dalam dunia orang mati.
Dalam perjalanan waktu orang juga mulai bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang paling bertangungjawab atas kematian Yesus. Siapakah orang yang paling bersalah? Apakah Yudas, Pilatus, atau siapa? Mengapa Yesus harus menderita?
Keinginan untuk melengkapi bahan yang kurang serta proses untuk terus mencari jawab atas penyebab kesengsaraan Yesus akhirnya mendorong lahirnya berbagai tulisan tentang Yesus. Tulisan-tulisan ini tidak masuk dalam kanon Kitab Suci, sehingga tulisan-tulisan ini disebut secara umum sebagai tulisan-tulisan non kanonik. Beberapa contohnya banyak jenisnya.
Sebelum Yesus lahir: Gulat Geliat Sepasang Sejoli
Di dalam keempat Injil kanonik, informasi yang ada terbatas pada orangtua Yesus, yakni Yusuf dan Maria. Sementara itu, dalam liturgi Gereja Katolik dikenal adanya peringatan khusus pada tanggal 26 Juli untuk mengenang Santa Anna dan Santo Yoakim, orangtua dari Ibu Maria. Dari mana diperoleh informasi tentang Yoakim dan Anna ini?
Sebuah tulisan non kanonik yang disusun pada abad ke-2 M ternyata menjadi dasar dari munculnya tradisi kebaktian kepada Yoakim dan Anna. Tulisan yang dimaksud adalah Injil Yakobus. Tulisan ini sudah dikenal dalam tulisan Origenes pada awal abad ke-3 M, dan kemungkinan besar juga oleh Klemens dari Aleksandria pada akhir abad ke-2 M. Maka kemungkinan besar tulisan ini sudah tersebar luas di kalangan jemaat-jemaat Gereja pada tahun 150 M.
Kutipan berikut ini juga memberi informasi tentang percakapan yang sungguh pribadi antara Yusuf dan Maria yang sungguh bingung karena kehamilan Maria:
13:2 Yusuf bangkit dari kain sarung, memanggil Maria, dan berkata kepadanya, “Kamu yang telah diperhatikan oleh Allah: mengapa kamu melakukan ini? Sudahkah kamu melupakan Tuhan Allahmu? Mengapa kamu merendahkan jiwamu—kamu yang telah dibawa naik di tempat yang mahakudus dan menerima makananmu dari tangan malaikat?” 3 Tetapi ia [=Maria] menangis secara memilukan dan berkata, “Aku ini murni dan belum pernah berhubungan dengan seorang lak-laki pun.” Yusuf menjawabnya, “Jadi bagaimana kamu menjadi hamil?” Ia berkata, “Selama Tuhan Allahku hidup, aku tidak tahu.”
Pergulatan batin Yusuf dan Maria sungguh memperlihatkan sisi manusiawi kedua tokoh tersebut. Demikian pula pergulatan batin Yoakim dan Anna sebelumnya yang lama sekali merindukan adanya keturunan. Maka di sini terdapat sebuah bahan non kanonik yang sebagian isinya diambil dan dilestarikan di dalam tradisi Gereja untuk menumbuhkan sebuah rasa bakti tertentu. Dalam penghormatan kepada Maria yang melahirkan Sang Penyelamat, Gereja juga menghormati orangtua Maria.
Mengapa Gereja hanya mengambil sebagian saja dari tulisan ini? Perlu diingat bahwa seleksi bahan atas tulisan-tulisan yang beredar ketika itu berjalan secara agak alamiah. Bahan-bahan yang tersebar itu digunakan di dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Yang dinilai sebagai bahan yang bisa menumbuhkan rasa bakti dan berguna bagi perkembangan iman terus dipertahankan, sedangkan yang dirasa membingungkan atau bertentangan dengan keyakinan yang secara umum sudah disepakati pelan-pelan ditinggalkan. Bahan-bahan yang ditinggalkan ini kemudian hilang dalam perjalanan waktu.
Dengan demikian ini merupakan contoh bagaimana sebuah tulisan yang akhirnya dinyatakan sebagai tulisan non kanonik dalam Dekrit Gelasius (c. 500 M) tetap bisa bertahan dalam tingkatan kebaktian rakyat. Banyak terjemahan dihasilkan dan tulisan ini memainkan peran penting dalam perkembangan tradisi dan dogma tentang Maria. Dalam tulisan ini jelas bahwa peran ibu Maria sangat ditonjolkan. Kemungkinan besar tulisan ini disusun sebagai tulisan apologetik untuk membela diri. Di dalamnya ditegaskan kembali keyakinan Gereja awal tentang keperawanan Maria, baik sebelum maupun sesudah ia melahirkan. Namun demikian harus dikatakan juga bahwa cara pembelaan atas keperawanan Maria itu bisa dinilai berlebihan atau bahkan menimbulkan nuansa gaib. Berikut ini contohnya:
19:2 Mereka [= Yusuf dan sang bidan] berdiri di dalam gua, dan sebuah awan yang cemerlang melingkupinya. Bidan itu berkata: “Jiwaku telah dibesarkan pada hari ini, karena mataku telah melihat sebuah tanda ajaib: keselamatan telah dilahirkan bagi Israel.” Seketika itu juga awan itu pergi dari gua itu, dan sebuah cahaya yang cemerlang muncul di dalamnya, sehingga mata tak dapat memandangnya. Segera cahaya itu pergi, sampai seorang bayi dapat terlihat. Dan bayi itu pergi dan berpegang pada payudara Maria, ibunya. Bidan itu berteriak, “Hari ini adalah hari yang besar bagiku, karena aku telah melihat keajaiban baru ini.”
[...] 20:1 Bidan itu masuk dan berkata kepada Maria, “Tabahkan hatimu, karena ada sedikit perdebatan mengenai dirimu.” Lalu Salome memasukkan jarinya untuk memeriksa keadaannya, dan ia berteriak, “Celakalah aku karena dosa dan ketidakberimananku. Karena aku telah menguji Tuhan, dan lihatlah, tanganku terbakar dan jatuh terlepas dariku.” ...
Cerita semacam ini tentunya sekarang sudah jarang didengar. Hanya kisah tentang Yoakim dan Anna sebagai orangtua Maria yang masih terus dipertahankan dalam tradisi. Sekali lagi, di sini terlihat bahwa sebuah tulisan hanya diambil sebagian saja yang mungkin masih dinilai sebagai bagian yang bisa diterima sebagai ajaran resmi. Bagian-bagian lain yang dirasa akan bisa menimbulkan kesan-kesan keliru tidak diteruskan dalam tradisi.
Yesus Kecil
Karena di dalam keempat Injil yang termuat dalam Kitab Suci tidak banyak dikisahkan tentang masa kecil Yesus, banyak orang percaya pada masa kekristenan awal menjadi penuh rasa ingin tahu tentang hal itu. Dalam suasana semacam inilah muncul tulisan-tulisan yang ingin melengkapi bagian kisah hidup Yesus yang belum dikenal. Pertanyaan, apakah Yesus yang masih kanak-kanak itu berbeda dengan Yesus dewasa? Kalau Yesus dewasa bisa membuat mukjizat, bagaimana halnya dengan Yesus kecil?
Tersebarlah cerita-cerita yang merupakan hasil reka-reka banyak orang yang kemudian akhirnya juga menjadi tulisan-tulisan yang tersebar. Salah satu dari cerita-cerita rekaan pertama yang menjadi legenda itu adalah Injil Tomas.
Penulisnya sendiri memperkenalkan identitasnya secara jelas di bagian awal tulisannya: “Hikayat-hikayat Filosof Israel Tomas, tentang Kegiatan-kegiatan Masa Kecil Tuhan.” Tokoh ini dipahami sebagai Yudas Tomas, yang oleh jemaat awal dipahami sebagai saudara Yesus. Karena itulah cerita yang dimuat sebagai tulisan dari saksi mata ini dianggap memiliki otoritas kebenaran untuk dipercaya. Teks yang tersedia berkisah tentang hidup Yesus selama berusia lima sampai duabelas tahun, yakni ketika Yesus “tertinggal” di Bait Allah sebagaimana dikisahkan dalam Injil Lukas di dalam Kitab Suci. Kutipan berikut ini memberi sedikit gambaran tentang figur Yesus kecil yang membuat mukjizat untuk menolong orang.
10:1 Beberapa hari kemudian ada seorang muda yang sedang membelah kayu di tempat terpencil. Kapak terjatuh dan membuat luka pada telapak kakinya. Ia kehilangan banyak darah dan mulai mendekati ajal. 2 Muncullah kegemparan dan segerombolan orang mulai berkumpul, Yesus kecil juga berlari ke tempat itu. Setelah berusaha keras menembus kerumunan orang itu, ia memegang kaki orang muda yang terluka itu, dan seketika itu juga luka itu sembuh. Dan ia [=Yesus] berkata kepada orang muda itu, “Bangunlah sekarang, belahlah kayu, dan ingatlah Aku.” Ketika orang banyak melihat apa yang telah terjadi mereka menyembah anak kecil itu, sambil berkata, “Roh Allah pasti hidup di dalam diri anak ini.”
Kisah mukjizat yang dilakukan oleh Yesus kecil ini tentu bisa memperteguh gambaran tentang Yesus dewasa yang berbela rasa dengan orang yang sakit dan menderita dan yang dengan sukarela membuat mukjizat untuk menyembuhkan dan menolong mereka. Meskipun demikian, dalam Injil Masa Kecil Yesus menurut Tomas ini ditemukan juga (banyak) cerita lain yang bisa memberi gambaran tentang Yesus kecil sebagai anak nakal yang bahkan tidak memiliki belaskasihan sama sekali.
Berikut ini satu contoh dari antaranya:
4:1 Tak lama sesudah itu Ia pergi melintasi kampung, dan seorang anak berlari dan menabrak bahu-Nya. Yesus menjadi panas hati dan berkata kepadanya: “Kamu tidak akan pergi lebih jauh lagi dalam perjalananmu.” Dan seketika itu juga anak itu jatuh dan mati. Beberapa orang yang melihat apa yang terjadi berkata: “Di manakah anak ini dilahirkan? Karena setiap hal yang dikatakan-Nya adalah sesuatu tindakan yang terlaksana?” 2 Orangtua anak yang mati itu datang kepada Yusuf dan menyalahkannya, sambil berkata: “Karena kamu memiliki anak semacam ini kamu tidak bisa tinggal bersama kami di kampung ini. Atau ajarlah Dia untuk memberkati, bukannya untuk mengutuk—karena Dia sedang membunuh anak-anak kami.”
Kedua contoh kutipan semacam ini memperlihatkan gambaran Yesus kecil yang penuh kuasa untuk membuat mukjizat. Namun demikian, kisah yang pertama lebih sesuai dengan figur Yesus dewasa yang dikenal luas, sedangkan kutipan yang kedua akan segera terasa bertentangan dengan Yesus dewasa. Kisah-kisah lain memuat juga kisah ketika Yesus merasa jengkel karena ditegur oleh Yusuf anaknya setelah Yesus mengutuk seorang anak sampai mati seketika. Dalam kejengkelannya itu Yesus membuat buta orang-orang yang melaporkan perbuatan-Nya kepada Yusuf (5:1).
Selama Yesus ‘in action’
Sebuah contoh adalah Injil Tomas. Penulisnya mengaku diri sebagai Didimus Yudas Tomas, kemungkinan ia menyusunnya pada awal abad ke-2 M. Menurut legenda-legenda Kristiani awal, orang yang dimaksud ini adalah saudara Yesus (?). Tulisan ini adalah kumpulan ajaran-ajaran rahasia Yesus. Tidak ada bahan lain selain ajaran-ajaran rahasia itu. Kisah hidup Yesus, karya, sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya tidaklah penting bagi penulis. Hanya satu hal yang penting, yakni ajaran-ajaran Yesus yang secara rahasia disampaikan.
Tulisan ini banyak menyajikan ucapan yang serupa dengan ucapan Yesus di dalam Injil kanonik. Namun demikian tidak sedikit pula ucapan Yesus yang sangat kuat diwarnai oleh konsep Gnostik. Manusia dipahami sebagai roh-roh yang telah mengalami kejatuhan dari alam ilahi dan kemudian terperangkap di dalam materi (yakni tubuh mereka). Keselamatan terjadi ketika orang mendapat pengetahuan (gnosis) yang diperlukan untuk menyadarkan mereka akan keterperangkapan mereka dan membebaskan mereka dari ikatan materi yang membuat mereka miskin dan terbatas. Ucapan Yesus berikut ini memperlihatkan dengan jelas ciri pandangan Gnostik:
62 Yesus berkata, “Untuk mereka [yang pantas bagi] misteri-misteri[-Ku] itulah Aku menceritakan misteri-misteri-Ku. Jangan biarkan tangan kirimu tahu apa yang diperbuat tangan kananmu.
Ucapan ini memperlihatkan kembali bahwa hanya sekelompok elit sajalah yang akhirnya akan menerima wahyu rahasia dari Yesus. Kemiripan dengan ucapan Yesus dalam Injil kanonik (gambaran tentang tangan kiri dan kanan) dibahasakan secara lebih tegas dalam kerangka kerahasiaan antara kedua tangan. Ucapan-ucapan berikut ini juga memberi gambaran tentang kerajaan sorga:
97 Yesus berkata, “Kerajaan dari [bapa] itu seperti seorang perempuan yang membawa sebuah [tempayan] penuh dengan makanan. Ketika ia sedang berjalan [di sepanjang] jalan, sementara masih berada jauh dari rumah, gagang tempayan itu patah dan makanan tertuang ke luar di belakangnya [di] sepanjang jalan. Ia tidak menyadari hal itu; ia tidak menyadari satu kejanggalan pun. Ketika ia sampai di rumah, ia meletakkan tempayannya dan mendapatinya sudah kosong.”
Ada pula sebuah ajaran tentang kerajaan bapa yang digambarkan dengan perumpamaan yang mengandung kekerasan. Dikisahkan bahwa Yesus mengajarkan demikian:
98 Yesus berkata, “Kerajaan dari bapa itu seperti seorang laki-laki yang ingin membunuh seorang laki-laki yang sangat kuat. Di rumahnya sendiri ia menarik pedangnya dan menancapkannya ke tembok untuk melihat apakah tangannya bisa membawanya. Kemudian ia membunuh orang laki-laki yang sangat kuat itu.”
Kemiripan ucapan-ucapan Yesus dalam tulisan ini dengan yang ditemukan dalam Injil kanonik sempat membuat tulisan ini dijuluki sebagai “Injil Kelima.” Persoalan mendasar terletak pada ciri Gnostik yang sangat kuat. Sudah sejak awal dikisahkan bahwa Yesus berkata “Barangsiapa menemukan tafsir atas ucapan-ucapan ini tidak akan mengalami kematian.” Ini jelas sebuah konsep Gnostik. Keselamatan ditentukan oleh adanya pengetahuan (gnosis) manusia.
Hari-hari terakhir Yesus
Sebuah contoh yang belakangan ini menjadi bahan pembicaraan adalah Injil Yudas. Tulisan ini ditemukan pada tahun 1970-an di daerah El Minya, Mesir. Sebagaimana sering terjadi dalam penemuan dokumen kuno, juga di sini para penemu tulisan ini tidak segera menyadari nilai teks ini. Kenyataan ini dibuat lebih parah oleh adanya naluri bisnis untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin dari dokumen ini.
Tulisan ini sendiri setelah melewati proses yang begitu panjang, akhirnya sampai ke tangan ahli pada tahun 1983. Karena berbagai tangan telah ikut memiliki dan menyimpannya, tahun-tahun yang lewat menimbulkan banyak kerusakan di dalam teks. Ada banyak bagian yang sama sekali rusak berlubang, dan ada banyak bagian yang mulai tidak terbaca karena tinta mulai sirna. Secara khusus satu pernyataan di dalamnya sering dikutip untuk memperlihatkan “kehebatan” tulisan ini. Demikian bunyinya:
Tetapi engkau [=Yudas] akan lebih besar daripada mereka semua; karena engkau akan mengorbankan wujud manusia yang meragai diriku.
Dalam tulisan ini Yudas digambarkan sebagai tokoh yang berjasa bagi Yesus karena ia berperan dalam usaha penting untuk membebaskan Yesus dari kebertubuhan-Nya yang selama itu mengurung roh-Nya. Sebuah konsep dualisme antara tubuh dan roh sangat terlihat di sini. Yang bersifat material (tubuh) itu pada dasarnya jahat, sedangkan yang baik adalah yang bersifat spiritual (roh). Tanpa campur tangan Yudas, pembebasan semacam itu tidak akan terlaksana.
Yesus di dunia orang mati
Keempat Injil kanonik hanya berbicara tentang Yesus yang wafat, dimakamkan, dan bangkit pada hari ketiga. Tidak ada informasi sedikit pun tentang masa antara wafat sampai kebangkitan-Nya itu. Sementara itu di dalam rumusan pengakuan iman ada informasi yang lebih dari sekedar bahwa Yesus wafat. Dalam syahadat para rasul (rumusan pendek) tidak hanya kita akui bahwa Yesus wafat dan dimakamkan, tetapi juga “turun ke tempat penantian.” Mungkin terdorong oleh rasa bakti yang mendalam, orang mulai menulis cerita-cerita tentang tindakan-tindakan Yesus selama berada di dunia orang mati itu.
Dalam salah satu tulisan berbahasa Yunani dikisahkan tentang Yesus di dalam dunia orang mati. Kisah itu diungkapkan oleh kedua anak Simeon (Karinus dan Leusius). Simeon yang dimaksud di sini adalah orang yang menurut Injil Lukas pernah menggendong bayi Yesus di Bait Allah. Kedua anak Simeon itu diminta untuk menceritakan bagaimana Yesus tidak hanya bangkit dari antara orang mati, tetapi juga membangkitkan orang-orang lain yang sudah mati sebelum Dia. Dikisahkan bahwa setan dan dunia orang mati itu dikalahkan oleh Kristus. Tidak lama setelah Kristus masuk ke sana berserulah dunia orang mati (hades) itu kepada-Nya:
“Kita telah ditaklukkan. Celakalah kita. Tetapi siapakah kamu yang memiliki kuasa dan kekuatan seperti ini? Dan siapakah kamu yang datang ke sini tanpa dosa? Kamu tampaknya kecil, tetapi kamu melakukan hal-hal luar biasa; kamu rendah dan ditinggikan, hamba dan tuan, prajurit dan raja, yang memiliki kuasa atas yang hidup dan yang mati? Kamu telah dipaku pada kayu salib dan diletakkan di dalam makam dan sekarang kamu telah bebas, menghancurkan segala kekuatan. Mungkinkah kamu ini Yesus itu yang telah diceritakan kepada kami oleh setan? Sesungguhnya kamu sedang mewarisi seluruh dunia dengan salib dan kematian.”
Dari sini terlihat bahwa kekuasaan Yesus Kristus yang mengalahkan maut itu membuat gentar dunia orang mati dan setan di dalamnya. Pada akhirnya Yesus itu benar-benar mengalahkan kematian, membawa serta-Nya semua orang kudus yang layak dibangkitkan. Ini yang dikisahkan:
Kemudian Tuhan memberkati Adam pada dahinya dengan tanda salib. Ia mengulang tindakan ini dengan para bapa bangsa, para nabi, para martir, para leluhur dan segera naik bersama mereka ke luar dari hades (=dunia orang mati). Sementara berjalan, para orang kudus mengikuti-Nya sambil bermazmur: “Terberkatilah Ia yang datang dalam nama Tuhan; alleluya. Bagi Dialah hormat dari semua orang kudus.”
Ini cara untuk menggambarkan kemenangan Kristus. Meskipun tulisan ini disusun jauh sesudah tulisan-tulisan Injil kanonik sendiri, beberapa ungkapan di dalamnya masih terdengar dalam ungkapan-ungkapan iman pada masa sekitar Paskah sampai hari ini. Maka ini sebuah contoh bagaimana sebuah tulisan non-kanonik, bisa berjalan seiring dengan tulisan kanonik, bukan untuk melengkapi teks kanonik yang sudah ada, tetapi untuk membantu menumbuhkan rasa bakti yang dalam.
Kebangkitan Yesus
Sebuah contoh yang menarik untuk dilihat adalah Injil Petrus. Tulisan ini sudah tersebar dan dikenal luas di beberapa tempat selama abad ke-2. Karena isinya dianggap menyesatkan dan keaslian nama pengarangnya (Simon Petrus) diragukan, tulisan ini kemudian perlahan-lahan menghilang dari peredaran. Untuk sekian lama tulisan ini hanya dikenal dengan namanya. Sebuah potongan tulisan ini ditemukan di sebuah kuburan seorang rahib di Mesir menjelang akhir abad ke-19.
Tulisan ini berisi kisah-kisah seputar sengsara dan kebangkitan Yesus. Potongan yang ditemukan ini berawal dari Ponsius Pilatus yang membasuh tangannya sampai Simon Petrus yang akhirnya kembali lagi ke pekerjaan mereka sebagai nelayan. Salah satu persoalan serius dalam tulisan ini adalah adanya unsur yang bisa menimbulkan kebencian terhadap orang Yahudi, karena di sini dikisahkan bagaimana para pemimpin Yahudi itu akhirnya menyadari betapa jahatnya perbuatan mereka terhadap Yesus. Berikut ini kutipannya:
10 Mereka membawa maju dua orang penjahat dan menyalibkan Tuhan di antara mereka. Tetapi ia [=Yesus] diam, seolah-olah ia tidak merasakan sakit sedikit pun.
Kemudian menyusul kisah yang biasa dikenal juga di dalam Kitab Suci: penyaliban dan percakapan di antara kedua penjahat, hari menjadi gelap di tengah hari, banyak orang yang lalu membawa api karena mengira hari sudah malam, tabir Bait Allah di Yerusalem tersobek pada saat Yesus wafat. Kemudian terjadi peristiwa ajaib berikut ini:
21 Kemudian mereka mencabut paku-paku dari tangan-tangan Tuhan dan menempatkannya di tanah. Seluruh tanah bergoyang dan semua orang menjadi ketakutan. 22 Lalu matahari bersinar dan disadarilah bahwa ketika itu baru pukul tiga sore hari.
Yesus lalu diserahkan kepada Yusuf (Arimatea) untuk dikuburkan di sebuah taman yang disebut Taman (milik) Yusuf. Kemudian:
25 Orang-orang Yahudi, para penatua, dan para imam menyadari betapa besar kekejian yang telah mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri dan mereka mulai memukul-mukul dada mereka, sambil berkata “Celakalah kita karena dosa-dosa kita. Pengadilan dan akhir Yerusalem sudah dekat.”
Kisah dilanjutkan sebagaimana kisah yang ada dalam Kitab Suci. Para serdadu menjaga kuburan Yesus, sebuah batu besar digulingkan untuk menutup makam, memasang tujuh segel di makam itu. Berikut ini kisah terinci tentang kejadian pada saat kebangkitan Yesus:
34 Pagi-pagi benar, ketika hari Sabat mulai terang, segerombolan orang datang dari Yerusalem dan daerah sekitarnya untuk melihat kubur yang tersegel. 35 Tetapi pada malam hari menjelang mulainya hari Tuhan, sementara para serdadu berdiri berjaga berdua-dua, sebuah suara keras datang dari langit. 36 Mereka melihat langit terbuka dan dua orang turun dari sana; mereka sangat cemerlang dan mendekat ke arah makam. 37 Batu yang ada di pintu masuk bergulir dengan sendirinya dan bergerak ke satu sisi; makam terbuka dan kedua orang muda itu masuk.
38 Ketika para serdadu melihat hal-hal ini, mereka membangunkan kepala pasukan dan para penatua—karena mereka juga berada di sana ikut berjaga. 39 Sementara mereka menjelaskan apa yang telah mereka lihat, mereka melihat tiga orang muncul dari makam, dua dari antara mereka menopang yang satu, dengan sebuah salib mengikuti di belakang mereka. 40 Kepala kedua orang itu mencapai langit, tetapi kepala orang yang satu yang mereka bawa itu menjulang sampai melampaui langit. 41 Dan mereka mendengar sebuah suara dari langit, “Sudahkah kamu mewartakan kepada mereka yang sedang tertidur?” 42 Dan sebuah jawaban datang dari salib itu, “Sudah.”
Kemudian menyusul kisah yang menyerupai kisah dalam injil Matius. Para penjaga dilarang bercerita tentang peristiwa itu. Maria Magdalena ke makam, menemukan bahwa makam sudah terbuka, dan berjumpa dengan seorang muda yang berpakaian sangat berkilauan yang mengatakan bahwa Yesus sudah bangkit. Setelah hari-hari perayaan Roti Tak Beragi, Simon Petrus dan Andreas saudaranya kembali menangkap ikan.
Contoh-contoh kutipan ini memperlihatkan beberapa hal yang pantas diragukan oleh keyakinan iman yang umum tersebar. Pertama, dengan mengatakan bahwa Yesus seolah tidak merasakan sakit sama sekali gambaran tentang kemanusiaan Yesus yang utuh diabaikan. Bagaimana mungkin Yesus ini sungguh manusia kalau Ia tidak merasakan sakit apa pun pada saat Ia mengalami segala hal yang menurut ukuran manusia yang normal sungguh sangat menyakitkan. Kedua, peristiwa kebangkitan dikisahkan seperti sebuah dongeng. Yesus digambarkan sebagai sebuah mahluk halus raksasa sebagaimana kedua raksasa yang menjemput-Nya dari dalam makam. Dalam konteks ini yang mungkin paling menimbulkan tanda tanya besar adalah ketika dikisahkan bahwa kayu salib itu bisa berbicara dan menjawab pertanyaan dari Allah.
Sebelum dan sesudah kenaikan Yesus
Injil Maria Magdalena bisa diambil sebagi salah satu contoh. Teks yang masih ada berkisah tentang percakapan-percakapan antara Yesus dan para murid-Nya sebelum Ia naik ke sorga, dan dilanjutkan dengan percakapan di antara para murid-Nya. Tokoh yang berperan adalah Maria Magdalena. Konteksnya adalah sesaat sesudah Yesus naik ke sorga. Berikut ini kutipan yang mungkin sudah sering disajikan dalam berbagai publikasi:
Tetapi mereka bersedih. Mereka menangis tersedu-sedu sambil berkata, “Bagaimana kita akan pergi ke orang-orang kafir dan mewartakan injil kerajaan Putera Manusia? Kalau mereka tidak menyayangkannya, bagaimana mereka akan menyayangkan kita?” Maka Maria berdiri, menyapa mereka semua, dan berkata kepada saudara-saudaranya, “Jangan menangis dan jangan bersedih dan jangan ragu, karena rahmatnya akan sepenuhnya bersama kalian dan akan melindungi kalian. Melainkan, marilah kita memuji kebesarannya, karena ia telah menyiapkan kita dan membuat kita sebagai laki-laki.” Ketika Maria mengatakan ini, ia mengarahkan hati mereka kepada Sang Baik, dan mulailah mereka membicarakan kata-kata Penyelamat.
Di satu pihak, diceritakan dengan jelas bahwa tokoh yang berperan untuk menguatkan hati para murid laki-laki yang lain adalah Maria Magdalena. Namun di lain pihak, dikisahkan juga bahwa Maria Magdalena ini adalah seorang perempuan yang seolah hidup dalam harapan akan keselamatan yang suatu hari juga akan dialaminya, yakni ketika ia akan juga dijadikan laki-laki. Kita bertemu di sini dengan seorang perempuan yang memainkan perannya di antara laki-laki, tetapi justru sebagai perempuan ke-perempuan-annya itu seolah tidak memiliki nilai.
Sesudah peristiwa Yesus
Proses penulisan tidak berhenti sampai kisah Yesus saja. Tokoh Pilatus juga kemudian dikembangkan dalam banyak tulisan. Kisah tentang kematian Pilatus yang disusun di Barat berbeda dari yang ada di Timur. Di Barat ada sikap yang menentang Pilatus, sedangkan di Timur sebaliknya. Bahkan Pilatus dinyatakan sebagai orang kudus. Demikianlah misalnya, menurut Mors Pilati di Barat, setelah Pilatus wafat, jasadnya dipindahkan ke beberapa tempat sampai akhirnya dikuburkan di Wina. Nama kota Wina (Vienne) dalam sebuah etimologi rakyat dipahami sebagai via gehennae (jalan neraka)! Di dalam Paradosis yang ditulis di Timur justru ditemukan sebuah gambaran tentang Pilatus yang sama sekali berbeda:
Dan lihatlah ketika Pilatus selesai berdoa, terdengarlah suara dari sorga: “Semua angkatan dan keluarga di kalangan orang kafir [=non-Yahudi] akan menyebutmu terberkati, karena di dalam masa pemerintahanmu terpenuhilah segala yang pernah diramalkan oleh para nabi mengenai kamu. Dan kamu sendiri akan muncul sebagai saksi-Ku pada saat kedatangan-Ku yang kedua, ketika Aku akan mengadili keduabelas suku Israel serta mereka yang belum mengakui nama-Ku.” Dan panglima memenggal kepala Pilatus, dan lihatlah, seorang malaikan Tuhan menerima itu. Dan ketika Prokla istinya melihat malaikat itu datang dan menerima kepalanya [=kepala Pilatus], ia [=istrinya] dipenuhi dengan sukacita, dan seketika itu juga menyerahkan rohnya, dan dikuburkan bersama suaminya.
Tulisan semacam ini memperlihatkan gejala yang serupa dengan Injil Yudas. Tokoh yang dinilai jelek dan sangat negatif dalam Injil menurut Kitab Suci sekarang dikisahkan sebagai tokoh yang sangat berjasa. Dengan perkataan lain, tidak ada yang sangat baru dalam penggambaran tokoh Yudas sebagai tokoh yang sangat berjasa agar nubuat tentang sengsara Yesus dan keselamatan melaluinya itu bisa terlaksana. Pertanyaan yang bisa dilontarkan sekarang adalah: siapa yang lebih berjasa, Yudas atau Pilatus?
SWGL” So What Gitchu Lochh”: Bagaimana bersikap?
Sejak meledaknya aneka injil apokrif dan aneka film yang mengejar sensasi iman, salah satu diantaranya, The Da Vinci Code, banyak orang menjadi tercengang atau terancam oleh tulisan-tulisan yang tidak resmi. Novel laris tulisan Dan Brown itu memiliki agenda dasar untuk membuktikan adanya perahasiaan oleh Gereja atas data-data yang bisa berbahaya (dalam hal ini Yesus yang menikah dengan Maria Magdalena dan bahkan memiliki keturunan). Karena novel itu diterbitkan di dalam konteks Amerika Serikat yang belum lama sebelumnya dihebohkan oleh kasus-kasus skandal para imamnya yang selama bertahun-tahun dirahasiakan oleh beberapa uskup mereka, sebuah tulisan yang ingin menuding Gereja sebagai oknum perahasiaan informasi pasti akan menarik perhatian.
Ada pelbagai reaksi:
Ada yang dengan tegas bersikap tertutup dan langsung menilai ini tulisan yang menyerang Gereja. Ada juga yang terlalu terbuka sampai mempertanyakan iman mereka akan Yesus Kristus. Publikasi dari National Geographic tentang Injil Yudas menambah data yang bisa dipakai untuk meneruskan agenda bahwa Gereja telah lama menyembunyikan semua itu.
Maka saya ingin menegaskan, bahwa tulisan-tulisan semacam itu memang ada. Tulisan-tulisan itu tidak rahasia lagi. Ada banyak buku yang memuat secara lengkap tulisan-tulisan kuno tidak resmi yang sudah ditemukan dalam penggalian-penggalian arkeologis selama ini.Ada pihak-pihak tertentu yang juga menjadi bersemangat untuk membaca, menerjemahkan, dan menerbitkan tulisan-tulisan semacam itu karena mungkin memiliki agenda tertentu.
Dalam situasi semacam ini sikap yang paling bijaksana adalah sikap terbuka. Keterbukaan untuk mengatakan bahwa memang ada tulisan semacam itu yang menjadi bagian dari sejarah kekristenan awal. Proses seleksi atas tulisan-tulisan itu sudah terjadi. Kanon Kitab Suci sudah ditutup. Tulisan-tulisan itu tetap bisa dibaca untuk memberi gambaran yang lebih lengkap tentang situasi pada abad-abad pertama kekristenan. Ada sebuah pengalaman bersama yang jelas sehubungan dengan pribadi Yesus Kristus yang pernah hidup, berkarya, mengalami sengsar, wafat, dibangkitkan, dan naik ke sorga. Tulisan apa pun, entah itu yang menekankan figur Yudas, entah itu yang menekankan figur Petrus, atau bahkan ibu Maria sekali pun, tetapi tidak memberi gambaran tentang peristiwa besar seputar sengsara, kematian, dan kebangkitan Yesus yang membawa keselamatan universal (bukan hanya untuk sekelompok terbatas sebagaimana diyakini kaum Gnostik) tentu dalam perjalanannya akan disingkirkan dari penggunaannya sebagai dasar iman dan sebagai bacaaan dalam perayaan liturgi publik.
Sikap tertutup atau defensif justru akan semakin memperkuat tesis Dan Brown dan pihak-pihak tertentu yang ingin menggunakan kesempatan ini untuk menuduh Gereja sebagai oknum perahasiaan kebenaran yang telah berlangsung selama berabad-abad.
Pertanyaannya, apakah sikap terbuka akan menggoncang iman atau justru sebaliknya, semakin tahu tentang tulisan-tulisan yang tidak resmi, semakin diteguhkan keyakinan atau pengetahuan tentang tulisan-tulisan yang resmi, dan hidup sesuai dengan itu? Wallahualam!
DAFTAR PUSTAKA
Hagen, John D., Jr. “The Real Story of the Council of Nicea: St. Athanasius, Frodo-like, Resisted the Arian Powers.” America, 5-12 Juni 2006, hlm. 18-21.
Jenkins, Philip. Hidden Gospels: How the Search for Jesus Lost Its Way. Oxford: Oxford University Press, 2001.
Kasser, Rudolph, Marvin Meyer, Gregor Wurst, ed. Injil Yudas [The Gospel of Judas from Codex Tchacos]. Terj. Wandi S. Brata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Koester, Helmut. “Apocryphal and Canonical Gospels.” HTR 73 (1980), hlm. 105-130.
Lapham, Fred. An Introduction to the New Testament Apocrypha. London: T&T Clark International, 2003.
Martin, James. “Why Did Judas Do It? Reflections on the Life and Death of Jesus’ Betrayer” America, 29 Mei 2006, hlm. 12-15.
Metzger, Bruce M. The Canon of the New Testament: Its Origin, Development, and Significance. Oxford: Clarendon Press, 1987.
Miller, Robert J. The Complete Gospels: Annotated Scholar Version. Sonoma, California: Polebridge Press, 1992.
Pagels, Elaine. The Gnostic Gospels. New York: Random House, 1979.
Perkins, Pheme. “Good News from Judas? A Scholar Takes a Look at a New Gospel” America, 29 Mei 2006, hlm. 8-11.
Robinson, James M., ed. The Nag Hammadi Library. Rev. Ed. San Francisco: Harper & Row, 1988.
Robinson, James M. Menafsir Ulang Injil Yudas [The Secrets of Judas: The Story of Misunderstood Disciple and His Lost Gospel]. Terj. Hesti Septianita & Isma B. Soekoto. Ed. Ursula G. Buditjahja. Jakarta: Ufuk Press, 2006.
0 komentar:
Posting Komentar