Agnes
Gonxha Bojaxhiu
PROLOG
Masih ingatkah kita,
siapa pemenang
hadiah Nobel Perdamaian tahun 1979 dan sahabat Paus Yohanes Paulus II serta
Lady Diana? Tahukah kita, bahwa
dia juga dihormati sekaligus dicintai oleh banyak
orang, dari pelbagai agama, bangsa dan
budaya? Sebuah kisah nyata tentangnya: Ketika diundang ke University of Notre Dame,
Indiana yang dikelola oleh para imam dan bruder Kongregasi Salib Suci, seorang
teolog elegan bertanya kepadanya: “Mengapa dalam karya karitatif,
anda selalu memberikan ikan kepada orang yang memerlukan, dan bukan pancing
yang diberikan sehingga lebih mendidik orang itu?” Dia menjawab, bahwa orang-orang yang
ditolongnya adalah orang-orang, yang memegang pancing saja sudah tidak bisa!
Sebuah jawaban dari seseorang yang memiliki karunia hikmat. Siapakah dia? Yah,
Bunda Teresa dari Calcuta, a living saint!!!
SKETSA
PROFIL
“Menurut
darah, saya seorang Albania.
Menurut
kewarganegaraan, saya seorang India.
Menurut
iman, saya seorang biarawati Katolik.
Menurut
panggilan, saya milik dunia.
Sementara
hati saya, sepenuhnya saya milik Hati Yesus.”
(Bunda
Teresa dari Kalkuta)
Agnes Gonxha Bojaxhiu (Gonxha berarti "kuncup mawar" atau
"bunga kecil") terlahir pada tanggal 26 Agustus 1910 di Üsküb, Kekaisaran Ottoman (sekarang Skopje, ibukota Republik Makedonia). Dia adalah anak bungsu dari
sebuah keluarga keturunan Albania, yang
terlahir dari pasangan Nikollë dan Drana Bojaxhiu. Ayahnya, meninggal pada
tahun 1919, ketika ia masih
berusia delapan tahun. Keluarganya sendiri adalah keluarga Katolik yang taat,
mereka berdoa setiap hari dan sering pergi ke gereja untuk mengikuti misa harian. Adalah sikap kemurahan hati, teladan kesalahen dan perhatian keluarganya kepada orang
miskin, yang memberikan pengaruh positif bagi kehidupan Teresa di kemudian hari.
Ketika memasuki usia remaja,
Gonxha bergabung dalam kelompok pemuda, “Sodality”.
Melalui keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang
pastor Jesuit, Gonxha tertarik untuk masuk biara. Pada usia 18 tahun, di bulan
November 1928, ia bergabung dengan Institute
of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga dengan nama Sisters of Loretto, di
Irlandia.
Setelah menyelesaikan masa
novisiat, ia mengganti namanya dengan Teresa yang diambilnya dari salah satu
tokoh di Ordo Karmel, St. Teresa dari Lisieux. Ia berharap dapat meneladani kesederhanaan hidupnya, yang
disebutnya “Jalan Kecil”.
Pada bulan Desember 1928, Sr. Teresa diutus ke India, dan tiba di Kalkuta pada tanggal 6
Januari 1929. Setelah mengucapkan kaul pertamanya pada bulan Mei 1931, Sr. Teresa ditugaskan untuk mengajar geografi dan katekese di sekolah putri St Maria, Kalkuta.
Pada tanggal 24 Mei 1937, Sr. Teresa mengucapkan kaul kekalnya. Sejak saat itu,
ia dipanggil Ibu Teresa, dan pada
tahun 1944 dia diangkat sebagai kepala sekolah. Akan tetapi karena kesehatannya
memburuk (ia menderita TBC), maka ia tidak bisa lagi mengajar.
Pada tanggal 10 September 1946,
dalam perjalanan kereta api dari Kalkuta ke Darjeeling untuk menjalani retret
tahunannya, Teresa menerima “inspirasi”: “panggilan
dalam panggilan”. Saat itu,
10 September 1946 disebutnya sebagai “Hari
Penuh Inspirasi”. Pada hari
itu, dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus akan
cinta dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya: “Mari,
jadilah cahaya bagiKu.” Sejak
itulah, Teresa dipenuhi hasrat “untuk memuaskan dahaga Yesus akan cinta dan
akan jiwa-jiwa” dengan “berkarya demi keselamatan dan kekudusan orang-orang
termiskin dari yang miskin”.
Pada tahun 1948, pihak Vatikan
mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya
di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya,
Suster Teresa mengenakan kain Sari putih dengan pinggiran biru dan pin salib
sederhana di bahu kirinya.
21 Desember 1948, untuk pertama
kalinya juga, Teresa keluar-masuk perkampungan kumuh
India. Ia mengunjungi banyak keluarga, membasuh borok dan luka beberapa anak,
merawat seorang bapak tua yang tergeletak sakit di pinggir jalan dan merawat
seorang wanita sekarat yang hampir mati karena kelaparan dan TBC. Setiap
hari, Teresa memulai hari barunya
dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian pergi dengan
rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Dia dalam “mereka yang terbuang,
yang teracuhkan, yang tak dikasihi”. Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh
para pengikutnya yang pertama.
Pada 7 Oktober 1950, pada
perayaan Rosario Suci Bunda Maria, Congregation
of the Missionaries of Charity yang
dirintisnya memperoleh pengakuan Gereja Katolik melalui persetujuan Paus Pius
XII. Lima belas tahun kemudian, Bapa Suci mengangkat Misionaris Cinta Kasih
menjadi Kongregasi Kepausan.
Misi mereka, seperti yang
dikatakannya saat menerima Nobel perdamaian, adalah "untuk merawat yang lapar,
yang telanjang, yang tuna wisma, yang pincang, yang buta, yang menderita lepra,
semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan
oleh masyarakat, orang yang dianggap menjadi beban bagi masyarakat dan
dihindari oleh semua orang."
Dalam perkembangannya, Bunda
Teresa membentuk Kongregasi Para
Biarawan Misionaris Cinta Kasih pada
tahun 1963, dan pada tahun 1976 membentuk Para
Suster Kontemplatif, pada tahun 1979 Para
Biarawan Kontemplatif, dan pada tahun 1984 Para Imam Misionaris Cinta Kasih.
Ia juga membentuk Kerabat
Kerja Ibu Teresa dan Kerabat Kerja Sick and Suffering,
yaitu orang-orang dari berbagai kalangan agama dan kebangsaan dengan siapa ia
berbagi semangat doa, kesederhanaan, kurban silih dan karya sebagai pelayan
cinta kasih. Semangat ini kemudian mengilhami terbentuknya Misionaris Cinta Kasih Awam.
Atas permintaan banyak imam, pada tahun 1981, Bunda Teresa juga memulai Gerakan Corpus Christi bagi para imam
sebagai “jalan kecil kekudusan” bagi mereka yang rindu untuk berbagi karisma
dan semangat iman dengannya.
Bunda Teresa akhirnya berpulang
ke “Kalkuta Abadi” pada 5 September 1997, jam 21.30, di usia 87 tahun. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah
Induk ke Gereja St.Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan
kaki pertama kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu.
Bunda Teresa mendapat kehormatan dimakamkan
secara kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September 1997. Jenazahnya diarak dalam kereta
yang sama, yang dulu pernah digunakan untuk mengusung jenazah
Mohandas K. Gandhi dan Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Kalkuta sebelum akhirnya dimakamkan di
Rumah Induk Misionaris Cinta Kasih. Ia mewariskan teladan iman, harapan dan
cinta kasih yang luar biasa. Jawaban atas panggilan Yesus, “Mari, jadilah cahaya bagiKu,” menjadikannya seorang Misionaris Cinta
Kasih, seorang “ibu bagi kaum miskin”. Nawaz
Sharif, Perdana Menteri Pakistan mengatakan bahwa Bunda Teresa adalah "seorang pribadi langka dan
unik yang tinggal lama untuk tujuan yang lebih tinggi. Pengabdian seumur
hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung
merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia." Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de Cuellar mengatakan: "Ia adalah pemersatu Bangsa.
Ia adalah ikon perdamaian dunia".
Setelah kematiannya, ia diberi
gelar Beata Teresa dari Kalkuta. oleh Paus Yohanes Paulus II pada hari Minggu, 19 Oktober 2003: “Jangan pernah kita lupa akan
teladan mengagumkan yang diwariskan oleh Bunda Teresa, dan marilah kita mengingatnya
bukan hanya dalam kata-kata belaka! Melainkan, dengan senantiasa memiliki
keberanian untuk memberikan prioritas pada kemanusiaan.” (Paus Yohanes Paulus II).
REFLEKSI
TEOLOGIS
“The
fruit of silence is prayer,
The
fruit of prayer is faith,
The
fruit of faith is love,
The
fruit of love is service,
The
fruit of service is peace”
(Bunda
Teresa dari Kalkuta)
1. Mariana
MAu
Rendahhati Ikut Allah dengan sederhaNA”
Mariana adalah nama seorang
sahabat saya di sebuah paroki di Utara Jakarta. Mariana sendiri bisa berarti, “MAu Rendahhati Ikut Allah dengan
sederhaNA”. Bunda Teresa pun
melakukannya. Ia jelas seorang hamba, yang menjadi “Mariana: “MAu Rendahhati Ikut
Allah dengan sederhaNA”. Secara
faktual, banyak penghargaan bergengsi yang diterimanya, antara lain:
1962: Ia menerima “Pandma Shri Prize” untuk "extraordinary services" (Pelayanan yang luar biasa)
1971: Paus Paulus VI
menganugerahinya hadiah pertama “Pope
John 23rd Peace Prize”.
1972: Pemerintah India
menganugerahi “Jawaharlal
Nehru Award for International Understanding”.
1979: Ia memenangkan hadiah
Nobel Perdamaian.
1985: President Ronald Reagan
menganugerahi “The Medal of
Freedom”, yang merupakan penghargaan sipil tertinggi di Amerika Serikat.
1996: Ia menjadi orang keempat
yang menerima penghargaan sebagai warga kehormatan Amerika Serikat.
Beberapa penghargaan lainnya
juga diberikan pada Bunda Teresa, seperti: Magsaysay (Philipina), Warga
Kehormatan India dan Albania, Doktor Kehormatan bidang Teologi Kedokteran
Manusia. Ia juga pernah diberikan kehormatan berpidato di hadapan Majelis Umum PBB. Di samping
itu, berbagai media dengan penuh minat mengikuti perkembangan kegiatannya. Ia
menerima baik penghargaan maupun perhatian dunia “demi kemuliaan Tuhan atas
nama orang-orang miskin.”
Nah, ketika disinggung tentang
koleksi penghargaan yang pernah diterimanya, Bunda Teresa “merendah” katanya, “Saya tidak pantas menerima
penghargaan. Saya hanyalah instrumentum
cum Deo - “pensil” kecil di
tangan Tuhan. Namun saya memandang baik menerima penghargaan ini, karena
penghargaan ini merupakan pengakuan atas eksistensi mereka yang termiskin di
antara kaum miskin.”
2. Jurus “Tiga C”
Conscience,
Competence, Compassion.
“Dalam
hidup ini,
kita
tidak dapat melakukan hal yang besar,
kita
hanya dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar.
In this
life, we cannot do great things.
We can
only do small things with great love.”
(Bunda
Teresa dari Kalkuta)
Dulu: Kongregasi Misionaris Cinta Kasih yang
didirikan Bunda Teresa, dimulai dengan 13 orang anggota di
Kalkuta, India.
Kini: Kongregasi Misionaris Cinta Kasih
telah beranggotakan lebih dari 4000 suster. Mereka menjalankan aneka panti asuhan, rumah bagi penderita
AIDS dan pusat amal di seluruh dunia. Mereka merawat para pengungsi, pecandu
alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma, korban banjir, dan
wabah kelaparan.
Secara sederhana, Bunda Teresa
sebenarnya mengajak kita memiliki jurus “3C”, sebuah core values, yang juga
digali-kembangkan dalam pendidikan karakter di pelbagai kolese milik para imam
Yesuit,yakni:
- Conscience: Ia mengajak setiap pengikutnya
untuk menyadari panggilan dan pelayanannya untuk orang miskin. Setiap melihat mereka yang “dibuang”
oleh dunia, ia mengajak untuk secara
sadar melihat dan mendengar Yesus
sendiri yang datang. Bukankah Yesus sendiri bersabda: “Sesungguhnya segala sesuatu yang
kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu
telah melakukannya untuk Aku”.
- Competence: Ia mengharapkan adanya kompetensi,
kecakapan pastoral di tengah tantangan jaman yang semakin kompleks, karena manusia adalah ciptaan Tuhan yang
sangat berharga dan bernilai, apapun keadaannya, maka harus dilayani sebaik
mungkin dengan pelbagai
kecakapan.
- Compassion: Inilah yang terpenting. Diandaikan
adanya semangat belarasa dan belaskasihan yang tulus pada setiap orang yang
dilayani. Sepenggal kisah nyata: Dengan bantuan pejabat India, Bunda Teresa
bersama para pengikutnya mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi Kalighat - Home
for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin. Mereka
yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan
untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim membaca Al-Quran, Hindu
menerima air dari sungai
Gangga, dan Katolik menerima Sakramen Perminyakan. "Sebuah kematian yang
indah," katanya, "adalah untuk orang-orang yang
hidup seperti binatang, mati seperti malaikat, mereka dicintai dan diinginkan."
Bermodalkan jurus “3C” ini, kelompok Bunda Teresa semakin berkembang. Pada tahun 1960-an, mereka telah
membuka penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Mereka
kemudian memperluas ordo di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India dibuka
di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster.
Selanjutnya di Roma, Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun
1970, ordo ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara, baik di Asia, Afrika, Eropa maupun Amerika Serikat.
Sekarang, Misionaris Cinta Kasih
berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 4000-an biarawati,
dan lebih dari 100.000 sukarelawan di
seluruh dunia. Mereka menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat penampungan di
120 negara. Ini termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, kusta
dan TBC, dapur umum, program konseling anak-anak dan keluarga, pembantu
pribadi, panti asuhan, dan sekolah.
3.Back to Basic: Keluarga!
Figur Bunda Teresa menginspirasi
dan mengaspirasi banyak orang untuk semakin rela berbuat baik. Salah satu buah
nyatanya, adalah munculnya kelompok awam Katolik yang berjiwa sosial, misalnya: KKIT (Kerabat Kerja Ibu Teresa). Baiklah dalam refleksi teologis yang ketiga ini, kita angkat dua point pokok dalam Pedoman Kerabat Kerja Ibu Teresa,
al:
- Bawalah doa ke dalam keluargamu.
Cinta kasih dimulai di rumah. Kamu harus memulainya di sana dengan
melayani keluarga sendiri dan para tetangga terdekatmu.
- Semua Kerabat Kerja bekerja
bersama dengan para Suster, Pastor, Bruder dan Misionaris Cinta Kasih yang
paling dekat dengan rumahmu.
Dari dua point pokok di atas, saya menjadi teringat pesan Bunda Teresa ketika ia menerima hadiah
Nobel Perdamaian di Oslo Norwegia
(11 Desember 1979), “Tidak cukup mengatakan, aku mencintai Tuhan, tetapi aku tidak
mencintai tetanggaku. Karena dengan wafat
Yesus di kayu salib, Ia telah menjadikan diri-Nya sebagai orang yang lapar, yang telanjang, yang papa
...” Lantas di penghujung
sambutannya, ia mengingatkan
bahwa mewartakan sukacita itu nyata karena Kristus ada dimana-mana, “Kristus
ada di hati kita, Kristus ada pada semua orang miskin papa yang kita jumpai, ada pada
seulas senyum yang kita berikan, dan kita peroleh
dari mereka.”
Disinilah, Bunda Teresa jelas
mengajak kita beriman dengan sehat: melakukan
kasih dimulai dari yang ada di dekat kita, dengan pelbagai hal yang sederhana.
Menurut saya, Bunda Teresa mengajak kita mengasihi dengan metode sederhana “3M”: Mulai dari diri sendiri; Mulai dari
hal-hal kecil; Mulai dari sekarang. Indahnya,
semua kasih itu baiklah jika dimulai dari keluarga kita sendiri. Jadi secara
sederhana tapi kaya makna, ia mengajak kita kembali ke basis, ke akar dan dasar kita masing-masing:
mencintai pasangan, orangtua, anak dan segenap anggota keluarga kita sendiri.
4. Kalkuta
KALikan KUatnya cinTA.
Kalkuta adalah nama tempat berkarya Bunda Teresa di tengah orang miskin di India. Bagi saya, Kalkuta juga memiliki
arti yang begitu indah: “KALikan KUatnya
cinTA.” Ketika ia ditanya
mengenai perHATIannya yang begitu besar kepada orang-orang yang sekarat, ia
mengatakan, “Aku hanya
ingin membagikan secuil cinta pada hidup saudaraku yang singkat ini, sehingga
dia pernah mengalami dan merasakan cinta dan dicintai!”. Ia jelas dan lugas mengkalikan kuatnya cinta. Yah,
cintanya kepada Tuhan sungguh dia bagikan dan lipatgandakan dalam cintanya
kepada sesama. Cintanya sungguh meresapi seluruh hidup dan karyanya sebagaimana
terungkap dalam visi hidupnya yang tertuang pada judul bukunya “My life for the poor”. Ia melipatgandakan cinta dan
perhatiannya pada mereka yang paling miskin di antara yang termiskin.
Hal ini bukannya tanpa alasan!
Baginya, dalam diri orang-orang yang “KLMTD” (dalam bahasa saya: kecil-labil-mungil-tengil-dekil;
dalam bahasa Gereja: kecil-lemah-miskin-tersingkir-difable),
ia melihat kehadiran Yesus. Keyakinan iman inilah yang membuat pelayanannya
begitu tulus dan total, sebagaimana yang terungkap pada prinsip hidup dan
karyanya, “Berikanlah, sampai
kamu tidak sanggup lagi!!!”
5. Bunda = Ibu = Mama
Minyak Air Merpati Api
Teresa dari Kalkuta kerap disapa
sebagai Ibu Teresa atau Bunda Teresa. “Ibu” atau “Bunda” kadang memiliki nama lain dengan arti
yang sama, yakni: “mama”. Bagi saya, seorang Mama Teresa mempunyai 4 semangat
dasar yang dibagikannya, yakni:
-Minyak: menguatkan yang lemah. Ketika ia menerima
hadiah Nobel Perdamaian, ia tetap
memakai pakaian sari. Ia juga meyakinkan komite Nobel untuk membatalkan acara
santap malam untuk menghormatinya, dan menggunakan dananya untuk memberikan
makan 400 anak yang lemah secara
finansial dan material di India
selama 1 tahun.
-Air: menyegarkan yang dahaga. Ia menyegarkan
dahaga para ‘korban’, dengan banyak
meninggalkan “buah-buah cinta”: Ada Congregation
of the Missionaries of Charity atau
Kongregasi Misionaris Cinta Kasih, Nirmal
Hriday atau Rumah Hati Murni:
rumah bagi mereka yang sekarat, Shishu
Bhavan: rumah untuk anak-anak cacat dan yatim piatu, Brothers of Charity atau Kongregasi Bruder-bruder
Misionaris Cinta Kasih, Shanti
Nagar atau Kota Ketentraman:
rumah bagi para penderita penyakit kusta, Prem
Daan atau Anugerah Cinta:
rumah untuk para penderita TBC dan masih banyak lagi “buah-buah cinta” Bunda
Teresa yang tersebar-pencar di berbagai negara. Itulah juga sebabnya, mengapa setiap
Teresa mendirikan komunitas Misionaris Cinta Kasih, setiap dipasang salib Yesus
di dinding, pastilah terpasang kalimat wasiat Yesus yang keenam di atas salib, “Aku haus” (Yohanes 19:28). Ia ingin menyegarkan
dahaganya Yesus dengan cara melayani sesama yang haus, dengan penuh cinta dan
perhatian kasih.
-Merpati: melembutkan yang kasar. Pada tahun 1982 saat
puncak pengepungan Beirut, Bunda Teresa menyelamatkan 37 anak yang terjebak di
garis depan sebuah rumah sakit dengan menengahi sebuah gencatan
senjata antara tentara Israel dan gerilyawan Palestina.
Ditemani oleh para pekerja Palang
Merah, ia juga melakukan perjalanan melalui zona
perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi para pasien muda. Ketika
Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan di akhir 1980-an, ia berani memperluas misinya untuk negara-negara komunis yang sebelumnya berkeras hati menolak kehadiran Misionaris Cinta Kasih: "Tidak peduli orang-orang
mengatakan apa, Anda harus menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan
anda sendiri."
-Api: menghangatkan yang dingin. Pada 1970-an, ia
menjadi terkenal di dunia internasional untuk pekerjaan kemanusiaan dan
advokasi bagi hak-hak orang miskin dan tak berdaya. Bahkan, ia juga mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah gempa bumi Spitak 1988 dan bertemu dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua
Dewan Menteri yang dianggap
dingin dalam berpikir dan bertindak. Ia juga bepergian untuk membantu dan
melayani penderita kelaparan di Ethiopia,
korban radiasi di Chernobyl,
dan korban gempa di Armenia, tentunya dengan penuh kehangatan.
Di lain matra, ia kerap merasa
kecewa dan sedih bila orang menyamakannya dengan pekerja sosial. Sebab baginya,
apa yang dilakukannya adalah buah dari iman, dari doa dan kontemplasi di tengah
dunia nyata. Dari dalam keheningan doa lahirlah iman yang hidup, yang akhirnya
membuahkan cinta kasih. Kasih berbeda dengan kasihan. Karena kasih yang sejati
itu membuatnya turut menderita “real
love hurts”.
EPILOG
Jika
kita ingin sungguh bisa mencintai,
Kita
harus belajar bagaimana mengampuni
(Bunda
Teresa dari Kalkuta)
Ratusan biarawati dan pastor
mengikuti misa memperingati seratus tahun kelahiran Bunda Teresa. Anak-anak dan wisatawan di Kalkuta
juga menghadiri misa yang diadakan pada hari Kamis, 26 Agustus 2010, di markas
besar Ordo Misionaris Cinta Kasih yang didirikannya. Kardinal Telesphore
Placidus Toppo dari Ranchi memimpin misa itu. Sebuah pesan dari Paus Benediktus
XVI yang dibacakan pada misa itu mengungkapkan rasa syukur dengan menyebut
Bunda Teresa sebagai “anugerah tak ternilai” yang karyanya diteruskan oleh para
pengikutnya. Usai misa, para biarawati penerus Bunda Teresa melepaskan
burung-burung merpati yang melambangkan perdamaian.
Yah, “tokoh raksasa bertubuh
kerdil” yang selalu tampil sederhana ini memang sungguh mempesona. Ketika
melayani, ia begitu lembut dan tulus, namun ketika berhadapan dengan
nilai-nilai prinsip, ia begitu tegas dan lugas. Dengan keras ia menentang
praktek aborsi.
Seluruh kisah hidup beserta
karya pelayanan Bunda Teresa terangkum dalam berbagai “gelar” yang diberikan
dunia kepadanya: “Teladan Orang
Modern, Mutiara dari India, Ibu Kaum Terpapa dan Termiskin, Mother of Humanity, Angel of Mercy” dan sebagainya. Jejak nyata
kehadirannya di India telah mengubah wajah Kalkuta dari “A City of Ghost - Kota Hantu” menjadi “A City of Joy – Kota Sukacita”. Yah, baginya sebuah spiritualitas bisa diwariskan
dan dibagikan bagi dunia modern dan bagi keluarga kita masing-masing sekarang, “Donato Ergo Sum: Aku berbagi
maka aku ada!”
ASPIRASI
Hidup adalah kesempatan, gunakan
itu.
Hidup adalah keindahan, kagumi itu.
Hidup adalah mimpi, wujudkan itu.
Hidup adalah tantangan, hadapi itu.
Hidup adalah kewajiban, penuhi itu.
Hidup adalah pertandingan, jalani itu.
Hidup adalah mahal, jaga itu.
Hidup adalah kekayaan, simpan itu.
Hidup adalah kasih, nikmati itu.
Hidup adalah janji, genapi itu.
Hidup adalah kesusahan, atasi itu.
Hidup adalah nyanyian, nyanyikan itu.
Hidup adalah perjuangan, terima itu.
Hidup adalah tragedi, hadapi itu.
Hidup adalah petualangan, lewati itu.
Hidup adalah keberuntungan, laksanakan itu.
Hidup adalah terlalu berharga, jangan rusakkan itu.
Hidup adalah hidup, berjuanglah untuk itu.
Hidup adalah keindahan, kagumi itu.
Hidup adalah mimpi, wujudkan itu.
Hidup adalah tantangan, hadapi itu.
Hidup adalah kewajiban, penuhi itu.
Hidup adalah pertandingan, jalani itu.
Hidup adalah mahal, jaga itu.
Hidup adalah kekayaan, simpan itu.
Hidup adalah kasih, nikmati itu.
Hidup adalah janji, genapi itu.
Hidup adalah kesusahan, atasi itu.
Hidup adalah nyanyian, nyanyikan itu.
Hidup adalah perjuangan, terima itu.
Hidup adalah tragedi, hadapi itu.
Hidup adalah petualangan, lewati itu.
Hidup adalah keberuntungan, laksanakan itu.
Hidup adalah terlalu berharga, jangan rusakkan itu.
Hidup adalah hidup, berjuanglah untuk itu.
Saudaraku Yang Paling Hina.
SaudaraKu yang paling hina (yang
termiskin di antara kaum miskin) ialah mereka :
- yang lapar dan kesepian - tidak
hanya lapar akan makanan, tetapi juga akan Sabda Allah.
- yang haus dan disingkirkan -
tidak hanya untuk segelas air tetapi juga untuk pengetahuan,
perdamaian dan kebenaran serta keadilan dan cinta.
- yang telanjang dan tak dicintai
- tidak hanya untuk pakaian, melainkan juga untuk harga diri.
- yang tak dikehendaki, bayi-bayi
yang digugurkan, korban diskriminasi, tuna wisma bukan hanya membutuhkan
sebuah rumah dari bata, tetapi juga sebuah hati yang penuh pengertian,
melindungi dan mencintai.
- orang miskin yang sakit, sekarat
dan para tahanan, juga yang sakit jiwanya, tak bersemangat hidup.
- semua yang telah kehilangan
harapan dan iman.
- pecandu obat bius dan minuman
keras.
- dan mereka semua yang telah
kehilangan Tuhannya (bagi mereka Tuhan adalah masa lampau, padahal
Tuhan selalu ada) dan mereka yang telah kehilangan harapan
akan kekuatan Roh.
0 komentar:
Posting Komentar