Anselma Bopp
PROLOG
Ketika kita berbicara perihal para suster
Fransiskanes, kerap yang spontan terbersit hanyalah “OSF” yang
di Semarang dengan RS. Elisabeth dan Jakarta dengan Yayasan Marsudirininya.
Tapi, ternyata, ketika kita memperbincangkan lebih mendalam tentang
para suster Fransiskanes, ada pelbagai macam, dengan aneka bentuknya yang
beraneka ragam. Salah satunya adalah Fransiskanes Pringsewu. Orang-orang
Jakarta tidak jarang menyebut mereka sebagai “Suster-suster Kampung
Ambon” (FSGM: Fransiskanes dari Santo Georgius Martir). FSGM
sendiri adalah sebuah kongregasi biarawati multi-nasional, dengan status
Kepausan. Sejarah kongregasi ini juga sudah 150-an tahun lamanya, dengan Maria
Anselma Bopp sebagai pendirinya dan negeri Jerman sebagai tempat karya
pertamanya.
SKETSA PROFIL
The surest way to heaven
is:
to be simple, humble,
and faithful in your duties.
Cara yang paling
pasti untuk masuk surga adalah:
menjadi sederhana,
rendah hati, dan setia dalam pelbagai tugas.
(Maria Anselma Bopp)
La Verna! Sebuah
nama rumah retret di daerah perbukitan Padangbulan, sekitar 3 kilometer dari
Pringsewu yang berdiri megah sejak 1989 (nama La Verna sendiri
merupakan salah satu puncak pegunungan Alpen di Asisi Italia, yang digunakan
oleh St Fransiskus Asisi untuk bertapa). Ternyata, rumah retret La
Verna ini dikelola oleh para suster FSGM (Fransiskanes dari Santo
Georgius Martir).
Adapun tanggal 4 Juni setiap tahunnya merupakan
hari istimewa bagi para suster Fransiskanes Pringsewu, karena pada tanggal
itu, mereka memperingati kedatangan para perintis mereka di Indonesia.
Resminya kongregasi para suster ini bernama “Kongregasi Suster-Suster
Fransiskanes dari Santo Georgius Martir Thuine. Dalam bahasa Jerman: “Kongregation
der Franziskanerinnen VM. HI. Maertyer Georg”. Mengapa dalam bahasa
Jerman? Yah, karena kongregasi para suster ini memang dirintis-dirikan pada
tahun 1869 di Thuine, Jerman oleh seorang perempuan dari Jerman juga.
Tokoh pendiri kongregasi ini adalah Maria
Anselma Bopp, yang terlahir pada tanggal 25 Agustus 1835 di
Steinbach, Keuskupan Rottenburg, Jerman bagian selatan. Namanya pada waktu
kecil adalah Pauline Bopp.
Pada tahun 1854, Pauline Bopp memasuki biara
Suster-suster Kongregasi Salib Suci dan berkarya dalam pelbagai bidang
karitatif di Strasbourg, Perancis. Setelah menjalani masa novisiat satu tahun
lamanya, suster muda ini mengucapkan profesi pertamanya dengan nama Suster
Anselma, tepatnya pada tanggal 19 Juli 1855.
Tak lama kemudian, Sr. Anselma bersama Sr
Marianne, ditugaskan untuk melayani anak-anak terlantar di Thuine, sebuah desa kecil di barat laut Jerman. Di
Thuine inilah, ternyata sudah sejak lama, Pastor John Gerard Dall, (pastor paroki St. Georgius Martir di Thuine) mendambakan supaya kehadiran
Gereja bisa lebih banyak berguna bagi umatnya, terlebih dengan pelbagai karya
kasih yang nyata, yakni membangun rumah singgah untuk anak-anak miskin,
tersingkir dan banyak orang sakit.
Nah, berangkat dari adanya kesadaran akan cita-cita
luhur pastor John Gerard Dall tersebut, maka dijiwai oleh Roh Kristus
dan kepasrahan total akan rencana Allah sendiri, Sr. Anselma sepenuh hati
membawa semuanya dalam doa dan proses pembedaan roh. Satu keyakinan imannya,
yang terus digemakannya: “Our Lord has in everything. He does a
good intention - Tuhan kita memiliki semuanya. Ia pasti
mempunyai suatu rencana yang indah.”
Akhirnya, dalam semangat iman yang penuh
ketaatan pun keterbukaan pada penyelenggaraan Ilahi, dan setelah mendengar dari semua
sisi - audiatur et altera pars, Sr. Anselma dengan sadar
memisahkan diri dari Kongregasi Salib Suci, untuk lebih optimal
melayani rakyat Thuine, yang hidup dalam kemiskinan dan pelbagai
keterbelakangan. Dengan penuh sukacita, ia mulai berkarya di
antara banyak anak, remaja, orang lanjut usia, orang sakit, orang
miskin, dan lain sebagainya. Satu jurus pastoralnya di tengah anak-anak
miskin: “Joy is very important in the education and training of
children - Kegembiraan sangat penting dalam pendidikan dan pelatihan
anak-anak.”
Seiring waktu, pada tanggal 25 November
1869, atas dukungan Pastor Paroki di Thuine, John Gerard
Dall, maka Sr. Anselma Bopp, bersama tiga orang temannya,
yakni: Sr. M. Mauritia Eck, Sr. Yohanna Schmidt dan Sr. M. Susanna Fericks
mengucapkan Kaul Pertama menurut Anggaran Dasar Ordo Ketiga Santo Fransiskus
Asisi, di mana Sr.Anselma Bopp menjadi pendiri sekaligus pimpinan pertama
kongregasi FSGM.
“Dalam komunitas, hendaklah para suster bersedia
untuk saling membantu dan berbagi suka duka. Setiap suster boleh yakin bahwa ia
termasuk dalam doa-doa dan kurban-kurban seluruh persekutuan besar kongregasi” (Konst.303). Komunitas baru yang dirintis oleh Sr Anselma
Bopp ini memang mengadopsi Aturan Ordo Ketiga Santo Fransiskus, dengan
misinya untuk menjadi siap sedia, dalam ketaatan penuh kepada
panggilan Allah. Oleh karena spiritualitasnya berpusat pada Hati
Kudus, maka pada awalnya kongregasi baru ini memutuskan mengambil nama
“Suster-Suster Fransiskanes dari Hati Kudus”, namun karena sudah ada kongregasi
suster yang menggunakan nama itu, maka Tahta Suci mengubahnya menjadi “Suster-suster
Fransiskanes dari St. Georgius Martir” (FSGM). St. Georgius sendiri
adalah orang kudus pelindung Gereja Paroki Thuine di Jerman, tempat karya pertama Sr. Anselma
waktu itu.
Spiritualitas dasar para suster FSGM yang
dirintis oleh Anselma Bopp ini ditunjukkan dalam Injil Yohanes 19:39: “Mereka
akan memandang Dia yang telah mereka tikam” (Konst. No 105). Sikap
memandang dan menimba dari sumber keselamatan yang berlimpah, yaitu hati Kristus sendiri, yang
disalibkan dan ditinggikan, dinyatakan setiap hari dalam hidup doa dan
pelbagai karya kasih mereka di belahan dunia ini: “Non enim judicavi me
scire aliquid inter nos, nisi Jesum Christum et hunc crucifixum - Sebab
aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus
Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1 Kor 2:2)
Sedangkan inti kaul para suster FSGM yang
coba dikembang-pancarkan oleh Anselma Bopp adalah penyerahan diri kepada
Allah, yang dinyatakan secara istimewa dengan penyerahan seutuhnya kepada
Hati Kudus Yesus. Adapun kongregasi ini kemudian dipersembahkan
kepada Hati Kudus Yesus, pada tanggal 26 Mei 1907.
Adde parvum parvo, manus acervus erit. Tambahkan,
sedikit demi sedikit, maka nanti akan menjadi tumpukan. Begitulah FSGM ini terus mekar-berkembang. Dari biara
induk di Thuine, kongregasi suster-suster ini terus melebar-kembangkan
sayap karyanya di pelbagai bidang: pendidikan, pastoral dan sosial. Sejak
November 1869, mereka telah menyebar-pencar di seluruh Jerman ( Provinsi St Fransiskus); ke Belanda pada tahun
1875 ( Provinsi St Anthony ); ke Jepang pada tahun
1920 ( Provinsi St Maria); ke Amerika Serikat pada tahun
1923 ( Provinsi St Elizabeth); ke Indonesia tahun 1932
(Pringsewu, Lampung Selatan, Provinsi St Joseph); ke Tanzania, Afrika pada
1960 (Wilayah St Clare), Brasil pada 1972 (Wilayah Hati Kudus); ke Albania pada tahun 2000,
Asisi pada tahun 2005, ke Roma pada tahun 2008 dan ke Kuba tahun 2011.
REFLEKSI TEOLOGIS
1.Anselma
ANugerah
bagi keSELamatan sesama
Give an encouraging word
for every effort,
but not to please
people.
Berikan kata yang
mendorong untuk segala usaha,
tapi bukan untuk
menyenangkan orang.”
(Anselma Bopp)
Para pengikut Maria Anselma Bopp, yang
tergabung dalam kongregasi suster FSGM (Fransiskanes dari Santo Georgius
Martir) hidup bersama dalam suatu persekutuan dengan peraturan dan cita-cita
yang sama. Mereka berniat mempersembahkan seluruh hidup hanya untuk
Tuhan, dalam pengabdian kepada sesama dalam segala kelebihan dan
kekurangan yang ada, dalam segala perjuangan untuk setia kepada Allah. Secara
sederhana, kalau saya bahasakan: mereka mau menjadi berkat bagi Tuhan dan semua
orang lain. Nah, bagaimana, mereka bisa menjadi berkat bagi Tuhan dan bagi
semakin banyak sesamanya?
Disinilah, kita bisa mengingat-kenang nama
pendiri para suster FSGM, yakni: Maria Anselma Bopp, yang akrab dipanggil
Sr.Anselma. Bagi saya, Anselma bisa berarti: “ANugerah bagi
keSELamatan sesama.” Ada tiga bukti bahwa mereka sungguh menjadi
anugerah bagi keselamatan sesamanya, yakni “PDA”, antara
lain:
-Puasa:
Demi cinta kasih Allah,
hendaklah
saudara-saudari saling mengasihi,
sesuai dengan firman
Tuhan:
Inilah perintahKu, yaitu
supaya kamu saling mengasihi,
seperti Aku telah
mengasihi kamu..”
(Bdk. Anggaran Dasar dan
Cara Hidup Ordo Ketiga Regular St Fransiskus, Psl 7, No.23)
Mereka jelas berpuasa dari hasrat duniawi setiap
harinya. Bukti sederhananya, ada beberapa kaul (dalam bahasa populernya Yovie
& The Nuno, “janji suci”), yang mereka ikrarkan, yakni:
1. Kaul Kemurnian. “Kemurnian yang
dipersembahkan kepada Allah adalah suatu karunia ilahi yang hanya dapat kita
hayati dalam sikap siap sedia bagi Tuhan, percaya pada sabdaNya, berharap akan
pertolonganNya, dan menyatukan diri denganNya dalam doa dan sakramen“
(Konst. No 110). Yah, mereka berpuasa dari hasrat seksual dan intimitas akan
sebuah hidup bekeluarga pada umumnya. Mereka hendak hidup perawan dan tidak
menikah demi Kerajaan Allah. Yah, cinta kasihnya mereka
berikan semata-mata untuk melayani siapa saja yang membutuhkan. Dengan
mengikrarkan kaul kemurnian yang dipersembahkan kepada Allah, mereka melepaskan
hak menikah dan mewajibkan diri untuk hidup berpantang sempurna, seperti ujaran
Anselma, “ For my Lord nothing is too hard - Untuk Tuhan, tidak
ada hal yang terlalu berat.
2. Kaul Kemiskinan. Mereka berpuasa dari hasrat
dan kelekatan terhadap harta benda dunia. Mereka belajar hidup secara
sederhana untuk dapat lebih melayani sesama yang membutuhkan dan tidak mencari
kekayaan diri pribadi. Mereka senantiasa belajar untuk setia pada pelbagai hal
sederhana. Sebuah nasehat tegas dari Anselma, “A humble sister
who performs her work in a pure intention is dearer to me than a learned Sister
who is proud of herself - Seorang suster rendah hati yang
melakukan pekerjaan dengan sebuah niat yang murni adalah lebih berharga
bagiku daripada suster yang membanggakan dirinya sendiri.” Yah, tersentuh
oleh kasih Kristus yang tersalib dan terinspirasi oleh kesaksian iman St Fransiskus
Asisi, Anselma dengan sukacita mengadopsi aturan Ordo Ketiga St
Fransiskus, dan karena itu, semangat kemiskinan dan kesederhanaan
menandai kehidupan para pengikutnya: "Aku menangis untuk
Sengsara Tuhan kita Yesus Kristus, dan Aku tidak harus malu untuk pergi
menangis ke seluruh dunia karena Allah." (St Fransiskus dari ‘Legenda
Tiga Sahabat’).
3. Kaul Ketaatan. Mereka berpuasa dari
ambisi, egoisme dan pelbagai kepentingan pribadi. Mereka belajar untuk
menghayati ketaatan sebagai sebuah keutamaan kerendahan hati dan matiraga,
seperti tampak dalam sebuah peringatan dari Anselma untuk para pengikutnya: “If
a sister works in Holy Obedience, the whole Congregation will support her. If
she is disobedient, she is left alone and has no success anymore – Jika seorang
suster bekerja dalam semangat ketaatan yang kudus, maka seluruh kongregasi
akan mendukungnya. Jika dia tidak taat, dia akan dibiarkan
sendiri dan tidak akan mengalami keberhasilan lagi.”
Ketaatan ini sendiri identik dengan semangat kerendahan
hati. Dalam pelajaran sekolah milik Yesus, bukankah kerendahan
hati merupakan pelajaran yang pertama? “Belajarlah pada-Ku, karena Aku
lemah lembut dan rendah hati” (Mat 11:29). Suatu perbuatan kerendahan
hati, yang dilakukan dalam rangka mengikuti Yesus, memiliki nilai yang
jauh lebih tinggi secara tak terhingga, daripada pengetahuan dan ilmu yang
dapat diberikan oleh dunia kepada kita. Dari semua kebajikan, kerendahan hati
merupakan kebajikan yang pertama dan yang paling penting. Dia adalah dasar dan padanyalah
bangunan dari kesempurnaan kita harus dibangun. Karena tanpa kerendahan hati,
kita membangunnya di atas pasir, yang akan hancur menghadapi badai pencobaan. Yah,
mereka jelas mau hidup dalam penghayatan sebagai orang yang rendah hati: siap taat
dan siap diatur oleh pimpinan serta diutus kemana saja, dengan
segala kerendahan hati. Bukankah tepat juga sebuah keyakinan lain dari
Anselma: “Obedience works miracles - Ketaatan menghasilkan keajaiban.”
-Doa:
Sumber dan asal mula
kerasulan adalah Kristus.
Oleh sebab itu, suburnya
kerasulan kita
tergantung dari kesatuan
yang hidup dengan Kristus yang bersabda,
“Barangsiapa tinggal
dalam Aku, dan Aku dalam dia,
ia berbuah banyak,
karena tanpa Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
(Kons. No 404)
Sadar akan banyaknya tantangan yang menghadang,
Anselma bersama dengan para pengikutnya menyatukan mereka atas Providentia
Dei, penyelenggaraan ilahi: “Engkau menaruh tanganMu atasku” (Mazmur
139:5). Disinilah, Anselma mengajak para pengikutnya untuk lebih semakin
menyadari bahwa hidup dan pelbagai karya kasih mereka mengalir dari hidup doa
yang bersumber pada Hati Kudus Yesus, sang Penebus. Dengan melihat Hati Kudus
Yesus setiap hari, Anselma dan para pengikutnya menemukan sumber sukacita
sejati dalam cara hidupnya. Jelasnya, di tengah ruwet renteng
pelbagai karya dan warta, diperlukanlah persatuan yang mendalam dengan
Hati Yesus Kristus. Mereka diperbaharui dan diperdalam melalui perjumpaan
setiap hari dengan-Nya, entah dalam doa bersama dengan para anggota komunitas
maupun dalam pelbagai bentuk doa pribadi. It is only through this union
that we personally encounter the Merciful Love of Christ in order to make it
visible to the world through our service.
Adapun enam komponen hidup doa mereka,
antara lain: Ekaristi, Ibadat harian, penerimaan sakramen tobat, pembacaan
Alkitab, ibadat jalan salib dan devosi pada Bunda Maria.
a.
Ibadat Harian: Empat
kali sehari, mereka mendaraskan doa offisi (Ibadat Harian) dalam
komunitasnya, dan mempersatukan diri bersama Yesus atas nama seluruh umat
manusia: “Dengan berdoa Ibadat Harian, mereka memuji nama Allah
bersama seluruh Gereja. Ini adalah sebuah doa Kristus, yang dalam Roh
Kudus dan yang bersatu dengan Tubuh Mistik-Nya, yakni Gereja,
menawarkan kepada Bapa-Nya, untuk senantiasa bersyukur dalam segala
sesuatu” (Konstitusi 204).
b.
Ibadat Jalan Salib: Mereka
juga mempunyai sebuah tradisi doa yang khas, yakni: “Cross Prayer”. Yah,
kalau St Fransiskus Asisi berdoa dengan tangan terentang persis seperti
Yesus yang tersalib, mereka juga berdoa dalam posisi itu sebagai sebuah
doa untuk penutupan dan menyerahkan diri kepada kehendak Allah. Berangkat
dari tradisi Fransiskan, mereka senantiasa memuliakan penderitaan
Kristus, terutama melalui meditasi, kontemplasi dan devosi pada ibadat Jalan
Salib.
c. Penerimaan sakramen tobat: Pertobatan adalah
cara dimana mereka bertumbuh lebih dekat dalam cintanya yang sempurna kepada
Tuhan, yang tereThe fullest expression of this conversion and repentance is the
Sacrament of Penance.kspresikan secara utuh dan penuh dalam penerimaan Sakramen
Tobat.Through this sacrament we experience first-hand the great mercy of God
and the forgiving love of Christ which grants reconciliation. Melalui
sakramen ini, mereka mengalami tangan pertama belas kasih Allah dan pengampunan
kasih Kristus yang memberikan perdamaian.Therefore we receive the
Sacrament of Penance often and make a daily examination of conscience. Oleh
karena itu, mereka rutin menerima Sakramen Tobat dan sering melakukan
pemeriksaan harian hati nurani. Bukankah Fransiskus Asisi juga
mengutamakan pertobatan sebagai wujud kasih Allah yang nyata dalam Inkarnasi,
Salib dan Ekaristi?
d. Ekaristi (Elok KArena kRIStus ada di haTI): Ekaristi
Kudus dirayakan setiap hari. Mereka juga kerap berdoa di hadapan Sakramen
Mahakudus, seperti misalnya yang mereka lakukan di Biara Induk di Jerman
dan di Kapel Adorasi Ekaristi di Alton, Illinois, Amerika. Pada monstrans-nya, kerap tertulis
kata-kata, "Veni Si Amas - Datanglah jika kamu mencintai".
Praktek doa devosi dan adorasi ekaristi ini membawa mereka untuk setia
datang mendekat dan semakin mencintai Tuhan. Mereka kerap
“berjaga-jaga”: berdoa berdua-dua secara bergantian, siang dan malam
di hadapan Sakramen Mahakudus, untuk meminta berkat Allah atas Gereja,
kongregasi, dan seluruh umat manusia. “Jangan berkecil hati kendati
kesulitan tampaknya sangat berat. Di saat-saat merasa tertekan, larilah kepada
Hati Yesus yang Mahakudus, dan anda akan selalu dihibur. Jadilah pantas sebagai
biarawati sesuai dengan panggilan anda yang agung, dengan memenuhi pelbagai
kewajiban anda dengan setia” (Anselma, Mei 1875)
e. Devosi pada Bunda Maria: Keheningan batin, keheningan
yang berakar, bertumbuh dan sepenuh hati dihayati oleh Bunda
Maria, juga dihayati oleh Anselma dan para pengikutnya. Keheningan seperti
teladan Maria membuka pikiran dan perasaan untuk menerima
kebijaksanaan dan kebaikan Tuhan dalam dirinya dan dalam segala ciptaan, untuk
memberi semangat kerendahan hati serta cinta di hadapan sang sumber
kehidupan. Kehadiran Tuhan melalui doa-doa bersama Maria, menjadikan
hidup harian sebagai daya pengerak yang menyerupai Maria dan melalui
Maria serupa dengan Putra ilahi-Nya.
f. Pembacaan dan pendalaman Kitab Suci setiap
hari, entah secara pribadi maupun bersama juga diterapkannya, supaya semakin
mengakrabkan diri dengan hidup karya dan sejarah penyelamatan manusia yang
dibuat oleh Allah sendiri.
-Amal
“Teach the children
that there is no heaven
for the poor alone
and for the rich alone
but poor and rich are
together in heaven
Ajarkan anak-anak bahwa
tidak ada surga bagi
kaum miskin sendiri
dan untuk orang kaya
saja
tapi miskin dan kaya
bersama-sama di surga.”
(Anselma Bopp)
Seperti sebuah trilogi dengan tiga pilar
pokoknya, pelbagai puasa dan doa menjadi lengkap jika berbuah dengan amal
kasih bukan? Hal inilah juga yang dilaksanakan oleh para Suster FSGM.
Selain puasa dan doa, mereka juga melakukan pelbagai karya-karya kasih
kemanusiaan, yang bertujuan untuk memajukan masyarakat, baik dalam
bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual. Dalam bahasa visi
mereka bersama, ditegaskan bahwa Anselma dan para pengikutnya terpanggil
untuk memperjuangkan, membela, dan memelihara kehidupan secara menyeluruh.
Disinilah, Anselma mengajak para pengikutnya
untuk berusaha membuat cinta Kristus yang penuh belaskasihan menjadi nampak
nyata dalam karya pelayanan setiap harinya. Adapun beberapa reksa-karya
pelayanannya, antara lain: pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial, karya
retret dan pelbagai reksa pastoral lainnya dengan penuh bela rasa. Berbela
rasa atau compassion sendiri semakin sering
digunakan sejak 10 sampai 15 tahun yang lalu. Intinya sederhana: seorang yang
berbela rasa berani mengatakan: “masalahmu adalah masalahku, kecemasanmu
adalah kecemasanku, kegembiraanmu adalah kegembiraanku”. Dalam bahasa Konsili
Vatikan II: “Kegembiraan dan pengharapan, kecemasan dan keresahan
masyarakat adalah kegembiraan dan kecemasan murid-murid Kristus juga”.
Bukankah dalam Lukas 6:36, Yesus sendiri berpesan, “Hendaklah kamu
berbelarasa seperti Bapamu di surga berbelarasa”. Dalam teks ini
bunyinya adalah bermurah hati, tapi sebetulnya kata yang paling tepat untuk
bermurah hati adalah belarasa.
Menyitir sebuah nasehat Anselma yang lain “Trials
have to come for everybody in every state. Pelbagai ujian pasti datang
untuk semua orang di setiap tempat”, maka para pengikutnya dalam
kongregasi FSGM yang berkarya di aneka tempat terus diajak untuk mencari
tahu kehendak Tuhan yang aktual-kontekstual dengan semangat karya dan
hidup yang berbelarasa. Misalnya, menanggapi kebutuhan zaman, para suster
Provinsi Jerman memulai misi baru di Albania, di mana agama ditekan
selama hampir satu abad. Di Amerika, kerasulan perawatan kesehatan
diperluas demi hidup sesama yang lebih baik. Pelbagai upaya kontekstual ini menjawab
seruan Paus Yohanes Paulus II perihal daya kreatif dalam karya: "Kelompok hidup bakti, tidak
bisa tidak pasti merasakan adanya keharusan untuk terus
berkarya, dengan kreativitas Roh Kudus, untuk lebih mewarnai dunia
dengan bentuk-bentuk baru cinta kasih pewartaan yang lebih efektif, yang sesuai
dengan kebutuhan jaman"
EPILOG
“Semua yang indah, semua
yang luhur;
terlena di hati citra
dan keagunganMu.
Semua yang indah, semua
yang luhur;
terlena di hati, penuh
dengan cintaMu….”
Syair dari sepenggal lagu “Semua Yang
Indah”, karya M.T. de Rosari di atas kerap dinyanyikan oleh para suster
muda FSGM dalam latihan rutin menyanyikan lagu dengan iringan musik arumba.
Lagu dengan iringan arumba yang indah itu telah menjadi bagian dari album video
klip “Kidung Indah” yang diproduksi oleh para suster FSGM pada
tahun 2007 (bersama dengan VCD “Fiat Voluntas Tua”). Disinilah, Sr
Maria Anselma Bopp bersama para pengikutnya meyakini bahwa mereka telah
dipanggil oleh Allah sang sumber keindahan dan sumber keluhuran untuk menjadi
sebuah ‘kidung indah’, dengan cara mengambil bagian aktif dalam
membangun Gereja, yang lahir dari Hati Kristus yang Tersalib.
Disinilah, kita juga bisa mulai mengambil
bagian aktif dalam membangun gereja basis kita masing-masing secara
lebih indah dan sekaligus lebih luhur (keluarga dan lingkungan sekitar),
tentunya dengan berpegangan pada sebuah prinsip dasar Anselma Bopp sendiri,
yakni: “We must under all circumstances hold on to Love of Poverty, Joy
in Work, and Faithfulness in Prayer - Kita harus senantiasa
berada dalam sebuah keadaan yang berpegang pada cinta terhadap
orang miskin, sukacita dalam karya, dan pastinya hidup
doa yang penuh keyakinan iman.” Dalam bahasa saya, tiga hal ini
baik jika kita buat juga secara sederhana, dari diri kita masing-masing, yakni:
“berbagi pada sesama (terlebih yang miskin), bersyukur dalam karya dan bertekun
dalam hidup doa. Yah, tentunya tiga hal ini membuahkan apa yang
kerap disebut para pengikut Fransiskus Asisi: Pax et Bonum. Damai
dan Kebaikan!
ASPIRASI
Be always faithful to
holy poverty and simplicity
Setialah selalu kepada
kemiskinan suci dan kesederhanaan.
(Maria Anselma Bopp)
“Dengan semangat Santo
Fransiskus dan Muder Anselma, para suster ingin menampakkan cinta kasih Allah
yang penuh kerahiman, bersama dengan para pembela kehidupan; karena melihat
adanya alam ciptaan yang dirusak, anak-anak yang ditinggalkan, orang muda-orang
sakit-orang miskin dan mereka yang membutuhkan pertolongan.”
(Sr M.Julia Juliarti
FSGM)
0 komentar:
Posting Komentar