Ads 468x60px

In Omnibus Charitas




Theresia Saelmaekers

PROLOG
Tahun 2003-2005, ketika saya masih asyik khusyuk-masyuk belajar nyantrik di kota Yogyakarta, kadang saya berkesempatan mengunjungi para narapidana di penjara Wirogunan, dan ada juga beberapa suster dengan inisial, “FCh” (Charitas) yang ikut serta. Ketika pada tahun 2011, saya berkarya di sebuah paroki di selatan Jakarta, ternyata di bilangan Cilandak, ada juga sebuah kompleks sekolah Katolik yang cukup besar dan terkenal. Adapun namanya, Sekolah Charitas, dari tingkat TK sampai SMU. Siapakah orang di balik komunitas religius bernama “Charitas” ini? Dialah Theresia Saelmaekers (1797-1886), seorang perempuan beriman dari negeri Belgia, pendiri kongregasi “FCh” atau biasa dikenal sebagai Suster CharitasIa juga merintis berdirinya tiga kongregasi lain (SFS, KSFL, SFE).

SKETSA PROFIL
Kesaksian terhadap kasih Kristus,
melalui perbuatan-perbuatan keadilan,
perdamaian, dan perkembangan,
adalah bagian dan paket evangelisasi,
sebab Yesus Kristus yang mengasihi kita,
menaruh perhatian-Nya pada keseluruhan manusia.
(Evangelii Nuntiandi, Paus Paulus VI).

Kasih adalah cinta yang diterima dan diberikan. Kasih adalah “rahmat” (charis). Kasih adalah cinta yang mencipta, yang olehnya kita ada. Kasih adalah cinta yang menyelamatkan, yang olehnya kita diciptakan kembali. Kasih dinyatakan dan dihadirkan oleh Kristus (lih. Yoh 13:1) dan “dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Rom 5:5). Nah, sebagai sasaran dari kasih Tuhan, Theresia Saelmaekers bersama para suster Charitas dipanggil untuk menjadikan diri mereka sebagai alat penyalur rahmat, untuk membagikan kasih Tuhan dan untuk menjalin rangkaian kasih. Dinamika kasih yang diterima dan dibagikan oleh Theresia Saelmaekers bersama para suster Charitas inilah, yang kerap kita sebut sebagai caritas in veritate in re sociali: pewartaan kebenaran kasih Kristus di dalam masyarakat.

Theresia Saelmaekers sendiri berasal dari keluarga Katolik yang saleh dan sederhana. Ia terlahir di Brabant, Belgia pada tanggal 5 September 1797. Ayahnya bernama, Johanes Yoseph Saelmaekers, seorang pembuat kunci, yang berasal dari Thienen. Sedangkan ibunya bernama, Maria Elisabet Barthels dari Leuven. Ketika lahir, orang tuanya memberinya nama Barbara Saelmaekers. Pada waktu ia memasuki masa novisiat, Barbara memilih nama biara, yakni Suster Theresia Saelmaekers.

Situasi keluarga sederhana yang dialami Barbara Saelmaekers sangat mempengaruhi perkembangan hidupnya. Kesalehan iman dan kebersahajaan keluarganya membuat ia bertumbuh menjadi seorang gadis yang kuat beriman, teguh berharap, sekaligus tekun berdoa. Ia sekaligus menjadi seorang pribadi yang berani, bertanggung jawab dan tidak gentar menghadapi pebagai kesulitan dalam perjalanan hidupnya.

Awal mula panggilannya adalah ketika pada tanggal 13 November 1826, Barbara bersama adik dan ketiga temannya pergi ke Breda, Belanda untuk bekerja di sebuah rumah sakit. Setelah melewati pelbagai macam perjalanan iman dan aneka perjumpaan di rumah sakit dan masyarakat sekitarnya pasca Revolusi Prancis, Tuhan menyentuh hati Barbara untuk mempersembahkan seluruh hidupnya dalam kehidupan religius bagi kemuliaan nama Tuhan dan keselamatan semakin banyak jiwa-jiwa.

Adapun konteks aktual saat itu, situasi dunia memang sedang memprihatinkan: banyak anak yang terlantar, orang sakit dan golongan lanjut usia yang terabaikan, kehidupan beriman dan kualitas hidup di pelbagai bidang juga menjadi merosot.

8 Juli 1830, Barbara mulai memasuki kehidupan membiara dan memilih nama biara Suster Theresia Saelmaekers. Ia memasuki masa Novisiat dibawah bimbingan Mgr. Van Hooydoonk. Bersama rekan-rekan seperjalanan, ia bertekun mengabdikan diri dalam pelayanan kesehatan, pendidikan serta pembinaan hidup umat beriman.
Empat tahun kemudian, persisnya pada tanggal 1 Desember 1834, Sr.Theresia Saelmaekers mendirikan biara cabang di Oosterhaut dan menjadikannya biara yang  mandiri (otonom). Sr. Theresia Saelmaekers sekaligus menjadi Pemimpin Umum yang pertama. Beliau merintis dan meletakkan dasar yang kokoh untuk kongregasi baru yang dinamakannya,  Charitas. Tanggal dan tahun inilah yang sekarang merupakan hari peringatan berdirinya kongregasi Charitas.
Adapun tujuan kongregasi Charitas, yang baru didirikannya itu, yakni: “Dalam ‘3 K’ (kegembiraan, kesederhanaan dan terutama dalam kasih), menolong orang lain seraya berdoa dan mengurbankan diri, menampakkan kegembiraan hidup di antara orang sakit dan yang berkekurangan”.

Semangat dasar yang telah dirintisnya, diperjuangkannya dan dinyatakannya dalam keseharian hidup ini, selanjutnya menjadi semangat seluruh anggota kongregasinya sampai saat ini. Secara sederhana: Ab imo pectore, dari lubuk hati yang paling dalam, kharisma pokok yang ingin mereka wartakan dan bagikan adalah:“Charitas”, yakni melakukan perbuatan kasih dengan cuma-cuma. Adapun pelbagai perbuatan kasih yang dilakukannya pada tahun-tahun pertamanya, antara lain: pelayanan kesehatan terutama perawatan orang sakit dan perawatan lanjut usia; pelayanan sosial dan pemberdayaan; pendidikan umum dan kejuruan; pastoral paroki dan kategorial. Yah, amor vincit omnia, bukankah cinta mengalahkan semuanya?

Untuk mengenali lebih dalam seputar spiritualitas iman dan semangat dasar Theresia Saelmaekers, baiklah kita juga melihat dan mengingat lambang Kongregasi Charitas yang didirikannya. Adapun lambangnya  terdiri dari:
-     ”T”, merupakan singkatan dari TAU
-     ”Ch” merupakan singkatan dari Charitas
-     Gambar hati, yang dengan sengaja dibentuk dengan kombinasi huruf” C” dan ”H”.
-     In hoc signo vinces - engkau akan menang dengan lambang ini.” Arti lambang-lambang itu, yakni:
-     TAU adalah sebuah simbol dari Santo Fransiskus Asisi dan sekaligus sebagai sebuah tanda pertobatan: setia menyangkal diri dan setia melayani sesama (Yeh.9:4).
-     Charitas” adalah sebuah kata sederhana tapi kaya makna, yang berasal dari bahasa Latin, berarti KASIH”: “Kasih itu sabar, sabar menanggung segala sesuatuKasih itu murah hati tidak memegahkan diri dan tidak sombong (1 Kor 13:1-13).
-       Gambar hati adalah lambang cinta sejati, sebuah cinta yang sejati timbul dari hati yang terdalam, yang bersumber dari Allah sang sumber cinta. Allah yang memberi kedamaian serta kegembiraan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Satu harapannya: In Omnibus Quaraent Dei - dalam segala sesuatu menemukan Tuhan.
Pelbagai lambang itu jelas-tegas mengungkap-kenangkan semangat dan cita-cita Maria Theresia Saelmaekers sendiri, dengan visi utamanya: Terpancarnya cahaya Kristus Sang Terang Abadi, melalui kehadiran serta cara hidup kita, agar manusia dan alam ciptaan hidup dalam kuasa ilahi sebagai buah karya yang diciptakan dalam Firman-Nya.

Maria Theresia Saelmaekers juga merumuskan misinya bagi  para suster Charitas (FCh)yakni“Dengan dijiwai semangat ”3K” (kegembiraan, kesederhanan, dan terutama dalam kasih), kita menyapa, mengangkat dan mengembalikan martabat manusia yang hancur dengan menyembuhkan, membebaskan, dan memberdayakan melalui pelayanan insani dengan warna rohani, sebagai sinar matahari pagi.”


Selain visi misi yang dikembangkannya lewat kongregasi para suster Charitas (FCh) iniMaria Theresia Saelmaekers juga mengajak para pengikutnya untuk terus memperjuangkan tiga daya iman dasar, antara lain:
-       Daya mistik:  Mereka diajak memadukan mistik afektif dan mistik volutif’, yang disebutnya: “vita mixtaVita mixta” sendiri, berarti: “Dalam kesatuan hati dengan Allah, kita siap diutus untuk selalu hidup dalam penuh pengertian dengan Allah.”
-       Daya hidup: Mereka diajak untuk setia meneladan iman Bunda Maria yang berpasrah pada rencana besar Tuhan, “Fiat Maria”: Ecce Ancila Domini, Fiat Voluntas Tua (Luk 1:38)
-       Daya juang: Mereka diajak menyadari sepenuhnya bahwa kasih Kristuslah yang mendorong mereka semuaCaritas Christi Urget Nos.

Pada tanggal 20 April 1853, pusat kongregasi FCh awalnya berada di Steenbergen. Mengingat bahwa para suster Charitas semakin berkembang sehingga memerlukan tempat yang lebih luas, maka pada tanggal 17 Juli 1905 pusat kongregasi dipindahkan ke Roosendal. Pada tanggal 9 Juli 1926, atas permintaan para imam Kongregasi Hati Kudus Yesus di Palembang, lima suster kongregasi Charitas ini juga mulai berkarya di Palembang Indonesia, terlebih untuk pelayanan orang sakit dan yang membutuhkan pertolongan.


REFLEKSI TEOLOGIS
1.   Wanita
        Wajah Indah Penuh Cinta.
Qui manet in caritate,
in Deo manet et Deus in eo.
Barang siapa tinggal dalam kasih,
dia tinggal dalam Tuhan dan Tuhan dalam dia.

Ada banyak versi arti kata seputar “wanita”. Kalau dulu, orang kerap berkata, wanita berarti “wani ditata”. Sekarang, menurut pemaknaan dan pengalaman saya, wanita bisa memiliki dua arti nama, tergantung pada siapa atribut “wanita” itu ditempelkan. Bisa berarti, “wajah indah penuh dusta” atau “wajah indah penuh cinta”. Semuanya tergantung dan menempel pada kualitas pribadi yang mengenakannya, bukan? Disinilah, setiap orang beriman diajak dan dipanggil untuk menjadi “wajah indah penuh cinta, bukan?

Nah, saya mencandra bahwa Theresia Saelmaekers jelas memiliki devosi yang kuat kepada sesosok wanita - “wajah indah penuh cinta,” bernama: Bunda Maria, yang tumbuh dari imannya yang mendalam. Ia sungguh menyakini bahwa iman itu juga yang mendorong Maria Yang Terkandung Tanpa Noda untuk menjawab kehendak Allah dengan “Fiat”.

Merupakan sebuah kewajaran iman, jika kongregasi yang baru dibentuknya ditaruh di bawah perlindungan Bunda Maria Yang Terkandung Tanpa Noda (Immaculata)Bukanlah juga sebuah kebetulan jika doa yang disukainya adalah doa St. Stanislaus kepada Bunda Maria, yang juga menjadi doa penyerahan harian kepada Maria bagi para pengikutnya sampai saat iniFiat Mihi Secundum Tuum - Jadilah padaku sesuai perkataanMu (Luk 1:38b).


2.   Tiga B
        Berakar, Bertumbuh, Berbuah

 “Setiap ciptaan berasal dari caritas- kasih Allah,
dan setiap ciptaan dibentuk oleh kasih Allah,
dan setiap ciptaan diarahkan menuju kasih Allah.
(“Allah adalah Kasih - Deus Caritas Est”, Benediktus VXI)

Kongregasi Charitas terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Karya-karyanya tersebar-pencar di pelbagai wilayah di belahan dunia, termasuk di Indonesia. Yah, mengacu pada Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta, 2011-2015, mereka seakan memiliki jurus “3B”, yakni: “berakar dalam iman, bertumbuh dalam persaudaraan serta berbuah dalam karya pelayanan.”
-    Mereka berakar dalam iman. Semangat iman yang mendasari pelbagai karya dan warta mereka, yakni: Charitas Christi urget Nos - Kasih Kristus yang mendorong kami. Yah, kasih Kristus menjadi dasar karya pelayanan mereka. Inilah sebuah semangat iman para suster Charitas, yang ditimba juga oleh para misionaris Xaverian di Italia dan kongregasi suster Putri Kasih di Paris, dalam pelbagai karya dan warta mereka.
-    Mereka bertumbuh dalam persaudaraan. Bukankah Kongregasi Suster Charitas adalah sebuah Kongregasi Fransiskan karena mengambil spiritualitas dari Santo Fransiskus Asisi? Bukankah Fransiskus Asisi menganggap dan mengangkat semuanya menjadi saudara? Hal ini paling jelas dalam kidung “Gita Sang Surya”atau dalam sebuah nukilan dari film berjudul, “Brother Sun-Sister Moon.” Maka, wajarlah dan sangat pastilah jika para suster Charitas ini juga mengajak setiap orang, terlebih para anggotanya untuk terus bertumbuh dalam persaudaraan, entah di dalam maupun di luar kongregasi. Mereka juga pasti  menonjolkan kesederhanaan dan cinta kasih persaudaraan. Kita lihat dan ingat saja spiritualitas yang dikembangkannya adalah hospitalitas. Hospitalitas, sebuah keramahtamahan yang sederhana, bersumber dalam Kristus karena Kristus begitu ramah dengan manusia yang lemah dan berdosa.
-    Dan, yang pasti, mereka berbuah dalam karya pelayananE fructu arbor cognoscitur - sebuah pohon bisa dikenali dari buahnya. Kita lihat saja di Indonesia, ada aneka karya dan warta yang dikelola oleh  para suster Charitas, meliputi: Karya Pendidikan dan Asrama, Karya Kesehatan, Karya Sosial serta Karya Pastoral. Karya-karyanya juga tersebar-segar di beberapa Keuskupan di Indonesia, yakni: Keuskupan Agung Palembang (melayani bidang kesehatan, pendidikan formal dan non formal, bidang sosial dan pastoral); Keuskupan Pangkal Pinang (melayani bidang pendidikan dan pastoral); Keuskupan Agung Jakarta (melayani bidang pendidikan dan pastoral); Keuskupan Agung Semarang (melayani bidang kesehatan dan pastoral); Keuskupan Timika (melayani bidang kesehatan dan pastoral).


EPILOG
In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas.
Dalam kegentingan bersatu,
dalam keraguan merdeka,
dalam segala hal adalah cinta.”
 (Santo Agustinus dari Hippo dan Rupertus Meldenius).


Menyitir Benediktus VXI dalam ensiklik “CARITAS IN VERITATE”, dinyatakan bahwa kasih dalam kebenaran, yang dinyatakan oleh Yesus dengan kehidupanNya di dunia, terutama dengan wafat dan kebangkitanNya, adalah kekuatan yang prinsipiil di balik perkembangan otentik setiap orang dan semua umat manusia. Kasih — caritas — adalah kekuatan yang luar biasa, yang memimpin manusia untuk memilih suatu kewajiban yang berani dan murah hati di dalam bidang keadilan dan perdamaian. Ini adalah sebuah kekuatan yang berasal dan bermula dari Tuhan, sang sumber kasih abadi dan kebenaran.

Persis disinilah, bagi Theresia Saelmaekers, kekuatan cinta Kristus yang terejawantahkan dalam bidang keadilan dan perdamaian seperti di atas, sebenarnya memiliki tiga daya pokok: menyembuhkan, menyelamatkan dan membebaskan.

Inilah kharisma dasar bagi para suster Charitas untuk melaksana-nyatakan tugas perutusan ditengah-tengah umat yang dahaga untuk disembuhkan, diselamatkan serta dibebaskan. Satu hal terutama yang pasti ada, di balik setiap karya dan warta mereka , adalah: “In Omnibus Charitas”, dalam segala-galanya adalah cinta kasih! Bukankah ini juga yang bisa menjadi semangat iman dalam hidup dan karya harian kita masing-masing?


ASPIRASI
“Oh Bunda yang manis, segala pekerjaan, penderitaan, roh dan hatiku kupersembahkan kepadamu. Terimalah pujian, hormat, dan cinta dari hambamu yang lemah ini. Persembahkanlah ini kepada Yesus, Puteramu dan penyelamatku. Hati Maria yang manis, jadilah keselamatanku” Amin.
(Theresia Saelmaekers)

0 komentar:

Posting Komentar