Ads 468x60px

Belajar dari Prof. Hans Kung (6)

@ KOMITMEN ORANG KRISTEN DALAM MASYARAKAT YANG KEHILANGAN ARAH.

6. Peluang-peluang bagi Kaum Kristen

Ada banyak peluang yang muncul dengan menjadi seorang Kristen. Baik orang beriman maupun tidak beriman, baik Kristen maupun non-Kristen, tidak seorang pun akan menyangkal bahwa komitmen pada nilai-nilai hakiki seperti itu memberikan suatu jawaban terhadap “krisis’ nilai yang dapat kita gunakan untuk memulai langkah baru: suatu komitmen terhadap nilai-nilai hakiki yang –berlandaskan paham biblis tentang Allah Tritunggal Bapa, Putra, dan Roh Kudus – mampu memberi hidup individual dan sosial kita suatu arah yang baru, dimensi baru, dukungan baru, makna baru; suatu jalan antara revolusi dan sikap budak, antara radikalisme super-kritis dan kompromi penuh puas diri – suatu cara khususnya bagi generasi yang lebih muda. Apa yang benar-benar dilakukan oleh masing-masing individu dengan jawaban seperti ini tentu saja tergantung pada keputusan pribadinya. Di sini, tidak mungkin ada tekanan dan pemaksaan. 

Belajar dari Prof. Hans Kung (5)

@ KOMITMEN ORANG KRISTEN DALAM MASYARAKAT YANG KEHILANGAN ARAH.

 5. Apa Arti Komitmen Kristen Dalam Praktik?

Di sini, saya tidak dapat memberikan sesuatu yang lebih dari petunjuk-petunjuk arah dasar yang seharusnya kita ambil. Perkenankan saya sejak awal mengatakan bahwa akan menjadi kesombongan apabila dalam refleksi singkat ini saya dapat memberikan saran mengenai pendekatan pada semua masalah yang penting dan relevan – sekurang-kurangnya karena masalah yang dianggap penting dan relevan berbeda-beda bagi orang yang berbeda pula. Yang menjadi keprihatinan saya di sini adalah pemikiran dan kesadaran Kristen yang mendasar, yaitu komtimen pada nilai-nilai hakiki Kristen. Tentu saja nilai-nilai ini harus berpengaruh pada semua masalah praktis, baik masalah individu maupun masalah masyarakat. Menjadi seorang Kristen harus secara mendalam memengaruhi cara seseorang, misalnya mendekati masalah-masalah perang dan perdamaian, kekerasan dan tanpa-kekerasan, perebutan kekuasaan, dorongan pada konsumsi yang semakin meningkat; pengaruhnya harus terasa di dalam pendidikan; harus kelihatan di dalam pelayanan bagi orang lain. Tetapi di sini, saya akan membatasi diri pada prinsip-prinsip umum praktik Kristen. Tentu saja satu pokok penting harus ditekankan. Apa yang saya tunjukkan atau isyaratkan di sini bukan hanya apa yang sering secara jijik disebut “teori murni”; ini adalah teori di balik praktik yang benar-benar dihayati dari hari ke hari oleh sejumlah besar orang yang berusaha untuk hidup sebaik mungkin. Dan karena itu, saya yakin bahwa Gereja-gereja kita – meskipun di dalamnya terdapat pula unsur-unsur pseudokristiani – pada dasarnya masih tetap Kristen, 

Belajar dari Prof. Hans Kung (4)

 @ KOMITMEN ORANG KRISTEN DALAM MASYARAKAT YANG KEHILANGAN ARAH.

 4. Dari Manakah Saya Memperoleh Komitmen Kristen?

 Ini bukanlah rahasia. Saya memperolehnya dari seseorang yang merelakan namanya tersembunyi di balik program-program partai Kristen, dan yang namanya sering kali hanya diperlakukan sebagai “ketua kehormatan” tanpa memiliki pengaruh nyata apa pun. Saya mendapatkan nilai-nilai Kristen hakiki ini dari Yesus dari Nasaret, tokoh sejarah dan bukan mitos. Sebagai tokoh sejarah, Dia menjadi Kristus yang berwibawa dalam segala hal bagi umat Kristen sepanjang masa. Dia mewartakan Allah yang satu dan satu-satunya di dalam pengalaman manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Dia adalah Allah yang sama. yang telah berbicara dan disapa di dalam sejarah bangsa Israel. Dia mewartakan Allah ini dengan wajah manusia, sebagai Allah yang hidup dan dekat. Di dalam seluruh hidup dan segala sesuatu yang dibuat-Nya, Yesus menampilkan wajah Allah. Ketika Yesus berbicara mengenai Allah ini dan bertindak dalam nama Allah, apa yang samar-samar di dalam Perjanjian Lama dibuat jelas, yang kelihatan ambigu di sana menjadi terang. Allah Israel yang satu dan benar ini sekarang dimengerti secara baru. Kita mungkin dapat meringkasnya dengan mengatakan bahwa Dia dimengerti sebagai bapak dari anak hilang, sungguh-sungguh sebagai Bapak dari semua orang yang tersesat, bukan hanya sebagai Bapak dari kaum saleh dan mereka yang benar sejak semula. 

Belajar dari Prof. Hans Kung (3)

@ KOMITMEN ORANG KRISTEN DALAM MASYARAKAT YANG KEHILANGAN ARAH.

3. Mengapa Komitmen Kristen?


Mengapa justru menjadi seorang Kristen? Perkenankan saya sedikit merenung, dan berusaha untuk tidak memberi jawaban yang cepat atas pertanyaan mengenai prinsip yang begitu besar ini.

Peristiwa-peristiwa di Israel, India, atau salah satu dari negara-negara Islam akhir-akhir ini, telah menyadarkan kembali banyak orang bahwa bagi kita orang Kristen, sebagaimana bagi seorang Yahudi atau seorang Muslim, kenyataan kita dilahirkan di dalam suatu tradisi iman dan komunitas nilai tertentu merupakan hal yang penting; suka atau tidak, kita tetap dipengaruhi olehnya, baik secara positif maupun negatif. Keadaan tersebut mirip dengan keadaan dalam keluarga. Kita tidak mungkin mengatakan dalam kemarahan atau ketidakpedulian bahwa sama sekali tidak relevan apakah seseorang tetap mempertahankan hubungan atau telah memutuskannya.

Di sini, baik orang Kristen maupun mantan orang Kristen mungkin dapat memahami mengapa banyak orang Kristen tetap mau bertahan hidup dalam Tradisi Kristen yang besar dan baik, yang dibentuk melalui sejarah selama sekitar dua puluh abad. Sebenarnya, mereka kritis dan tidak kurang pintar; mereka juga menentang tradisi-tradisi dan lembaga-lembaga Kristen yang kaku, yang mempersulit orang untuk menjadi seorang Kristen. Meskipun demikian, tradisi yang besar dan baik ini benar-benar tetap masih ada. 

Belajar dari Prof. Hans Kung (2)

@ KOMITMEN ORANG KRISTEN DALAM MASYARAKAT YANG KEHILANGAN ARAH. 


2. Kristen Sebatas Nama dan Kristen Sejati

Di sini, saya ingin sekali berbicara tidak hanya kepada umat Kristen, tetapi juga kepada yang non-Kristen, serta kepada orang-orang yang sedang dalam keraguan. Baik umat Kristen maupun umat non-Kristen mungkin awalnya dapat sepakat dalam tiga masalah penting berikut: 
  • Di dalam krisis nilai dewasa ini, kebanyakan orang yakin bahwa sama sekali tidak mungkin bagi manusia untuk hidup bersama jika tidak ada kesepakatan sedikit pun atas sistem nilai. Dapat dipertanyakan apakah negara pun dapat berfungsi, mengingat semua konflik kepentingan yang ada, jika tidak ada kesepakatan sedikit pun atas norma-norma dan sikap-sikap dasar yang diterima bersama (dan pada saat ini hal-hal tersebut didiskusikan secara serius dalam pelbagai partai politik). Kita dapat mengandaikan bahwa sekurang-kurangnya terdapat kesepakatan mengenai satu hal, yaitu bahwa tidak mungkin ada masyarakat yang berbudaya dan tidak mungkin ada negara jika tidak ada sistem hukum tertentu. Tetapi tidak mungkin ada sistem hukum jika tidak ada rasa keadilan. Dan, tidak mungkin ada rasa keadilan jika tidak ada kesadaran moral atau etis. Dan, tidak mungkin ada kesadaran moral atau etis jika tidak ada norma-norma, sikap-skap, dan nilai-nilai dasar. 

Belajar dari Prof. Hans Kung (1)

@ KOMITMEN ORANG KRISTEN DALAM MASYARAKAT YANG KEHILANGAN ARAH.

1. Hilangnya Arah dan Kesetiaan Kristen
Apa yang masih dapat kita andalkan dewasa ini? Apa yang masih dapat kita jadikan pegangan? Saya bukan orang pesimis, tetapi kita tidak perlu diingatkan untuk menyadari bahwa sekarang ini kita sedang berada dalam “krisis” nilai yang serius. Sejak kaum muda dan mahasiswa memberontak pada akhir tahun 1960-an, tidak satu pun lembaga atau penjaga nilai yang tidak mengalami krisis atau belum pernah diragukan. Apakah sampai sekarang masih ada otoritas yang tidak dipermasalahkan? Dahulu, kita diberi tahu jawaban yang benar terhadap pertanyaan tersebut; sekarang di mana kita dapat menyelesaikan perdebatan dengan menggunakan otoritas seperti itu – apalagi menenteramkan suatu demonstrasi? Tidak ada. Negara, Gereja, pengadilan, militer, sekolah, keluarga – semuanya dirasa tidak mapan. Mereka tidak lagi diterima sebagai penjaga nilai tanpa pertanyaan – terutama oleh kaum muda.

Semangat Magis Dalam Kehidupan Imam Diosesan



1. Istilah “Magi –Magia- Magis-Magister-Magisterium”
 Istilah “magis” adalah kata sifat dalam bahasa Latin; artinya “lebih”; Dalam perjalanan sejarah hidup manusia kata “magis “ bergulir menjadi kata yang mempunyai berbagai arti. Dalam bahasa Indonesia “magi” adalah kepercayaan bahwa dalam barang-barang tertentu (pohon, batu, minuman, dst.) berdiam roh halus atau jin yang dapat dikuasai dengan magi (oleh magus – dukun, sihir). Dalam usaha ini digunakan rumus, gerak-gerik atau jampi-jampi yang harus diketaui atau dijalankan baik-baik, sehingga roh itu mau menjauhkan diri atau malah membantu. Magi itu kedukunan dan ilmu gaib termasuk takhayul dan adalah dosa.[1] Untuk masyarakat Persia “magus” berati imam. Kita mengenal kata magi dari Injil Mateus yang sering diterjemahkan ‘ratu tetelu’, sarjana dari Timur. Selanjutnya ada istilah “magia” yang berarti : ilmu sihir (pengetahuan ahli-ahli sihir dan ahli-ahli nujum Persia). Ada arti lain ialah : pesona, sihir, tambul, hobatan, daya gaib. Magis (kata sifat) berarti lebih. Magis-ter : atas, pemimpin, penganjur, tuan, kepala, ketua, guru, pengajar. Magis-terium : pengawasan tertinggi, pemerintahan, pucuk pimpinan; jabatan pimpinan, jabatan ketua.[2] Secara umum, kata “magi” kurang lebih menunjuk makna “lebih“, entah dalam kenuragaan, kejiwaan seperti terulas dalam kalimat-kalimat di atas. Uraian tersebut belum menyentuh “magis” dalam makna kerohanian. Apa ini ? 

Kanggo Urip Telung Sasi



1. Prolog:
 Di Indonesia ini orang “wajib” beragama. Karena kebanyakan dari kita lahir di lingkungan masyarakat yang demikian maka masuk akal bahwa iman juga telah menjadi kewajiban. Lebih lagi, Allah atau nama Allah terlanjur menjadi “buah bibir” atau bahkan “pemanis bibir”. Apa yang masih tertinggal dari agama yang mengajarkan iman sebagai relasi personal dengan Allah atau dalam bahasa orang Kristen, Allah yang memberikan Diri melalui keseluruhan hidup Yesus Kristus? Masih adakah iman di luar kewajiban? Lebih lanjut, di sini kami bertanya, apakah memang iman berkaitan dengan kehidupan, atau sekedar polesan atau tempelan yang pada waktunya akan terkelupas dari wajah asli kehidupan ini? Sungguhkah iman terkait dengan jerih payah “kanggo urip telung sasi”? 

Ulangtahun: Dulu Kini dan Nanti

14 November: 1978 - 2013.

Utuhkan hidupmu: Bersyukur
LANGkahkan cintamu: Berbagi 
TAbahkan hatimu: Bersabar 
HUNjukkan doamu: Beriman.


Bersama dengan pengenangan ulang tahun saya hari ini, saya ingin kembali mengajak untuk merenung menungkan soal ulang tahun Maria, Bunda Allah, Bunda Gereja sekaligus Bunda kita semua. Ya, tidak biasanya kita merayakan hari kelahiran para kudus. Sebaliknya kita merayakan hari mereka wafat, karena pada hari itulah mereka dilahirkan ke dalam sukacita surgawi. Namun, hari kelahiran Maria, yang dirayakan di kalangan Gereja Ortodoks, Katolik Roma, dan Anglikan pada 8 September merupakan suatu pengecualian. Kita merayakan hari kelahirannya karena ia datang ke dunia dalam keadaan penuh rahmat dan karena ia akan menjadi Bunda Yesus

EPILOG Buku “FX” Sketsa Walikota Surakarta


“Ite inflammate omnia 
Go, set the world alight!”. 
"Pergilah dan kobarkanlah api Tuhan bagi dunia!"

28 - 10 - 2013.
Bersama dengan intensi peringatan Sumpah Pemuda sembari mengingat-kenang sepenggal semboyan populer, “100% Katolik, 100% Indonesia” ala Mgr. Soegijapranata, yang kerap dijuluki: “Bung Karno-nya Gereja Indonesia”, hari itulah saya mengalami dua momentum sederhana tentang makna kemerdekaan sebagai orang Katolik yang Indonesia sekaligus orang Indonesia yang Katolik. 

Pertama, di pagi harinya, saya bersama rekan muda dari “CJ – Catholic Jeepers” dan beberapa umat Sragen mengadakan perayaan Sumpah Pemuda di penjara Sragen bersama dengan 27 narapidana kristiani, yang hampir semuanya berusia muda: Ada ibadat dan sharing, ada pembacaan puisi dan narasi tentang Ignatius Kusni Kasdut, ada juga pentas lagu lagu beserta pembacaan kembali teks Sumpah Pemuda dan sorak sorai kata “Merdeka” – “Merah darahku, Putih tulangku – Katolik imanku”. Jelasnya, lewat pelbagai hal sederhana inilah, mereka seakan hadir dan mengalir: berkata kata, bercerita, berdoa, bertindak tanduk sebagai anak anak muda yang merdeka. 

Kedua, di sore harinya, saya bersama para mahasiswa Katolik Surakarta mempersembahkan misa peringatan Sumpah Pemuda di Loji Gandrung Solo. Ditemani deras air hujan yang luruh dan jatuh berpendar ke tanah di kota Solo, misapun berjalan lancar dan bahkan “Bung FX“, sang walikota Solo juga ikut duduk lesehan merayakan misa kudus di tengah semarak rekan muda lainnya yang terserak dan terarak dengan sorak sorai kata “Merdeka” – “Merah darahku, Putih tulangku – Katolik imanku”., tanpa menjaga jarak dan tanpa banyak pengawalan. Kesan pertama yang dihadirkan olehnya secara tidak langsung adalah rasa merdeka sebagai seorang beriman yang berjalan dan berjuang bersama yang lainnya dengan cara cara yang sederhana.

Mencandra dua momentum sederhana inilah, saya kembali merenung – menungkan arti sebuah kemerdekaan ala FX dengan trilogi dasarnya: “F"amily – Kekeluargaan yang Hangat, "F"raternity – Persaudaraan yang Andal, "F"aith – Keberimanan yang Militan”:

Prolog Buku “FX” Sketsa Walikota Surakarta.


"Iluminata et Illuminatrix” 
Cerah dan Mencerahkan
“..Ingatlah bahwa rasul itu adalah orang Katolik yang sadar. 
Mereka insjaf betul bahwa mereka telah menerima kurnia dari Tuhan 
jang banjak djumlahnja itu 
tiada hanja untuk menghibur hati mereka belaka, 
akan tetapi pun djuga untuk membakar djiwanja 
dengan semangat jang berkobar, 
dalam menguduskan hati sendiri dan orang lain. ..”
(Mgr. Soegijapranata).

Saya bersama segelintir rekan dan teman “CJ – Catholic Jeepers” yang kerap dolan dolin bareng di warung wedangan “HIK – Hidangan Istimewa Kampung” dari Tiga Tjeret di depan Mangkunegaran sampai Pak Gendut di Solo Baru dan wedangan Mas Min di alun alun kota Sragen, pernah asyik-masyuk membuat survey amatiran di akhir tahun 2012 bahwa walikota yang paling terkenal di Indonesia adalah Joko Widodo alias “Jokowi” dari Solo. Bupati paling jujur di Indonesia adalah Basuki Tjahaya Purnama alias “Ahok” dari Belitung Timur dan wakil walikota yang paling berhasil di Indonesia adalah FX. Hadi Rudyatmo alias “Bung FX” dari Solo. 

Solo sendiri yang bersemboyan "Berseri" ("Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah") dengan mottonya “The Spirit of Java” (Jiwanya Jawa), pada awalnya tidak lebih dari sebuah desa terpencil yang tenang, 12 km di sebelah timur Kartasura, ibukota kerajaan Mataram. Pakoe Boewono II yang menjadi Raja Mataram waktu itu mencari tempat yang lebih pas untuk membangun kembali kerajaannya, dan di tahun 1745 Masehi, kerajaannya dibongkar dan dipindah menuju Kota Solo yang terletak di tepi Kali (Sungai) Bengawan Solo. Adapun pada medio Oktober 2012 yang lalu, kota Bengawan Solo ini dipimpin oleh walikota baru bernama lengkap FX Hadi Rudyatmo. Ia dilantik menggantikan Joko Widodo yang terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta. Bagi Bung FX yang akrab disapa dengan sebutan “Pak Rudy” ini, menjadi orang nomor satu di kota Solo sejatinya tidak terlalu dia harapkan. Menurut walikota yang dikenal vokal dan kerap “nakal” ikut ber-demonstrasi di jalan ini, menjadi walikota adalah sebuah tugas pelayanan dan pewartaan yang harus dipertanggungjawabkan. 


Peluncuran Buku Baru "FX" - Family Fraternity Faith.

Sketsa Walikota Surakarta. @ Romo Jost Kokoh Prihatanto, Pr.

”Bagi saya tidak penting berkantor di manapun. Yang penting bekerja!” Inilah sepenggal kalimat dari “FX”, Sang Walikota Solo yang kerap berperan sebagai Gatotkaca dalam kirab budaya itu dan kini menjadi ikon sekaligus idola baru warga pengunjung Car Free Day (CFD) di kota Solo. Pastinya: Selamat datang di “Spirit Of Loving Others”, sebuah era blusukan, yakni era horisontal yang selalu mendengar dan memperhatikan sekaligus mencintai dan membela, karena ruang dan uang seharusnya memang dibangun dengan “bahasa kemanusiaan, bahasa kasih dan bahasa kejujuran”. Inilah sebuah era bahasa yang mengurangi instruksi tapi banyak mendelegasi, yang mengurangi perintah tapi banyak berkomunikasi. Sebuah era dimana pemimpinnya: Ketika ada masalah – dia ada di paling depan, ketika ada kerja - dia ada di tengah-tengahnya, dan ketika ada kemakmuran - dia ada di paling belakang, karena sejatinya pemimpin harusnya menderita dan bukan menikmati, harusnya penuh cinta dan bukan sekedar kata kata hampa, karena cinta akan menghasilkan sesuatu, sementara kata - kata kerap hanya menghasilkan alasan. Tolle et legge. Ambil dan bacalah!

“Audi alteram partem - Dengarkanlah pihak lain.”

Selamat datang di “Spirit Of Loving Others.”


Inilah sebuah era blusukan, yakni era horisontal yang selalu mendengar dan memperhatikan sekaligus mencintai dan membela, karena ruang dan uang seharusnya memang dibangun dengan “bahasa kemanusiaan, bahasa kasih dan bahasa kejujuran”. 

Inilah sebuah era bahasa yang mengurangi instruksi tapi banyak mendelegasi, yang mengurangi perintah tapi banyak berkomunikasi. 

Inilah sebuah era dimana pemimpinnya: 
ketika ada masalah – dia ada di paling depan, 
ketika ada kerja - dia ada di tengah-tengahnya, 
dan ketika ada kemakmuran - dia ada di paling belakang, 
karena sejatinya pemimpin harusnya menderita dan bukan menikmati, harusnya penuh cinta dan bukan sekedar kata kata hampa, 
karena cinta akan menghasilkan sesuatu, 
sementara kata - kata kerap hanya menghasilkan alasan. 

Tolle et legge. Ambil dan bacalah!

Peluncuran Buku: "MPK - Merah darahku, Putih tulangku, Katolik imanku"


Peluncuran Buku Twitterature: Tricks and Tracks: 
"MPK - Merah darahku, Putih tulangku, Katolik imanku" 
(Pohon Cahaya Press, Yogyakarta, 2013).
Karya Rm Jost Kokoh Prihatanto, Pr.
@ Taman Budaya Surakarta.

Senin, 4 November 2013
Jam 17.00 - selesai 

Bersama: 
Piyu (PADI), Cosmas Batubara, DR Heruwasto.

1.Dr Heruwasto (Dosen UI)
2.Cosmas Batubara (Tokoh Politik, Mantan Ketua PMKRI, Menteri Perumahan Rakyat dan Tenaga Kerja serta Ketua ILO - International Labour Organization, PBB).
3. PIYu - PADI (Artis dan pengamat sosial kemasyarakatan).