PUNCTA
Pada
bagian kali inilah saya menampil-ulangkan 30 puncta yang kebanyakan saya ambil
dari sebuah buku bacaan rohani ”APOPHTHEGMATA PATRUM”, semacam antologi sabda dan renungan para bapa padang gurun. Puncta
sendiri adalah sebuah kata dalam bahasa Latin yang berarti: t itik. Puncta
menjadi semacam cercahan inspirasi titik demi titik yang sederhana dan bisa
dikembang-mekarkan menjadi sebuah garis yang indah, sesuai dengan konteks
perasaan dan pengalaman hidup kita masing-masing untuk lebih terbiasa mendengarkan.
Yah,
“mendengarkan!” Bukankah kata sederhana ini sering diulang-kenangkan dalam
Kitab Suci? Bukankah dalam keseharian hidup kita, perihal mendengarkan itu cukup
penting? Pernahkah kita tidak didengarkan? Betapa kita kecewa ketika merasa
tidak didengarkan, bukan? Betapa kita
merasa malu, atau ketinggalan jaman ketika tidak mendengar apa pun yang terjadi
atas mereka yang dekat dengan kita: keluarga, tetangga, kerabat, sahabat juga,
bukan?
De facto, kebanyakan orang mendengar, tetapi
belum tentu mendengarkan. Misalnya: Orang Niniwe dipuji Tuhan karena mereka
mendengarkan pewartaan Nabi Yunus. Ratu dari Selatan dipuji Yesus, karena ia
mendengarkan hikmat Raja Salomo. Pewartaan Yunus maupun hikmat Salomo pun
didengar oleh banyak orang. Maka yang dimaksudkan dengan "mendengarkan"
rupanya punya arti: yang didengar itu lengket di hati dan menggerakkan hati.
Yang didengar itu tidak hanya masuk - keluar telinga kita, tetapi masuk
telinga, kemudian sampai ke lubuk hati.
Ssttt,
pernahkan terpikir bahwa daun telinga kita berlika-liku? Pasti bukan hiasan
atau seni saja, melainkan untuk menyaring apa yang kita dengar, bukan? Marilah,
lewat “puncta” ini, kita berlatih mendengarkan dan sekaligus menyaring sesuatu
keutamaan hidup yang sungguh bernilai. Bukankah mendengarkan suara hati dan
suara Tuhan agaknya sulit di tengah kesibukan zaman sekaramg ini? Mari kita
mulai saja dengan mendengarkan renungan sederhana dari para bapa padang gurun.
Bisa jadi, jika kita terbiasa mendengarkan orang lain, tak sulit bagi kita untuk
mendengarkan Tuhan.
Ketika Abas Antonius yang suci hidup
di padang guru ia dihinggapi rasa bosan dan diserang oleh banyak pikiran jahat.
Ia berkata kepada Allah: “Tuhan, aku ingin selamat tetapi pikiran-pikiran ini
tidak mau hilang. Apa yang harus kuperbuat dalam kemalanganku ini? Bagaimana
aku dapat diselamatkan?” tidal lama kemudian ketika ia bangun dan keluar,
Antonius melihat seseorang seperti dirinya sedang duduk bekerja, lalu bangun
dari kerjanya untuk berdoa, kemudian duduk lagi menjalin tali, lalu bangun lagi
untuk berdoa. Itulah malaikat Tuhan yang diutus untuk menegur dan meyakinkan
dia. Ia mendengar malaikat itu berkata kepadanya: “Lakukanlah ini dan engkau
akan selamat”. Akibat perkataan itu, Antonius dipenuhi kegembiraan dan
semangat. Ia melakukannya dan selamat.
Ketika Abas Antonius memikir-mikirkan
rahasia pengadilan Allah, ia bertanya: “Tuhan, bagaimana bisa terjadi, ada
beberapa orang yang mati muda, sementara yang lain hidup sampai usia sangat
tua? Mengapa ada orang-orang miskin dan orang-orang kaya? Mengapa orang jahat
hidupnya makmur dan orang baik hidupnya berkekurangan?” Lalu ia mendengar suatu
suara menjawab: “Antonius, perhatikan saja dirimu sendiri. Serahkan hal-hal
lainnya pada keputusan Allah. Tak ada gunanya bagimu untuk mengerti semuanya
itu.”
Seorang bertanya kepada Abas
Antonius: “Apa yang harus dilakukan untuk menyenangkan Allah?” Sang penatua
menjawab: “Perhatikanlah apa yang ingin kukatakan kepadamu: Siapa pun engkau,
hendaknya selalu menempatkan Allah di muka matamu; apa pun saja yang
kaulakukan, lakukanlah itu sesuai dengan ajaran Kitab Suci; di mana pun engkau
tinggal, jangan meninggalkannya dengan mudah. Peganglah ketiga pedoman ini dan
engkau akan selamat.”
Abas Antonius berkata kepada Abas
Poemen: “Inilah karya agung seseorang: selalu menempatkan kesalahan atas
dosa-dosanya dihadapan Allah dan menantikan pencobaan sampai nafasnya yang
terakhir.” Ia juga mengatakan: “Barang siapa tidak mengalami pencobaan tidak
dapat masuk kedalam kerajaan Surga.” Ia bahkan menambahkan: “Tanpa pencobaan
tidak ada seorang pun dapat selamat.”
Abas Pambo bertanya kepada Abas
Antonius: “Apa yang harus kulakukan?” Sang penatua menjawab: “jangan percaya
pada kesalehanmu sendiri, jangan cemas akan masa lampau, kuasailah lidah dan
perutmu!”
Abas Antonius berkata: “Aku melihat
jerat-jerat musuh sudah disebarkan ke atas dunia dan aku mengeluh: Apa yang
dapat melepaskan manusia dari jerat-jerat itu? Kemudian aku mendengar suatu
suara berkata: ‘kerendahan hati’.” Ia juga berkata: “Beberapa orang menyesah
tubuh mereka dengan mati raga, tetapi mereka tidak mempunyai penegasan roh,
karena itu mereka jauh dari Allah.”
Abas Antonius berkata: “Hidup dan
mati kita ada bersama sesama kita. Kalau kita memenangkan saudara kita, kita
sudah memenangkan Allah. Akan tetapi kalau kita membuat batu sandungan bagi
saudara kita, kita sudah berdosa melawan Kristus.”
Abas Antonius berkata: “Orang yang
ingin hidup dalam kesunyian di padang gurun, dibebaskan dari tiga pergulatan
batin yaitu yang berkaitan dengan pendengaran, pembicaraan, penglihatan. Hanya
ada satu pergulatan yang harus ia hadapi: yang berkaitan dengan dosa
percabulan.
Seorang pemburu di padang gurun
melihat Abas Antonius sedang bersantai dengan para saudara sehingga ia menjadi
terkejut. Untuk menunjukkan kepada si pemburu itu bahwa kadang-kadang perlu
memenuhi kebutuhan para saudara, sang penatua berkata kepadanya: “Pasanglah
sebuah anak panah pada busurmu dan panahlah.” Si pemburu melakukannya. Sang
penatua berkata lagi: “Panahlah lagi.” Dan ia melakukannya. Kemudian sang
penatua berkata: “Panahlah sekali lagi.” Si pemburu menjawab: “Kalau aku
melengkungkan busurku begitu kerap, aku akan membuatnya patah.” Maka sang
penatua berkata: “Begitu juga halnya dengan karya Allah. Kalau kita
merentangkan saudara-saudara melampaui ukuran; mereka pun akan segera patah.
Maka kadang-kadang perlu beristirahat untuk memenuhi kebutuhan mereka.” Ketika
mendengar perkataan itu, si pemburu tertusuk oleh perasaan keremukredaman hati
dan pergi sesudah memperoleh manfaat rohani yang demikian besar. Sedangkan para
saudara pulang ke tempat mereka sambil merasa diteguhkan.
Seorang saudara berkata kepada Abas
Antonius: “Doakanlah aku.” Sang penatua menjawab: “Aku tidak akan
berbelaskasihan kepadamu, juga Allah tidak, jikalau engkau sendiri tidak
berusaha dan tidak berdoa kepada Allah.”
Pada suatu hari beberapa penatua
datang mengunjungi Abas Antonius. Di antara mereka ada Abas Yosep. Karena ingin
menguji mereka, Antonius mengutip sebuah teks Kitab Suci dan dengan mulai dari
yang termuda ia bertanya apa artinya teks itu. Setiap orang memberikan
pandangannya semampu mereka. Tetapi kepada setiap orang, sang penatua berkata:
“Engkau tidak memahaminya.” Akhirnya ia bertanya kepada Abas Yosep: “Bagaimana
Anda menjelaskan sabda ini?” Ia menjawab: “Saya tidak tahu.” Kemudian Abas
Antonius berkata: “Sungguh, Abas Yosep telah menemukan jawabannya, ketika ia
mengatakan, ‘Saya tidak tahu’.”
Beberapa saudara datang dari Scetis
untuk menemui Abas Antonius. Ketika mereka menaiki perahu untuk pergi ke sana,
mereka melihat sudah ada seorang rahib yang juga ingin ke sana, tetapi para
saudara tidak mengetahuinya. Mereka duduk dalam perahu lalu mulai sibuk
membicarakan sabda para Bapa, Kitab Suci dan kerja tangan mereka. Sedangkan
rahib itu tetap diam. Ketika mereka tiba di pantai, mereka melihat bahwa rahib
itu ternyata ingin pergi ke tempat Abas Antonius juga. Sesudah mereka tiba
ditempat, Antonius bertanya kepada mereka: “Apakah kalian mendapatkan rahib ini
sebagai teman perjalanan yang baik?” kemudian rahib itu berkata kepada
Antonius: “Bapa telah menarik banyak saudara yang baik untuk datang ke tempat
Bapa.” Antonius menjawab: “memang tak dapat diragukan bahwa mereka itu baik.
Tetapi mereka tidak mempunai pintu untuk rumah mereka, sehingga setiap orang
yang mau, dapat masuk begitu saja ke kandang dan melepaskan keledainya.” Yang
ia maksudkan ialah bahwa para saudara mengatakan apa saja yang muncul dalam
mulut mereka.
Para saudara datang kepada Abas
Antonius dan berkata: “Katakanlah sepatah kata; bagaimana kami dapat selamat?”
Sang penatua menjawab: “Kalian sudah mendengar dari Kitab Suci dan itulah yang
seharusnya mengajar kalian bagaimana supaya selamat.” Akan tetapi mereka
berkata: “Kami ingin mendengar juga dari Bapa.” Lalu sang penatua berkata:
“Injil berkata, kalau seseorang menampar pipimu, berikan juga kepadanya pipi
yang lain (Mat 5,39).” Mereka berkata: “kami tidak dapat melakukannya.” Sang
penatua berkata lagi: “kalau kalian tidak dapat memberi pipi yang lain,
sekurang-kurangnya kalian membiarkan satu pipi ditampar.” “kami tidak dapat
melakukan itu juga.” Kata mereka. Maka ia berkata: “kalau kalian tidak dapat
melakukan itu juga, jangan membalas kejahatan dengan kejahatan.” Dan mereka
berkata: “Itu pun tidak kami lakukan.” Lalu sang penatua berkata kepada
muridnya: “Sediakan sedikit masakan jagung untuk orang-orang cacat ini.” “Kalau
kalian tidak dapat melakukan ini atau itu, lalu apa yang dapat kulakukan untuk
kalian? Yang kalian perlukan ialah doa-doa.”
Seorang saudara meninggalkan dunia
dan memberikan miliknya kepada orang miskin, akan tetapi ia masih menyimpan
sedikit untuk keperluan pribadinya. Ia datang menemui Abas Antonius. Ketika ia
menceritakan hal itu kepadanya, sang penatua berkata: “Kalau engkau ingin
menjadi rahib, pergilah kedesa, belikan daging, tutupi tubuhmu yang telanjang
dengan daging itu dan datanglah kemari seperti itu.” Saudara itu melakukannya
dan anjing-anjing serta burung-burung mencabik-cabik tubuhnya. Ketika ia
kembali, sang penatua bertanya apakah ia telah melaksanakan anjurannya. Ia
memperlihatkan tubuhnya yang luka-luka kepada sang penatua. Lalu santo Antonius
berkata: “Mereka yang meninggalkan dunia tetapi masih ingin menyimpan sesuatu
untuk dirinya sendiri akan dicabik-cabik dengan cara itu oleh iblis yang
berperang melawan mereka.”
Pada suatu hari seorang saudara dari
biara Abas Elias jatuh dalam godaan. Sesudah diusir dari biara, ia mendaki
gunung ke tempat Abas Antonius. Ia tinggal di dekat Antonius untuk sementara
waktu. Kemudian Antonius mengirim dia kembali ke biara yang telah mengusirnya.
Ketika para sudara melihatnya, mereka mengusir dia lagi dan ia kembali ke Abas
Antonius sambil berkata: “Bapaku, mereka tidak bersedia meneriama aku.”
Kemusian sang penatua mengirim pesan kepada mereka demikian: “Sebuah perahu
mengalami karam di laut dan kehilangan muatannya. Dengan susah paya perahu itu
dapat mencapai pantai, tetapi kalian ingin melemparkannya lagi kelaut, padahal
perahu itu telah menemukan pelabuhan yang aman di pantai.” Ketika para saudara
mengerti bahwa Abas Antoniuslah yang mengirim rahib itu kepada mereka, segera
mereka menerimanya.
Abas Antonius berkata: “Aku yakin
bahwa tubuh memiliki gerakan kodratinya sendiri dan tubuh menyesuaikan diri
dengan gerak itu tetapi tidak dapat mengikutinya tanpa persetujuan jiwa. Ini
untuk memperlihatkan bahwa dalam tubuh ada gerakan tanpa nafsu. Ada gerakan
lain, yang berasal dari makanan, yang membuat tubuh menjadi hangat berkat makan
dan minum, yang menyebabkan darah menjadi panas dan merangsang tubuh untuk
bergiat. Oleh karena itu sang rasul berkata, ‘Jangan kamu mabuk oleh anggur
karena anggur menimbulkan hawa nafsu’ (Ef 5,18). Dan dalam Injil Tuhan juga
menasehati hal yang sama kepada para murid-Nya, ‘Jagalah dirimu supaya hatimu
jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan’ (Luk 21,34). Akan tetapi masih ada
lagi gerakan lain yang menimpa mereka yang sedang berjuang dan yang berasal
dari tipu muslihat serta iri hati iblis. Jadi engkau harus memahami ketiga
gerakan tubuh ini: yang kodrati, yang berasal dari terlalu banyak makan dan
yang disebabkan oleh iblis.”
Abas Antonius berkata: “Allah tidak
memberikan pergulatan dan pencobaan-pencobaan yang sama kepada angkatan ini
seperti yang Ia lakukan kepada angkatan yang dulu, karena rahib sekarang
menjadi lebih lemah dan tidak dapat menanggung demikian banyak.” Ia berkata
lagi: “Akan tiba saatnya ketika manusia menjadi gila, mereka akan menyerangnya
sambil berkata, ‘Engkau gila, sebab engkau tidak sama seperti kami’.”
Tiga orang Bapa biasa mengunjungi
Antonius yang suci setiap tahun. Dua orang dari antara mereka biasa
mendiskusikan pikiran-pikiran dan keselamatan jiwa mereka dengan Antonius. Akan
tetapi yang ketiga selalu diam dan tidak bertanya apa-apa kepadanya. Sesudah
waktu yang cukup lama, Abas Antonius berkata kepadanya: “Engkau kerap datang ke
sini untuk mengunjungi aku. Akan tetapi engkau tidak pernah menanyakan apa-apa
kepadaku. Ia menjawab: “Bagiku, melihat Bapa sudah cukup.”
Seorang saudara dalam sebuah biara
mendapat tuduhan palsu berzinah. Lalu ia bangkit dan pergi ke Abas Antonius.
Para saudara dari biara itu juga datang untuk menuduh dan membawa dia kembali.
Mereka mulai membuktikan bahwa ia telah melakukan hal itu. Akan tetapi ia
mempertahankan diri dan menyangkal bahwa ia tidak melakukan hal seperti yang di
tuduhkan. Abas Paphnutius, yang disebut Cephalus, kebetulan ada disana, dan ia menceritakan
kepada mereka perumpamaan ini: “Aku melihat seorang pria di tepi sungai
terbenam dalam lumpur sampai kelututnya dan beberapa orang datang, bermaksud
untuk membantu dia keluar dari lumpur. Akan tetapi mereka malah mendorong dia
masuk lebih dalam lagi ke dalam lumpur sampai kelehernya. “Kemudian Abas
Antonius berkata tentang Abas Paphnutius begini: “Inilah pria sejati yang dapat
memelihara jiwa-jiwa dan menyelamatkan mereka.” Semua yang hadir tersentuh
hatinya oleh kata-kata sang penatua dan mereka meminta maaf kepada saudara
tertuduh itu. Demikianlah berkat nasihat para Bapa, mereka membawa saudara itu
ke biara.
Pada suatu hari Abas Antonius
menerima sepucuk surat dari Kaisar Konstansius yang meminta ia datang ke
konstantinopel. Ia ragu apakah ia harus pergi, maka ia bertanya pada Abas
Paulus, muridnya: “Apakah aku harus pergi?” Ia menjawab: “Seandainya Bapa
pergi, Bapa akan disebut Antonius. Sedangkan kalau Bapa tinggal di sini, Bapa
akan disebut Abas Antonius.”
Abas Antonius berkata: “Barang siapa
menempa sepotong besi, pertama-tama ia harus memutuskan terlebih dahulu mau
membuat apa, sebuah sabit, sebilah pedang atau sebuah kapak. Begitu pun kita
harus mengambil keputusan jenis keutamaan mana yang kita ingin tempa. Kalau
tidak, kita akan bekerja sia-sia.” Ia juga berkata: “Ketaatan dan bertarak
memberi manusia keutamaan untuk melawan binatang-binatang buas.”
Abas Antonius berkata: “Sembilan
rahib meninggalkan panggilannya sesudah banyak berjerih payah, karena dihantui
oleh kesombangan rohani mereka yang menaruh kepercayaannya pada usaha mereka
sendiri sehingga mereka jadi terperdaya. Mereka tidak mengindahkan perintah
yang mengatakan, ‘Tanyakanlah kepada bapamu dan ia akan memberitahukannya
kepadamu’ (Ul 32,7).”
Abas Antonius berkata: “Kalau dapat,
seorang rahib sebaiknya memberitahukan kepada para penatuanya secara pribadi,
berapa bayak langkah yang ia jalani dan berapa bayak tetes air yang ia minum,
dalam selnya. Janga sampai ia menjadi sesat dalam hal itu.” Ia juga berkata:
“Aku tidak takut lagi akan Allah, akan tetapi aku mengasihi-Nya. Karena kasih
meleyapkan ketakutan (1 Yoh 4,18).”
Abas Antonius berkata: “Hendaknya
engkau selalu menempatkan takut akan Allah di depan matamu. Ingatlah akan Dia
yang member kematian dan kehidupan. Bencilah dunia dan semua yang ada di
dalamnya. Bencilah semua kedamaian yang berasal dari daging. Sangkallah hidup
ini supaya engkau dapat hidup bagi Allah, karena hal itu akan dimintai
pertanggungan jawab darimu pada hari pengadilan. Hendaknya engkau rela
menderita kelaparan, kehausan, ketelanjangan. Berjaga-jagalah dan
berduka-citalah; menangis dan merataplah dalam hatimu; ujilah dirimu untuk
melihat apakah engkau pantas bagi Allah; hinalah daging sehingga engkau dapat
menyelamatkan jiwamu.”
Ketika masih tinggal di istana, Abas
Arsenius berdoa kepada Allah dengan kata-kata ini: “Tuhan, bimbinglah aku di
jalan keselamatan.” Lalu ada suara berkata: “Arsenius, larilah, tinggalkan
orang-orang maka engkau akan selamat.” Sesudah ia mengundurkan diri ke dalam
hidup menyendiri, ia membuat doa yang sama lagi dan ia mendengar suara yang
mengatakan kepadanya: “Arsenius, larilah, diamlah dan berdoalah selalu. Hal-hal
itulah sumber kehidupan tanpa dosa.”
Pernah terjadi ketika Abas Arsenius
sedang duduk dalam selnya ia diganggu iblis. Pelayan-pelayannya, ketika
kembali, berdiri diluar selnya dan mendengar ia berdoa kepada Allah demikian:
“Ya Allah, janganlah tinggalkan daku. Aku belum melakukan apapun yang baik
dihadapan-Mu, akan tetapi karena kebaikan-Mu, semoga aku sekarang mulai
melakukan yang baik.”
Seorang berkata kepada Arsenius yang
suci: “Bagaimana ini, kita dengan semua pendidikan dan pengetahuan kita yang
luas tidak memperoleh apa pun juga, sedangkan rahib-rahib Mesir yang sederhana
ini memperoleh begitu banyak keutamaan?” Abas Arsenius menjawab: “Kita memang
tidak memperoleh apa pun dari pendidikan duniawi kita, akan tetapi rahib-rahib
Mesir yang sederhana ini memperoleh keutamaan-keutamaan berkat kerja keras.”
Uskup Agung Teofilus yang suci,
didampingi seorang hakim, suatu hai menemui Abas Arsenius. Ia bertanya kepada
sang penatua untuk mendengarkan sepatah kata dari dia. Sesudah diam sebentar,
sang penatua menjawab: “Apakah Anda mau melaksanakan yang akan saya katakana
pada Anda?” Mereka berjanji untuk melaksanakannya. “Jikalau Anda mendengar
Arsenius ada di suatu tempat, jangan pergi kesana.” Kali lain, sang Uskup
Agung, yang bermaksud mengunjunginya, mengutus seseorang untuk mencari tahu
apakah sang penatua bersedia menerimanya. Arsenius berkata: “Jikalau Anda
datang, aku akan menerima Anda. Akan tetapi kalau aku menerima Anda, berarti
aku menerima setiap orang dan itu berarti aku tidak akan tinggal di sini lagi.”
Ketika mendengar jawaban itu, sang Uskup Agung berkata: “Kalau aku yang
menyebabkan dia pergi karena mengunjunginya, aku tidak akan pernah
mengunjunginya lagi.”
Seorang saudara bertanya kepada Abas
Arsenius untuk mendengarkan sepatah kata dari dia. Sang penatua berkata:
“Berusahalah dengan sekuat tenagamu untuk menyelaraskan kegiatan batinmu dengan
Allah, maka engkau akan dapat mengalahkan nafsu-nafsu lahir.” Ia juga berkata:
“Kalau kita mencari Allah, Ia akan memperlihatkan Diri-Nya kepada kita. Dan
kalau kita tetap berpegang pada-Nya, Ia akan tetap tinggal dekat pada kita.”
Seseorang berkata kepada Abas
Arsenius: “Pikiran-pikiranku menggelisahkan daku, karena mereka berkata,
‘Engakau tidak dapat berpuasa ataupun bekerja, sekurang-kurangnya pergilah
mengunjungi orang sakit, karena hal itu juga merupakan perbuatan kasih! “ Sang
penatua yang mengetahui bahwa itu merupakan saran iblis, berkata kepadanya:
“Pulanglah, makanlah, minumlah, tidurlah, tak usah bekerja, hanya saja jangan
meninggalkan selmu.” Karena ia tahu bahwa kesetiaan dalam sel menjaga rahib di
jalan yang benar. Ia juga mengatakan: “Seorang rahib yang berpergian keluar
tidak akan memperoleh apapun. Karena itu ia harus tetap tinggal dalam selnya
dengan dalami.”
Bersyukurlah !
Bersyukurlah bahwa kamu belum siap
memiliki segala sesuatu yang kamu
inginkan ....
Seandainya sudah, apalagi yang harus
diinginkan ?
Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu
sesuatu ...
Karena itu memberimu kesempatan untuk
belajar ...
Bersyukurlah untuk masa-masa sulit
...
Di masa itulah kamu tumbuh ...
Bersyukurlah untuk keterbatasanmu ...
Karena itu memberimu kesempatan untuk
berkembang ...
Bersyukurlah untuk setiap tantangan
baru ...
Karena itu akan membangun kekuatan
dan karaktermu ...
Bersyukurlah untuk kesalahan yang
kamu buat ...
Itu akan mengajarkan pelajaran yang
berharga ...
Bersyukurlah bila kamu lelah dan
letih ...
Karena itu kamu telah membuat suatu
perbedaan ...
Mungkin mudah untuk kita bersyukur
akan hal-hal yang baik...
Hidup yang berkelimpahan datang pada
mereka yang juga bersyukur akan
masa surut...
Rasa syukur dapat mengubah hal yang
negatif menjadi positif ...
Temukan cara bersyukur akan
masalah-masalahmu
dan semua itu akan menjadi
berkah bagimu.
0 komentar:
Posting Komentar