Ads 468x60px

Manete in Me

Clara Fey

PROLOG
Beberapa tahun yang lalu, pada suatu Minggu pagi yang cerah, puluhan orang dari Front Pembela Islam (FPI) menyerbu-gerah sebuah pekarangan sambil mengacung-acungkan senjata tajam dan memerintahkan para suster agar menutup gereja dan sekolah “Sang Timur” di Cileduk, Tangerang (35-40 km sebelah barat Jakarta). “Ketika terjadi serangan pagi-pagi dinihari tak seorangpun bisa melawan para penyerang. Kami harus menurut,” kata Suster Anselma PIJ. Padahal, di lain matra, banyak penduduk setempat yang sangat menghargai karya kasih para suster. Mereka tidak hanya memberikan pendidikan mulai dari TK sampai SMA, tetapi mereka juga mengelola sebuah sekolah untuk para penyandang cacat yang terbuka untuk semua agama. Merekalah para suster dari Pauperis Infantis Jesu (PIJ). Dan, Clara Fey adalah tokoh besar di balik kongregasi yang biasa disebut “Sang Timur” ini.       
                                                                 
 SKETSA PROFIL

“..O, seandainya kita menyadari betapa itu sangat menentukan. Kalau tanpa ragu, penuh dan seutuhnya, kita serahkan diri kepada Tuhan; Kalau hanya Dia yang kita cari, kalau kita hidup di hadiratNya, tinggal besertaNya, selalu bersatu denganNya, mencintai Dia satu-satunya.”
(Clara Fey, 10 Agustus 1849) 

Di tahun 1967, Paus Paulus VI mengeluarkan ensiklik “Populorum Progressio”. Ia menerangkan tema besar tentang perkembangan bangsa-bangsa dengan terang yang megah tentang kebenaran dan terang yang lembut tentang kasih Kristus. Ia mengajarkan bahwa hidup bersatu di dalam Kristus adalah faktor utama dan faktor penting bagi perkembangan. Dalam bahasa sederhana, Gereja mengajak kita untuk tinggal bersama Tuhan (“Manete in Me”). Yah, sebuah semangat dasar yang telah dirintis-kenang jauh sebelumnya oleh Clara Fey bersama dengan para suster dari Pauperis Infantis Jesu (PIJ),” di kota Aachen, Jerman. 

Clara Fey sendiri adalah seorang anak yang dilahirkan di Aachen, Jerman, pada 14 April 1815. Ketika  berusia 11 tahun, ia bermimpi berjumpa dengan seorang anak kecil yang ramah dan sangat miskin. Anak kecil itu memandang Clara dan memohon belaskasihan kepadanya. Clara spontan membuka dompet kecilnya untuk memberi derma. Namun, sebelum derma itu diberikan, anak laki-laki kecil itu berkata: "Saudaraku banyak yang miskin". "Di mana rumahmu?" tanya Clara lebih lanjut. Anak itu tidak menjawab. Dengan mata bersinar, ia mengangkat telunjuknya ke atas, yah ke surga. Maka, tercenganglah Clara, lalu bertanya, "Siapa namamu?" Jawabnya, "Akulah Kanak Kanak Yesus yang miskin". Setelah menjawab demikian, tiba-tiba lenyaplah anak itu dan terbangunlah Clara dari tidurnya.

Saat itu, Clara kecil belum mengerti arah panggilan hidupnya. Tetapi, pandangan mata anak kecil yang memohon belaskasihannya dalam mimpinya itu, terus melekat-dekat di hati Clara dan sekaligus menjadi benih subur yang mempersiapkan tumbuh-mekarnya panggilan karyanya kelak bersama para Suster Sang Timur yang dirintisnya.

Ketika Clara tumbuh sebagai remaja beriman, Revolusi Industri yang terjadi di Eropa pada abad ke-18, sangat dirasakan dampak negatifnya bagi Jerman. Situasi negara Jerman waktu itu menyebabkan orangtua terpaksa bekerja keras di pabrik selama belasan jam. Hal ini tentu memberikan pelbagai dampak negatif bagi anak-anak. Dalam bahasa pujangga Indonesia, anak-anak menjadi “salah asuhan”: mereka mudah menjadi pelaku kriminal, suka mabuk-mabukan, kurang disiplin, kurang terdidik dan cenderung menjadi anak yang liar dan tidak tertata hidup hariannya.

Konteks aktual inilah yang mencemaskan beberapa  perempuan muda, terlebih Clara Fey. Clara Fey dan teman-temannya mencoba mengumpulkan anak-anak, memandikan, memberikan pakaian. Mereka dengan sepenuh kasih juga memberikan pelajaran agama, membaca, menulis, berhitung serta pelbagai ketrampilan dasar:  Docendo discimus - Kita bisa sekaligus belajar dengan mengajar. Bagi Clara Fey, kasih sejati memang tidak boleh menarik diri terhadap mereka yang tersisih dan tersingkir, yang jelek-kotor-cacat dan melarat, karena sebenarnya Kanak-kanak Yesus jelas-tegas dilihatnya dalam diri anak-anak yang miskin dan terlantar. Itulah daya tarik terbesar yang mendorongnya. Clara Fey bersama kakaknya, Romo Andreas Fey Pr dan beberapa temannya, mendirikan  “sekolah kecil” dan rumah yatim piatu, pada tanggal 3 Februari 1837 di Venn.

Untuk menambah satu atau dua anak yang akan diasuh, Clara Fey dan teman-temannya bekerja keras merajut kaos kaki, pakaian bayi, perlengkapan bayi, dan sebagainya. “Satu hal saja yang harus kita lakukan; kita harus menyerahkan diri kepada Tuhan dengan segenap cinta hati kita, setiap kali diri kita harus kita serahkan lagi kepadaNya, dengan meninggalkan diri kita sendiri dan cinta diri kita.” (Clara, 24 April 1852).

Setelah Clara Fey dan teman-temannya mengajar di sekolah, mereka pun melebar-kembangkan karya pelayanannya: Ada waktu mengadakan kunjungan ke rumah-rumah, menanamkan kebiasaan Kristiani, melatih kebiasaan doa, mempersiapkan penerimaan sakramen-sakramen, serta mengajarkan pebagai keterampilan bagi semakin banyak anak miskin lainnya. Tugas mulia ini dilakukan secara sukarela oleh Clara Fey bersama tiga orang sahabat putri dan didukung oleh beberapa imam setempat. Clara Fey sendiri  tertarik pada hidup doa dan keheningan, dan sebenarnya pada awalnya berniat untuk masuk Ordo Karmelit. 

Seiring berjalannya waktu, untuk kesempurnaan karya dan warta pelayanan kasih mereka, kelompok kecil tersebut menyatu-padukan diri dalam suatu persekutuan hidup membiara. Pada tanggal 2 Februari 1844, terbentuklah kongregasi “Schwestern vom Armen Kinde Jesus”, “Suster – suster dari Pauperis Infantis Jesu (PIJ),” di kota Aachen, Jerman, yang ber-visi: “Bersatu dengan Allah”, dan bermisi: “Menghantar anak-anak kepada Yesus”. Sedangkan spiritualitas yang hendak terus diinternalisasikan oleh Clara Fey dan teman-temannya adalah, “Tinggallah dalam Aku - Manete in Me” (Yoh 15:4), atau dengan kata lain, ”Hidup bersatu dengan Tuhan dan dalam Tuhan”. Clara Fey meyakini bahwa tanpa Tuhan manusia tidak tahu ke mana harus pergi, atau bahkan mengerti siapa dirinya. Ia menemukan penghiburan di dalam perkataan Yesus, yang mengajarkan, “…di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh 15:5) dan lalu menguatkannya, “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:20).

Clara Fey dan beberapa temannya juga memulai sebuah tata kelola hidup religius dengan “sapta cara hidup perdana”, antara lain:
  • Setiap hari mengadakan pentahtaan Sakramen Maha Kudus
  • Penerimaan Sakramen Tobat seminggu sekali
  • Tegas dan tertib dalam silentium (hening)
  • Hidup sederhana dan kerja keras
  • Sesudah makan siang dan malam adalah waktu untuk rekreasi
  • Examen conscientiae, semacam pemeriksaan batin dua kali sehari
  • Bila ada pelanggaran, maka meminta denda atau silih kepada pemimpin

Selain itu, Clara Fey juga mencoba menghadir-kenangkan empat core values, semangat dasar kongregasi yang baru dirintisnya ini, yakni, “HOMI” :
  • idup di hadirat Tuhan
  • lah rohani dan samadi yang berkualitas
  • enyatukan kontemplasi dan aksi
  • I  ntrospeksi: setiap jam, bertanya pada diri sendiri dan mengingat Tuhan serta ‘berbicara’ kepada-Nya

Menyitir Clara Fey, “ada banyak kesempatan untuk menyatakan cinta kita kepada Tuhan” (17 Agustus 1851), maka panca karya rintisan mereka pada saat awal kongregasi ini berdiri, baiklah juga kalau kita ingat, yakni: “SAMPO”:
  • S  ekolah Ketrampilan Putri dan Sekolah Pendidikan Guru
  • A  srama putri dan asrama putra
  • embuat patung-patung rohani
  • P  endidikan anak-anak miskin dan terlantar di sekolah
  • O  lah tata bunga untuk liturgi (Pohamenta

Bagi Clara Fey, nama Pauperis Infantis Jesu (PIJ) sendiri mengungkapkan kharisma karya kerasulan kongregasinya, yakni pendidikan kristiani bagi anak-anak dan kaum muda, terutama mereka yang miskin dan terlantar. Secara sederhana, dirumuskannya, “menghantar anak-anak kepada Yesus.” Dalam perkembangannya, kongregasi yang dirintis-dirikan oeh Clara Fey ini direstui oleh Tahta Suci, dalam hal ini, Paus Pius IX pada tanggal 12 Mei 1869 sebagai persekutuan religius kepausan. Pada tanggal 15 Juni 1888, Paus Leo XIII mengesahkan konstitusi. Saat ini, Kongregasi para Suster Sang Timur sendiri berpusat di Simpelveld-Belanda.

Semangat “PKK”, persaudaraan, kegembiraan dan kesederhanaan kasih merupakan intisari dasar Sang Timur yang dihayati dalam pelayanan nyata pada anak-anak dan kaum muda yang miskin, baik miskin materiil, miskin rohani, maupun miskin kasih sayang: “Tuhan tidak pernah jauh dari kita, kita dilingkungiNya dari segala arah......Ibarat udara yang kita hirup, begitulah hendaknya ingat akan Allah terus menerus menjadi nafas jiwa.” (Clara Fey, 13 Juni 1852).

Walaupun Clara Fey sendiri sudah meninggal pada 8 Mei 1894, tapi semangatnya yang terangkum dalam kongregasi “PIJ” ini semakin tersebar-pencar di pelbagai belahan dunia: Jerman, Luxemburg, Belanda, Belgia, Perancis, Inggris, Letlandia, Amerika Serikat, Amerika Latin: Kolombia dan Peru, Austria, Spanyol, Kasachstan dan Indonesia.

Di Indonesia, nama kongregasi “PIJ” diterjemahkan menjadi “Suster Sang Timur”. Mereka mulai berkarya pada tahun 1932 di Pasuruan, Jawa Timur. Komunitas karya Sang Timur di Indonesia kini juga semakin terdapat di banyak tempat, yakni: Jawa Timur (Pasuruan, Batu, Malang, Sumenep, Pamekasan, Curahjati-Banyuwangi); DIY  (Pakel, Sentul, Nanggulan); Jawa Tengah  (Semarang); DKI dan Banten  (Tomang, Cakung, Ciledug); NTT  (Mauloo, Magepanda, Bajawa, Maronggela, Maumere); Kalimantan  (Ketapang, Simpang Dua). Ssst…..mungkin benarlah kata orang Latin, Ex oriente lux - cahaya datang dari (sang) Timur!


REFLEKSI TEOLOGIS

1.Radik
    RAjin dan terdiDIK
Cintakasih sejati mendorong orang
untuk menyerupai Dia yang dicintainya.
Maka, bila kita sungguh sungguh mencintai Yesus,
kita harus berusaha juga untuk menyerupai Dia.
Inilah yang dikehendaki Tuhan.
Inilah yang diinginkanNya,
bahwa kita membentuk diri
menurut keinginan hatiNya.
(Clara Fey, Renungan Hati Kudus Yesus, 1846)  

Radik adalah nama salah satu teman saya, seorang romo muda di Ordo Karmelit. Bagi saya sendiri, “Radik” bisa berarti, “RAjin dan terdiDIK”. Merupakan sebuah kenyataan bahwa karya misi kerap tidak mungkin berhasil maksimal jika tidak tersedia cukup sekolah yang secara optimal menyiapkan anak-anak dan kaum muda menjadi “radik: rajin dan terdidik.”
Nah, melihat figur Clara Fey dan spiritualitasnya, saya mencandra adanya semangat magis untuk membawa setiap anak dan remaja supaya semakin rajin dan terdidik. Inilah juga yang diikuti oleh para penerusnya: Di Pasuruan, para suster PIJ membuka Sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak Cina; Holandse Chinese School (HSC). Mereka juga mulai membuat Sekolah Dasar “Ongko Loro” (Inlandsche School), khusus untuk anak-anak pribumi dengan nama Santa Maria. Satu pokok yang mungkin diyakininya: “Et ipsa scientia potestas est - pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan”  (dikutip dari Meditationes Sacræ De HaeresibusFrancis Bacon).

Bersama dengan semangat dasar Clara Fey untuk membuat semakin banyak anak dan remaja menjadi rajin dan terdidik, maka aneka karya yang meliputi empat dimensi pokok (pendidikan, sosial, kesehatan dan pastoral) semakin dikembang-mekarkan terus oleh para pengikutnya. Dalam konteks Indonesia, secara sederhana, pelbagai karya dan warta kasih mereka, dapat dipetakan sebagai berikut:
-    Bidang Pendidikan    :
  • Play Group – TK, SD, SMP, SMA, SLB – C
-    Bidang Sosial              :
  • Panti Asuhan, Asrama Putri dan Putra, Anak Asuh (tinggal di luar PA)
-    Bidang Kesehatan    :
  • Rumah Bersalin, Poliklinik
-    Bidang Pastoral        :
  • Rumah Retret, Pembimbing Retret, Pastoral Paroki (Bina Iman, Pembinaan Calon Baptis, Calon Komuni Pertama, Calon Krisma)

De facto, memelihara konsistensi dalam menghadirkan karya dan warta, khususnya di bidang pengajaran dan pendidikan bagi anak dan orang muda, bukanlah hal yang mudah. Di tengah-tengah maraknya budaya instan dan pelbagai imbas globalisasi modern yang menekankan keagungan material, Clara Fey dan para pengikutnya mengajak kita untuk tetap berani meyakini bahwa dalam dunia pendidikan, tercandralah banyak peluang strategis untuk membentuk anak-anak dan remaja menjadi pribadi yang rajin dan terdidik: “Setiap jam, Tuhan mendorong jiwa kita untuk mengabdi kepadaNya. Semoga kita peka pada dorongan Tuhan itu.” (Clara Fey)


2. Phakis
    PAkailah iman, LuKISlah Tuhan

“Barangsiapa tidak memiliki siapa-siapa selain Tuhan, ia sungguh miskin.
Barangsiapa tidak mencari dan menghendaki apa-apa selain Allah dalam segalanya,
 ia adalah miskin.
Kemiskinan lainnya yang hanya meliputi hal-hal lahiriah,
mungkin saja mengandung kesombongan dan penipuan diri yang serius.
(Clara, Konferensi 5 Januari 1851).

Phakis adalah nama sahabat saya, seorang aktivis muda Katolik, yang bersama-sama membentuk sebuah komunitas Orang Muda Katolik, “LOJF-Light of Jesus Family” di Jakarta. Secara sederhana tapi kaya makna, Phakis sendiri bisa dimaknai, “Pakailah iman, Lukislah Tuhan”.

Disinilah, tampak tegas-jelas bahwa Clara Fey juga memakai iman dalam memaknai hidup dan gulat geliat karyanya. Pada sebuah renungan imannya tentang Bunda Maria, ia menulis: “Maria hanya mempunyai satu gagasan. Satu-satunya gagasan, sederhana tapi luhur tiada hingganya, yaitu: Maria selalu memikirkan Tuhan. Disinilah, belajar dari teladan Bunda Maria, Clara terus menerus memakai iman untuk selalu memikirkan Tuhan: mencari dan tinggal dekat dengan Tuhan, yang hadir dalam misteri Ekaristi.

Usaha ini, dengan sederhana disebutnya sebagai “latihan”. Setiap kali pandangannya diarahkan pada Tuhan yang hadir di tabernakel. Secara khusus, Clara merenungkan misteri penjelmaan dan masa kanak-kanak Tuhan. Baginya, itulah yang menjadi sumber konsolasi, kegembiraan batin, lebih kuat dari aneka desolasi: penderitaan, kekecewaan dan pelbagai salib hidupnya. 
Di lain matra, dengan pelbagai gerak karya dan wartanya, Clara Fey juga mengajak kita untuk ikut melukis wajah Tuhan di dunia: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu...." (Yohanes 15: 1-18). Dia turut serta melukis wajah Tuhan bersama para pengikutnya lewat setiap karya baik yang diwartakan dan dikembangkannya. Sebuah wejangan Clara Fey baiklah kita ingat, "Kita berkarya lewat saluran belaskasih Allah sendiri dalam pelayanan kepada sesama. Tuhan memanggil kita masuk dalam kebaikan-Nya yang kekal, untuk melayani Dia dalam mereka yang dikasihi-Nya, dalam anak-anak-Nya yang miskin. Hal itu sungguh sangat bagus, dan untuk itu kita tidak mungkin cukup mensyukurinya sampai kekal. Satu yang harus kita perhatikan, kita bertanya kepada diri kita sendiri: Sungguhkah kita berkarya demi kemuliaan Allah, tanpa maksud yang terselubung, tanpa landasan cinta diri, tanpa mencari kehendak pribadi? Inilah intinya, yang menjadi pusat semua pekerjaan baik..."


EPILOG
Cintakasih mengharapkan segalanya!
Marilah kita mencintai Dia,
dan mengharapkan semua bantuan rahmat
untuk segala keadaan hidup kita,
bahkan juga yang paling sukar.
Marilah kita mencintai
dan mengharapkan dengan pasti
kebahagiaan kekal dari Tuhan.
 Ia yang menyediakan tempat.
 Ia menghendaki, agar kitapun berada
dimana Ia berada.
(Clara Fey, Konferensi 11 Nov 1853).   

Mei 2012 kemarin, saya bertemu dengan seorang suster Sang Timur di Rumah Kana Salatiga. Adapun namanya, Sr Fransine PIJ. Seorang biarawati yang berasal dari Kalasan Jawa Tengah, dan saat itu berkarya di daerah Tomang Jakarta Barat. Sambil berkelakar, dia mengatakan, “PIJ” (nama ordo dari para suster Sang Timur), artinya, “Puteri Indah Jelita.” Yah, mungkin memang ada benarnya, karena dijiwai dan diresapi oleh semangat regula St Agustinus, Clara Fey  berusaha membentuk suatu komunitas persekutuan hidup beriman yang indah dan jelita menurut pola Gereja Perdana: Hendaknya kita menjadi ‘sehati sejiwa’, hidup dari harta-milik bersama, berdoa bersama, merayakan Ekaristi dan berbakti kepada Gereja (Kis 2,44;4,32). Bukankah teladan iman yang dijiwai oleh Clara Fey ini, yang juga bisa kita buat di komunitas dan keluarga basis kita masing-masing, agar menjadi semakin indah dan jelita? Yah, tentunya dengan berpegang teguh pada sebuah semangat dasar terpenting, “Manete in Me”, tinggal bersama Tuhan!


ASPIRASI
Apakah tujuan kita?
 Apakah panggilan kita?
Tujuan kita ialah Tuhan.
Panggilan kita, ialah
dengan segenap hati,
bersatu semata-mata dengan Dia, mencintaiNya, melayaniNya.
Dari pihak Tuhan,
semua sudah terlaksana.
Hanya satu yang masih harus dijalankan, yakni:
kita harus menuju kepadaNya, memandangNya, mencari segala-galanya dalam Dia,
sebab semuanya dapat kita temukan dalam Dia.
(Clara Fey, 7 Nov 1852).

0 komentar:

Posting Komentar