Ads 468x60px

What’s So Amazing about Grace?

Dalam buku: ‘What’s So Amazing about Grace?’ – Philip Yancey menceritakan tentang kisah seorang pelacur yg sudah ketularan penyakit kotor, sehingga tubuhnya rusak dan tidak bisa menjajakan sex lagi dan akhirnya ia jatuh miskin, tetapi di lain pihak ia pun sudah kecanduan berat alkohol, dengan mana ia selalu membutuhkan uang untuk membeli minuman.

Melalui isakan tangis dan air mata ia mengaku, bahwa ia telah menjual dan menjajakan bayi perempuan satu2nya yg baru berusia dua tahun kepada para pria (pedophil) yg mempunyai kelainan seksual! Ia terpaksa harus melakukan ini untuk membiayai kebiasaannya ber-mabuk2an. Seorang Ibu telah tega menjual bayi anak satu2nya yg masih imut2 hanya untuk membeli minuman.

Peniten Rekolek Caritas Alles voor Allen (PRCA)



Selayang Pandang: 

Pengantar
Peniten Rekolek Caritas Alles voor Allen (selanjutnya akan disebut PRCA) merupakan salah satu bentuk hidup Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus Assisi yang hidup dan berkembang di Breda, Nederland, sejak tahun 1826. Suster Maria Theresia Saelmaekers sebagai pendiri, menghayati semangat Peniten (pertobat an), Rekolek (mengumpulkan segenap daya dan memusatkannya bagi kepentingan Allah), Caritas (kasih). Semangat tersebut dihidupi dan diwujudkan dalam hidup bersama dengan para susternya dan dalam melayani orang-orang sakit, miskin, menderita dan terlantar dengan tekun, penuh bakti, setia dan percaya akan kehendak Allah. Semangat yang diyakini dan dihayati terus menerus menumbuhkan sikap total, terbuka, gembira, dan penuh harapan. Sikap seperti ini lama kelamaan menjadi milik baik bagi Suster Maria Theresia sebagai pendiri kongregasi maupun para anggotanya, sehingga menjadi ciri khas semangat batin kongregasinya yang dikemudian hari dirumuskan dengan Alles voor Allen.

NAPAK TILAS: Vatikan dan Anthony de Mello

Sebuah kutipan surat dari Kongregasi Doktrin dan Iman di Vatikan (1998).

CONGREGATION FOR THE DOCTRINE OF THE FAITH
NOTIFICATION CONCERNING THE WRITINGS OF FATHER ANTHONY DE MELLO, SJ

The Indian Jesuit priest, Father Anthony de Mello (1931-1987) is well known due to his numerous publications which, translated into various languages, have been widely circulated in many countries of the world, though not all of these texts were authorized by him for publication. His works, which almost always take the form of brief stories, contain some valid elements of oriental wisdom. These can be helpful in achieving self-mastery, in breaking the bonds and feelings that keep us from being free, and in approaching with serenity the various vicissitudes of life. Especially in his early writings, Father de Mello, while revealing the influence of Buddhist and Taoist spiritual currents, remained within the lines of Christian spirituality. In these books, he treats the different kinds of prayer: petition, intercession and praise, as well as contemplation of the mysteries of the life of Christ, etc.

Hidup Bakti Religius


Selayang Pandang.

Hidup bakti itu mengungkapkan bahwa hidup itu diserahkan seluruhnya kepada Tuhan, dihayati sebagai saksi iman kepada-Nya dan sebagai pengakuan penuh hormat atas kuasa Allah pada hidup. Oleh karena itu orang yang memeluk hidup bakti itu mau mengkhususkan diri hanya untuk Allah saja, hidup hanya untuk Allah dan terus menerus penuh dedikasi dan keterlibatan menyediakan diri untuk dapat dipergunakan oleh Allah. Dalam arti ini, hidup bakti adalah suatu kurban persembahan seluruhnya pada Allah; berarti pula suatu kurban persembahan diri dan hidup seluruhnya bagi Tuhan, yang mau dihayati dan dikembangkan selama hidupnya. Segala sesuatu yang ada pada diri orang itu dipersembahkan kepada Tuhan. Itu berarti bahwa segala sesuatu yang ada mau dipakai untuk mengabdi kepada Tuhan.

Kaul Kemiskinan

Selayang Pandang.

A. DASAR KITAB SUCI 
Teks dasar mengenai hidup miskin secara umum adalah Matius 5:1-12. Sedangkan yang secara khusus berbicara mengenai kaul kemiskinan adalah ayat 3, berbunyi: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya kerajaan Sorga”. Kemiskinan memang telah menjadi tema yang dibicarakan juga di dalam Perjanjian lama.

1. Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama (PL = yang memuat kisah sejarah Israel) kita kenal kaum “ANAWIM”. Kelompok ini disebut “orang milik Yahwe”, orang-orang yang miskin, lembut hati (artinya peka rohani), dan yang rendah hati. Mereka mempercayakan dirinya kepada penyeleng-garaan Tuhan, yang mencintainya. Orang-orang inilah yang terpilih menjadi pewaris janji Abraham. Meskipun kerap kali mereka ditindas oleh para kaya dan penguasa.

Pacem in Terris - Pacem In Cordis


11 September 2003, Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dicetuskan dalam Sidang Umum PBB tahun 1948. Ada 48 negara dari 58 negara anggota PBB yang turut menandatangani pada saat pendeklarasiannya. Anggota PBB memang belum banyak, karena PBB baru berusia 3 tahun. Kolonisasi masih terjadi di berbagai belahan dunia, terlebih-lebih di Asia dan Afrika. Di tempat-tempat seperti itu, sangat banyak dijumpai berbagai pelanggaran hak-hak azasi manusia.

DUHAM [Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia] terdiri dari 30 pasal. Prinsip-prinsip universal tentang hak-hak azasi manusia dirunut satu per satu berdasarkan prioritas yang paling mendesak untuk mendapat perhatian kita: hak untuk hidup, kemerdekaan dan keamanan, hak untuk beristirahat dan berlibur, hak untuk berkeluarga, hak atas perumahan, hak atas peradilan yang jujur, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, hak atas pekerjaan, dan hak kebebasan beragama. Dunia terus berkembang. Peradaban juga terus berkembang. Pola pikir atau cara pandang manusia tentang kehidupan (yang holistik) tentu turut mengikuti perkembangan itu semua. Maka kini orang mengembangkan hak-hak azasi tersebut menjadi lebih luas dan holistik pula. Peradaban –menurut cara berpikir masa kini- dianggap tidak bisa berkembang kalau orang melupakan juga hak-hak perempuan, hak-hak anak, hak-hak ekonomi-sosial-budaya, hak-hak sipil, dan sebagainya. Pendek kata, DUHAM telah membuka mata dan telinga manusia terhadap manusia lain di sekelilingnya. Manusia baru dapat berinteraksi secara manusiawi apabila ia berinteraksi dengan manusia-manusia lain di sekelilingnya. Selain itu, sikapnya terhadap manusia-manusia lain di sekelilingnya juga turut menentukan ke-"manusia"-annya sebagai manusia.

Kedewasaan Rohani


LATIHAN PERTAMA: 
Tuntutan Kedewasaan Rohani.

Baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru terus menerus kita temukan ajakan kepada kemajuan rohani (Yer. 6: 16; Mzm 26: 12; 2 Kor 4: 16; Ibr. 3: 7. 4: 10; 2 Ptr. 3: 18. Kedewasaan dan kesempurnaan Kristen merupakan perkembangan penuh segala potensialitas rahmat. Kedewasaan rohani ini telah memperoleh orientasi, arti serta dorongannya dalam iman (cf. Yo. 6: 29; Ef. 3: 17). Secara hakiki kedewasaan itu terealisir dalam cinta kasih (Mt. 5: 44; 1 Kor. 13: 1; Yo. 17: 21). Iman, harapan dan cinta kasih haruslah tumbuh bersama, merupakan daya hidup dan kesempurnaannya.

Santo Paulus berbicara mengenai iman, harapan dan kasih sebagai kekuatan dinamis yang memiliki peranan menentukan dalam pertumbuhan kedewasaan hidup rohani (1 Tes. 1: 13; 5: 6; dst.) Paulus melawankan tingkah laku Kristen yang infantil dengan tingkah laku yang betul-betul “dewasa”, atau “yang sempurna dan tidak sempurna” (1 Kor 2: 6; 13: 10; dst.14: 20; Fil. 3: 15; Kol. 1: 28).

Selibat: Pilihan dan Konsekwensinya


Selayang Pandang

A. Tahapan Dalam Kehidupan Selibat [1] 
Dalam tulisannya Bernard R. Bornot membagi tahapan hidup selibat dalam 4 tahap berdasarkan pemikiran Erik Erikson. Erik Erikson membedakan tahapan hidup dalam suatu dilemma khusus untuk diatasi dan ditata. Setiap penanganan memiliki hasil yang berbeda, bisa positif atau negative. Pendekatan Erikson menampilkan bahwa tiap tahap hidup selibat diasosiasikan dengan sebuah dilemma yang khas dan menuntut kekuatan khusus untuk mengatasinya serta menumbuhkan keutamaan khusus pula.

1. Adolescent Celibacy (masa puber hingga masuk umur 20-an)
Tantangan pada tahap ini yaitu: mengembangkan sebuah visi hidup dalam model selibat sebagai hidup yang bernilai, dan bernegosiasi terhadap dorongan fisik seksualitas remaja untuk mengisinkan seseorang untuk berkomitmen pada hidup selibat (sebuah tugas yang sukar dalam budaya sekarang yang menekankan kesenangan diri dan hiperseksual). Tahap ini berelasi dengan tahap Identitas dari Erikson.

Kaul Ketaatan


Selayang Pandang

PENGANTAR
Apakah kita bisa menghayati ketaatan sebagai keutamaan hidup religius, bila kita tidak dapat menerangkannya secara jelas? Dapat, sebab Roh Allah yang membimbingnya. Demikian pula untuk keutamaan-keutamaan lainnya. Perlu dibedakan: Seorang teolog bisa menjelaskan kaul ketaatan secara jelas, bagus, dan lengkap, namun belum pasti dia bisa menghayati ketaatan dengan baik. Dapat terjadi bahwa orang yang tak dapat menerangkan tentang ketaatan dengan jelas, bisa menghayati ketaatan dengan bagus pula.

Oleh - oleh dari Bumi Singkawang (III)

PANGGILAN KONTEMPLATIF


Pendahuluan
Setiap kali mendengar kata kontemplatif kita akan selalu teringat akan  biara kontemplatif. Kontemplatif berasal dari kata Kontemplasi atau contemplare dari bahasa Latin yang artinya memandang, melihat, memperhatikan, dan mengamat-amati. Memandang disini maksudnya selalu mengarahkan hati kepada Tuhan atau memandang kepada Tuhan. Maka biara kontemplatif itu dikhususkan untuk berdoa terus-menerus mengarahkan hati kepada Tuhan. Berdoa bagi dunia dan gereja. Kata “kontemplasi” saya terjemahkan secara bebas dengan “hati yang selalu berdoa”. Kalau kita berdoa yang perlu adalah keheningan baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Maka jangan heran kalau di biara kontemplatif selalu menjaga keheningan. Itu maksudnya supaya hati sungguh bebas berdoa setiap saat kepada Tuhan. Sebab Tuhan sungguh senang tinggal pada hati yang memberikan tempat bagiNya.

Oleh- oleh dari Bumi Singkawang (II)

800 TAHUN ORDO SANTA KLARA 
DAN 75 TAHUN BIARA PROVIDENTIA DI SINGKAWANG



800 tahun Ordo Santa Klara 

Saudara-saudari yang terkasih,
Kita bersama-sama bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan atas berdirinya Ordo Santa Klara delapan ratus tahun yang lalu dan sampai sekarang masih terus hadir di tengah-tengah kita. Delapan ratus tahun, bukanlah waktu yang singkat. Bukan hanya itu saja, semakin panjang waktu itu, semakin banyak pula yang perlu kita syukuri. Karena seperti yang sudah kita ketahui bersama, tiap detik bahkan tiap denyutan nafas kehidupan kita, telah meninggalkan jejak-jejak kebaikan Tuhan. Maka tak terhitung jumlah kebaikan dan kasih karunia Tuhan yang perlu kita syukuri pada hari ini.  Adapun sebenarnya perayaan ini telah berlangsung sejak Minggu Palma 2011 yang lalu hingga Minggu Palma 2012 yang lalu. Tetapi berhubung adanya berbagai kendala, Biara-biara Klaris Kapusines di Indonesia baru merayakan pada bulan Agustus dan September tahun 2012 ini.

Oleh-oleh dari Bumi Singkawang (I)

DIPANGGIL UNTUK BERDOA DAN BERTAPA BAGI GEREJA DAN DUNIA


“Mengapa kamu mau jadi suster seperti itu? Tidak bisa keluar. Tinggal di dalam saja dan lagi pula tidak ada karya nyata yang dapat kami lihat dan rasakan secara langsung. Kalau kamu menjadi ‘suster putih’ (sebutan untuk suster-suster yang berseragam putih) itu lumayan. Bisa dilihat kamu jadi perawat atau guru misalnya. Tetapi kalau jadi suster seperti itu apa yang bisa dibanggakan?” Hanya anak yang bodoh boleh menjadi suster seperti itu!”

Demikian ungkapan keberatan hati beberapa orang bila mengetahui anak gadisnya atau orang terdekat mereka memilih menjadi suster kontemplatif yang terkurung dalam klausura (pingitan). Apalagi kalau anak itu dikenal sebagai anak yang pintar dan berbakat. Maka tidak heran jarang sekali ada orang tua yang dengan rela mengijinkan anak mereka menjadi suster semacam itu. Mungkin banyak dari antara kita juga bertanya-tanya mengapa ada orang yang mau mengurung diri seperti itu. Untuk itulah tulisan ini dibuat. Semoga tulisan kecil ini dapat membantu kita mengenal kehidupan di balik tembok yang bagi banyak orang masih sangat asing.

Sekali Lagi Soal Mukjizat


Masih ingatkah Anda akan nama Lee Strobel? Mungkin tidak. Ia adalah wartawan sebuah harian terkemuka Chicago Tribune. Pernah saya sebut-sebut namanya dalam beberapa tulisan saya yang lalu. Waktu itu saya menulis, betapa didorong oleh naluri kewartawanannya serta digelitik oleh panggilan imannya, Strobel merasa penasaran oleh pernyataan-pernyataan Charles Templeton, eks penginjil rekan sejawat Billly Graham, yang telah ingkar dari imannya. Maka terbanglah ia ke Boston untuk mewawancarai Peter Kreeft, profesor filsafat dari Boston College, guna memperoleh pandangan yang seimbang. (cf. Lee Strobel, "THE CASE FOR FAITH". Zondervan, 2000).

Kepemimpinan Alkitabiah

A. Perlunya pemimpin
Allah menghendaki agar masyarakat duniawi maupun masyarakat rohani memiliki pemimpin atau pemerintahan. Hal ini menjadi jelas, antara lain, dari ayat-ayat berikut ini:

* Ketika Samuel melihat Saul, maka berfirmanlah TUHAN kepadanya, “Inilah orang yang Kusebutkan kepadamu itu; orang ini akan memegang tampuk pemerintahan atas umat-Ku” (1 Sam 9:17; bdk. 1 Sam 13:14).
* “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah” (Rm 13:1).
* “Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh” (1 Kor 12:28).

Homo est Viator (Manusia adalah Peziarah)

Seorang ahli meditasi, Eknath Easwara menyatakan bahwa pelbagai ketergesaan yang terus menerus mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan. Maka, bagi banyak orang beriman yang mau tetap sehat, ingatlah bahwa hidup itu bukan untuk berlari, tapi untuk disyukuri, seperti nama seorang umat di bilangan Tangerang, “sukirman-sukacita karena iman.”. Di lain matra, hidup kita itu ibarat layang-layang, butuh benang - semacam pegangan. Menyitir Andreas Knapp, jika tidak ada pegangan, maka hidup akan putus, koyak dan jatuh seperti layang-layang terpisah dari benangnya. Di sinilah, kita perlu menyadari bahwa layang-layang kehidupan kita tak selamanya harus melayang di angkasa, ada saat untuk beristirahat juga. Ada saat mengisi bahan bakar – di mana hidup kita harus menyisihkan waktu untuk kembali ke sumber sejati (Allah), karena jelaslah: Homo est Viator (Manusia adalah Peziarah). Dan, salah satu tradisi khas Katolik yang dekat untuk hal ini, adalah kebiasaan berziarah.