“Katakan cinta dengan coklat, maka dia akan terpikat…”. Kita semua tahu, coklat merupakan makanan favorit banyak orang. Coklat boleh jadi merupakan makanan yang merupakan hadiah paling populer untuk para pasangan yang saling jatuh cint. Sejak lama coklat memang punya reputasi tinggi. Makanan atau minuman yang dibuat dari biji tanaman coklat ini berhasil merebut hati banyak orang, tidak cuma karena kelezatannya, tapi juga nilai plus yang dimilikinya dalam memperbaiki suasana hati dan mempengaruhi munculnya gelora cinta.
Pohon coklat, yang
buahnya mengandung biji yang bisa diproses menjadi camilan coklat, pertama kali
ditemukan 2.000 tahun lalu di hutan tropis Amerika. Sementara itu, bangsa Maya
merupakan bangsa pertama yang mengkonsumsi cokelat (250-900 SM). Mereka
mencampur biji coklat dengan berbagai bumbu untuk membuat minuman yang
dipercaya mujarab.
Dalam sejarahnya,
coklat mulai dibawa ke Eropa pada tahun 1519 setelah Montezuma menawarkan
minuman yang berbumbu kepada pengelana Spanyol, Cortez, dan tentaranya. Cortez
lalu membawa biji coklat ke Spanyol dan mempopulerkannya. Namun, selama
berabad-abad minuman coklat lebih dikenal sebagai minuman para bangsawan.
Reputasi coklat sebagai makanan afrodisiak sangat terkenal di kalangan
bangsawan Perancis. Seni dan literatur bernuansa erotis banyak yang
terinspirasi oleh kandungan coklat. Bahkan, Casanova, pengelana dari Italia
yang lebih dikenal sebagai penakluk perempuan, diceritakan selalu mengonsumsi
coklat sebelum bercinta.
Di Indonesia sendiri, coklat atau dalam
bahasanya Hitler (schokolade) merupakan makanan atau minuman, bahkan kadang
dijadikan sebagai cemilan yang cocok di segala waktu, selagi senang ataupun
sedang duka. Kenikmatan memakan coklat tergantung kepada si-penikmatnya. Disaat
gundah rasa coklat menjadi sangat manis bahkan lebih manis daripada madu, hal
inilah yang menjadi alasan mengapa coklat mampu meredam amarah seseorang yang
sedang gundah. Namun disaat hati sedang senang, rasa coklat akan berubah menjadi
agak pahit, mungkin ini adalah salah satu isyarat agar kita untuk berbagi
kepada yang lain (berbagi suka cita). Coklat diteliti mengandung caffein yang
dapat menghilangkan rasa kantuk. Saatu hal yang pasti, banyak orang menyukai
coklat, bukan? Barangkali ada diantara kita bahkan pernah kehilangan gigi susu
termakan caries oleh karena kegemaran kita sewaktu kecil memakan permen
coklat, hingga mulut dan pipi belepotan aroma dan warna coklat. Bicara soal
eksistensi coklat, kerap kali, entah saat ulang tahun, natalan, tahun baruan
dan bahkan hari valentine-an tidak afdol-lah kalau tidak ada coklat. Bisa
dibayangkan, seandainya roti yang kita sambut dalam perayaan Ekaristi itu bukan
tawar seperti sekarang, tapi rasa coklat. Mungkin, ada banyak orang muda yang
tertarik mengikuti Ekaristi. He5x…
Ya,
coklat sepertinya memang menyimpan sebuah daya bernama imajinasi. Coklat
merangsang orang untuk berimaji alias ber-angan-angan. Coklat membangkitkan
orang untuk tergerak, bergerak dan berbuat sesuatu. Karena, imajinasi dan
angan-angan, atau dalam bahasa positif: harapan dan keinginan tidak mampu
dikurung oleh apa pun dan dikekang oleh siapapun juga, bukan?
Nah, persis disinilah
film Le chocolate besutan Lesse
Haalstrom mendapatkan ruang bercerita. Ini bukan sekedar sebuah film
drama romantik, ini sebuah film reflektif dengan bumbu-bumbu konflik religi.
Pastinya, ada makna di balik sinema, apalagi dengan para pemain yang tidak lagi
asing dengan film-film yang pernah mereka bintangi, yakni: Juliette Binoche, Johny Depp dan Carrie Ann Moss yang kelak berperan
sebagai Trinity dalam film Matrix Revolution dan Matrix Reloaded. Bahkan, konon
kabarnya selain "Le Festin de Babette et Une affaire de Gout", film
Le chocolate ini menjadi sebuah mahakarya sinematografi tentang makanan dan
cita-rasa coklat di Prancis.
Secara plot, film yang berangkat dari
sebuah novel karangan Joanne Harris ini mengisahkan tentang hidup seorang
perempuan Katolik bernama Vianne Rocher
(Juliette Binoche) yang tinggal di Lansquet, sebuah daerah kecil di Perancis
bersama dengan seorang anak perempuannya bernama Annouk. Dalam diri Vianne Rocher, seorang single parent yang cantik dan menarik, berkulit putih,
berhidung mancung dan berbadan langsing inilah,
pemaknaan coklat menjadi semakin menjadi. Yah, sebuah kota kecil itu, yakni
Lansquenet yang kaku beku dan layu pada awalnya, menjadi “tersengat coklat”:
mendadak terguncang-buncang. Hal ini bermula pada tahun 1959, ketika
Vianne Rocher yang mempunyai
keahlian mengolah-alih coklat berniat membuat “chocolateries”
(kedai coklat) di muka sebuah gereja pada masa prapaskah, sebuah masa ketika
semua orang diajak untuk berpuasa, berpantang, berdoa dan bermatiraga.
Dalam perkembangannya, Vianne Rocher tidak hanya membuat coklat
dalam bentuk permen namun juga kue-kue dan minuman yang membuat orang-orang
yang tinggal di sekeliling Vianne dan Annouk begitu bergembira. Bukan karena
bentuknya yang bermacam ragamnya, namun konon dikisahkan bahwa coklat-coklat
yang dibuat Vianne mempunyai khasiat yang tersembunyi. Jelas saja banyak orang
ingin datang ke tokonya, bukan hanya manusia saja yang bisa mencium kelezatan
yang ditimbulkan oleh aroma coklat ketika dimasak, bahkan anjing sekalipun
ingin mencobai betapa lezatnya coklat Vianne.
Sebuah tambahan seputar
coklat yang kebetulan juga dibahas dan menjadi judul film ini . Ada
beberapa sifat coklat yang sama dengan cinta. Pertama, sama-sama menghangatkan.
Sebuah kisah, dulu
ketika saya masih sering mendaki gunung, maka saya memakan atau membuat
minuman coklat. Bukankah coklat dan cinta itu sama sama menghangatkan? Kedua,
memurnikan. Bukankah coklat yang baik dan berkualitas pasti punya rasa pahit?
Bukankah kepahitan akan memurnikan kualitas dari sebuah cinta? Bukankah untuk meracik sebuah cokelat blok atau makanan dan minuman coklat yang
nikmat perlu melalui proses yang sangat panjang, mulai dari memetik buah cocoa
hingga pada proses pencairan? Rasa coklat itu pun tahan lama di mulut,
bahkan untuk menghilangkannya, kita harus minum air putih dulu, bukan? Nah, bukankah benar bahwa kata orang cinta
itu mesti dimurnikan?
Ketiga, seperti cinta,
coklat itu menyuburkan. Bagi bangsa Maya, coklat merupakan perlambang hidup dan
kesuburan. Karena itu, buah coklat sering ikut hadir dalam ritual religius,
termasuk upacara pernikahan dan dipercaya sebagai makanan para dewa. Di wilayah
Meksiko Tengah, bangsa Aztec percaya, orang yang makan biji dari pohon coklat
akan mendapatkan kekuatan dan kesehatan. Raja Aztec Montezuma bahkan punya
kebiasaan minum cokelat setiap hari untuk menaikkan libidonya. Meski para
petualang cinta dalam sejarah selalu diceritakan mengonsumsi coklat, ternyata
kandungan zat kimia phenylethylamine (PEA) atau "obat cinta"
dalam coklat hanya sedikit. PEA ini diyakini dapat memengaruhi mood,
perhatian, dan energi. Saat seseorang merasa sangat senang atau euforia, tubuh
akan mengeluarkan PEA. Namun, sejumlah peneliti mengatakan, kandungan flavonoid
dalam coklat mampu melenturkan pembuluh darah sehingga aliran darah lancar dan
subur.
Kita melihat point pokoknya, justru dalam kesederhanaan itulah, coklat “ditakuti” oleh
karena kekuatan magis itu, sebuah kekuatan yang menggerakkan perubahan
“menghangatkan, memurnikan dan menyuburkan”.
Yah, permen-permen yang penuh karisma serta aura coklat ini mampu
membongkar kelesuan sebuah kota kecil di negeri Prancis yang sekejap mata
berubah menjadi kota penuh gairah.
Adapun gereja di
kota kecil itu digembalakan oleh seorang imam muda yang ternyata di-setir oleh
Pak Walikota (Alfred Molina). Pak Walikota ini begitu ditakuti sebagai sosok
penjaga kota yang menjamin situasi aman, terkendali, dan tentu saja: warganya
tetap saleh tidak kurang suatu apa. Dapat dibayangkan, suasana puasa
sekonyong-konyong mendapatkan ancaman yang tidak terduga dengan kehadiran kedai
coklat persis di depan gereja, yang menyediakan makanan super-lezat dan
memancing air liur itu. Tegangan muncul di sana-sini, dan kebebasan orang
diuji, termasuk Pak Walikota sendiri. Pak Walikota mungkin bukan orang munafik,
tetapi ia seorang yang saleh, yang ingin memelihara kesalehan katolik-nya
termasuk menjalankan keteladanan seorang pemimpin, tanpa ingin diganggu dengan
hal-hal baru. Situasi menjadi semakin merepotkan bagi Pak Walikota ketika
datang seorang pengembara, yang bernama Roux (Johnny Depp), yang akhirnya
menjalin hubungan khusus dengan Vianne.
0 komentar:
Posting Komentar