Minerva Mirabal
PROLOG
Sosok perempuan muda ini: cantik, baik dan
menarik, pintar serta terpelajar. Minerva Mirabal namanya. Ia dibesarkan
dalam iman dan pendidikan Katolik yang baik. Bersama para saudarinya, ia
dikenal sebagai “Las Mariposas” ("The
Butterflies"). Yah, mereka menjadi “kupu-kupu cantik” yang ikut
merintis-ciptakan gerakan perlawanan di tahun 1950-an, berjuang melawan salah
satu kediktatoran paling represif di Dominika, yakni Rafael Leonidas Trujillo
(1930-1961). “Las Mariposas” ("The Butterflies")
tegar menghadapi teror, intimidasi, agitasi, hukuman penjara dan penyiksaan
berulangkali dan akhirnya pembunuhan. Kisah nyata tentang Mirabal bersaudara
ini sendiri pernah diangkat dalam sebuah film “The Time of Butterflies” pada
tahun 2001.
SKETSA PROFIL
“Pergilah menuju tempat di mana kau tak dapat
pergi,
menuju yang tak mungkin.
Itulah satu-satunya jalan pergi atau
datang”
(Jacques Derrida, “The Prayers and Tears of
Jacques Derrida: Religion without Religion”)
“The Time of Butterflies” adalah judul sebuah film yang saya tonton di awal tahun
studi teologi di Yogyakarta bersama dengan teman-teman dari kelompok “JFK”-Jakal
Film Kommunity”. Film “The Time of Butterflies” sendiri
digarap dari novel dengan judul yang sama karya Julia Alvarez. Ayah Julia
Alvarez termasuk salah satu dari mereka yang berusaha menggulingkan Trujillo.
Kesaksian sejarah, semacam “oral history” dari mereka yang
pernah bersama-sama dengan Mirabal bersaudara menggerakkan Julia Alvarez untuk
menulis-kenangkan kisah perjuangan mereka ini.
Sebagai sebuah karya seni, film yang diproduksi
pada tahun 2001 dan memperoleh penghargaan ALMA 2002 untuk akting cemerlang
Salma Hayek yang memerankan Minerva Mirabal sungguh berhasil menyuguh-tampilkan
sketsa muram-kejam sebuah kekuasaan diktator yang meninggalkan prinsip-prinsip
moral sekaligus menampak-nyatakan denyut penuh perjuangan gerakan
bawah tanah para aktivis.
Yah, film yang disutradarai Mariano Barroso ini
berkisah tentang perjuangan nyata Minerva Mirabal dan saudari-saudarinya yang
terlibat dengan gerakan revolusioner bawah tanah di Republik Dominika. Gerakan
Mirabal bersaudara ini merupakan perlawanan terhadap rezim diktator Rafael
Trujillo (1930-1961) yang menebarkan rasa takut di antara rakyat. Siapakah
Mirabal bersaudara ini sebenarnya?
Pada awalnya, Don Enrique Mirabal Fernandez dan
istrinya Marcedes Reyes Camillo (Dona Chea) tinggal pada sebuah kawasan
peternakan di Ojo de Agua, dekat kota Salcedo wilayah Cibao propinsi Espaillat,
di daerah pegunungan Dominika. Mereka dikaruniai empat orang putri, yakni:
Patria, Dedé, Minerva dan Maria-Teresa. Mereka adalah sebuah keluarga kelas
menengah yang makmur dan memiliki tanah yang luas. Pada awalnya, keluarga
Mirabal ini sangat patuh pada Trujillo, hingga mendapatkan simpati khusus dari
Trujilo alias “El Jefe” terlebih karena keluarga Mirabal tak pernah
menaruh perhatian terhadap berbagai kasus pelanggaran hak-hak asasi manusia dan
korupsi gila-gilaan yang dilakukan El-Jefe” beserta kroninya.
Selain memiliki tanah, keluarga Mirabal juga
memiliki usaha penggilingan kopi, toko, pasar daging, dan pabrik penggilingan
padi yang cukup besar. Jelasnya, keluarga Mirabal adalah keluarga berkecukupan
yang maju dan berpikiran bebas, dengan relasi pergaulan yang luas, layaknya
model keluarga kelas menengah di Dominika pada waktu itu. Oleh karena
itulah, mereka kemudian sanggup mengirimkan para putri mereka ke sebuah sekolah
Katolik yang berkualitas, “Immaculada Concepción” di La Vega.
Ini adalah sebuah sekolah khusus putri dengan sistem asrama. Pada tahun 1938,
ketiga putri keluarga Mirabal (Patria, Minerva dan Maria Theresa) bersama-sama
masuk ke sekolah ber-asrama ini.
Di sekolah dan asrama Katolik inilah, Minerva
Mirabal yang terlahir pada tanggal 12 Maret 1926 menemui kenyataan bahwa banyak
di antara teman sekolahnya yang mengalami ‘tragedi kemanusiaan”. Mereka
kehilangan orang tua, saudara atau kerabat yang lain. Ada yang karena ditahan,
disiksa atau dibunuh tanpa alasan yang jelas oleh pemerintahan diktator yang
waktu itu dikuasai oleh Jenderal Rafael Leonidas Trujillo. Trujilo sendiri
kerap disebut “El Jefe” atau “Tuan Besar”, begitulah diktator Trujilo ini suka
menyebut dirinya sendiri. Ia berkuasa dengan tangan besi, ditopang oleh
kekuatan polisi rahasianya, “SIM”.
Merupakan sebuah kenyataan bahwa Minerva sejak
remaja memang sudah berjiwa “pemberontak”. Ia selalu berani membela dan
menjunjung keadilan di sekitarnya, apapun resikonya. Sentimen persahabatan dan
solidaritasnya terhadap nasib banyak teman putrinya ini berkembang menjadi
sebuah sentimen politik ketika Minerva berkenalan dengan Pericles Franco Ornes
di tahun 1940. Ornes adalah salah satu Dewan Pendiri Partai Sosialis Populer.
Laki-laki ini memang terkenal sebagai tokoh gerakan “anti-Trujilista” yang
sudah kenyang ditangkap dan dipenjara berkali-kali karena aktivitas politiknya.
Suatu ketika, persisnya pada tanggal 12 Oktober
1949, Jenderal Trujillo mengadakan sebuah pesta di rumah peristirahatannya yang
megah di San Cristóbal, sebuah kota di propinsi Espaillat. Pesta kebun di
“istana” San Cristobal ini diadakan untuk memperingati penemuan
benua Amerika oleh Christopher Columbus dan menghormati masyarakat di Propinsi
Espaillat. Undangan untuk keluarga Mirabal diantarkan sendiri oleh Gubernur
Moca, Antonio De La Maza, dan senator Provinsi Espaillat, Juan Rojas. Pesta
tersebut dihadiri oleh Don Enrique Mirabal, Patria, suami Patria (Pedro
Gonzalez), Minerva, Dedé, dan suami Dedé (Jaime Fernandez). Waktu itu, Trujillo
yang sudah menikah ini memang terkenal mata keranjang. Ia senang melecehkan
gadis-gadis muda dan memiliki banyak perempuan simpanan. Pada kesempatan ini,
Trujillo “gagal menaklukkan” Minerva yang cantik dan menarik.
Pesta kebun tersebut akhirnya bubar karena
badai, yang menyelamatkan Mirabal bersaudara dari tempat yang tak menyenangkan
tersebut. Di tengah derasnya curah hujan, keluarga Mirabal diam-diam
menyelinap pulang. Trujillo berang oleh sikap ‘pelecehan’ mereka, karena
tradisi feodalisme politiknya tak membenarkan ada yang meninggalkan pesta
sebelum dirinya. “El-Jefe” menyuruh anak buahnya untuk menghubungi pos militer
dan memerintahkan untuk menghentikan kendaraan mereka. Tapi syukurlah, mobil
yang membawa Mirabal sekeluarga sudah terlanjur melewati pos tersebut. Yah,
mungkin semangat Mirabal bersaudara, “kita boleh tunduk, tapi tak boleh
takluk!”
Juan Rojas, senator dari Propinsi Espaillat
memberi saran agar Don Enrique mengirimkan surat permintaan maaf pada Trujilo.
Don Enrique menurut, namun kemarahan “Tuan Besar” tidak dapat diredakan. Hari
berikutnya, Don Enrique ditangkap dan dipenjara oleh Trujillo di ibukota Santo
Domingo. Minerva dan ibunya, Dona Chea menyusul ditahan di Hotel Nasional esok
harinya. Setiap hari, Minerva dibawa ke Fortaleza Ozama untuk diinterogasi
mengenai aktivitas politiknya. Interogasi dilaksanakan oleh dua orang penyidik
pribadi kepercayaan Trujillo, yakni Fausto Caamaño Medina dan Manuel de Moya.
Minerva kemudian dituduh sebagai seorang komunis dan dipaksa untuk menulis
surat permintaan maaf pada Trujillo, namun dengan tegas ia tetap menolak.
Beberapa orang teman Minerva; Violeta Martinez dan Emma Rodriguez juga
ditangkap beberapa hari kemudian.
Pada akhirnya, setelah keluarga Mirabal
menghubungi relasi politik mereka, yakni adik kandung “El Jefe”, Minerva
beserta ayah-ibunya dapat dibebaskan. Namun demikian, “El Jefe” telah menjadikan
Minerva sebagai musuh pribadinya. Benarlah, kebebasan keluarga Mirabal
rupanya tak berumur panjang, dua tahun kemudian, ketiganya (Don Enrique,
Minerva dan Dona Chea) kembali ditahan. Kali ini, Don Enrique dibawa ke
Fortaleza Ozama sementara Minerva dan ibunya dibawa ke Hotel Presidente. Satu
lagi alasan tak masuk akal dari penangkapan ini, bahwa Don Enrique tak berusaha
untuk membeli sebuah buku biografi Trujillo. Ketiganya dibebaskan kembali
beberapa minggu kemudian. Di balik ini semua, sebenarnya, “El-Jefe”
berkeinginan untuk mematikan semangat politik Minerva yang senantiasa kritis
dan sinis terhadap kepemimpinan diktatornya. Selama ini semangat perlawanan dan
kebencian Minerva terhadap tangan besi Trujillo, membuat “El-Jefe” marah dan
merasa terhina.
Ketakutan yang terus menerus dan penangkapan
yang berkala, tak sanggup ditanggung oleh Don Enrique yang semakin menua. Ia
jatuh sakit dan semakin parah hingga kematian menjemputnya pada tanggal 14
Desember 1953.
Setahun setelah kematian Don Enrique, Minerva
mencoba untuk belajar menjadi pengacara di Fakultas Hukum Universitas Santo
Domingo. Walaupun peringkat dan nilainya sangat baik, namun Trujillo
memerintahkan agar ia tidak diloloskan dikarenakan paper ujian masuknya yang
bertema: ”Prinsip Berlaku Surutnya Hukum-hukum dan Jurisprudensi
Republik Dominika”, dimana di dalam papernya itu, Minerva sangat mendukung
landasan dan penegakan Hak Asasi Manusia serta memberi masukan kritis terhadap
reformasi pemerintahan. Sekalipun mendapatkan banyak halangan da Trujillo
dan kroninya, Minerva berhasil menamatkan kuliah hukumnya pada 28 Oktober
1957. Di Universitas ini jugalah, ia bertemu dengan Manuel Aurelio Tavarez
Justo (yang sering dipanggil Manolo). Manolo adalah seorang anggota bawah tanah
dari Partai Sosialis Populer. Sementara itu, Maria-Teresa, adik bungsu Minerva
yang wataknya sangat mirip dengan Minerva dan sekaligus begitu mengaguminya,
berkenalan dan kemudian menjalin hubungan akrab dengan Leandro Guzmán, seorang
insinyur yang juga merupakan anggota gerakan bawah tanah anti-Trujillo. Maria
Teresa adalah gadis kedua di Dominika, yang bergabung di sekolah Matematika dan
Biologi.
Hubungan persahabatan ini ternyata tidak
terhenti pada hubungan politik, melainkan berkembang menjadi hubungan batin
yang erat. Minerva menikah dengan Manuel Aurelio Tavarez Justo (Manolo) pada
tanggal 20 November 1955, sedangkan Ma-Te (panggilan akrab Maria-Teresa)
menikah dengan Leandro Guzmán pada tanggal 14 Februari 1958.
Pada tanggal 14 Juni 1959, “Dominican
Liberation Movement” (Gerakan Pembebasan Dominika), yang beranggotakan
para pelarian politik dan orang muda Dominika yang tinggal di luar negeri,
mengirimkan sebuah pasukan sukarelawan ke kota Constanza, Maimón dan Estero
Hondo, kota-kota di selatan Dominika. Penyerbuan ini dipimpin oleh Enrique
Jimenez Moya. Penyerbuan yang diberi sandi “Luperion Invasion” ini
dapat digagalkan setelah Angkatan Darat dan Angkatan Udara Dominika mengerahkan
pasukan besar untuk menumpasnya. Namun, sekalipun upaya ini gagal, benih-benih
pemberontakan semakin tertanam di negeri Dominika.
Tidak lama setelah “Luperion Invasion” digagalkan,
terbentuklah “Gerakan 14 Juni”. Ini adalah sebuah organisasi perlawanan bawah
tanah di Mao, sebuah kota di propinsi Valverde, yang terbentuk pada tanggal 10
Januari 1960. Manolo adalah ketua umumnya, sedangkan seorang bernama Pipe Faxa
menjadi sekretaris jenderalnya. Leandro sendiri adalah bendahara organisasi
ini. Dalam “Gerakan 14 Juni” ini, bergabung pula Minerva dan Maria Teresa.
Patria Mirabal dan suaminya, Pedro Gonzalez menyusul tidak lama kemudian.
Karena ketiga kakak-beradik dari keluarga Mirabal ini (Minerva, Maria Teresa
dan Patria) telah bergabung, maka mereka bertiga kemudian dikenal sebagai “las
Miraposas” (para kupu-kupu). Nama sandi “las Miraposas” (para
kupu-kupu), menjadi sebuah simbol keikutsertaan aktif kaum perempuan dalam
pergerakan politik melawan kediktatoran. Mereka kerap menjalin koordinasi,
kolaborasi dan komunikasi di tengah kelas pekerja Dominika dan beberapa pastor
paroki setempat yang concern pada gulat-geliat perjuangan
mereka.
Pada 20 Januari, Maria Teresa ditahan di
Pangkalan Militer Salcedo dan dibebaskan pada hari yang sama. Dua hari
kemudian, 22 Januari, Maria Teresa dan Minerva di tangkap lagi dan dibawa ke La
Cuarenta. Kedua bersaudara ini akhirnya dibebaskan pada tanggal 18 Agustus
1960. Sementara itu, Patria Mirabal dan Pedro Gonzales menyediakan rumah mereka
untuk dipakai sebagai basis konsolidasi gerakan revolusi. Oleh karena itulah,
rumah ini mendapatkan sebuah “julukan” bahwa: di meja makan, selain tersedia
telur setengah matang juga terdapat bom rakitan yang siap sedia meledak. Patria
Mirabal sendiri memandang pergerakan untuk melawan kediktatoran sebagai
perjuangan suci, karena ia sangat peduli terhadap masa depan republik bagi
anak-anaknya kelak, seperti yang pernah ia katakan bahwa: “Kita tak
boleh biarkan anak-anak kita hidup di bawah rezim yang korup dan tiran, kita
harus berjuang melawannya, dan saya siap memberikan segalanya, termasuk jiwa
raga saya jika perlu.”
Dalam perkembangan waktu, “Gerakan 14 Juni” di Mao ini akhirnya bocor juga ke telinga rezim “El Jefe”. Tidak lama setelah itu, penangkapan-penangkapanpun dimulai. Lebih dari seratus orang anggota “Gerakan 14 Juni” ditangkap dan ditahan di penjara paling mengerikan di Dominika, La Cuarenta. Di penjara inilah, terdapat fasilitas penyiksaan yang paling lengkap dan paling canggih dari rezim militer Trujillo. Minerva, Maria Teresa dan para suami mereka juga ditempatkan di sini. Belakangan, suami Patria juga ditahan.
Penangkapan dan penyiksaan yang dilakukan kepada
para aktivis muda ini membakar kemarahan rakyat Dominika. Termasuk di antara
mereka yang ditangkap terdapat juga orang-orang dari kelas menengah. Tidaklah
mengherankan bahwa kemudian kelas menengah juga bergabung dengan gerakan dari
kelas-kelas di bawahnya. Aksi-aksi demonstrasi menyala-bakar di kota-kota besar
Dominika. Mereka menuntut pembebasan para tahanan politik. Gereja Katolik
sendiri mengutuk keras penangkapan-penangkapan ini. Dunia internasional juga
menyampaikan kecaman-kecaman keras.
Karena tekanan bertubi-tubi inilah, Trujillo
kemudian membebaskan para tahanan perempuan. Setelah itu, ia membebaskan pula
tahanan laki-laki yang ditahan hanya berdasarkan kecurigaan. Namun, Manolo
(suami Minerva), Pedro (suami Patria) dan Leandro (suami Maria Teresa) tetap
berada dalam tahanan. Mereka ditahan di La Victoria, Salcedo beberapa minggu;
kemudian Manolo dan Pedro dipindahkan ke penjara San Felipe di Puerto Plata,
sementara Leandro tetap di La Victoria, Salcedo.
Di lain matra, mengeras dan
membesarnya gerakan perlawanan terhadap “El Jefe” membuat Trujilo semakin
marah. Sekalipun ia terpaksa membebaskan Minerva dari penjara karena tekanan
dunia internasional, ia tetap menaruh dendam pada Minerva Mirabal ini. Ia
berencana menempuh dua langkah nekat sekaligus: Ia berniat membunuh Minerva
Mirabal dan Rómulo Betancourt, Presiden Venezuela yang dianggapnya sebagai
“duri dalam daging”. Trujillo dua kali mengirim pembunuh untuk menghabisi nyawa
presiden Rómulo Betancourt. Namun kedua upaya ini mengalami kegagalan dan
justru berbalik menjadi tuduhan politik yang tak dapat dibantah. Organisasi
Negara-negara Amerika Latin (“OAS”) mengeluarkan kecaman keras kepada rejim
Trujillo dan mendesaknya agar mengundurkan diri.
Di tengah keputus-asaan itu, Trujillo
melancarkan strategi terakhirnya, yakni membunuh Mirabal bersaudara. “SIM”
digunakan sebagai pelaksana pembunuhan terhadap Mirabal bersaudara. Ia
menugaskan Victor Alicinio Peña Rivera, tangan kanannya, dan empat anggota dari
pasukan rahasianya yang dibentuknya ketika ia masih berdinas di
dunia kemiliteran, yakni: Ciriaco de la Rosa, Ramon Emilio Rojas, Alfonso Cruz
Valeria, dan Emilio Estrada Malleta.
25 November 1960, Patria, Minerva, dan Maria
Teresa melakukan perjalanan ke selatan dari Salcedo menuju Puerto Plata untuk
mengunjungi suami Patria dan Minerva di penjara La Cuarenta. Mereka
meninggalkan penjara pada malam hari. Ketika mereka menyusuri Carretera
Santiago - Puerto Plata, mobil yang dikemudikan oleh Rufino De La
Cruz dihentikan secara paksa oleh antek-antek Trujillo dari “SIM”.
Apa yang saat itu terjadi, dinarasikan kemudian
oleh salah seorang pembunuh bernama Ciriaco de la Rosa, seperti yang dikutip
dari “Encyclopedia Dominica 1997 CD ROM”:
”Setelah memberhentikan mereka, kami membawa
mereka pada sebuah tempat di dekat teluk. Kemudian saya perintahkan Ramon
Emilio Rojas untuk mengambil beberapa tongkat dan menggiring salah seorang dari
ketiga perempuan tersebut. Ia mengambil salah seorang perempuan muda
yang berambut kepang panjang (Maria Teresa Mirabal). Kemudian, Alfonso Cruz
Valeria memilih perempuan yang bertubuh paling tinggi (Minerva Mirabal) dan
Emilio Estrada Malleta mengamankan supirnya, Rufino de La Cruz. Saya
perintahkan supaya setiap orang menuju tanaman tebu yang tumbuh di pinggir
jalan. Setiap orang sengaja kami pisahkan, sehingga setiap korban tidak akan
melihat dan merasakan proses eksekusi yang lainnya. Saya perintahkan Perez
Terrero tetap tinggal di mobil dan mengawasi jika ada orang yang datang dan
mencari tahu tentang situasi yang sedang terjadi. Inilah kenyataan dari
kejadian tersebut. Saya tak ingin mengkhianati keadilan atau negara ini. Saya
mencoba untuk mencegah “bencana” itu, tapi saya tak mampu, karena jika saya
lakukan, maka Trujillo pasti akan membunuh kami semua.”
Dengan metode seperti yang diakui oleh Ciriaco
de la Rosa itulah, jenazah Mirabal bersaudara dan Rufino de La Cruz dikumpulkan
di sepanjang sisi jalan mendaki antara Puerto Plata dan Santiago. Mobil jeep
mereka sendiri didorong ke dalam jurang, untuk membuatnya terlihat seakan-akan
sebagai sebuah kecelakaan. Waktu tragedi pembunuhan itu terjadi, Patria berusia
36 tahun, Minerva berusia 34 tahun, dan Maria Teresa, yang paling termuda
berusia 24 tahun.
“Ketika saya mengetahui kematian Mirabal
bersaudara, saya berkata pada diri saya sendiri: sistem kemasyarakatan
konservatif kita saat ini sudah menuju kematiannya” tukas Amen de Mariposas Pedro Mir, seorang penyair nasional
Dominika. Benarlah, pembunuhan Mirabal bersaudara ini membangkitkan eforia kemarahan
rakyat Dominika dan merupakan awal bagi kejatuhan rezim Trujillo. “El-Jefe”
terguling oleh revolusi dan dibunuh oleh “Pasukan Pembebasan Dominika” setahun
setelah kematian Mirabal bersaudara (30 Mei 1961). Gerakan rakyat juga berhasil
menggulingkan seluruh struktur militer yang dibangun Trujillo dan
menggantikannya dengan sebuah pemerintahan demokrasi yang baru.
Satu hal yang pasti: Mirabal bersaudara menjadi
simbol perjuangan kaum feminis paling populer di negeri-negeri Amerika Latin.
Bahkan, kisah Mirabal bersaudara dimasukkan ke dalam buku-buku teks pelajaran
sejarah Dominika sebagai martir nasional. Nah, berlandaskan pengorbanan dan
perjuangan Mirabal bersaudara yang tragis ini, sejak tahun 1981, setiap tanggal
25 November diperingati sebagai “Hari Peringatan Menentang Kekerasan terhadap
Perempuan di Amerika Latin”. Hal ini sendiri dideklarasikan pada “Feminist
Encuentro for Latin America and the Caribbean” (Konferensi kaum
feminis di negara-negara Amerika Latin dan Karibia), yang diadakan pertama kali
di Bogota, Kolombia, pada tanggal 18-21 Juli 1981.
Pada peringatan Hari Perempuan Internasional, 8
Maret 1997, sebuah mural pada tugu batu setinggi 137 kaki digelar-pentaskan.
Karya seni ini menggambarkan sosok Mirabal bersaudara di Santo Domingo. Tugu
batu, semacam obelisk tersebut merupakan penghargaan
kemanusiaan bagi perjuangan banyak orang, terlebih kaum perempuan yang diwakili
Mirabal bersaudara demi pembebasan negeri Dominika. Hal ini juga menunjukkan
kemenangan politik dan gender karena disinilah kaum perempuan diakui sebagai
bagian penting dalam sejarah pembebasan dengan “tinta” dan “darah”. Terlukis
juga disana “Un Canto a la Libertad” (A Song to Liberty), dimana di
puncaknya tertulis ‘Butterflies’, dan di depan area tersebut
terpatrilah sebuah kerangka mobil jeep yang ditumpangi Mirabal bersaudara di
akhir hidupnya. Pada tanggal 17 Desember 1999, Majelis Umum PBB akhirnya juga
menyatakan tanggal 25 November (tanggal pembunuhan Mirabal bersaudara) sebagai
“Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan”.
REFLEKSI TEOLOGIS
HAM
“Hangat. Andal. Militan.”
Bicara soal Minerva Mirabal dan para saudarinya
tak lepas dari perbincangan seputar HAM (Hak Asasi Manusia). Tapi, disinilah,
“HAM” juga bisa berarti lain, yakni tiga sikap dasar yang ternyata dimiliki
oleh seorang perempuan beriman, bernama Minerva Mirabal. Adapun tiga sikap
dasar “HAM” tersebut yakni: “Hangat, Andal, Militan”.
1. Hangat. Mengapa
namanya adalah Minerva? Bukankah orang Latin berkata, “nomen est omen,
setiap nama punya makna?” Yah, Minerva adalah salah satu dewi utama yang
dipuja oleh bangsa Romawi. Dalam mitologi Romawi, Minerva dipuja sebagai seorang
dewi perang. Meskipun Minerva adalah dewi perang
tetapi dia membenci peperangan tanpa tujuan. Ia hanya berperang untuk tujuan
yang jelas dan layak atau untuk menyelesaikan konflik. Bukankah hal ini juga yang dibuat
oleh Minerva Mirabal. Ia “berperang” demi suatu tujuan yang jelas: melawan
rezim diktator Rafael Trujillo (1930-1961) yang menebarkan rasa takut dan
pelbagai penderitaan di antara rakyat.
Berangkat dari mitologi kuno, dewi Minerva tidak
memiliki pasangan dan tidak menikah, sehingga disebut sebagai parthenos/"perawan"
(Hefaistos pernah mencoba memperkosanya namun
gagal, dan kuil Parthenon di kota Athena adalah kuilnya yang paling
terkenal). Walaupun tidak menikah, tetapi hatinya tetap hangat. Dengan
kehangatannya, ia kerap muncul dalam berbagai cerita mitologi sebagai
penolong para pahlawan, termasuk Odisseus, Iason,
dan Herakles. Bukankah itu juga yang dibuat oleh
Minerva Mirabal? Ia hadir di tengah masyarakat dan membantu perjuangan
rakyatnya. Ia bahkan dijuluki kupu-kupu, “the butterflies”.
Bukankah kupu-kupu adalah lambang kehangatan sekaligus kebangkitan yang indah?
Dengan kehangatannya, Minerva Mirabal tegas menolak tunduk untuk hidup di bawah
situasi yang menindas kemanusiaan, dan justru dengan getaran kehangatan hatinya
yang terdalam, ia berani melawan gerak-tindakan yang menyimpang dari tujuan
penciptaan. Bisa jadi, pilihan hidup yang dijalankannya merupakan perwujudan
relasi iman yang hangat dengan Tuhannya.
2. Andal. Menurut
legenda, dewi Minerva adalah putri kesayangan Zeus,
dewa terkuat. Ibunya adalah dewi Metis,
yang merupakan dewi kepandaian dan kebijaksanaan. Jadi, Minerva diberkahi
kekuatan oleh Zeus serta kepandaian dan kebijaksanaan oleh Metis. Yah, Minerva
yang dikenal juga sebagai Athena dalam mitologi
Yunani, selain dianggap sebagai dewi perang (pengaruh Zeus), ia juga dihormati
sebagai dewi kebijaksanaan, ilmu pengetahuan, seni, puisi obat-obatan,
pelindung para pengrajin dan
penemu alat musik (pengaruh
Metis). Bahkan, Minerva kadang-kadang ditemani oleh seekor burung hantu yang
merupakan hewan favoritnya dan lambang dari kebijaksanaan. Pada Abad Pertengahan, Minerva kerap muncul sebagai
lambang kebijaksanaan dan kebajikan dan kadang ditemukan pada lambang beberapa
keluarga bangsawan. Dia juga melambangkan kebebasan pada
masa Revolusi Perancis (patungnya
berada di tengah “Place de la Revolution”, di Paris). Karena
sifatnya yang andal, Minerva juga menjadi lambang dari banyak universitas dan akademi.
Disinilah, kita mencandra bahwa Minerva
Mirabal juga jelas memiliki sifat yang andal seperti dewi Minerva. Hal ini
nampak dalam sebuah buku “Tres Heroínas y un Tirano”. Penulisnya,
Miguel A. García mengutip sekilas-pintas dialog percakapan singkat yang sempat
terjadi antara Minerva dan “El-Jefe”, ketika mereka sedang bertemu di sebuah
pesta kebun di San Cristóbal, Espaillat:
Trujillo : “Apakah
kau mendukung ideologi politik saya?”
Minerva : “Politik tidak menarik buat saya.”
Trujillo : “Dan bagaimana jika saya ajukan pertanyaan untuk menaklukkanmu?”
Minerva : “Dan bagaimana jika saya yang menaklukkan pertanyaanmu?!”
Minerva : “Politik tidak menarik buat saya.”
Trujillo : “Dan bagaimana jika saya ajukan pertanyaan untuk menaklukkanmu?”
Minerva : “Dan bagaimana jika saya yang menaklukkan pertanyaanmu?!”
Yah, sejak kecil, Minerva Mirabal memang sudah
terlihat begitu andal. Ia memiliki kecakapan dan kompetensi akal budi. Ketika
berusia tujuh tahun, ia sudah mampu menarasikan sajak Perancis. Ia juga
mempunyai hobi menulis, melukis dan membaca puisi, khususnya pelbagai karya
Juan Pablo Neruda dan Pablo Picasso. Minerva sendiri adalah gadis
pertama di Dominika yang berhasil bersekolah dan lulus dengan mengagumkan dari
Fakultas Hukum Universitas Santo Domingo. Dalam diri Minerva Mirabal, menarik sekali
diamati bagaimana gerak batin seorang perempuan muda Katolik yang andal dan
terpanggil untuk berbuat sesuatu demi negerinya. Dari seorang gadis
manis yang tumbuh di kawasan peternakan, dengan mata yang menatap pada
ketidakadilan yang terjadi di muka hidung, lahirlah sebuah kemauan keras untuk
menjadi seorang pengacara, suatu ‘profesi haram’ bagi perempuan di Amerika
Latin saat itu.
Dalam perkembangan waktu, suatu kali Minerva
membuktikan sikapnya yang andal, dengan berkata: “..Merupakan sebuah
sumber kebahagiaan yang amat sangat, untuk melakukan apapun yang bisa dilakukan
bagi negeri kita yang menderita oleh begitu banyak luka, begitu sedihnya jika
kita hanya tinggal dan diam mengingkari ini semua, bukan?”
3. Militan:
Dewi Minerva memang identik sebagai seorang dewi perang yang militan. Ia digambarkan sebagai seorang dewi
cantik (sehingga banyak orang dan dewa lain yang jatuh cinta kepadanya), tapi
sekaligus gagah seperti lelaki dalam pakaian perangnya. Ia selalu membawa tombak dan perisai serta memakai helm perang. Karena
sifat militannya ini, Minerva menjadi simbol Angkatan Laut Wanita Amerika
Serikat. Ia juga digambarkan pada medali yang diberikan pada para perempuan
yang mengabdi dalam Pasukan Cadangan Angkatan Darat Wanita sejak 10 Juli 1942
sampai 31 Agustus 1943, serta di Pasukan Angkatan Darat Wanita sejak 1
september 1943 sampai 2 September 1945. Sedangkan helm Minerva adalah unsur
utama pada lambang Akademi
Militer Amerika Serikat.
Satu hal yang kemudian membuktikan bahwa Minerva
Mirabal juga memiliki sikap militan seperti dewi Minerva dan lebih menonjol
dibandingkan para saudarinya yang lain adalah karena dialah yang paling pertama
memutuskan untuk bergabung dalam gerakan bawah tanah penggulingan kediktatoran
Trujillo. Ia juga yang pertama-tama mengorganisir kawan-kawannya di “Colegio
Inmaculada Concepción” yang keluarga, kenalan dan para saudaranya telah
dibunuh, disiksa atau ditahan oleh rejim Trujillo.
Faktor lain yang menarik dan terus menajamkan
kesadaran militannya adalah kemauan dan kemampuannya ‘mengeksplorasi’
literatur-literatur kiri serta kritis mendengarkan siaran radio Kuba dan
Venezuela yang diterima ilegal, yang secara lebih objektif terus menerus
menyiarkan dan menganalisa kondisi ekonomi dan politik Republik Dominika,
termasuk berbagai perubahan yang terjadi di negara-negara Amerika Latin
lainnya, termasuk Invasi Luperion dan Revolusi Kuba.
Keteguhan hati dan keberanian tindakannya yang
militan juga tercandra ketika Minerva Mirabal baru saja keluar dari
penjara, dan langsung mengatakan: “…mungkin yang begitu dekat dan harus
kami hadapi adalah kematian, tetapi hal itu tidak membuat kami takut, kami
harus melanjutkan perjuangan untuk sesuatu yang baru saja dimulai…”
Di lain matra, dalam
penggalan awal film “The Time of
Butterflies”, tercandra di mata rakyat kebanyakan, Trujillo kerap
tampil bersama-sama dengan para penguasanya, termasuk para pejabat dan pembesar
Gereja. Sepertinya, Gereja tidak berdaya dalam situasi yang jelas-jelas tidak
memihak pada kaum dhuafa itu. Betulkah? Di manakah Gereja kaum miskin, yang
katanya “option for the poor”? Manakah gaung dan gema pelbagai
Ajaran Sosial Gereja yang tebal dan pnuh dengan gudang kata-kata? Akankah
Gereja harus dilahirkan kembali? Tapi, oleh siapa? Yah, disinilah Roh Kudus,
“sang parakleitos, sang spiritus, sang ruah, seakan
terus mencari tempat bertaut. Kalau institusi sudah mati, maka diraihlah hati
yang terbuka, yang siap tegak, tergerak dan bergerak. Dari pengalaman nyata
satu orang, dua orang, tiga orang…..., dan akhirnya banyak orang sederhana,
terbangunlah suatu “batu bangunan” Gereja yang baru, yang berakar - bertumbuh -
berbuah, yang hangat - andal dan militan, dan yang menjadi tanda kehadiran
Allah yang menyelamatkan di tengah carut-marut dunia.
EPILOG
Belgica Adela alias Dede adalah
satu-satunya Mirabal bersaudara yang tetap hidup dan memelihara semua kenangan,
termasuk “memoria passionis” tentang perjuangan para saudarinya (Patria,
Minerva dan Maria Theresa). Rumah mereka yang terletak di Ojo de Agua
Dominika—kini sudah diubah menjadi sebuah museum, tempat semua dokumen
perjuangan diabadikan. Mirabal bersaudara telah mempersembahkan banyak buku,
puisi, lagu-lagu perjuangan, koleksi-koleksi pribadi masing-masing; koleksi
cangkir-cangkir Patria, mesin jahit, berbagai essay Minerva, tas dan sepatu
bahkan potongan rambut Maria Teresa juga masih disimpan oleh Dede. Benda-benda
keseharian ini seakan membuat begitu sederhananya semangat juang Mirabal
bersaudara melawan kediktatoran garang untuk sebuah revolusi: “Dan saya
saksikan mereka semua disana, di dalam kenangan indah saya, begitu tenang dan
diam selayaknya patung, Mama dan Papa, Minerva, Mate dan Patria, dan saya kira
ada yang hilang saat ini. Dan saya menghitung mereka masing-masing dua kali
sebelum saya sadari—sayalah, Dede, sayalah, seorang yang tetap hidup untuk
mengisahkan perjuangan hidup mereka ini.
Yah, “Las Mariposas”, ketiga kupu-kupu cantik
bersaudara ini begitu gigih memberontak, karena mereka mempunyai sebuah mimpi
terhadap sebuah masyarakat yang adil dan modern, yang menjunjung tinggi
kebebasan dan demokrasi tak hanya bagi keluarga mereka tapi rakyat Dominika
secara keseluruhan, bagi sebuah “bonum commune”- kesejahteraan
bersama. Bagaimana dengan kita sendiri?
ASPIRASI
Something coming …
Viens.
Something unforeseeable and incomprehensible
Viens.
Tout autre …
Let every one say,
Viens
To every gift,
Viens, oui, oui.
Amen
“Sesuatu datang …
Datanglah!
Sesuatu yang tak teramalkan dan tak
terpahamkan
Datanglah!
Yang Sama Sekali Lain
Biarkan setiap orang berkata,
Datanglah!
Kepada setiap pemberian,
Datanglah! Ya, ya.
Amin.”
(Caputo, John D. The Prayers and Tears
of Jacques Derrida: Religion without Religion. Bloomington &
Indianapolis: Indiana University Press, 1997, hlm. 69).
Sketsa Singkat Mirabal Bersaudara
1. Patria Marcedez Mirabal,
terlahir di saat HUT kemerdekaan Republik Dominika 27 Februari 1924, dinamakan
Patria karena berarti “tanah air”. Patria menyukai seni dan melukis. Patria
dikirim untuk bersekolah di Colegio Inmaculada Concepción, sekolah
asrama katolik di La Vega, di usia 14 tahun. Pada awalnya, Patria berniat
menjadi seorang suster biarawati. Namun, akhirnya ia menikah pada 24 Februari
1941 dengan Pedro Gonzalez. Ia tinggalkan bangku kuliahnya dan
memilih hidup bersama sang suami di tanah pertanian Conuco. Mereka kemudian
memiliki empat orang anak; Nelson Enrique, Noris Mercedes, Raul Ernesto, dan
Juan Antonio
2. Belgica Adela (Dede), lahir
pada tahun 1925, adalah Mirabal bersaudara yang paling penggugup. Sejak awal
perjuangan, ia memang hanya mendukung tanpa terlibat langsung gerakan revolusi.
Ia adalah satu-satunya yang selamat dan tidak dibunuh oleh rezim Trujilo.
3. Minerva Argentina Mirabal,
lahir 12 Maret 1926. Di usia yang sangat muda ia sudah terlihat begitu cerdas
dan bernas. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, ia sudah mampu menarasikan
pelbagai sajak satra Perancis. Ia dikirimkan ke sekolah (SMP) Katolik yang sama
dengan Patria dan Dede di usia dua-belas tahun . Ia lulus pada tahun 1946
setelah menamatkan pelajaran “Penyuratan dan Filsafat”. Ia mempunyai hobi
menulis dan membaca puisi, khususnya pelbagai karya Juan Pablo Neruda. Seperti
Patria, ia juga menyukai seni, khususnya karya-karya Pablo Picasso. Minerva
sendiri adalah gadis pertama di Dominika yang berhasil bersekolah dan lulus
dengan mengagumkan dari Fakultas Hukum Universitas Santo Domingo. Dia menikah
dengan Manuel Tavarez dan memiliki 2 anak.
4. Maria Teresa Mirabal (Ma-Te),
yang termuda dari Mirabal bersaudara. Ia lahir pada tanggal 15 Oktober 1936. Ia
adalah yang belakangan menyusul masuk ke sekolah Katolik setelah
kakak-kakaknya. Tahun 1954, ia menyelesaikan studi Matematikanya di Liceo de San
Francisco de Macorís, dan melanjutkan ke Universitas Santo Domingo di jurusan
Matematika. Maria Teresa adalah gadis kedua di Dominika, yang bergabung di
sekolah Matematika dan Biologi. Ia sendiri menikah dengan Leandro Guzmán dan
memiliki 1 anak. Mereka juga terlibat dalam gerakan melawan kediktatoran
Trujillo.
0 komentar:
Posting Komentar