Ads 468x60px

Upacara Pengusiran Setan - EXORCISME

Untuk memahami upacara pengusiran setan dalam pelbagai praktek eksorsis, kita harus bertitik-tolak dari Yesus Kristus dan dari ayat-ayat Sabda-Nya sendiri. Yesus Kristus telah datang untuk mewartakan Khabar Gembira dan meresmikan Kerajaan Allah di atas bumi, ke dalam hati semua orang. Manusia memiliki kemampuan untuk menerima Allah di dalam hatinya (Rom 5,5). 

Namun kemampuan ini telah digelapkan oleh dosa dan kejahatan dengan menduduki tempat yang akan didiami oleh Allah. Untuk itu Yesus Kristus telah datang untuk membebaskan manusia dari kuasa kejahatan dan dosa, dan juga dari segala bentuk penguasaan terkutuk oleh setan dengan segala roh-roh sesat yang disebut iblis, yang mau melenyapkan/ membasmi makna kehidupan manusia. 

Yesus Kristus telah mengusir segala iblis dan membebaskan manusia dari keterikatan pada roh- roh yang menyesatkan itu. Ia menyiapkan tempat dalam diri manusia untuk mengalami dan menikmati kebebasan dalam Allah yang menganugerahkan Roh Kudus-Nya kepada setiap orang yang dipanggil untuk menjadi kenisah-Nya (1Kor 6,19; 1Ptr 2,5) agar membimbing langkah-langkah mereka (Rom 8,1-17; 1Kor 12,1-11; Gal 5,16-26) menuju kedamaian dan keselamatan. 

Dengan ini kita masuk ke dalam pembicaraan mengenai Gereja dan tugas-tugas pelayanannya. Gereja didirikan oleh Kristus dan terpanggil untuk mengikuti-Nya. Gereja telah menerima kuasa dari Kristus untuk melanjutkan tugas perutusan-Nya dalam nama-Nya. Karena itu kegiatan Kristus untuk membebaskan manusia dari belenggu kejahatan dilaksanakan selanjutnya melalui pelayanan Gereja dengan petugas-petugasnya yang tertahbis, mewakili Uskup untuk melakukan Upacara-upacara suci bagi pembebasan manusia dari belenggu kejahatan.

Exorcisme sejak awal mula adalah bentuk doa khusus Gereja melawan kekuatan setan. Dalam dilihat sendiri dalam Katekismus Gereja Katolik dimana dijelaskan apa itu exorcisme dan bagaimana menyelenggaran tata perayaannya.

Apabila Gereja secara resmi dengan kewibawaannya memohon dalam nama Tuhan Yesus Kristus agar seseorang atau barang tertentu terlindungi dari pengaruh setan dan dilepaskan dari kekuasaannya maka inilah disebut exorcisme. Yesus sendiri telah melaksanakannya (Mk 3,25); daripada-Nyalah Gereja menerima wewenang dan tugas untuk mengusir setan (bdk. Mk 3,15; 6,7.13; 16,17). 

Dalam bentuk sederhana exorcisme dipraktekkan selama tahapan perayaan Pembaptisan. Exorcisme sollemnior, yang disebut “Exorcisme meriah”, dapat dilakukan hanya oleh seorang imam dan seizin Uskup. Hal ini haruslah disikapi secara bijaksana seraya memperhatikan dengan teliti norma-norma yang telah ditetapkan oleh Gereja. Exorcisme dimaksudkan untuk mengusir setan-setan atau untuk membebaskan orang dari pengaruh iblis melalui kewibawaan rohani yang telah dipercayakan Yesus kepada Gereja-Nya. Pengaruh setan ini harus dibedakan dari kasus penyakit terutama psikis. Penyakit psikis sudah termasuk dalam urusan ilmu kedokteran. Adalah penting bahwa sebelum merayakan exorcisme, sudah diyakini bahwa kasus tertentu bukan penyakit tetapi ulah setan (bdk. CIC, can. 1172; Katekismus GK n. 1673).

Kitab Suci mengajarkan kita bahwa roh-roh jahat, musuh Allah dan musuh manusia, melaksanakan kegiatannya dalam berbagai macam cara, al. yang dinamakan kerasukan setan atau kemasukkan setan. Namun kerasukan setan bukanlah satu-satunya cara yang dipakai setan untuk memasukkan pengaruh roh kegelapannya. Kerasukan memiliki karakteristik sensasional. Si setan masuk dengan cara keras, dengan aktivitas fisik pada pribadi tertentu. Akan tetapi setan tidak mampu menguasai kehendak bebas si subyek dan dengan demikian tidak dapat memperoleh dari pribadi yang dimasukinya suatu keterlibatan kehendak bebas untuk berdosa. Meskipun begitu kekejaman fisik yang dilakukan si setan terhadap si penderita adalah suatu gertakan untuk berbuat dosa dan inilah cara si setan untuk mencapai tujuannya.

Upacara Pengusiran setan mengisyaratkan berbagai kriteria dan petunjuk yang memudahkan pertimbangan yang bijak dan lebih meyakinkan bahwa kini sedang berhadapan dengan suatu peristiwa kerasukan setan. Dan selanjutnya si pengusir setan yang diberi wewenang oleh Uskup dapat menyelenggarakan upacara pengusiran secara meriah. Kriteria-kriteria itu a.l.: banyak bicara dengan kata-kata dari bahasa yang tidak dikenal atau yang dimengerti; mengingatkan hal-hal yang jauh atau tersembunyi; mempertunjukkan kekuatan-kekuatan istimewa di luar kemampuan pribadi yang sebenarnya dan bersamaan dengan itu melontarkan secara dasyat kebenciannya terhadap Allah, Maria, para kudus, Salib dan lukisan-lukisan suci.

Perlu digarisbawahi bahwa untuk melaksanakan Pengusiran setan diperlukan pelimpahan wewenang dari Uskup diocesan untuk kasus-kasus khusus, atau pelimpahan wewenang secara umum dan tetap kepada imam yang melakukan pelayanan exorcis dalam keuskupannya.

Rituale romanum yang lama pada bab khusus memuat penjelasan-penjelasan dan teks liturgis Upacara Pengusiran setan; merupakan bab terakhir tanpa di-revisi setelah konsili Vatikan II. Dalam proses pemugaran sepuluh tahun terakhir ini terlihat jelas bahwa Upacara ini menuntut banyak studi, perbaikan, pembaruan dan penyelarasan sambil berkonsultasi dengan berbagai konferensi para Uskup sesudah suatu analisis dari pihak Kongregasi Ibadat Suci.

Dalam Rituale yang kini kami sajikan terdapat pula Upacara pengusiran setan seperti yang telah kami uraikan diatas yakni untuk dilaksanakan terhadap seseorang yang kerasukan setan. Dimuat pula rumusan doa-doa yang diucapkan secara resmi oleh seorang imam, dengan izin Uskup, apabila dengan bijak dinilai bahwa ada pengaruh setan di tempat-tempat tertentu, barang tertentu atau pribadi tertentu tanpa harus sampai ke stadium kerasukan terang-terangan. Selanjutnya terdapat kumpulan doa-doa untuk diucapkan secara pribadi oleh umat beriman apabila mereka bersikap curiga secara beralasan bahwa dirinya dirasuki oleh pengaruh-pengaruh setan.

Exorcisme adalah tindakan yang didasari oleh iman Gereja karena melihat kenyataan bahwa umat beriman dijauhkan dari ara-jalan menuju Keselamatan/ Pembebasan oleh upaya-upaya setan dan roh-roh jahat lainnya. Ajaran resmi Gereja menjelaskan bahwa setan-setan adalah malekat-malekat yang terjerumus akibat dosa mereka sendiri. Mereka adalah roh dengan kelicikan dan pengaruh yang besar. “Tetapi kekuasaan setan bukan tanpa batas. Ia hanya ciptaan belaka. Walau pun kuat, karena ia adalah roh murni, namun ia tetap saja makluk; ia tidak dapat menghindarkan pembangunan Kerajaan Allah. Setan ada di dunia karena kebenciannya kepada Allah dan bekerja melawan Kerajaan-Nya yang berlandaskan Yesus Kristus. Usahanya membawakan kerugian fisik bagi tiap manusia dan setiap masyarakat. Meskipun demikian, usahanya itu dibiarkan oleh penyelenggaraan ilahi, yang mengatur sejarah manusia dan dunia dengan penuh kekuatan dan sekaligus dengan lemah lembut. Bahwa Allah membiarkan usaha setan merupakan suatu rahasia besar, tetapi ‘kita tahu, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia’ (Rom 8,28, Bdk. Katekismus Gereja Katolik n. 395).

Dapatlah digarisbawahi bahwa pengaruh busuk si setan dengan pengikut-pengikutnya biasanya dilaksanakan melalui tipu daya yang licik, dusta, pemutarbalikkan kebenaran dan kekalutan. Kalau Yesus adalah Kebenaran (Yoh 8,44), maka setan adalah ketidak-benaran. Sejak awal mula dan seterusnya tipu muslihat adalah strategi utamanya. Tak dapat disangkal bahwa setan muncul keluar untuk menjerat banyak orang dalam perangkap logika yang sesat, penipuan kecil-kecilan atau yang menggemparkan. Setan menipu manusia dengan membuat mereka begitu yakin dan percaya bahwa kebahagiaan hidup terletak pada uang, kuasa dan kenikmatan daging. Ia menipu dengan meyakinkan manusia bahwa mereka tidak memerlukan Allah lagi sebab sudah mampu mencukupi diri sendiri. Manusia tidak membutuhkan rahmat dan Keselamatan.

Setan memperdayakan manusia dengan mengurangi, bahkan menghilangkan perasaan berdosa, seraya menggantikan Hukum Allah dengan ukuran penilaian moral, kebiasaan atau kesepakatan mayoritas. Ia menghasut anak-anak dan meyakinkan mereka bahwa berbohong adalah cara yang pas/ tepat untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Dengan demikian perlahan-lahan menciptakan di tengah manusia suatu atmosfir curiga dan rasa kurang percaya.

Dibelakang tipu muslihat dan kebohongan, berkembanglah ketidak-pastian, kebimbangan, perasaan tidak tenang dan selalu gelisah; dalam suatu dunia dimana tak ada lagi Kebenaran dan sebaliknya dimana merajalela relativisme dan pemahaman bahwa kebebasan artinya bertindak sesukanya menurut kehendak sendiri. Dengan demikian, orang dijauhkan dari kesadaran bahwa kebebasan yang sejati merupakan penyelarasan diri dengan kehendak Allah, satu-satunya sumber kebaikan dan kebahagiaan sejati.

Kehadiran setan dengan segala ulah kegiatannya merupakan ‘situasi dramatis seluruh dunia ini yang berada dibawah kekuasaan si jahat’ (Yoh 5,19). Kehadiran setan membuat hidup manusia menjadi arena perjuangan. Memang seluruh sejarah manusia menjadi syarat dengan perjuangan sengit melawan kekuasaan kegelapan. Pergulatan itu mulai sejak awal dunia, dan menurut amanat Tuhan, akan tetap berlangsung hingga hari kiamat. Terjebak dalam pergumulan itu, manusia tiada hentinya harus berjuang untuk tetap berpegang teguh pada yang baik. Dan hanya melalui banyak jerih-payah, berkat bantuan rahmat Allah, ia mampu mencapai kesatuan dalam dirinya’ (GS 37,2; Katekismus GK n. 409).

Gereja yakin akan kemenangan akhir dalam Kristus. Oleh karena itu Gereja tidak takut dan gentar, tiada pesimisme dan putus asa, karena menyadari bahwa tindakan-tindakan jahat itu hanya merupakan upaya untuk memperlemah kesetiaan manusia akan Allah dan menabur kekacauan. Kristus bersabda: ‘Percayalah, Aku telah mengalahkan dunia’ (Yoh 16,33). Dalam bingkai ini Upacara Pengusiran setan menemukan tempatnya, suatu ungkapan penting perjuangan melawan kejahatan, tetapi bukan satu-satunya.

1 komentar:

Lina mengatakan...

Romo, berikut ada beberapa pertanyaan dari teman kami mengenai Roh dan Jiwa. dimana kita sebagai orang Kristen / Katholik, percaya bahwa pada dasarnya manusia terdiri dr flesh, soul ( jiwa ) dan spirit ( roh ). Dan pada waktu
kita meninggal maka flesh menjadi satu dng tanah, spirit langsung
kembali ke Tuhan dan soul menunggu pengadilan terakhir dalam hal ini
di api pencucian sebelum akhirnya masuk ke surga atau keneraka.

Yg menjadi pertanyaan, apakah hal tsb benar menurut agama katholik?
Jika ternyata benar maka muncul pertanyaan sbg berikut:

- Apakah hanya orang yg dibaptis yg mempunyai spirit ( roh ) ?

- Apakah ini yg menjadikan Kristen dan Katholik Orthodox percaya bahwa
kalau bukan Kristen/ Katholik pasti masuk neraka karena tidak punya
penghubung dalam hal ini spirit dng Tuhan ?

- Apakah yg disebut iblis/ setan adalah spirit ( roh ) yg jahat ?

- Apakah yg disebut dng hantu adalah soul ( jiwa ) yg sedang menuju/
mencari jalan ke api pencucian ?

- Jika hanya Bunda Maria yg daingkat ke surga secara sempurna
bersamaan dng fleshnya, apakah para santo/ santa termasuk kategori roh ?

Posting Komentar