Ads 468x60px

Drama Penyaliban = Drama Politik?


Seluruh drama penyaliban perlu ditelaah kembali sebagai suatu drama politik, yang dapat menjadi sumber inspirasi untuk menelaah drama-drama politik yang ikut menentukan nasib umat Kristiani di Indonesia. Soalnya, karakter-karakter yang terlibat dalam drama penyaliban itu sangat manusiawi, dan dapat kita temukan dalam drama-drama politik masa kini di Indonesia:

- Ada figur Yudas Iskariot yang saking kecewanya atas penolakan Yesus untuk menjadi pemimpin gerakan anti-penjajahan Romawi bersedia menjual gurunya untuk jumlah uang yang tidak seberapa. 

- Ada penguasa agama -- imam-imam besar Yahudi -- yang dengan liciknya mengeksploitasi kesetiaan Pilatus terhadap Kaisar Roma, untuk menyingkir seseorang yang mereka anggap dapat mengganggu hegemoni mereka sebagai penguasa spiritual orang Yahudi. Untuk itu, mereka bahkan rela menukar Yesus dengan seorang penyamun, Barnabas.

- Sikap penguasa politik di Roma saat itu juga tidak terlalu asing dalam kemelut-kemelut politik masa kini, al: 

- Pontius Pilatus, wakil Kaisar Roma yang sambil berusaha mencuci tangan dari darah seseorang yang dianggapnya tidak bersalah, berusaha menohok para tokoh Farisi dengan tetap memberikan label “Raja Orang Yahudi” di atas salib Yesus. Ataukah itu merupakan sindiran Pilatus pada Herodes, yang mungkin hanya dianggapnya sebagai “raja boneka”? Sementara Yesus dianggapnya sebagai raja orang Yahudi yang sesungguhnya, yang memang harus dibunuh oleh Pilatus – dengan meminjam tangan orang Yahudi pula -- demi kesetiaannya pada Roma? 

- Di samping aktor-aktor utama dalam drama penyaliban itu, banyak juga aktor figuran yang tidak kalah manusiawinya, al: 

- Ada Simon dari Kirene, yang pada awalnya hanya karena terpaksa membantu memikul salib Yesus, tapi kemudian dengan penuh keyakinan pada sang Penebus mengikuti seluruh prosesi itu sampai saat Yesus melepas nyawanya.

- Ada dua orang penyamun yang disalibkan di sisi Yesus yang begitu kontras karakternya: yang satu, di tengah-tengah penderitaannya sendiri, masih mau ikut arus dengan mengolok-olok sang Penebus, sementara yang satu, sempat bertobat dan mendapat janji keselamatan di akhirat bersama Yesus. 

- Last but not least, ada kepala pasukan Romawi yang setelah menyaksikan tanda-tanda alam yang dahsyat yang mengiringi kematian Yesus menyatakan kepercayaannya, bahwa Ia adalah Anak Allah. 

- Sedikitnya orang-orang dekat Yesus yang hadir di kaki salib, di saat-saat kritis ketika Sang Penebus meregang nyawanya, juga dapat merefleksikan bagaimana situasi-situasi kritis merupakan saat-saat yang tepat untuk menguji kekuatan dan kesungguhan mental orang-orang yang terlibat dalam gerakan-gerakan pembebasan, yakni: 

- Yang ada di kaki salib hanyalah Yohanes, murid Yesus yang paling muda, dan lima orang perempuan. Lima orang itu adalah Maria ibunda Yesus, yang secara psikologis ikut disalibkan melihat buah tubuhnya sendiri meninggal secara sangat menderita di depan mata kepalanya sendiri, Maria isteri Klopas, saudara ibuNya, Maria Magdalena, bekas pelacur yang bertobat, setelah nyawanya diselamatkan oleh Yesus dari massa munafik yang ingin main hakim sendiri, Maria ibu Yakobus dan Yohanes, serta Salome. Hadirnya kelima orang yang telah mengikuti Yesus dari Galilea, merefleksikan kesetiaan perempuan dalam banyak gerakan pembebasan, di saat-saat genting sekalipun. 

- Sebaliknya, Simon Petrus, pemimpin keduabelas rasul, tidak disinggung keberadaannya di Bukit Golgota oleh keempat penulis Injil. Petrus sebelumnya sudah tiga kali menyangkal bahwa ia mengenal Yesus sebelum ayam jago berkokok tiga kali. Hal ini juga menunjukkan bagaimana banyak pemimpin gerakan-gerakan pembebasan sering lari di saat-saat genting. 

Bagaimana dengan kita sendiri? 
Selamat merenung menung!

0 komentar:

Posting Komentar