(Buku
"TANDA-kaTA aNgka dan naDA", RJK, Kanisius)
Di kota Bandung, ada banyak imam dari Ordo Salib Suci. Di Cilincing, ada sebuah gereja tua bernama Gereja Salib Suci. Di dinding altar biasa ada sebuah kayu salib. Ketika memulai dan mengakhiri doa, orang Katolik biasa membuat tanda salib. Di abad pertengahan, ada sebuah perang besar di daerah Israel, bernama Perang Salib.
Bicara soal salib, saya teringat setiap Senin, Rabu dan Kamis siang pada tahun 2007-2009, saya kadang mengadakan misa, pengakuan dosa dan kunjungan rohani di penjara kota Tangerang. Di Tangerang sendiri ada penjara untuk anak-anak, wanita, pemuda dan juga dewasa. Lewat para narapidana yang saya jumpai, kadang ada satu dua yang menunggu putusan untuk dihukum mati atau tidak. Banyak dari mereka juga yang sadar, inilah mungkin salib yang harus mereka pikul juga. Yah, merekalah contoh nyata “rakyat yang tersalib.”
Pastinya, banyak juga pastor yang pernah “tersalib”: dipenjara, menjadi narapidana. Pengalaman menjadi narapidana adalah pengalaman salib para rasul perdana juga (Bdk:Kisah Para Rasul). Jelasnya, dipenjara adalah bagian sejarah dari tradisi yang harus dihormati, dan disyukuri. John W Clifford yang dipenjara oleh rezim Komunis Cina 1953 mengatakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan rezim itu adalah usaha mereka untuk menghapus iman. Ia mengakui tak bisa merayakan ekaristi selama 888 hari, memang ujarnya, barangsiapa tidak pernah punya pengalaman dilarang merayakan ekaristi – ia tidak akan bisa sungguh menghargai kekayaan ekaristi itu sendiri. Itulah salib yang pernah dialaminya.
Di kota Bandung, ada banyak imam dari Ordo Salib Suci. Di Cilincing, ada sebuah gereja tua bernama Gereja Salib Suci. Di dinding altar biasa ada sebuah kayu salib. Ketika memulai dan mengakhiri doa, orang Katolik biasa membuat tanda salib. Di abad pertengahan, ada sebuah perang besar di daerah Israel, bernama Perang Salib.
Bicara soal salib, saya teringat setiap Senin, Rabu dan Kamis siang pada tahun 2007-2009, saya kadang mengadakan misa, pengakuan dosa dan kunjungan rohani di penjara kota Tangerang. Di Tangerang sendiri ada penjara untuk anak-anak, wanita, pemuda dan juga dewasa. Lewat para narapidana yang saya jumpai, kadang ada satu dua yang menunggu putusan untuk dihukum mati atau tidak. Banyak dari mereka juga yang sadar, inilah mungkin salib yang harus mereka pikul juga. Yah, merekalah contoh nyata “rakyat yang tersalib.”
Pastinya, banyak juga pastor yang pernah “tersalib”: dipenjara, menjadi narapidana. Pengalaman menjadi narapidana adalah pengalaman salib para rasul perdana juga (Bdk:Kisah Para Rasul). Jelasnya, dipenjara adalah bagian sejarah dari tradisi yang harus dihormati, dan disyukuri. John W Clifford yang dipenjara oleh rezim Komunis Cina 1953 mengatakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan rezim itu adalah usaha mereka untuk menghapus iman. Ia mengakui tak bisa merayakan ekaristi selama 888 hari, memang ujarnya, barangsiapa tidak pernah punya pengalaman dilarang merayakan ekaristi – ia tidak akan bisa sungguh menghargai kekayaan ekaristi itu sendiri. Itulah salib yang pernah dialaminya.
Tapi, dalam situasi penuh salib itu, Roh Kudus tetap saja berkarya. Munculnya aneka pelayanan merupakan buktinya. Daniel Berrigan merasa gembira dikerjakan di sebuah klinik gigi karena ia bisa memberi konsultasi dan menyampaikan pesan-pesan dari para napi kepada orang-orang di luar sel. Ia bersama dengan saudaranya Phillip Brigan bahkan juga mendapat ijin mengajar sastra dan diskusi Kitab Suci.
Panggilan juga bisa bersemi dalam sebuah pengalaman salib. Sebuah kisah di tahun 1625, provinsial Serikat Yesus Jepang, Francis Pacheco, yang dipenjara selama 6 bulan menerima 4 novis dan menciptakan sebuah komunitas formatif mini dalam penjara. Seorang Yesuit Inggris, Henry Morse juga menjalankan masa novisiatnya bersama Pater John Robinson-temannya satu sel. Ia melaksanakan retret agung 30 hari. Disini tampaklah, salib ternyata memang harus dilewati demi mencapai misteri Paskah yang mulia.
Arswendo Atmowiloto, seorang jurnalis dan seniman Katolik, menyatakan, “hanya dengan semangat kemartiran dan berani memanggul salib, umat Katolik bisa menjadi tangguh sekaligus bijaksana dalam mensikapi hidup”. Salib sendiri bagi saya berarti, “Saat Aku Lemah, Ingatlah Bapa”. Di sinilah pengalaman pribadi Dom Helder Camara, seorang Uskup Agung Rio de Janeiro, Brasil mendapat tempat di hati saya, bahwa, “Tuhan bila salib menimpa kami dengan hebat, maka hancurlah kami; tapi bila Engkau datang bersama salib - Engkau memeluk kami. Sudah siap memikul salib sekarang?
0 komentar:
Posting Komentar