INJIL MARKUS
• Oleh Yohanes Markus, teman perjalanan Paulus dan Barnabas pada perjalanannya pertama ; pembantu Petrus di Roma.
• Ditulis sebelum tahun 70 di Roma.
• Markus mewartakan Yesus sebagai Mesias atau Kristus (= Yang diurapi), yang menderita, wafat dan akhirnya bangkit.
INJIL MATIUS
• Oleh Matius
• Ditulis sekitar tahun 80 M dalam bahasa Yunani.
• Matius mewartakan Yesus sang Mesias yang dinanti-nantikan; yang membangun Kerajaan Allah dan membawa hukum baru.
• Matius menggunakan Injil Markus + sumber sabda-sabda Yesus (Quelle) + bahan-bahan khusus Matius.
INJIL LUKAS
• Oleh Lukas, bukan Yahudi, dokter dan Antiokia (Sinia), teman dan pengikut Paulus.
• Ditulis sekitar tahun 85 M di Yunani.
• Menekankan Yesus sang Penyelamat orang-orang miskin, sakit, dan berdosa.
• Lukas menggunakan Injil Markus + sumber Sabda-sabda Yesus (Quelle) dan bahan-bahan lain khas Lukas
• Lukas juga menulis Kisah Para Rasul, yaitu Kabar Gembira untuk orang Kristen bukan Yahudi. Kisah Rasul merupakan kelanjutan Injil Lukas.
• Oleh Yohanes Markus, teman perjalanan Paulus dan Barnabas pada perjalanannya pertama ; pembantu Petrus di Roma.
• Ditulis sebelum tahun 70 di Roma.
• Markus mewartakan Yesus sebagai Mesias atau Kristus (= Yang diurapi), yang menderita, wafat dan akhirnya bangkit.
INJIL MATIUS
• Oleh Matius
• Ditulis sekitar tahun 80 M dalam bahasa Yunani.
• Matius mewartakan Yesus sang Mesias yang dinanti-nantikan; yang membangun Kerajaan Allah dan membawa hukum baru.
• Matius menggunakan Injil Markus + sumber sabda-sabda Yesus (Quelle) + bahan-bahan khusus Matius.
INJIL LUKAS
• Oleh Lukas, bukan Yahudi, dokter dan Antiokia (Sinia), teman dan pengikut Paulus.
• Ditulis sekitar tahun 85 M di Yunani.
• Menekankan Yesus sang Penyelamat orang-orang miskin, sakit, dan berdosa.
• Lukas menggunakan Injil Markus + sumber Sabda-sabda Yesus (Quelle) dan bahan-bahan lain khas Lukas
• Lukas juga menulis Kisah Para Rasul, yaitu Kabar Gembira untuk orang Kristen bukan Yahudi. Kisah Rasul merupakan kelanjutan Injil Lukas.
TEORI DUA SUMBER
Ketiga injil di atas disebut Injil Sinoptik (Sin= mirip/sama, optik = pandangan) karena ketiga injil tersebut bila dibandingkan dan dijajarkan akan nampak kemiripannya. Teori dua sumber mengatakan bahwa Injil Markus adalah injil tertua dan injil ini menjadi sumber penulisan bagi Matius dan Lukas dalam injilnya. Kedua penginjil terakhir ini juga memakai Quelle (Q) (= Sumber, Jerman) yaitu kumpulan sabda-sabda Yesus dan akhirnya juga bahan khas dari Matius dan Lukas sendiri yang disebut S (Sondengut, Jerman). Bila Markus dan Quelle dijadikan sumber bagi Matius dan Lukas maka penjelasan ini disebut “teori dua sumber”. Bila ditambah dari bahan khas masing-masing Matius dan Lukas (S) maka disebut “teori empat sumber”.
INJIL YOHANES
• Oleh kelompok Rasul Yohanes.
• Ditulis sekitar tahun 100 M di Efesus (Turki).
• Gaya bahasa dan cara pemberitaan berbeda dengan injil Sinoptik
• Yohanes memberi kesaksian keilahian Yesus Kristus, Tuhan yang dimuliakan di sisi Allah Bapa.
• Injil Yohanes berlainan dengan ketiga injil Sinoptik. Yohanes barangkali mengandaikan pembaca injilnya sudah mengetahui ketiga injil terdahulu, maka tidak perlu mengulang. Injilnya mau “melengkapi” yang sudah ada.
KISAH TERJADINYA INJIL (TEORI MATIUS ARAM)
Ada tiga teori kisah terjadinya injil-injil. Yang pertama, mengatakan bahwa para penginjil tidak bergantung satu sama lain.
Para penginjil menulis injil sendiri-sendiri berdasarkan tradisi lisan yang beredar dalam jemaat. Teori ini tidak banyak pendukungnya. Teori kedua adalah “teori dua sumber”. Teori ini meyakini bahwa injil Markuslah yang paling tua yang menjadi dasar bagi penulisan injil Matius dan Lukas di samping Quelle dan sumber khas Matius dan Lukas. Teori ini banyak didukung baik dan kalangan Katolik maupun Protestan. (lihat juga uraian “teori dua sumber”). Teori ketiga adalah teori Matius Aram yaitu injil Matius (singkat) berbahasa Aram sebagai yang paling tua dan menjadi dasar bagi penulisan injil-injil sinoptik seperti kita punya sekarang ini.
Pada abad ke 2 M seorang pujangga Gereja bernama Papias menerangkan bahwa “Matius menyusun sabda-sabda dalam bahasa Ibrani dan tiap orang telah menerjemahkannya menurut kesanggupannya”. Bahasa Ibrani boleh diartikan sebagai bahasa Aram karena Aram merupakan perkembangan Ibrani modern. Pada tahun 1912 Lembaga Kitab Suci dari Gereja Katolik cenderung memperkuat Matius Aram.
Injil Matius Aram ini disusun oleh rasul Matius dan merupakan injil yang pertama sebelum Markus dan Lukas. Jadi latar belakang injil sinoptik adalah injil Matius Aram ini Injil Matius Aram diterjemahkan dalam bahasa Yunani dan menjadi dasar bagi ketiga injil sinoptik (Markus, Matius dan Lukas) seperti kita punya sekarang ini.
Di samping Matius Aram terdapat juga suatu kumpulan sabda-sabda Yesus yang isinya sama dengan Luk 9:51 - 18:14 dan beberapa ayat yang hanya terdapat dalam Matius. Kumpulan Sabda ini pertama-tama dalam bahasa Aram, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Terjemahan ini dipakai oleh Matius dan Lukas untuk menyusun injilnya dalam bahasa Yunani. Hanya perlu diketahui bahwa kumpulan sabda ini berbeda dengan isi Quelle (= sumber, Jerman).
Kemudian Matius dan Lukas masih memakai injil Markus untuk menyusun injilnya. Dan terakhir Markus, Matius dan Lukas masih memakai bahan khas masing-masing. Teori ini dianut oleh beberapa ahli Kitab Suci dari kalangan Katolik dan sebagian lagi justru menganut “teori dua sumber”.
LAMBANG-LAMBANG PENGINJIL
Markus dilambangkan sebagai Singa, karena ia mengawali injil dengan:
• suara yang mengaum-aum di padang gurun (Mrk 1: 3) yang maksudnya menunjuk pada Yohanes Pembaptis.
• Padang gurun merupakan tempat singa dan binatang buas lainnya.
Matius dilambangkan sebagai Manusia, karena ia mengawali injil dengan memperkenalkan:
• Yesus sebagai manusia keturunan Abraham dan Daud (Mt 1: 17)
• Yesus sebagai Utusan Allah yang mewartakan Kabar Gembira.
Lukas dilambangkan sebagai Lembu, karena ia mengawali injil dengan:
• Zakaria yang sedang mempersembahkan korban di Bait Allah,
• Zakaria tidak bisa omong seperti lembu (untuk sementara),
• Bait Allah juga tempat hewan-hewan korban dipersembahkan (termasuk Lembu).
Yohanes dilambangkan sebagai burung Rajawali. Seperti Rajawali yang terbang tinggi, Yohanes mau memperlihatkan:
• Keallahan atau keilahian Yesus sebagai “yang datang dan atas”,
• Anak Allah yang penuh kekuasaan dan kebijaksanaan.
Lambang-lambang penginjil ini sudah ada sejak abad ke 4 M dan lambang-lambang yang dipakai memang cocok dengan kekhasan injil masing-masing Perlu diketahui bahwa kempat lambang ini tidak ada hubungannya. dengan keempat binatang sebagaimana digambarkan dalam Yeh 1:10 atau Why 4: 7.
Misalnya dikatakan dalam kitab Wahyu 4:7 “Adapun mahkluk yang pertama sama seperti singa, dan mahluk yang kedua seperti anak lembu dan mahluk yang ketiga menpunyai muka sama seperti muka manusia dan mahkluk yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang.”
Kutipan dari kitab Yehezkiel 1:10 kurang lebih sama, “Muka mereka kelihatan begini: keempatnya mempunyai muka manusia di depan, muka singa di sebelah kanan, muka lembu di sebelah kiri, dan muka rajawali di belakang.”
KANON KITAB SUCI PERJANJIAN LAMA DAN PERJANJIAN
BARU
KANON adalah patokan, ukuran (seperti meteran untuk mengukur kain), daftar kitab-kitab yang diakui sebagai bagian dan Kitab Suci.
Kanonisasi adalah proses “mendaftar” kitab-kitab mana yang diakui menjadi bagian dari Kitab Suci dan kitab-kitab mana yang tidak.
Kriteria Kanon:
1. mengungkapkan iman seluruh Gereja
2. diakui seluruh Gereja
3. dipakai dari awal oleh Gereja
Pertanyaan yang muncul lalu siapakah yang melakukan kanonisasi?
Jemaat sendiri yang melakukan kanonisasi. Artinya dalam praktik umat “menyeleksi” kitab-kitab mana yang memang mengungkapkan iman seluruh Gereja dan mana yang hanya tulisan seseorang. Meskipun tulisan-tulisan itu baik, tetapi bisa tidak termasuk dalam daftar Kitab Suci.
Pada abad ke 2 Masehi sudah disusun suatu daftar yang kurang lebih resmi kanon Kitab Suci. Misalnya “Kanon Muratori”, yang menurut sementara ahli disusun di Roma sekitar tahun 190 M. Kemudian abad ke 4 M, Atanasius menyusun daftar Kitab Suci Perjanjian Baru yang berjumlah 27 kitab seperti sekarang ini. Namun baru pada Konsili Trente (1546) daftar Kitab Suci benar-benar resmi. Sekarang daftar (kanon) Kitab Suci Perjanjian Lama (45 kitab) dan Perjanjian Baru (27 kitab) tidak bisa diubah lagi.
Tujuan kanonisasi untuk mengetahui mana kitab-kitab yang menjadi sumber iman dan mana yang tidak. Kitab-kitab yang termasuk dalam kanon Kitab Suci tersebut menjadi pedoman pokok untuk iman Kristiani. Konsili Vatikan II (1965) menegaskan “Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab Suci telah ditulis dengan ilham Roh Kudus. Sebab Bunda Gereja yang kudus, berdasarkan iman para rasul, memandang kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru secara keseluruhan, beserta semua bagian-bagiannya, sebagai buku-buku yang suci dan kanonik, karena ditulis dengan ilham oleh Roh Kudus...”. (DV. artikel 11).
APOKRIP = tersembunyi, tidak dikenal.
Kitab disebut aprokrip maksudnya kitab tersebut tidak dikenal oleh umat, tersembunyi. Namun apokrip dalam pengertiannya yang biasa berarti palsu atau tiruan. Apa yang dimaksud dengan apokrip dalam pengertian Katolik berbeda dengan Protestan (lihat pembahasan pada proto dan dutero - kanonik).
“INJIL BARNABAS”
Kombinasi dari 4 injil kristen + kutipan-kutipan Al-Quran dan Hadith. “Injil Barnabas” berasal dari periode antara tahun 1300 - 1600 M, maka tidak ada hubungan dengan zaman para rasul atau dengan rasul Barnabas sahabat Paulus. Maksud injil Barnabas untuk memperlihatkan bahwa Yesus bukan Mesias dan sudah meramalkan kedatangan nabi Muhamad. Pengarang tidak diketahui dengan pasti. Hanya diduga dari Fra Marino alias Mustafa de Randa, seorang Yahudi berkebangsaan Spanyol, yang dulunya Katolik kemudian menjadi Islam. Dikarang di Italia; bahasa yang dipakai adalah Italia dan Spanyol. Jadi, injil Barnabas ini tipuan atau gadungan.
PROTO DAN DEUTERO - KANONIK
Istilah protokanonik dan deuterokanonik muncul pada abad 16 M ketika Martin Luther mempersoalkan tambahan-tambahan yang terdapat dalam Septuaginta (Kitab Suci Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani). Luther hanya mengakui Kitab Suci Perjanjian Lama yang berbahasa Ibrani. Dan segala tambahan ditolak! Dari situ muncul kedua kata tersebut.
Protokanonik atau Kanon Pertama adalah daftar Kitab Suci Perjanjian Lama berbahasa Ibrani. Proto berarti yang pertama, yang paling dulu. Dengan digunakannya kata Kanon Pertama hanya mau mengatakan pertama dalam urutan. Tidak ada hubungannya dengan kelas pertama atau kedua. Dengan demikian, Kanon Kedua berarti kedua dalam urutan, bukan berarti kitab-kitab kelas dua, atau kitab yang kurang penting.
Kanon Kedua inilah yang kemudian disebut Deuterokanonika. Deutero artinya yang kedua, yang berikutnya. Kanon Kedua atau Deuterokanonika adalah daftar Kitab Suci Perjanjian Lama terjemahan dalam bahasa Yunani yang oleh Luther disebut sebagai tambahan-tambahan tersebut. Deuterokanonika hanya diakui Katolik, tetapi tidak diakui Protestan, maka disebut apokrip. Kitab Deuterokanonika ada 7 kitab yaitu Yudith, Tobit, I-II Makabe, Kitab Kebijaksanaan, Putera Sirakh, Barukh + Surat Yeremia dan Tambahan kitab Ester dan Daniel.
Pengertian apokrip di kalangan Katolik dan Protestan berbeda. Apa yang bagi Katolik disebut apokrip (tersembunyi, tidak dikenal) bagi Protestan berarti pseudepigrapa (tiruan, palsu). Sedangkan apokrip bagi Protestan berarti Deuterokanonika bagi Katolik. Namun dalam pengertian yang biasa apokrip berarti palsu, tiruan. Beberapa contoh kitab apokrip, misalnya “injil Tomas”, “kisah Pilatus”, “wasiat Musa” dan “Wasiat Yeremia”.
Mengapa Gereja Katolik mengakui Deuterokanonika?
Gereja Perdana memakai SEPTUAGINTA. Gereja Katolik mengikuti dan meneruskan apa yang sudah ada dalam TRADISI tersebut. Di kemudian hari Luther (abad ke 16 M) mempersoalkan hal-hal yang sifatnya tambahan, yaitu kitab-kitab yang berbahasa Yunani. Pada jaman Reformasi tersebut dipertentangkan dengan tajam antara: KITAB SUCI x TRADISI. Hal ini bisa dipahami karena memang pada waktu di kalangan Katolik macam-macam hal dengan mudah diberi nama dengan tradisi.
Dalam perkembangan terakhir ini beberapa kalangan Prostestan juga memakai kitab-kitab Deuterokanonika. Sudah sejak 1975 di Indonesia LAI dan LBI menerbitkan Alkitab bersama dengan edisi lengkap yang memuat Deuterokanonika.
Di mana ditemukan kitab-kitab Deuterokanonika dalam Alkitab terbitan bersama LAI dan LBI? Kitab-kitab Deuterokanonika diletakkan di antara Perjanjian Lama (yang terakhir dalam susunan kitab Perjanjian Lama yaitu kitab Maleakhi) dan Perjanjian Baru dengan nomor halaman diberi tanda kurung [ ].
BAHASA KITAB SUCI
Bahasa orang Israel zaman kuno adalah Ibrani. Sebagian besar kitab Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. (Bahasa Ibrani punya 22 huruf dan tidak punya huruf hidup. Seperti bahasa Arab, bahasa Ibrani ditulis dan kanan ke kiri). Ada satu dua kitab Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Aram dan Yunani. Misalnya, sebagian dari kitab Daniel, Ester dan Yeremia ditulis dalam bahasa Aram. Hanya ada dua kitab yang langsung ditulis dalam bahasa Yunani yaitu II Makabe dan Kebijaksanaan Salomo. Dan ada beberapa kitab (Deuterokanonika) yang hanya kita warisi dalam bahasa Yunani (meskipun aslinya dalam Ibrani) yaitu kitab Yudit, I Makabe, Tobit dan tambahan-tambahan kitab Daniel dan Ester. Kitab Suci Perjanjian Baru seluruhnya berbahasa Yunani.
Berabad-abad kemudian banyak orang tidak mengenal bahasa Ibrani lagi, tetapi yang dikenal adalah bahasa Aram, yaitu bahasa sehari-hari zaman Yesus. Bahasa Aram adalah bahasa Ibrani modern. Maka diterjemahkanlah Kitab Suci ke dalam bahasa Aram yang disebut TARGUM, kata Ibrani ini artinya “terjemahan” atau “tafsir”.
Pada zaman Perjanjian Baru bahasa Yunani menjadi bahasa internasional, tidak hanya dalam wilayah kekaisaran Romawi tetapi juga di luarnya. Murid-murid Yesus yang tersebar di luar Palestina (= diaspora) juga memakai bahasa Yunani. Ada kebutuhan untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Yunani. Maka, diterjemahkanlah Kitab Suci ke dalam bahasa Yunani yang disebut SEPTUAGINTA, artinya “70” dan sering ditulis LXX. Sebab konon terjemahan tersebut dikerjakan oleh “70 orang”.
Ketika anggota Gereja semakin tersebar luas, orang tidak lagi berbicara dengan bahasa Yunani tetapi dengan bahasa Latin. Pada tahun 382 M, St. Hieronymus atas perintah Paus Damaskus menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Latin yang disebut VULGATA. (Vulgata merupakan naskah resmi dalam Gereja Katolik sampai Konsili Vatikan II). Vulgata artinya umum, karena terjemahan tersebut dimaksudkan untuk masyarakat kebanyakan yang tidak tahu bahasa Yunani, khususnya di Italia dan Roma. Sejak saat itu untuk pertama kalinya Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi satu kitab.
Namun lama-kelamaan banyak orang tidak tahu bahasa Latin, maka ada kebutuhan untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa setempat. Luther menerjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Sejak saat itu berkembanglah terjemahan ke dalam pelbagai bahasa dari berbagai bangsa di dunia termasuk bahasa Indonesia dan daerah di Indonesia. Pemakaian bahasa setempat, khususnya dalam Liturgi ditegaskan oleh Konsili Vatikan II, “Pemakaian bahasa Latin hendaknya dipertahankan dalam Ritus Latin….. Akan tetapi, karena penggunaan bahasa-bahasa ibu mungkin seringkali sangat berguna bagi umat, maka penggunaan bahasa ibu boleh digunakan dalam liturgi” (SC, No. 36).
ARTI INJIL
Injil merupakan turunan kata Arab yang artinya kabar gembira. Dalam bahasa Yunani euaggelion; dalam bahasa Latin evangelium.
Kabar gembira apa?
Dalam Perjanjian Lama, misalnya Yes 52:7; 61:1 Sabda Allah tentang pembebasan, keselamatan, kesejahteraan itu disebut kabar gembira. Menang perang merupakan kabar gembira bagi bangsa Israel. Atau kapal yang disangka hilang ternyata bisa mendarat dengan selamat. Singkatnya, kabar gembira berarti terbebas dan bahaya.
Panen yang melimpah, kelahiran anak dengan selamat juga merupakan kabar gembira bagi keluarga. Dan masih banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari. Warta gembira bahwa Allah terlibat dan memelihara manusia orang berdosa itulah yang diwartakan oleh para nabi dan Yesus sendiri.
Dalam Perjanjian Baru, dengan sangat jelas kita baca bahwa orang sakit disembuhkan, orang mati dihidupkan kembali, orang lumpuh berjalan, yang buta melihat, yang lapar dan haus dikenyangkan (bandingkan Luk 4: 18-19), semuanya ini adalah kabar gembira yang dibawa Yesus. Itulah juga tanda-tanda datangnya Kerajaaan Allah yang diwartakan Yesus.
Sepeninggal Yesus, para murid mewartakan kabar gembira tentang Yesus Kristus sebagai Kristus dan Anak Allah yang menebus dosa manusia. Jadi, ada pergeseran pewartaan: kalau Yesus dan para nabi mewartakan kebaikan Allah, maka para rasul mewartakan Yesus sebagai Tuhan, Mesias dan penyelamat manusia.
Perkembangan kemudian, dalam arti sempit, injil atau kabar gembira menunjuk pada keempat kitab injil yang memang memberi kesaksian atas kabar gembira ini. Bahkan keseluruhan kitab Perjanjian Baru disebut sebagai injil juga. Jadi, injil atau kabar gembira bisa dibedakan antara yang fisik berupa kitab dan yang berupa informasi, berita, kabar gembira.
Evangelisasi Baru
Selanjutnya Gereja mengemban panggilan dan tugas yang sama: mewartakan kabar gembira, yang dalam dasa warsa terakhir ini disebut evangelisasi baru. Keberadaan Gereja ditentukan oleh tugas pewartaan kabar gembira in Kesaksian kita akan berarti kalau kita sendiri menjadi kabar gembira itu sendiri. Misalnya,memberi penghiburan kepada yang berduka, membantu yang sedang mengalami kesulitan dst. Tugas pewartaan bagi setiap orang kristen ini memang bukan barang baru. Karena zaman berubah model pewartaan juga harus berkembang, perlu sesuatu yang “baru”.
Unsur yang baru dalam evangelisasi sekarang ini meliputi 3 hal yaitu
a) dalam semangat.
Semangat yang perlu kita miliki tentu meneladan Yesus yang telah rela merendahkan diri menjadi manusia hina lahir di kandang hewan (= semangat penjelmaan atau inkarnasi) dan yang tetap setia sepanjang hidup-Nya bersama manusia yang menderita (=semangat solidaritas). Yesus dalam hidup dan karya-Nya memperlihatkan semangat kenabian, yaitu tanda-tanda kehadiran Allah. Yesus mewartakan Kerajaan Allah dengan kuasa, mukjijat, dan penuh wibawa.
b) dalam metode/cara
Cara menyapa dan menyampaikan pewartaan harus menggembirakan orang. Bagaimana kabar gembira itu bisa sampai kalau cara-cara yang dipakai tidak bisa diterima: sulit, susah? Bertolak dari keadaan dan kebutuhan setempat akan membantu proses pewartaan daripada berbicara banyak dari pandangan kita. Untuk ini kita sendiri perlu menemukan cara menghayati iman yang bisa menggembirakan diri sendiri.
c) dalam bentuk /perwujudan
Pewartaan injil harus menyapa pribadi secara utuh. Artinya dalam pewartaan orang tidak boleh meninggalkan pola pikir, kebudayaan, dan adat istiadat setempat. Kita harus menghargai karena semua itu merupakan bentuk-bentuk kehidupan di mana Allah juga berkarya.
KANON adalah patokan, ukuran (seperti meteran untuk mengukur kain), daftar kitab-kitab yang diakui sebagai bagian dan Kitab Suci.
Kanonisasi adalah proses “mendaftar” kitab-kitab mana yang diakui menjadi bagian dari Kitab Suci dan kitab-kitab mana yang tidak.
Kriteria Kanon:
1. mengungkapkan iman seluruh Gereja
2. diakui seluruh Gereja
3. dipakai dari awal oleh Gereja
Pertanyaan yang muncul lalu siapakah yang melakukan kanonisasi?
Jemaat sendiri yang melakukan kanonisasi. Artinya dalam praktik umat “menyeleksi” kitab-kitab mana yang memang mengungkapkan iman seluruh Gereja dan mana yang hanya tulisan seseorang. Meskipun tulisan-tulisan itu baik, tetapi bisa tidak termasuk dalam daftar Kitab Suci.
Pada abad ke 2 Masehi sudah disusun suatu daftar yang kurang lebih resmi kanon Kitab Suci. Misalnya “Kanon Muratori”, yang menurut sementara ahli disusun di Roma sekitar tahun 190 M. Kemudian abad ke 4 M, Atanasius menyusun daftar Kitab Suci Perjanjian Baru yang berjumlah 27 kitab seperti sekarang ini. Namun baru pada Konsili Trente (1546) daftar Kitab Suci benar-benar resmi. Sekarang daftar (kanon) Kitab Suci Perjanjian Lama (45 kitab) dan Perjanjian Baru (27 kitab) tidak bisa diubah lagi.
Tujuan kanonisasi untuk mengetahui mana kitab-kitab yang menjadi sumber iman dan mana yang tidak. Kitab-kitab yang termasuk dalam kanon Kitab Suci tersebut menjadi pedoman pokok untuk iman Kristiani. Konsili Vatikan II (1965) menegaskan “Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab Suci telah ditulis dengan ilham Roh Kudus. Sebab Bunda Gereja yang kudus, berdasarkan iman para rasul, memandang kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru secara keseluruhan, beserta semua bagian-bagiannya, sebagai buku-buku yang suci dan kanonik, karena ditulis dengan ilham oleh Roh Kudus...”. (DV. artikel 11).
APOKRIP = tersembunyi, tidak dikenal.
Kitab disebut aprokrip maksudnya kitab tersebut tidak dikenal oleh umat, tersembunyi. Namun apokrip dalam pengertiannya yang biasa berarti palsu atau tiruan. Apa yang dimaksud dengan apokrip dalam pengertian Katolik berbeda dengan Protestan (lihat pembahasan pada proto dan dutero - kanonik).
“INJIL BARNABAS”
Kombinasi dari 4 injil kristen + kutipan-kutipan Al-Quran dan Hadith. “Injil Barnabas” berasal dari periode antara tahun 1300 - 1600 M, maka tidak ada hubungan dengan zaman para rasul atau dengan rasul Barnabas sahabat Paulus. Maksud injil Barnabas untuk memperlihatkan bahwa Yesus bukan Mesias dan sudah meramalkan kedatangan nabi Muhamad. Pengarang tidak diketahui dengan pasti. Hanya diduga dari Fra Marino alias Mustafa de Randa, seorang Yahudi berkebangsaan Spanyol, yang dulunya Katolik kemudian menjadi Islam. Dikarang di Italia; bahasa yang dipakai adalah Italia dan Spanyol. Jadi, injil Barnabas ini tipuan atau gadungan.
PROTO DAN DEUTERO - KANONIK
Istilah protokanonik dan deuterokanonik muncul pada abad 16 M ketika Martin Luther mempersoalkan tambahan-tambahan yang terdapat dalam Septuaginta (Kitab Suci Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani). Luther hanya mengakui Kitab Suci Perjanjian Lama yang berbahasa Ibrani. Dan segala tambahan ditolak! Dari situ muncul kedua kata tersebut.
Protokanonik atau Kanon Pertama adalah daftar Kitab Suci Perjanjian Lama berbahasa Ibrani. Proto berarti yang pertama, yang paling dulu. Dengan digunakannya kata Kanon Pertama hanya mau mengatakan pertama dalam urutan. Tidak ada hubungannya dengan kelas pertama atau kedua. Dengan demikian, Kanon Kedua berarti kedua dalam urutan, bukan berarti kitab-kitab kelas dua, atau kitab yang kurang penting.
Kanon Kedua inilah yang kemudian disebut Deuterokanonika. Deutero artinya yang kedua, yang berikutnya. Kanon Kedua atau Deuterokanonika adalah daftar Kitab Suci Perjanjian Lama terjemahan dalam bahasa Yunani yang oleh Luther disebut sebagai tambahan-tambahan tersebut. Deuterokanonika hanya diakui Katolik, tetapi tidak diakui Protestan, maka disebut apokrip. Kitab Deuterokanonika ada 7 kitab yaitu Yudith, Tobit, I-II Makabe, Kitab Kebijaksanaan, Putera Sirakh, Barukh + Surat Yeremia dan Tambahan kitab Ester dan Daniel.
Pengertian apokrip di kalangan Katolik dan Protestan berbeda. Apa yang bagi Katolik disebut apokrip (tersembunyi, tidak dikenal) bagi Protestan berarti pseudepigrapa (tiruan, palsu). Sedangkan apokrip bagi Protestan berarti Deuterokanonika bagi Katolik. Namun dalam pengertian yang biasa apokrip berarti palsu, tiruan. Beberapa contoh kitab apokrip, misalnya “injil Tomas”, “kisah Pilatus”, “wasiat Musa” dan “Wasiat Yeremia”.
Mengapa Gereja Katolik mengakui Deuterokanonika?
Gereja Perdana memakai SEPTUAGINTA. Gereja Katolik mengikuti dan meneruskan apa yang sudah ada dalam TRADISI tersebut. Di kemudian hari Luther (abad ke 16 M) mempersoalkan hal-hal yang sifatnya tambahan, yaitu kitab-kitab yang berbahasa Yunani. Pada jaman Reformasi tersebut dipertentangkan dengan tajam antara: KITAB SUCI x TRADISI. Hal ini bisa dipahami karena memang pada waktu di kalangan Katolik macam-macam hal dengan mudah diberi nama dengan tradisi.
Dalam perkembangan terakhir ini beberapa kalangan Prostestan juga memakai kitab-kitab Deuterokanonika. Sudah sejak 1975 di Indonesia LAI dan LBI menerbitkan Alkitab bersama dengan edisi lengkap yang memuat Deuterokanonika.
Di mana ditemukan kitab-kitab Deuterokanonika dalam Alkitab terbitan bersama LAI dan LBI? Kitab-kitab Deuterokanonika diletakkan di antara Perjanjian Lama (yang terakhir dalam susunan kitab Perjanjian Lama yaitu kitab Maleakhi) dan Perjanjian Baru dengan nomor halaman diberi tanda kurung [ ].
BAHASA KITAB SUCI
Bahasa orang Israel zaman kuno adalah Ibrani. Sebagian besar kitab Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. (Bahasa Ibrani punya 22 huruf dan tidak punya huruf hidup. Seperti bahasa Arab, bahasa Ibrani ditulis dan kanan ke kiri). Ada satu dua kitab Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Aram dan Yunani. Misalnya, sebagian dari kitab Daniel, Ester dan Yeremia ditulis dalam bahasa Aram. Hanya ada dua kitab yang langsung ditulis dalam bahasa Yunani yaitu II Makabe dan Kebijaksanaan Salomo. Dan ada beberapa kitab (Deuterokanonika) yang hanya kita warisi dalam bahasa Yunani (meskipun aslinya dalam Ibrani) yaitu kitab Yudit, I Makabe, Tobit dan tambahan-tambahan kitab Daniel dan Ester. Kitab Suci Perjanjian Baru seluruhnya berbahasa Yunani.
Berabad-abad kemudian banyak orang tidak mengenal bahasa Ibrani lagi, tetapi yang dikenal adalah bahasa Aram, yaitu bahasa sehari-hari zaman Yesus. Bahasa Aram adalah bahasa Ibrani modern. Maka diterjemahkanlah Kitab Suci ke dalam bahasa Aram yang disebut TARGUM, kata Ibrani ini artinya “terjemahan” atau “tafsir”.
Pada zaman Perjanjian Baru bahasa Yunani menjadi bahasa internasional, tidak hanya dalam wilayah kekaisaran Romawi tetapi juga di luarnya. Murid-murid Yesus yang tersebar di luar Palestina (= diaspora) juga memakai bahasa Yunani. Ada kebutuhan untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Yunani. Maka, diterjemahkanlah Kitab Suci ke dalam bahasa Yunani yang disebut SEPTUAGINTA, artinya “70” dan sering ditulis LXX. Sebab konon terjemahan tersebut dikerjakan oleh “70 orang”.
Ketika anggota Gereja semakin tersebar luas, orang tidak lagi berbicara dengan bahasa Yunani tetapi dengan bahasa Latin. Pada tahun 382 M, St. Hieronymus atas perintah Paus Damaskus menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Latin yang disebut VULGATA. (Vulgata merupakan naskah resmi dalam Gereja Katolik sampai Konsili Vatikan II). Vulgata artinya umum, karena terjemahan tersebut dimaksudkan untuk masyarakat kebanyakan yang tidak tahu bahasa Yunani, khususnya di Italia dan Roma. Sejak saat itu untuk pertama kalinya Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi satu kitab.
Namun lama-kelamaan banyak orang tidak tahu bahasa Latin, maka ada kebutuhan untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa setempat. Luther menerjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Sejak saat itu berkembanglah terjemahan ke dalam pelbagai bahasa dari berbagai bangsa di dunia termasuk bahasa Indonesia dan daerah di Indonesia. Pemakaian bahasa setempat, khususnya dalam Liturgi ditegaskan oleh Konsili Vatikan II, “Pemakaian bahasa Latin hendaknya dipertahankan dalam Ritus Latin….. Akan tetapi, karena penggunaan bahasa-bahasa ibu mungkin seringkali sangat berguna bagi umat, maka penggunaan bahasa ibu boleh digunakan dalam liturgi” (SC, No. 36).
ARTI INJIL
Injil merupakan turunan kata Arab yang artinya kabar gembira. Dalam bahasa Yunani euaggelion; dalam bahasa Latin evangelium.
Kabar gembira apa?
Dalam Perjanjian Lama, misalnya Yes 52:7; 61:1 Sabda Allah tentang pembebasan, keselamatan, kesejahteraan itu disebut kabar gembira. Menang perang merupakan kabar gembira bagi bangsa Israel. Atau kapal yang disangka hilang ternyata bisa mendarat dengan selamat. Singkatnya, kabar gembira berarti terbebas dan bahaya.
Panen yang melimpah, kelahiran anak dengan selamat juga merupakan kabar gembira bagi keluarga. Dan masih banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari. Warta gembira bahwa Allah terlibat dan memelihara manusia orang berdosa itulah yang diwartakan oleh para nabi dan Yesus sendiri.
Dalam Perjanjian Baru, dengan sangat jelas kita baca bahwa orang sakit disembuhkan, orang mati dihidupkan kembali, orang lumpuh berjalan, yang buta melihat, yang lapar dan haus dikenyangkan (bandingkan Luk 4: 18-19), semuanya ini adalah kabar gembira yang dibawa Yesus. Itulah juga tanda-tanda datangnya Kerajaaan Allah yang diwartakan Yesus.
Sepeninggal Yesus, para murid mewartakan kabar gembira tentang Yesus Kristus sebagai Kristus dan Anak Allah yang menebus dosa manusia. Jadi, ada pergeseran pewartaan: kalau Yesus dan para nabi mewartakan kebaikan Allah, maka para rasul mewartakan Yesus sebagai Tuhan, Mesias dan penyelamat manusia.
Perkembangan kemudian, dalam arti sempit, injil atau kabar gembira menunjuk pada keempat kitab injil yang memang memberi kesaksian atas kabar gembira ini. Bahkan keseluruhan kitab Perjanjian Baru disebut sebagai injil juga. Jadi, injil atau kabar gembira bisa dibedakan antara yang fisik berupa kitab dan yang berupa informasi, berita, kabar gembira.
Evangelisasi Baru
Selanjutnya Gereja mengemban panggilan dan tugas yang sama: mewartakan kabar gembira, yang dalam dasa warsa terakhir ini disebut evangelisasi baru. Keberadaan Gereja ditentukan oleh tugas pewartaan kabar gembira in Kesaksian kita akan berarti kalau kita sendiri menjadi kabar gembira itu sendiri. Misalnya,memberi penghiburan kepada yang berduka, membantu yang sedang mengalami kesulitan dst. Tugas pewartaan bagi setiap orang kristen ini memang bukan barang baru. Karena zaman berubah model pewartaan juga harus berkembang, perlu sesuatu yang “baru”.
Unsur yang baru dalam evangelisasi sekarang ini meliputi 3 hal yaitu
a) dalam semangat.
Semangat yang perlu kita miliki tentu meneladan Yesus yang telah rela merendahkan diri menjadi manusia hina lahir di kandang hewan (= semangat penjelmaan atau inkarnasi) dan yang tetap setia sepanjang hidup-Nya bersama manusia yang menderita (=semangat solidaritas). Yesus dalam hidup dan karya-Nya memperlihatkan semangat kenabian, yaitu tanda-tanda kehadiran Allah. Yesus mewartakan Kerajaan Allah dengan kuasa, mukjijat, dan penuh wibawa.
b) dalam metode/cara
Cara menyapa dan menyampaikan pewartaan harus menggembirakan orang. Bagaimana kabar gembira itu bisa sampai kalau cara-cara yang dipakai tidak bisa diterima: sulit, susah? Bertolak dari keadaan dan kebutuhan setempat akan membantu proses pewartaan daripada berbicara banyak dari pandangan kita. Untuk ini kita sendiri perlu menemukan cara menghayati iman yang bisa menggembirakan diri sendiri.
c) dalam bentuk /perwujudan
Pewartaan injil harus menyapa pribadi secara utuh. Artinya dalam pewartaan orang tidak boleh meninggalkan pola pikir, kebudayaan, dan adat istiadat setempat. Kita harus menghargai karena semua itu merupakan bentuk-bentuk kehidupan di mana Allah juga berkarya.
0 komentar:
Posting Komentar