Bersama dengan Hari
Pahlawan, saya kenang-senang tiga pahlawan gereja, al:
Pater Van Lith, Romo Mangun & Mgr Soegija
1. Van Lith.
Ia adalah pastor yang membaptis umat Katolik Jawa yang pertama tanggal 14 Des 1904 di Sendangsono.
Peristiwa baptisan ini diakui sebagai tanda kehadiran Geeja Katolik di Jawa.
Ia adalah pastor yang membaptis umat Katolik Jawa yang pertama tanggal 14 Des 1904 di Sendangsono.
Peristiwa baptisan ini diakui sebagai tanda kehadiran Geeja Katolik di Jawa.
Sambil belajar bahasa
dan budaya lokal, Rm Van Lith dengan jubah hitamnya selalu bersepeda dan
berkunjung ke rumah anak-anak didiknya.
Dengan semangat
"4GO":
"GO-lek se-GO, GO-lek swar-GO", ia mendirikan sekolah dan asrama guru (Kweekschool) di Muntilan (Betlehem Van Java): bukan untuk semata membabtis orang tapi untuk membentuk rasul-rasul awam yang joss dan kokoh.
"GO-lek se-GO, GO-lek swar-GO", ia mendirikan sekolah dan asrama guru (Kweekschool) di Muntilan (Betlehem Van Java): bukan untuk semata membabtis orang tapi untuk membentuk rasul-rasul awam yang joss dan kokoh.
Tahukah kita bahwa figur
Van Lith inilah yang membuat banyak orang Belanda ingin menjadi imam yang
dengan jubah hitamnya bermisi di Jawa?
2. Romo Mangun.
"Saya ingin membayar utang kepada rakyat."
Inilah ungkapan “si Burung Manyar” alias Rm Mangun.
"Saya ingin membayar utang kepada rakyat."
Inilah ungkapan “si Burung Manyar” alias Rm Mangun.
Atas kalimat ini, M.
Bodden berkomentar,
“Setelah revolusi, Mangunwijaya memutuskan untuk mengabdikan dirinya pada upaya melunasi utang angkatan perang pada rakyat Indonesia atas dukungan dan pengorbanan mereka. Tapi, karena keinginan untuk menghindari korupsi moral dan spiritual, ia memutuskan untuk menjadi seorang pastor dan melunasi utangnya sebagai seorang individu yang bebas dari kebutuhan mengejar kekuasaan dan kekayaan."
“Setelah revolusi, Mangunwijaya memutuskan untuk mengabdikan dirinya pada upaya melunasi utang angkatan perang pada rakyat Indonesia atas dukungan dan pengorbanan mereka. Tapi, karena keinginan untuk menghindari korupsi moral dan spiritual, ia memutuskan untuk menjadi seorang pastor dan melunasi utangnya sebagai seorang individu yang bebas dari kebutuhan mengejar kekuasaan dan kekayaan."
Ya, Selama hidupnya, ia
memang selalu terlibat dalam ruwet-renteng persoalan masyarakat akar rumput.
Pengalaman hidupnya di Code, Gigrak, Gunungkidul, Kedungombo, Boyolali
mengungkapkan betapa ia punya HATI terhadap aneka persoalan kemanusiaan.
Tentang hal ini,
Kardinal Darmaatmaja menuliskan:
“Cinta dan perhatian Rm Mangun kepada kaum papa dan terhadap masalah kemanusiaan seluas kemanusiaan itu sendiri.
“Cinta dan perhatian Rm Mangun kepada kaum papa dan terhadap masalah kemanusiaan seluas kemanusiaan itu sendiri.
Inilah yang menyebabkannya tak terkurung oleh sekat perbedaan agama, suku dan
budaya.
Inilah yang membuatnya berjuang melawan ketidakadilan bagi siapapun, inilah yang menjadi dasar dan kekuatan bagi perjuangannya di hampir segala bidang kehidupan.”
Inilah yang membuatnya berjuang melawan ketidakadilan bagi siapapun, inilah yang menjadi dasar dan kekuatan bagi perjuangannya di hampir segala bidang kehidupan.”
Bicara lebih lanjut soal
Rm Mangun (yang juga membuat desain beberapa gereja dimana saya pernah berkarya
seperti di Sragen dan Cilincing dan pernah mempersembahkan misa seperti di
Sendangsono, Gedono, Gereja Klaten, Jetis, Magelang dan Kapel Mendut), sebagai
warga Gereja, ia juga kerap lantang menyerukan suara kemanusiaannya:
“Setiap rohaniwan gereja Katolik (yang notabene terkenal sebagai agama yang
kaya raya dan kaya kuasa) sedikit banyak telah “terperangkap” dalam suatu
sistem yang memang memberinya kesempatan dan fasilitas besar untuk memberi
kepada kaum miskin tapi sangat menghalangi dia untuk menjadi kaum miskin.”
3. Mgr. Soegijapranata
Sedangkan Mgr.
Soegijapranata yang juga merupakan alumnus Muntilan trnyata menjadi inspirator
bagi kesadaran berpolitik yang dipunyai oleh Romo Mangun.
Dalam sebuah wawancara,
Romo Mangun pernah mengungkapkan bahwa Soegija adalah gurunya:
“Kalau harus menyebut guru2 saya yang berpengaruh, nama pertama yang saya sebut
adalah Soegijapranata.
Saya jadi begini, antara lain, juga oleh hikmah-hikmah pelajaran yang saya terima dari beliau."
Saya jadi begini, antara lain, juga oleh hikmah-hikmah pelajaran yang saya terima dari beliau."
Soegija adalah seorang
imam dan uskup pribumi pertama yang hidup dalam masa revolusi kemerdekaan. Beliau kemudian diangkat sebagai pemimpin Gereja Katolik untuk wilayah Semarang
pada tahun 1940. Situasi negara yang
sedang bergolak saat itu menuntutnya untuk tidak hanya melakukan kegiatan
seputar altar dan mimbar, tapi juga memberikan sumbangan bagi kehidupan bersama
masyarakat di tengah pasar.
Keterlibatannya dalam
situasi negara ditunjukkan dengan kemauannya mengikuti gerak perjuangan bangsa
Indonesia saat itu sehingga kerap dijuluki:
“Bung Karno-nya Gereja Indonesia”
“Bung Karno-nya Gereja Indonesia”
Romo Mangun memandang
bahwa Mgr. Soegija adalah seorang Gerejawan besar, yang terkenal dengan
aksioma:
100% Katolik dan 100% Indonesia:
“Saya tidak dapat menggambarkan bagaimana akan jadinya Gereja Indonesia seandainya dulu Soegijapranata tidak ada."
100% Katolik dan 100% Indonesia:
“Saya tidak dapat menggambarkan bagaimana akan jadinya Gereja Indonesia seandainya dulu Soegijapranata tidak ada."
Selamat hari Pahlawan.
Salam HIKers,
Tuhan berkati & Bunda merestui.
Fiat Lux!@RmJostKokoh.
Salam HIKers,
Tuhan berkati & Bunda merestui.
Fiat Lux!@RmJostKokoh.
0 komentar:
Posting Komentar