Ads 468x60px

Donato Ergo Sum


Agnes Gonxha Bojaxhiu

PROLOG
Masih ingatkah kita, siapa pemenang hadiah Nobel Perdamaian tahun 1979 dan sahabat Paus Yohanes Paulus II serta Lady Diana? Tahukah kita, bahwa dia juga dihormati sekaligus dicintai oleh banyak orang, dari pelbagai agama, bangsa dan budaya? Sebuah kisah nyata tentangnya: Ketika diundang ke University of Notre Dame, Indiana yang dikelola oleh para imam dan bruder Kongregasi Salib Suci, seorang teolog elegan bertanya kepadanya: “Mengapa dalam karya karitatif, anda selalu memberikan ikan kepada orang yang memerlukan, dan bukan pancing yang diberikan sehingga lebih mendidik orang itu?” Dia menjawab, bahwa orang-orang yang ditolongnya adalah orang-orang, yang memegang pancing saja sudah tidak bisa! Sebuah jawaban dari seseorang yang memiliki karunia hikmat. Siapakah dia? Yah, Bunda Teresa dari Calcuta, a living saint!!! 


SKETSA PROFIL
“Menurut darah, saya seorang Albania.
Menurut kewarganegaraan, saya seorang India.
Menurut iman, saya seorang biarawati Katolik.
Menurut panggilan, saya milik dunia.
Sementara hati saya, sepenuhnya saya milik Hati Yesus.”
(Bunda Teresa dari Kalkuta)

Agnes Gonxha Bojaxhiu (Gonxha berarti "kuncup mawar" atau "bunga kecil") terlahir pada tanggal 26 Agustus 1910 di Üsküb, Kekaisaran Ottoman (sekarang Skopje, ibukota Republik Makedonia). Dia adalah anak bungsu dari sebuah keluarga keturunan Albania, yang terlahir dari pasangan Nikollë dan Drana Bojaxhiu. Ayahnya, meninggal pada tahun 1919, ketika ia masih berusia delapan tahun. Keluarganya sendiri adalah keluarga Katolik yang taat, mereka berdoa setiap hari dan sering pergi ke gereja untuk mengikuti misa harian. Adalah sikap kemurahan hati, teladan kesalahen dan perhatian keluarganya kepada orang miskin, yang memberikan pengaruh positif bagi kehidupan Teresa di kemudian hari.

Ketika memasuki usia remaja, Gonxha bergabung dalam kelompok pemuda, “Sodality”. Melalui keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan yang dipandu oleh seorang pastor Jesuit, Gonxha tertarik untuk masuk biara. Pada usia 18 tahun, di bulan November 1928, ia bergabung dengan Institute of the Blessed Virgin Mary, yang dikenal juga dengan nama Sisters of Loretto, di Irlandia.

Setelah menyelesaikan masa novisiat, ia mengganti namanya dengan Teresa yang diambilnya dari salah satu tokoh di Ordo Karmel, St. Teresa dari Lisieux. Ia berharap dapat meneladani kesederhanaan hidupnya, yang disebutnya “Jalan Kecil”.

Pada bulan Desember 1928, Sr. Teresa diutus ke India, dan tiba di Kalkuta pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah mengucapkan kaul pertamanya pada bulan Mei 1931, Sr. Teresa ditugaskan untuk mengajar geografi dan katekese di sekolah putri St Maria, Kalkuta. Pada tanggal 24 Mei 1937, Sr. Teresa mengucapkan kaul kekalnya. Sejak saat itu, ia dipanggil Ibu Teresa, dan pada tahun 1944 dia diangkat sebagai kepala sekolah. Akan tetapi karena kesehatannya memburuk (ia menderita TBC), maka ia tidak bisa lagi mengajar.

Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan kereta api dari Kalkuta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunannya, Teresa menerima “inspirasi”: “panggilan dalam panggilan”. Saat itu, 10 September 1946 disebutnya sebagai “Hari Penuh Inspirasi”. Pada hari itu, dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus akan cinta dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya: “Mari, jadilah cahaya bagiKu.” Sejak itulah, Teresa dipenuhi hasrat “untuk memuaskan dahaga Yesus akan cinta dan akan jiwa-jiwa” dengan “berkarya demi keselamatan dan kekudusan orang-orang termiskin dari yang miskin”.

Pada tahun 1948, pihak Vatikan mengizinkan Suster Teresa untuk meninggalkan ordonya dan memulai pelayanannya di bawah Keuskupan Kalkuta. Dan pada 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya, Suster Teresa mengenakan kain Sari putih dengan pinggiran biru dan pin salib sederhana di bahu kirinya.

21 Desember 1948, untuk pertama kalinya juga, Teresa keluar-masuk perkampungan kumuh India. Ia mengunjungi banyak keluarga, membasuh borok dan luka beberapa anak, merawat seorang bapak tua yang tergeletak sakit di pinggir jalan dan merawat seorang wanita sekarat yang hampir mati karena kelaparan dan TBC.  Setiap hari, Teresa memulai hari barunya dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian pergi dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Dia dalam “mereka yang terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi”. Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh para pengikutnya yang pertama.     

Pada 7 Oktober 1950, pada perayaan Rosario Suci Bunda Maria, Congregation of the Missionaries of Charity yang dirintisnya memperoleh pengakuan Gereja Katolik melalui persetujuan Paus Pius XII. Lima belas tahun kemudian, Bapa Suci mengangkat Misionaris Cinta Kasih menjadi Kongregasi Kepausan.

Misi mereka, seperti yang dikatakannya saat menerima Nobel perdamaian, adalah "untuk merawat yang lapar, yang telanjang, yang tuna wisma, yang pincang, yang buta, yang menderita lepra, semua orang yang merasa tidak diinginkan, tidak dicintai, tidak diperhatikan oleh masyarakat, orang yang dianggap menjadi beban bagi masyarakat dan dihindari oleh semua orang."

Dalam perkembangannya, Bunda Teresa membentuk Kongregasi Para Biarawan Misionaris Cinta Kasih pada tahun 1963, dan pada tahun 1976 membentuk Para Suster Kontemplatif, pada tahun 1979 Para Biarawan Kontemplatif, dan pada tahun 1984 Para Imam Misionaris Cinta Kasih. Ia juga membentuk Kerabat Kerja Ibu Teresa dan Kerabat Kerja Sick and Suffering, yaitu orang-orang dari berbagai kalangan agama dan kebangsaan dengan siapa ia berbagi semangat doa, kesederhanaan, kurban silih dan karya sebagai pelayan cinta kasih. Semangat ini kemudian mengilhami terbentuknya Misionaris Cinta Kasih Awam. Atas permintaan banyak imam, pada tahun 1981, Bunda Teresa juga memulai Gerakan Corpus Christi bagi para imam sebagai “jalan kecil kekudusan” bagi mereka yang rindu untuk berbagi karisma dan semangat iman dengannya.

Bunda Teresa akhirnya berpulang ke “Kalkuta Abadi” pada 5 September 1997, jam 21.30, di usia 87 tahun. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St.Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu.
Bunda Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September 1997. Jenazahnya diarak dalam kereta yang sama, yang dulu pernah digunakan untuk mengusung jenazah Mohandas K. Gandhi dan Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Kalkuta sebelum akhirnya dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta Kasih. Ia mewariskan teladan iman, harapan dan cinta kasih yang luar biasa. Jawaban atas panggilan Yesus, “Mari, jadilah cahaya bagiKu,” menjadikannya seorang Misionaris Cinta Kasih, seorang “ibu bagi kaum miskin”. Nawaz Sharif, Perdana Menteri Pakistan mengatakan bahwa Bunda Teresa adalah "seorang pribadi langka dan unik yang tinggal lama untuk tujuan yang lebih tinggi. Pengabdian seumur hidupnya untuk merawat orang miskin, orang sakit, dan kurang beruntung merupakan salah satu contoh pelayanan tertinggi untuk umat manusia." Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Javier Perez de Cuellar mengatakan: "Ia adalah pemersatu Bangsa. Ia adalah ikon perdamaian dunia".

Setelah kematiannya, ia diberi gelar Beata Teresa dari Kalkuta. oleh Paus Yohanes Paulus II pada hari Minggu, 19 Oktober 2003: “Jangan pernah kita lupa akan teladan mengagumkan yang diwariskan oleh Bunda Teresa, dan marilah kita mengingatnya bukan hanya dalam kata-kata belaka! Melainkan, dengan senantiasa memiliki keberanian untuk memberikan prioritas pada kemanusiaan.” (Paus Yohanes Paulus II).


REFLEKSI TEOLOGIS
“The fruit of silence is prayer,
The fruit of prayer is faith,
The fruit of faith is love,
The fruit of love is service,
The fruit of service is peace”
(Bunda Teresa dari Kalkuta)


1.   Mariana
MAu Rendahhati Ikut Allah dengan sederhaNA”
Mariana adalah nama seorang sahabat saya di sebuah paroki di Utara Jakarta. Mariana sendiri bisa berarti, “MAu Rendahhati Ikut Allah dengan sederhaNA”. Bunda Teresa pun melakukannya. Ia jelas seorang hamba, yang menjadi “Mariana: “MAu Rendahhati Ikut Allah dengan sederhaNA”. Secara faktual, banyak penghargaan bergengsi yang diterimanya, antara lain:

1962: Ia menerima “Pandma Shri Prize” untuk "extraordinary services" (Pelayanan yang luar biasa)
1971: Paus Paulus VI menganugerahinya hadiah pertama “Pope John 23rd Peace Prize”.
1972: Pemerintah India menganugerahi “Jawaharlal Nehru Award for International Understanding”.
1979: Ia memenangkan hadiah Nobel Perdamaian.
1985: President Ronald Reagan menganugerahi “The Medal of Freedom”, yang merupakan penghargaan sipil tertinggi di Amerika Serikat.
1996: Ia menjadi orang keempat yang menerima penghargaan sebagai warga kehormatan Amerika Serikat.

Beberapa penghargaan lainnya juga diberikan pada Bunda Teresa, seperti: Magsaysay (Philipina), Warga Kehormatan India dan Albania, Doktor Kehormatan bidang Teologi Kedokteran Manusia. Ia juga pernah diberikan kehormatan berpidato di hadapan Majelis Umum PBB. Di samping itu, berbagai media dengan penuh minat mengikuti perkembangan kegiatannya. Ia menerima baik penghargaan maupun perhatian dunia “demi kemuliaan Tuhan atas nama orang-orang miskin.”

Nah, ketika disinggung tentang koleksi penghargaan yang pernah diterimanya, Bunda Teresa “merendah” katanya, “Saya tidak pantas menerima penghargaan. Saya hanyalah instrumentum cum Deo - “pensil” kecil di tangan Tuhan. Namun saya memandang baik menerima penghargaan ini, karena penghargaan ini merupakan pengakuan atas eksistensi mereka yang termiskin di antara kaum miskin.”  


2.    Jurus “Tiga C”
Conscience, Competence, Compassion.
“Dalam hidup ini,
kita tidak dapat melakukan hal yang besar,
kita hanya dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar.
In this life, we cannot do great things.
We can only do small things with great love.”
(Bunda Teresa dari Kalkuta)

Dulu: Kongregasi Misionaris Cinta Kasih yang didirikan Bunda Teresa, dimulai dengan 13 orang anggota di Kalkuta, India.

Kini: Kongregasi Misionaris Cinta Kasih telah beranggotakan lebih dari 4000 suster. Mereka menjalankan aneka panti asuhan, rumah bagi penderita AIDS dan pusat amal di seluruh dunia. Mereka merawat para pengungsi, pecandu alkohol, orang buta, cacat, tua, orang miskin dan tunawisma, korban banjir, dan wabah kelaparan.

Secara sederhana, Bunda Teresa sebenarnya mengajak kita memiliki jurus “3C”, sebuah core values, yang juga digali-kembangkan dalam pendidikan karakter di pelbagai kolese milik para imam Yesuit,yakni:

-        Conscience: Ia mengajak setiap pengikutnya untuk menyadari panggilan dan pelayanannya untuk orang miskin. Setiap melihat mereka yang “dibuang” oleh dunia, ia mengajak untuk secara sadar melihat dan mendengar Yesus sendiri yang datang. Bukankah Yesus sendiri bersabda: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”.
-        Competence: Ia mengharapkan adanya kompetensi, kecakapan pastoral di tengah tantangan jaman yang semakin kompleks, karena manusia adalah ciptaan Tuhan yang sangat berharga dan bernilai, apapun keadaannya, maka harus dilayani sebaik mungkin dengan pelbagai kecakapan.
-        Compassion: Inilah yang terpenting. Diandaikan adanya semangat belarasa dan belaskasihan yang tulus pada setiap orang yang dilayani. Sepenggal kisah nyata: Dengan bantuan pejabat India, Bunda Teresa bersama para pengikutnya mengubah sebuah kuil Hindu yang ditinggalkan menjadi Kalighat - Home for the Dying, sebuah rumah sakit gratis untuk orang miskin. Mereka yang dibawa ke rumah tersebut menerima perhatian medis dan diberikan kesempatan untuk meninggal dalam kemuliaan, menurut ritual keyakinan mereka; Muslim membaca Al-Quran, Hindu menerima air dari sungai Gangga, dan Katolik menerima Sakramen Perminyakan. "Sebuah kematian yang indah," katanya, "adalah untuk orang-orang yang hidup seperti binatang, mati seperti malaikat, mereka dicintai dan diinginkan."

Bermodalkan jurus “3C” ini, kelompok Bunda Teresa  semakin berkembang. Pada tahun 1960-an, mereka telah membuka penampungan, panti asuhan dan rumah lepra di seluruh India. Mereka kemudian memperluas ordo di seluruh dunia. Rumah pertama di luar India dibuka di Venezuela pada tahun 1965 dengan lima suster. Selanjutnya di Roma, Tanzania, dan Austria pada tahun 1968, dan selama tahun 1970, ordo ini membuka rumah dan yayasan di puluhan negara, baik di Asia, Afrika, Eropa maupun Amerika Serikat.

Sekarang, Misionaris Cinta Kasih berjumlah kurang lebih 450 bruder dan 4000-an biarawati, dan lebih dari 100.000 sukarelawan di seluruh dunia. Mereka menjalankan 600 misi, sekolah dan tempat penampungan di 120 negara. Ini termasuk penampungan dan rumah bagi penderita HIV/AIDS, kusta dan TBC, dapur umum, program konseling anak-anak dan keluarga, pembantu pribadi, panti asuhan, dan sekolah.


3.Back to Basic: Keluarga!
Figur Bunda Teresa menginspirasi dan mengaspirasi banyak orang untuk semakin rela berbuat baik. Salah satu buah nyatanya, adalah munculnya kelompok awam Katolik yang berjiwa sosial, misalnya: KKIT (Kerabat Kerja Ibu Teresa). Baiklah dalam refleksi teologis yang ketiga ini, kita angkat dua point pokok dalam Pedoman Kerabat Kerja Ibu Teresa, al:

  • Bawalah doa ke dalam keluargamu. Cinta kasih dimulai di rumah. Kamu harus memulainya di sana dengan melayani keluarga sendiri dan para tetangga terdekatmu.
  • Semua Kerabat Kerja bekerja bersama dengan para Suster, Pastor, Bruder dan Misionaris Cinta Kasih yang paling dekat dengan rumahmu.

Dari dua point pokok di atas, saya menjadi teringat pesan Bunda Teresa ketika ia menerima hadiah Nobel Perdamaian di Oslo Norwegia (11 Desember 1979), “Tidak cukup mengatakan, aku mencintai Tuhan, tetapi aku tidak mencintai tetanggaku. Karena dengan wafat Yesus di kayu salib, Ia telah menjadikan diri-Nya sebagai orang yang lapar, yang telanjang, yang papa ...” Lantas di penghujung sambutannya, ia mengingatkan bahwa mewartakan sukacita itu nyata karena Kristus ada dimana-mana, “Kristus ada di hati kita, Kristus ada pada semua orang miskin papa yang kita jumpai, ada pada seulas senyum yang kita berikan, dan kita peroleh dari mereka.”

Disinilah, Bunda Teresa jelas mengajak kita beriman dengan sehat: melakukan kasih dimulai dari yang ada di dekat kita, dengan pelbagai hal yang sederhana. Menurut saya, Bunda Teresa mengajak kita mengasihi dengan metode sederhana “3M”: Mulai dari diri sendiri; Mulai dari hal-hal kecil; Mulai dari sekarang.  Indahnya, semua kasih itu baiklah jika dimulai dari keluarga kita sendiri. Jadi secara sederhana tapi kaya makna, ia mengajak kita kembali ke basis, ke akar dan dasar kita masing-masing: mencintai pasangan, orangtua, anak dan segenap anggota keluarga kita sendiri.  


4. Kalkuta
KALikan KUatnya cinTA.

Kalkuta adalah nama tempat  berkarya Bunda Teresa di tengah orang miskin di India. Bagi saya, Kalkuta juga memiliki arti yang begitu indah: “KALikan KUatnya cinTA.” Ketika ia ditanya mengenai perHATIannya yang begitu besar kepada orang-orang yang sekarat, ia mengatakan, “Aku hanya ingin membagikan secuil cinta pada hidup saudaraku yang singkat ini, sehingga dia pernah mengalami dan merasakan cinta dan dicintai!”. Ia jelas dan lugas mengkalikan kuatnya cinta. Yah, cintanya kepada Tuhan sungguh dia bagikan dan lipatgandakan dalam cintanya kepada sesama. Cintanya sungguh meresapi seluruh hidup dan karyanya sebagaimana terungkap dalam visi hidupnya yang tertuang pada judul bukunya “My life for the poor”. Ia melipatgandakan cinta dan perhatiannya pada mereka yang paling miskin di antara yang termiskin.

Hal ini bukannya tanpa alasan! Baginya, dalam diri orang-orang yang “KLMTD” (dalam bahasa saya: kecil-labil-mungil-tengil-dekil; dalam bahasa Gereja: kecil-lemah-miskin-tersingkir-difable), ia melihat kehadiran Yesus. Keyakinan iman inilah yang membuat pelayanannya begitu tulus dan total, sebagaimana yang terungkap pada prinsip hidup dan karyanya, “Berikanlah, sampai kamu tidak sanggup lagi!!!”
         

5.   Bunda = Ibu = Mama
Minyak Air Merpati Api
Teresa dari Kalkuta kerap disapa sebagai Ibu Teresa atau Bunda Teresa. “Ibu” atau “Bunda” kadang memiliki nama lain dengan arti yang sama, yakni: “mama”. Bagi saya, seorang Mama Teresa mempunyai 4 semangat dasar yang dibagikannya, yakni:

-Minyak: menguatkan yang lemah. Ketika ia menerima hadiah Nobel Perdamaian, ia tetap memakai pakaian sari. Ia juga meyakinkan komite Nobel untuk membatalkan acara santap malam untuk menghormatinya, dan menggunakan dananya untuk memberikan makan 400 anak yang lemah secara finansial dan material di India selama 1 tahun.

-Air: menyegarkan yang dahaga. Ia menyegarkan dahaga para ‘korban’, dengan banyak meninggalkan “buah-buah cinta”: Ada Congregation of the Missionaries of Charity atau Kongregasi Misionaris Cinta Kasih, Nirmal Hriday atau Rumah Hati Murni: rumah bagi mereka yang sekarat, Shishu Bhavan: rumah untuk anak-anak cacat dan yatim piatu, Brothers of Charity atau Kongregasi Bruder-bruder Misionaris Cinta Kasih, Shanti Nagar atau Kota Ketentraman: rumah bagi para penderita penyakit kusta, Prem Daan atau Anugerah Cinta: rumah untuk para penderita TBC dan masih banyak lagi “buah-buah cinta” Bunda Teresa yang tersebar-pencar di berbagai negara. Itulah juga sebabnya, mengapa setiap Teresa mendirikan komunitas Misionaris Cinta Kasih, setiap dipasang salib Yesus di dinding, pastilah terpasang kalimat wasiat Yesus yang keenam di atas salib, “Aku haus” (Yohanes 19:28). Ia ingin menyegarkan dahaganya Yesus dengan cara melayani sesama yang haus, dengan penuh cinta dan perhatian kasih.

-Merpati: melembutkan yang kasar. Pada tahun 1982 saat puncak pengepungan Beirut, Bunda Teresa menyelamatkan 37 anak yang terjebak di garis depan sebuah rumah sakit dengan menengahi sebuah gencatan senjata antara tentara Israel dan gerilyawan Palestina. Ditemani oleh para pekerja Palang Merah, ia juga melakukan perjalanan melalui zona perang ke rumah sakit yang hancur untuk mengevakuasi para pasien muda. Ketika Eropa Timur mengalami peningkatan keterbukaan di akhir 1980-an, ia berani memperluas misinya untuk negara-negara komunis yang sebelumnya berkeras hati menolak kehadiran Misionaris Cinta Kasih: "Tidak peduli orang-orang mengatakan apa, Anda harus menerimanya dengan tersenyum dan melakukan pekerjaan anda sendiri."

-Api: menghangatkan yang dingin. Pada 1970-an, ia menjadi terkenal di dunia internasional untuk pekerjaan kemanusiaan dan advokasi bagi hak-hak orang miskin dan tak berdaya. Bahkan, ia juga mengunjungi Republik Sosialis Soviet Armenia setelah gempa bumi Spitak 1988 dan bertemu dengan Nikolai Ryzhkov, Ketua Dewan Menteri yang dianggap dingin dalam berpikir dan bertindak. Ia juga bepergian untuk membantu dan melayani penderita kelaparan di Ethiopia, korban radiasi di Chernobyl, dan korban gempa di Armenia, tentunya dengan penuh kehangatan.

Di lain matra, ia kerap merasa kecewa dan sedih bila orang menyamakannya dengan pekerja sosial. Sebab baginya, apa yang dilakukannya adalah buah dari iman, dari doa dan kontemplasi di tengah dunia nyata. Dari dalam keheningan doa lahirlah iman yang hidup, yang akhirnya membuahkan cinta kasih. Kasih berbeda dengan kasihan. Karena kasih yang sejati itu membuatnya turut menderita “real love hurts”.



EPILOG
Jika kita ingin sungguh bisa mencintai,
Kita harus belajar bagaimana mengampuni
(Bunda Teresa dari Kalkuta)

Ratusan biarawati dan pastor mengikuti misa memperingati seratus tahun kelahiran Bunda Teresa. Anak-anak dan wisatawan di Kalkuta juga menghadiri misa yang diadakan pada hari Kamis, 26 Agustus 2010, di markas besar Ordo Misionaris Cinta Kasih yang didirikannya. Kardinal Telesphore Placidus Toppo dari Ranchi memimpin misa itu. Sebuah pesan dari Paus Benediktus XVI yang dibacakan pada misa itu mengungkapkan rasa syukur dengan menyebut Bunda Teresa sebagai “anugerah tak ternilai” yang karyanya diteruskan oleh para pengikutnya. Usai misa, para biarawati penerus Bunda Teresa melepaskan burung-burung merpati yang melambangkan perdamaian.

Yah, “tokoh raksasa bertubuh kerdil” yang selalu tampil sederhana ini memang sungguh mempesona. Ketika melayani, ia begitu lembut dan tulus, namun ketika berhadapan dengan nilai-nilai prinsip, ia begitu tegas dan lugas. Dengan keras ia menentang praktek aborsi.

Seluruh kisah hidup beserta karya pelayanan Bunda Teresa terangkum dalam berbagai “gelar” yang diberikan dunia kepadanya: “Teladan Orang Modern, Mutiara dari India, Ibu Kaum Terpapa dan Termiskin, Mother of Humanity, Angel of Mercy” dan sebagainya. Jejak nyata kehadirannya di India telah mengubah wajah Kalkuta dari A City of Ghost - Kota Hantu” menjadi A City of Joy – Kota Sukacita”. Yah, baginya sebuah spiritualitas bisa diwariskan dan dibagikan bagi dunia modern dan bagi keluarga kita masing-masing sekarang, Donato Ergo Sum: Aku berbagi maka aku ada!”


ASPIRASI
Hidup adalah kesempatan, gunakan itu.
Hidup adalah keindahan, kagumi itu.
Hidup adalah mimpi, wujudkan itu.
Hidup adalah tantangan, hadapi itu.
Hidup adalah kewajiban, penuhi itu.
Hidup adalah pertandingan, jalani itu.
Hidup adalah mahal, jaga itu.
Hidup adalah kekayaan, simpan itu.
Hidup adalah kasih, nikmati itu.
Hidup adalah janji, genapi itu.
Hidup adalah kesusahan, atasi itu.
Hidup adalah nyanyian, nyanyikan itu.
Hidup adalah perjuangan, terima itu.
Hidup adalah tragedi, hadapi itu.
Hidup adalah petualangan, lewati itu.
Hidup adalah keberuntungan, laksanakan itu.
Hidup adalah terlalu berharga, jangan rusakkan itu.
Hidup adalah hidup, berjuanglah untuk itu.


Saudaraku Yang Paling Hina.
SaudaraKu yang paling hina (yang termiskin di antara kaum miskin) ialah mereka :
  • yang lapar dan kesepian - tidak hanya lapar akan makanan, tetapi juga akan Sabda  Allah.
  • yang haus dan disingkirkan - tidak hanya untuk segelas air tetapi juga untuk pengetahuan, perdamaian dan kebenaran serta keadilan dan cinta.
  • yang telanjang dan tak dicintai - tidak hanya untuk pakaian, melainkan juga untuk harga diri.
  • yang tak dikehendaki, bayi-bayi yang digugurkan, korban diskriminasi, tuna wisma bukan hanya membutuhkan sebuah rumah dari bata, tetapi juga sebuah hati yang penuh pengertian, melindungi dan mencintai.
  • orang miskin yang sakit, sekarat dan para tahanan, juga yang sakit jiwanya, tak  bersemangat hidup.
  • semua yang telah kehilangan harapan dan iman.
  • pecandu obat bius dan minuman keras.
  • dan mereka semua yang telah kehilangan Tuhannya (bagi mereka Tuhan adalah masa  lampau, padahal Tuhan selalu ada) dan mereka yang telah kehilangan harapan akan kekuatan Roh.

0 komentar:

Posting Komentar