Ads 468x60px

Glosarium


“… the aim of this mode of prayer is
to make the events of salvation ‘present’ in the mind, and thus to attain
that direct experience of love.”
(Rahner, Ignatius the Theologian; NY 1968, p.191)



1.    Latihan Rohani Santo Ignatius Loyola adalah kumpulan doa dan meditasi serta “manual” untuk membangun hidup rohani yang disusun oleh Santo Ignatius Loyola, khususnya selama masa-masa formatif pembentukan hidup rohaninya (tahun 1522-1524). Kumpulan doa, meditasi, dan teknik latihan rohani ini biasanya dijalankan selama 30 hari dalam retret tertutup, dan bertujuan untuk membangun dan memperdalam relasi iman personal pada Yesus lewat misteri kelahiran, kehidupan, karya, sengsara dan kebangkitanNya. Dalam Latihan Rohani ini setiap orang diajak untuk merenungkan beberapa aspek penting dalam iman kristiani seperti: penciptaan, dosa, pengampunan, panggilan, pelayanan, dan juga hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus. Dengan bimbingan seorang pembimbing rohani, setiap orang lewat latihan-latihan rohani dibantu untuk mencapai kebebasan spiritual, dan kemampuan untuk menemukan kehendak Tuhan dalam hidupnya dan bertindak atas dasar roh dan cinta Tuhan yang diterimanya.


2.    Retret Agung adalah nama lain dari Latihan Rohani Santo Ignatius merupakan bagian penting dari pendidikan seorang Jesuit. Dalam masa novisiat (pendidikan awal seorang Jesuit selama 2 tahun), seorang novis (calon) Jesuit wajib melakukan Latihan Rohani Santo Ignatius ini (retret agung) selama 30 hari. Namun demikian Latihan Rohani ini tidak hanya untuk para Jesuit atau religius. Sudah cukup banyak kaum awam yang mendalami dan menekuni Latihan Rohani Santo Ignatius. Latihan rohani, walaupun didesain untuk dilakukan dalam Retret Tertutup, juga bisa dilakukan dalam Hidup Harian biasa. Sebuah contoh permenungan St.Ignatius Loyola, LR no 95: “KehendakKu ialah menaklukkan seluruh dunia serta semua musuh, dan dengan demikian masuk ke dalam kemuliaan Bapaku. Barangsiapa mau ikut Aku dalam usaha itu, harus bersusah payah bersama Aku, supaya karena ikut Aku dalam penderitaan, kelak dapat ikut pula dalam kemuliaan”

3.    Empat bagian besar dalam proses Latihan Rohani, yakni: “Dosa”, “Misteri Hidup Yesus”, “Kisah Sengsara Yesus”, dan “Kebangkitan Yesus”. Proses Latihan Rohani ini merupakan sebuah proses dimana seseorang pada akhirnya mampu memahami bagaimana pengalaman-pengalaman rohani yang dialami dalam doa dapat diaplikasikan dalam hidup nyata. Pengalaman spiritual dalam Latihan Rohani ini tentunya menjadi sangat berguna dalam hidup nyata. Kemampuan untuk membedakan gerak roh, mencari kehendak Tuhan dan semata-mata mengarahkan hidup kepada kehendakNya merupakan hal-hal pokok yang dicapai dalam pengalaman Latihan Rohani Santo Ignatius selama 30 hari ini dengan 4 minggunya ini. Istilah “Latihan” sendiri lebih dimaksudkan untuk menekankan sifat "latihan Ignatian" dan bukan kenyataan mengundurkan diri yang menjadi sarananya. Latihan-latihan dimaksudkan agar kita semakin mengenal Kristus secara pribadi dengan lebih mesra, mencintaiNya dengan lebih dalam dan mengikutiNya dengan lebih setia. Tujuan LR sendiri adalah agar dapat mengatur diri dari rasa lekat tak teratur dan kemudian mengabdi dan memuliakan Allah (bdk. LR n. 1, 21, 22, 23, dll.) 

4.    Rangkaian Latihan Rohani, terdiri dari:  persiapan, latihan sendiri dan refleksi atas latihan.
1)    "Persiapan Latihan" menyangkut pengambilan keputusan mengenai tempat latihan akan dilakukan, sikap tubuh dalam doa, bahan dan waktu lamanya doa dilaksanakan. Dalam persiapan menetapkan sikap dasar doa: adalah sikap hormat terhadap Allah yang hadir. Secara fisik dan psikis, kita menyesuaikan diri dengan kehadiran Allah ini.
2)    "Latihan Rohani" meliputi doa persiapan, rahmat yang kuminta, latihan-latihannya sendiri, percakapan, doa penutup.
a)    Doa persiapan menegaskan sikap pribadi bahwa segala sesuatu yang kulakukan selama doa ini melulu demi kemuliaan Allah dan kebaikan semua manusia.
b)   Rahmat yang kuminta adalah “sesuatu yang belum kumiliki dan hanya Tuhanlah yang dapat memberikannya”. Maka dengan sabar dan tekun saya memohonnya. Rahmat ini bersifat efektif karena sungguh kurasakan dan kualami pengaruh-pengaruhnya dalam diri dan tugasku.
c)    Latihan-latihan sendiri terdiri dari bagian yang kubuat, seperti pembacaan teks Kitab Suci, pemahaman sabda, penghayatan kebenaran wahyu, pernyataan iman, harapan, kasih dan sikap syukur serta pujian kepada Allah. Dan bagian yang terjadi begitu saja pada diriku. Di sini Tuhan sendiri mengkomuni-kasikan diriNya kepadaku, dan mengajak untuk semakin mencintai, memuji dan melayaniNya.
d)    Percakapan pribadi dilakukan dengan pribadi-pribadi yang muncul dalam latihan, khususnya Bunda Maria, Yesus, para Kudus dan pribadi-pribadi lain, seperti Bapa atau Ibu pendiri Keuskupan, dll. Percakapan ini dimaksudkan untuk membangun relasi dekat dengan mereka.
e)    Akhir Latihan doa, ditutup dengan doa "resmi" Gereja, seperti doa Bapa Kami, Salam Maria, Jiwa Kristus, doa pribadi, dll. Semua doa itu mengingatkan agar kita kembali kepada kesatuan dengan Tuhan Yesus di dalam GerejaNya.

3). Refleksi atas latihan.


5.    Meditasi adalah doa di mana ingatan, akal budi dan kehendak kita diaktifkan untuk memahami dan mencecapi kenyataan iman yang kini sedang dihadapi atau yang sedang digumuli menjadi concern pribadi (misal: masalah-masalah sosial, keadilan, kebaikan, kasih Allah).

Sebelum berdoa meditasi, persiapkanlah tubuh dengan baik, yaitu dengan mengunakan metode "YESUS": 
Y ang relaks
E nteng di kepala
S atukanlah pikiran dan tubuh dengan berkonsentrasi
U sahakanlah tubuh membentuk sudut tegak lurus antara kaki dan tubuh kalau mengambil posisi duduk
S adarlah bahwa Anda sedang berdoa.


6.    Kontemplasi adalah doa penerjunan diri, di mana kita ke dalam kisah pengalaman hidup (peristiwa) atau kisah Injil (kitab Suci). Dalam doa ini jiwa istirahat, tinggal dalam keheningan (solitude) untuk menemukan nikmat pada pribadi, kata dan tindakan Allah. Kisah hidup yang kita senandungkan adalah pengalaman yang sejajar dengan kontemplasi. Beberapa langkah berdoa kontemplasi Ignasian pada permulaannya sama dengan berdoa meditasi. Biasanya kesamaan langkah ini merupakan sesuatu yang umum sekaligus esensial dalam praktek doa-doa Ignasian. Sebagai pedoman pokok, kita bisa mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a.  Menenangkan diri. Sadarilah anda berada di hadapan Tuhan dan mau bertemu secara personal denganNya. Posisi tubuh anda bisa duduk di atas kursi, duduk bersila atau berlutut, sejauh anda merasa nyaman dan masih dalam sikap hormat pada Tuhan sendiri.

b.  Ucapkanlah doa pendahuluan. Doa ini bisa merupakan sebuah “sapaan” kepada Tuhan, sebuah ungkapan ketulusan untuk mau datang di hadapanNya.

c.  Setelah doa pendahuluan, bacalah pelan-pelan perikop kitab suci yang akan menjadi bahan meditasi anda. Hendaknya perikop ini sudah disiapkan dan dibaca berkali-kali sebelum melakukan doa formal. Ini artinya bahan doa harus dipersiapkan lebih dulu. Setelah membacanya, hadirkanlah diri anda dalam peristiwa perikop yang anda baca. Setelah membacanya, hadirkanlah diri anda dalam peristiwa perikop yang anda baca. Lihatlah situasi dan hadirkan imaginasi tentang tempat dan person dalam perikop ke dalam imaginasi/budi anda. Sebagai contoh, bahan doanya misalnya Kisah Bartimeus (Markus 10:46-52). Bayangkanlah suasana kejadian perikop tersebut secara lebih detail: rumah-rumahnya, suasana jalan. Hadirkan pula apa yang anda bisa lihat di dalamnya? apa yang anda cium, apa yang anda sentuh. Bayangkanlah pula sosok Bartimeus. Apa yang dia kenakan? Bagaimana dia bertingkah laku dan mengemis? Hidupkanlah suasananya dalam imaginasi anda.

d.  Setelah membacanya perlahan, mohonkan rahmat yang ingin anda peroleh dalam doa ini. Misalnya: mohon rahmat untuk bisa merasakan cinta Tuhan dan merespon cinta tersebut, mohon rahmat untuk mohon rahmat untuk semakin dekat mengenal Tuhan sendiri, dll.

e.  Anda kembali membaca perikop Markus 10:46-52 secara perlahan dan penuh sikap doa (tenang dan hormat di hadapan Tuhan). Hadirkanlah dalam imaginasi anda peristiwa kitab suci ini. Hidupkanlah suasananya, perhatikan apa yang anda lihat dalam imaginasi anda satu persatu dari situasi tempat dan juga person yang terlibat disana. Perhatikan pula dialog antara Bartimeus dan Yesus (silakan klik disini untuk membaca perikopnya). Setelah memperhatikan Bartimeus dan Yesus, perhatikan pula kerumunan orang disana. Apa yang mereka lihat? apa yang mereka rasakan? apa yang mereka pikirkan?

f.   Pada prinsipnya, anda hadir dalam peristiwa tersebut dan memperhatikan apa yang terjadi. Lihatlah bagaimana Bartimeus berteriak meminta pertolongan Yesus, bagaimana mereka berdialog dan bagaimana kegembiraan dan ekspresi hati terdalamnya. Anda bisa memilih menjadi Bartimeus, lalu menjadi Yesus, lalu juga menjadi orang yang berkerumun. Ini berguna bagi anda untuk menyelami kisah dan makna peristiwa Kitab Suci secara lebih mendalam.

g. Setelah mengkontemplasikan perikop ini, bercakap-cakaplah dengan Tuhan sendiri. Utarakan perasaan dan pengalaman doa anda, hal-hal yang mengerakkan anda, inspirasi yang anda dapatkan, perasaan syukur, perasaan malu atau kecewa. Ungkapkan juga niat anda setelah merasakan pengalaman doa ini. baik bila niat itu merupakan sesuatu yang sederhana dan operasional, artinya realistis untuk diwujudkan.

h.  Ucapkan doa syukur, lalu bisa ditutup dengan Bapa Kami.

i.   Setelah doa selesai, sisihkanlah waktu sekitar 10 menit, untuk merefleksikan jalannya doa: inspirasi dan pengalaman doa apa yang anda alami? hal-hal baru apa yang terjadi dalam doa? catatlah hambatan/tantangan dalam doa yang anda alami, apa yang membuat saya gembira dalam doa? apa yang membuat anda sulit berdoa pada saat itu (bila ada). Jangan lupa mencatat buah-buah doa dan juga niat yang anda ingin buat.
     Sembilan langkah di atas adalah sebuah panduan umum untuk berdoa kontemplasi Ignasian. Kuncinya adalah menghadirkan diri dalam peristiwa Kitab Suci dan mencoba untuk bertemu dengan Yesus sendiri lewat peristiwa tersebut. Oleh sebab itu, kontemplasi bukanlah sekedar mengkhayal atau membayangkan tetapi lebih berfokus pada hubungan personal kita dengan Yesus dan bagaimana kita semakin mau mengenalnya lewat tindakan, ucapan dan juga sikap hatiNya sebagaimana terungkap dalam Kitab Suci. Lewat kontemplasi, kita diajak membatinkan nilai-nilai Yesus sendiri secara personal dan mendalam.


7.    Repetisi adalah doa ulangan, di mana doa ini diibaratkan sepereti lembu yang sedang memamah biak (makan), sehingga sari-sari makanan betul-betul dapat diserap. (LR Ignatius no. 2: ".... bukan berlimpahnya pengetahuan, melainkan merasakan dalam-dalam kebenarannya itulah yang memper­kenyang dan memuaskan jiwa").

8.    “Penerapan Panca indera” adalah latihan yang mempergunakan dan mengaktifkan kelima daya inderawi (penglihatan, pendengaran, pembauan, sentuhan, pencecapan) untuk semakin masuk kedalam suasana kontemplasi. Latihan-latihan ini mengantarkan kita masuk dalam “Pengalaman berkontemplasi dalam aksi”, yang banyak mendukung pemaknaan aktivitas harian. Dalam kotemplasi yang sangat maju, orang bisa sangat sibuk, tetapi sangat dalam pengalaman rohaninya.

9.    Examen atau Pemeriksaan batin adalah refleksi dalam suasana doa. Dalam Spiritualitas Ignatian dan Latihan Rohani, pemeriksaan batin (English: Examen of Consciousness – Latin: Examen Conscientiae) adalah aktivitas doa yang fundamental. Doa yang diambil dari tradisi para Jesuit selama hampir 500 tahun ini sangat membantu kita dalam menumbuhkan relasi personal dengan Tuhan sendiri. Pemeriksaan batin adalah sebuah aktivitas doa dimana kita hendak menemukan gerak roh di dalam hidup harian kita.

10. “Refleksi atas Latihan" merupakan kegiatan untuk mengamati gerakan batin (perasan-rohani) yang muncul selama latihan, baik yang dilakukan maupun yang dirasakan. Refleksi LR ini tidak dimaksudkan untuk mengumpulkan gagasan yang muncul selama doa. Maka yang ditanyakan adalah: (a) Apa yang memikatku, perubahan apa yang kurasakan dan kualami dalam diriku, (b) Pengalaman macam apa yang menyatakan kehendak Allah bagiku, (c) Apa yang dikatakan Tuhan kepadaku, dan (d) Apa yang perlu diulangi di dalam latihan berikutnya, dll.

11. Bacaan Wajib adalah: Kitab Suci, Konstitusi, Dokumen-dokumen Gereja dan bacaan lainnya. Bacaan ini dimaksudkan untuk membantu peserta menyadari lebih dalam dimensi "inkorporatif" (proses menjadi satu tubuh dengan keuskupannya) dari acara yang dilaksanakannya. Artinya: agar pengalaman-pengalaman dan kegiatan-kegiatannya yang direfleksikan membuat panggilan pribadinya, panggilan Gereja dan panggilan imamat semakin mantap.

12. Lima langkah sederhana Examen.

a. Sadarilah bahwa anda hadir di hadapan Tuhan. Kesadaran bahwa kita hadir di hadapan Allah akan membawa kita kembali menyadari bahwa kita adalah ciptaanNya dan menyadari bahwa cinta Tuhan selalu menyertai hidup kita.

b. Lihatlah kembali peristiwa yang terjadi dalam hidup anda selama hari yang sudah berlalu. Ingatlah kembali setiap peristiwa yang terjadi sejak anda bangun pagi, ketika sarapan, berangkat bekerja, di kantor/sekolah, peristiwa-peristiwa yang membuat anda tertawa, sedih, tertekan, gembira. Hidupkanlah kembali dalam ingatan anda peristiwa yang berkesan dan penting dalam hidup anda selama hari tersebut. Sambil mengucap syukur pada Tuhan atas berbagai peristiwa hidup yang sudah dialami selama hari itu, renungkanlah juga sisi-sisi positif dalam diri anda, potensi dan kekuatan dalam diri anda, dan juga kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri anda.

c.   Mohon kepada Tuhan kehadiran Roh Kudus supaya anda dapat dengan jernih, jujur, sabar dan tenang dalam merenungkan peristiwa, tindakan, tingkah laku dan motivasi anda selama hari tersebut. “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.” (Yoh 16:13). Terang Roh Kudus akan memberi inspirasi bagi anda untuk melihat peristiwa tersebut dalam terang iman, tidak menjadi hanyut dalam kekecewaan mendalam, dan di sisi lain tidak juga menjadi acuh tak acuh. Menempatkan peristiwa hidup anda dalam kacamata iman menjadi penting karena disinilah terang Roh Tuhan sendiri akan membukakan hati anda untuk melihat kebaikan Allah, dan juga merasakan tawaran Allah dalam diri anda untuk selalu terus bertumbuh.

d. Sekarang, renungkanlah peristiwa hidup anda hari itu satu persatu. Ini adalah bagian terpanjang dari pemeriksaan batin. Setelah anda mengingat-ingat kembali peristiwa hidup anda hari itu (langkah no.2), pada tahap ini anda diajak untuk merenungkan peristiwa-peristiwa tersebut secara lebih mendalam: Apa yang anda rasakan dalam hati anda? Tinjaulah kembali perasaan-perasaan, tindakan dan dorongan batin anda dalam mengalami sebuah peristiwa, siapa sajakah yang terlibat dalam peristiwa itu dan apa harapan, ketakutan ataupun keraguan yang anda alami. Perlu diingat baik-baik: Ini bukanlah saat dimana anda mengingat kesalahan/kegagalan/kekurangan diri anda. Lebih jauh, dengan langkah ini, anda bersama Tuhan sendiri mau melihat sejauh mana anda dalam hidup menanggapi rahmat Tuhan, lewat peristiwa dan orang-orang yang anda jumpai. Adakah situasi ketika anda justru tidak berbuat apa-apa ketika seharusnya ada terpanggil untuk berbuat sesuatu yang baik? Adakah situasi dimana kita jatuh dalam ketidakjujuran dan acuh tak acuh? Adakah situasi dimana anda justru membawa perpecahan dan bukan membawa kedamaian dan penghiburan? Adakah saat dimana kita bergembira dan solider dengan yang membutuhkan? Adakah saat dimana kita sungguh berbagi? Apakah Tuhan sungguh menjadi penggerak dan inspirasi hidup anda dalam peristiwa-peristiwa tersebut? Latihan ini sangat berguna untuk memperdalam kesadaran diri sebagai orang beriman, dimana hidup kita adalah sebuah jawaban terus menerus atas kebaikan dan rahmat yang diberikanNya setiap hari.

e. Wawancara hati ke hati dengan Yesus sendiri. Disini anda berbicara dari hati ke hati dengan Yesus sendiri, secara sungguh personal tentang hari yang anda lalui. Berbicaralah layaknya seperti teman dekat, utarakan perasaan anda, pikiran anda, rasa syukur, sedih dan gembira yang anda alami. Mungkin ada merasa butuh pengampunan, mohon bimbingan, mengucap syukur, prihatin atau sekedar bergembira atau berbagi beban. Ucapkan terima kasih pada Tuhan dengan sepenuh hati, atas kehadiranNya, atas rahmatNya, sehingga anda bisa memandang hidup hari ini secara lebih jernih dan tenang. Mintalah berkat Tuhan untuk dapat maju lebih baik di hari berikut. Tutuplah dengan doa Bapa Kami secara perlahan.


13.     Pembedaan Roh/Discernment  (LR 313), adalah sebuah sarana rohani yang bertujuan  untuk melatih orang dalam mengenali gerakan-gerakan batinnya dengan cara:
    1. Menyadari dan merasakan gerakan yang ada dalam batinnya.
    2. Mengenali ciri-ciri dan asal-usul gerakan itu.
    3. Menerima dan menolak gerakkan itu.
Bagi Santo Ignatius Loyola sendiri, pembedaan roh merupakan bagian integral dari peziarahan rohani setiap orang. Mereka yang hendak membangun hidup rohani hendaknya memiliki seorang pembimbing yang bersamanya mereka dapat meneliti kemana roh menggerakkan diri mereka. Pembedaan roh ini dapat dilakukan dengan merefleksikan situasi hati yang gembira, bersemangat, mendapat penghiburan atau peneguhan (situasi ini biasa disebut konsolasi) dan juga situasi hati yang sedih, berat, penuh beban, lesu (situasi ini disebut desolasi). Selain itu, pembedaan roh juga dapat dilakukan dengan merefleksikan insight dan juga inspirasi yang diperoleh selama Latihan Rohani.

Menurut Santo Ignatius, seorang beriman yang hendak bertumbuh dalam hidup rohani perlu secara jujur dan terbuka membagikan pengalaman rohaninya kepada seorang pembimbing yang bisa membantu untuk melihat pengalaman-pengalaman tersebut secara jernih dan obyektif dan tidak dikuasai atau dikendalikan melulu oleh emosi, keinginan dan perasaan sesaat belaka. Pembedaan roh ini memerlukan kejujuran, kelemahlembutan, sikap tenang dan juga refleksi rasional. Roh yang baik akan selalu membawa diri kita pada kedamaian hati, ketentraman dan juga kegembiraan hidup. Sebaliknya roh jahat biasanya selalu membuat kita untuk cenderung terburu-buru, emosional dan seringkali membuat kita tidak konsisten dengan keputusan-keputusan yang kita buat. Bagi Santo Ignatius, mereka yang ada dalam posisi sebagai pembimbing rohani harus punya kemampuan untuk mendengarkan dengan baik, sabar dan bertanya dengan penuh cinta kasih serta mengajak pihak yang dibimbing untuk secara jernih melihat pengalaman rohaninya.

Mengamati proses timbulnya gerakkan batin:
·         Awal baik, tengah baik dan akhirnya bagaimana?
·         Awal buruk, prosesnya baik dan akhirnya baik.Roh baik yang bekerja.
·         Awal buruk, prosesnya jahat, pasti akhirnya jelek.

14.  Ad Maiorem Dei Gloriam, adalah semboyan khas dari Ordo Serikat Yesus (Jesuit). Ad Maiorem Dei Gloriam adalah ungkapan berbahasa latin yang artinya “Demi Kemuliaan Tuhan Yang Lebih Besar”. Motto ini merupakan ciri mendasar dari Serikat Yesus, yang tentunya berakar dari jiwa dan semangat Latihan Rohani: mengabdi dan memuliakan Tuhan dalam segala hal. Motto Ad Maiorem Dei Gloriam juga biasanya digunakan sebagai motto oleh banyak institusi yang dikelola atau dimiliki oleh Serikat Yesus, seperti sekolah dan universitas di berbagai penjuru dunia. Tentunya, semangat yang mendasari motto inilah yang ingin selalu diperkenalkan dan disampaikan kepada mereka yang dididik dalam institusi Jesuit.

15.   Magis, adalah istilah dalam Spiritualitas Ignasian yang berarti “Lebih”. Tentunya istilah ini digali dari motto Jesuit sendiri “Ad Maiorem Dei Gloriam”. Dengan kata “Magis” berarti seseorang mau berbuat lebih, tidak cepat berpuas diri, tidak “suam-suam” kuku, seenaknya, bersantai ria, tetapi secara optimal mau mencari dan mewujudkan kehendak Allah dalam hidupnya dan tugas panggilannya bagi orang-orang di sekitarnya.
Semangat magis ini juga berakar pada jiwa dan semangat Latihan Rohani: Apa yang telah saya perbuat untuk Tuhan? Apa yang sedang saya perbuat untuk Tuhan? Dan apa yang akan saya perbuat untuk Tuhan?

16.   Cura Personalis, merupakan sebuah semangat untuk membantu orang lain secara tulus dan terbuka dalam membangun hubungannya dengan Allah dan sesama. Cura personalis harus selalu dipandang dalam konteks antara tuntutan panggilan hidup, semangat magis dan juga hidup rohani. Seseorang yang berada dalam posisi membantu orang lain dan juga mereka yang dibimbing perlu menciptakan suasana saling percaya satu sama lain. Oleh sebab itu, sikap terbuka, jujur, tidak menghakimi, tidak mengatur tetapi lebih cenderung mau mendengarkan dan bertanya sebagai sahabat merupakan sikap yang penting dalam cura personalis. Singkatnya, cura personalis adalah semangat dan tindakan yang lebih membantu orang lain untuk bertemu dengan Tuhan sendiri secara otentik.

17.  Hidup Religius, merupakan hidup bakti kepada Allah (Konsili Vatikan II dan Evangelica Testificatio, ET, 26-6-1971). Demikian juga hal itu dirumuskan di dalam Kitab Hukum Kanonik (CIC). Beberapa rumusan singkat hakekat hidup bakti/hidup religius sebagaimana terdapat dalam dokumen-dokumen resmi Gereja, yakni:

1.  Lumen Gentium (= Terang Bangsa-bangsa). Dokumen resmi Gereja ini menguraikan hidup bakti sebagai panggilan khusus bagi manusia dan menyebutkan bahwa hidup bakti itu adalah:
a.    Anugerah ilahi dari Bapa kepada orang beriman, dan terutama kepada beberapa orang yang menanggapi Kehendak-Nya (n. 42)
b.   Persembahan diri manusia kepada Allah  sebagai satu-satunya yang paling dicintai (n. 44)
c.    Persembahan diri total dengan hati yang tak terbagi (nn 42.44)
d.    Pembaktian diri secara lebih akrab (n. 44)
e.    Tujuan utama hidup bakti adalah membaktikan diri seutuhnya (n. 45), dan berkehendak tetap untuk mengabdikan diri kepada Tuhan demi kebaikan seluruh Gereja (n. 44).

2.  Perfectae Caritatis (= Cinta kasih Sempurna)
a.  Suatu bentuk kehidupan yang mempunyai nilai unggul (n. 1)
b. Mereka dipersatukan dengan Kristus (n. 1)
c.  Ciri totalitas persembahan ditekankan dalam dokumen  (nn. 1, 5)
d.  Kelanjutan atau langkah lanjut dari baptis (n. 5)

3.    Evangelica Testificatio (= Kesaksian Injili)
a.    Menegaskan kembali ajaran Konsili tentang hidup bakti yang berpusat pada anugerah cinta Allah kepada manusia (n. 7)
b.    Menekankan kesatuan erat antara kaum religius dengan Kristus dalam Ekaristi (nn. 3, 4, 9, 47)
c.    Persembahan cinta seorang religius kepada Tuhan, sebagai tanggapan atas karunia ilahi dari Allah  (nn. 3, 47)
d.    Hidup Bakti dan komunitas (n. 38)

4.    Codex Iuris Canonici (Kitab Hukum Gereja, sebagai Hukum Resmi dalam Gereja, Kan. 573 $ 1). Hidup bakti menurut Kitab Hukum  Kanonik adalah hidup yang dibaktikan dengan kaul atas nasehat-nasehat injili sebagai:
a.  “Suatu bentuk kehidupan tetap di dalam Gereja, di mana umat beriman, atas dorongan Roh Kudus, mengikuti Kristus secara lebih dekat” (1)
b.  “Dipersembahkan secara utuh kepada Tuhan yang paling dicintai, demi kehormatan Allah, pembangunan Gereja dan keselamatan manusia yang diwujudkan di dunia ini” (2),
c.  untuk menjalankan tugasnya itu “mereka dilengkapi dengan dasar baru dan khusus, guna mengejar kesempurnaan cinta kasih dalam pelayanan Kerajaan Allah”, (3)
d.  dan mereka ini menjadi “tanda unggul dalam Gereja untuk mewartakan kemuliaan surgawi”.(4)

18. Tiga Nasehat Injil, adalah: keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Konsili Vatikan II, sesuai dengan tradisi berabad-abad, menyatakan bahwa nasehat-nasehat Yesus yang dihayati para religius, seperti terdapat dalam Injil itu, merupakan cara untuk menyatukan diri dengan Allah secara khas dalam Yesus. Tentu saja di samping tiga nasehat Injil itu, masih terdapat nasehat-nasehat lainnya.Penentuan tiga nasehat injil sebagai kaul hidup bakti itu lama dalam sejarah kerohanian tarekat religius. Sejak permulaan dalam Gereja telah timbul suatu keinginan untuk hidup mengikuti Kristus secara radikal. Hal itu dimulai oleh para rasul, kemudian para pertapa di padang gurun, kelompok rahib dan rubiah. Akhirnya atas bimbingan Roh Kudus dan bantuan Gereja, mereka menemukan bahwa tiga nasehat Injil itu merupakan cara yang terbaik untuk menyerahkan diri kepada Tuhan. Lama kelamaan mereka secara lebih jelas mampu mempertemukan tiga nasehat injil sebagai yang mencakup seluruh hidup manusia.

Lewat ketiga nasehat Injil itu, mereka juga mengikatkan diri secara penuh kepada Allah. Tiga nasehat Injil: keperawanan, kemiskinan dan ketaatan merupakan ungkapan keinginan untuk mencintai dan hidup menyerupai Yesus Kristus secara sempurna. Kesempurnaan praksis dan penghayatan tigas nasehat Injil itu mematangkan semangat cinta kasih, yang membuat orang mampu menyerap seluruh hidup manusia dan hanya tertuju kepada Allah. Maka keperawanan, kemiskinan dan ketaatan tak dapat dipisahkan satu sama lain, tetapi tetap merupakan satu kesatuan dalam persembahan diri seorang religius kepada Allah. Itu disebut nasehat, karena itu bukan suatu perintah, tetapi suatu tawaran yang melampaui batas-batas perintah yang diharuskan. Mereka mau hidup sempurna lebih dari sekedar apa yang diperintahkan itu, tetapi  merupakan ungkapan cinta atau kehendak untuk mau mencintai Allah secara lebih sempurna seperti cinta yang dihayati Kristus sendiri (LG. n. 42).


19.   “ANAWIM” adalah: orang-orang yang miskin, lembut hati (artinya peka rohani), dan yang rendah hati. Mereka mempercayakan dirinya kepada penyelenggaraan Tuhan, yang mencintainya. Orang-orang inilah yang terpilih menjadi pewaris janji Abraham. Meskipun kerap kali mereka ditindas oleh para kaya dan penguasa. Dalam Perjanjian Lama (PL = yang memuat kisah sejarah Israel) kita kenal kaum “ANAWIM”. Yang disebut “orang milik Yahwe”.

20.   Konsolasi: adalah seseorang yang rasa batinnya sedang mengalami perasaan yang berkobar-kobar, bersemangat tinggi dalam melakukan sesuatu demi cinta kepada Allah Tuhannya. Orang yang bertobat dan merasa sedih atas dosa-dosanya sehingga mencucurkan air mata juga bisa disebut sebagai konsolasi. Jadi konsolasi pada dasarnya adalah setiap keadaan dimana iman, harapan, dan kasih semakin dirasakan bertambah dalam diri seseorang.

Cara mengambil sikap dalam konsolasi:
-          Syukur dan rendah hati, karena sadar bahwa segalanya adalah rahmat
-          Bila terdorong, membuat niat yang realistis untuk perbaikan hidup tobat
-          Bersiap-siap menghadapi desolasi bila suatu saat tiba
-          Jangan terlena, sehingga tidak berhati-hati dalam melangkah.

  1. Desolasi, adalah keadaan dimana batin seseorang sedang gelap, kacau, sepi, bingung, terseret ke arah hal-hal duniawi, dan membuat iman, harapan, dan kasih semakin kurang dirasakan.
Cara menghadapi desolasi:
-          Ingat sewaktu konsolasi, sehingga tetap bisa bersabar, tekun dan percaya
-          Tidak membuat putusan atau peerubahan atas putusan saat mengalami desolasi
-          Sadar bahwa rahmat tetap ada, juga dalam saat kegelapan sekalipun
-          Jangan berdiam diri bila setan menyerang, lakukan sesuatu: askese, doa, laku tapa,dll

Mengapa desolasi:
-          Biasanya ada tiga sebab utama dari desolasi. Satu,  karena kita sendiri yang malas dalam menjaga kedekatan kita dengan Tuhan. Dua, Tuhan sendiri yang ingin mencoba seberapa besar iman kita kepada-Nya bahkan dalam situasi yang paling tidak mengenakkan sekalipun. Tiga, Tuhan sendiri yang ingin memberi kita pengetahuan serta pengertian yang benar, supaya kita dapat merasa dalam-dalam bahwa bukanlah tergantung pada kekuatan kita untuk bisa sampai pada konsolasi, melainkan semua itu adalah rahmat Tuhan kita belaka.

  1. Dua Panji (Matius 4:1-12)

ROH BAIK

ROH JAHAT



Nilai-nilai Yesus dan sasarannya

Kebutuhan psikologis – daging/dunia

Fokus: Allah sebagai awal dan akhir
- sadar dan menerima sebagai;
- berbakti pada Allah

Fokus: dirinya sendiri dan  ciptaan
- Mau menyamai Allah;
- Menyembah berhala

Arah: syukur kepada Allah
- ciptaan sebagai sarana menuju Allah
- terus berkembang

Arah: kenikmatan, egois dan hedonis
- behenti pada ciptaan saja
- tidak mampu berkembang

Lepas bebas: miskin
- “Carilah Allah, yang lain akan diberikan padamu
- Sikap lembut, murah hati

Milik: kelekatan pada harta dunia
- milikilah kekayaan sebesar-besarnya yang lain akan ditambahkan;
- Keras dan kasar

Rendah hati: 
- tanpa nama, diremehkan, tidak dikenal dan malah mendereita

Kejar popularitas:
- dengan harta segalanya mungkin: nama, kawan;
- jadilah bintang, tokoh

Bergantung pada Allah semata:
- iman yang personal;
- iman yang eklesial, transformatif;
- orientasi apostolis

Kuasa:
- andalkan diri sendiri: atheisme praktis, iman ritual dan lahiriah,
- “look at me…”

Jati diri yang otentik:
- berdasarkan pada Allah dan rahmat; - tidak bisa dirampas;
- dalam Yesus lewat salib

Jati diri yang palsu:
- bergantung pada diri sendiri;
- bisa lepas dan terampas; tanpa Yesus dan salib

Yohanes 8:31-32: Roh Kebenaran

Yohanes 8:44 dusta dan kebohongan





  1. Tiga Model Mistik

(1)  INTELEK: à Kherubika
(a)  Mistik Intelektual. Ini adalah mistik penerangan, pemahanan akan sabda Tuhan, yang mengantar orang hidup dalam kebenaran. Inilah yang kita sebut mistik Pendamaian.
(b) Pengalaman mistik pendiri suatu tarekat atau lembaga hidup bakti ini bermula dari pengalaman terang budi atau mistik intelektual, yaitu perjumpaan dengan Allah yang memberikan terang di bumi pada saat dunia mengalami kegelapan dan kekaburan sistem nilai. Misalnya: Dominikus melahirkan OP, Arnoldus Jansen melahirkan SVD dan Vincentius a Paulo melahirkan CM.

(2)HATI: à Serafika.
(a)  Mistik Afektif. Ini adalah mistik kesatuan, atau intimitas. Pengalaman mistik ini mengantar orang menuju  pada mistik intuitif à pemahaman hati, artinya apa yang dirasakan dalam batin dimengerti dan mulai dikenalinya. Hidup dalam nilai penghargaan kepada sesama dan berdekatan dengan “mistik persaudaraan”.
(b) Bermula dengan perjumpaan Allah yang kembali memberikan hatiNya di bumi ini pada saat dunia sepertinya tidak punya hati, banyak terjadi peperangan, kesengsaraan dan pemiskinan karena manusia tidak punya hati dan ini yang sering disebut mistik afektif. Misalnya pengalaman mistik St. Fransiskus Asisi yang kemudian melahirkan OFM, atau tarekat lainnya

(3)  KEHENDAK à Angelica
(a) Mistik Volutif: Ini adalah pengalaman mistik, seperti seorang malaikat yang selalu siap sedia untuk diutus kemanapun untuk menjalankan tugas. Mistik kehendak ini mengantar orang untuk terlibat dalam pengabdian kepada sesama dan untuk berbuat keadilan.
(b) Mungkin pengalaman mistik, yang dimulai perjumpaan dengan Allah dalam Kristus bergegas kemana-mana untuk menyelamatkan jiwa-jiwa (pengab­dian), sering disebut sebagai mistik volutif, seperti yang dialami oleh santo Ignatius Loyola yang mendirikan Serikat Yesus
         


24.                Cara Berdoa Dengan Kitab Suci


  1. Persiapan menjelang doa:
1)    Mengusahakan sikap tenang, santai dan mulai menyadari diri sendiri (bisa  menggunakan latihan penyadaran)
2)    Mengingat-ingat kembali pokok renungan dan meresapkan makna tema-temanya.
3)    Mohon rahmat agar kita dapat bersikap terbuka dan tanggap terhadap sabdaNya.

  1. Saat berdoa:
1)    Membaca dengan tenang isi Kitab Suci dan Catatan Penuntun
2)    Biarkanlah Sabda Tuhan menguasai hati kita.
3)    Mendengarkan dan memperhatikan SabdaNya dengan penuh keterbukaan.
4)    Berinteraksi dengan Tuhan secara jujur dan terbuka.
5)    Bersabarlah menanti bimbingan Roh dan mohonlah rahmat agar bisa percaya.

  1. Mengakhiri doa dengan ucapan syukur dan terimakasih.
1)    Setelah doa selesai, catatlah apa yang terjadi dalam doa? 
2)    Bagaimana perasaanku mengalami Allah?
3)    Bagaimana kehendakku digerakkan dan ke arah mana?
4)    Bagaimana suasana batinku: Konsolasi atau desolasi?



25.                “Bersabdalah ya Tuhan, hambamu mendengarkan” (1 Sam 3:10)

Allah yang kita ikuti dan kita imani adalah Allah yang bersabda, yang hidup dan berkarya. Ia bersabda, menyapa, dan membimbing kita. Tuhan bisa menggunakan apapun juga untuk menyampaikan kehendakNya kepada manusia. Tuhan bisa berkarya kapan dan di manapun juga, Sabda  Tuhan itu hidup dan penuh daya.
(bdk. Ibr. 4:12-13). Allah bisa bersabda melalui keempat jalan berikut ini, yakni:
1)    Kitab Suci:  Allah bersabda lewat Kitab Suci; maka kita perlu akrab dengan Kitab Suci (membaca, merenungkan, dipahami situasinya, menjadi sarana doa ….)
2)    Hati Nurani: bisikan nurani kita juga bisa dipakai Allah untuk  menyampaikan kehendakNya; di sinilah pentingnya kepekaan atas suara hati dan mentaaitnya, perlu keheningan untuk mendengarkannya.
3)    Orang lain: mereka ini bisa menjadi perantara Sabda Allah; perlu mengembangkan sikap dan pandangan positif pada orang lain. Perlu mengembangkan sikap menghargai orang lain sebagai sesma citra Allah. (bdk. Mk. 2:1-12 – Kisah orang lumpuh disembuhkan).
4)    Peristiwa kehidupan/alam: kita tahu bahwa Allah dalam keyakinan iman Perjanjian Lama sering bersabda lewat gejala alam (bdk. Mazmur 8, dll.), Yesus (dalam PB) sering mengajar lewat  perumpamaan (pohon ara, cuaca, biji sesawi, bunga bakung, gandum dan ilalang, dll.).


  1.  Pertanyaan reflektif menyangkut lima pilar hidup menggereja sebagai imam
1.      Leiturgia: apakah hidupku sudah merupakan suatu “ibadah” atau gerak sembah bakti pada Allah? Apakah seluruh energi cintaku sudah terpusat untuk memuji dan meluhurkan Allah semata-mata? Ataukah masih terpecah-pecah oleh karena banyak energi cinta yang tersia-sia atau tidak terarah pada Allah?

2.      Koinonia: apakah kesatuan dan relasi personalku dengan Allah betul-betul memberi daya pembangunan bagi paguyuban dan persaudaraan dengan sesama imam dalam paguyuban hidup imam maupun dalam karya? Masih adakah pengaruh bawah sadar dalam rupa perwatakan dan perangai defensif sehingga cenderung memecah belah atau membawa ke pemuliaan diri?

3.   Kerygma: apakah usaha untuk bertekun pada ajaran rasul menjadi nyata dalam pembinaan diri, pendalaman iman, pendalaman spiritualitas dan pencaharian obor hidup yang makin hari makin obyektif? Ataukah aku mulai jatuh ke dalam kepicikan pengetahuan dan arah hidup, sehingga mulai berwawasan sempit, cende­rung kaku dan tidak fleksibel dalam hidup?

4.      Martyria: Apakah segi pengorbanan, ingkar diri dan kesaksian tentang pengosongan diri Kristus cukup dapat bertumbuh dalam diriku yang mau ikut ambil bagian dalam penyerahan Diri Kristus ini? Ataukah masih sering ditunggangi oleh nafsu-nafsu seperti selera tinggi, ambisi dan libido sehingga cenderung meremehkan sesama dan meninggikan diri?

5.  Diakonia: Apakah segi pengabdian, dedikasi, pelayanan dan penghambaan cukup berkembang dalam hidup pribadi, sehingga tidak cenderung minta dilayani dan diperhatikan tetapi lebih melayani dan memperhatikan sesama. Apakah cukup ber­tumbuh dalam hidup sederhana dan rendah hati sehingga dapat menghayati spiritualitas pelayanan yang mendasari mistik imamat?


  1. Mengenal Indikasi dan Solusi Tujuh Arus Dosa
                 Indikasi                                                                                 Solusi

1.   KEBANGGAAN HATI
  • tidak bersikap toleran                             *   milikilah pandangan yang tepat tentang
  • berambisi besar                                ketergantungan hanya pada Tuhan     
  • sombong                                   *   cenderung mendahulukan orang lain dari
  • terlalu memuji diri                             daripada diri sendiri
  • bersikap menghina                       *   membiasakan diri untuk melayani
  • egosentris                                       orang lain
  • keras kepala                               *   keterbukaan kepada semua orang
  • suka jengkel oleh pelanggaran        *   kemurnian dalam motivasi/ujud/intensi
orang lain                                   *   menggunakan kharisma-kharisma
  • congkak,angkuh, mudah tersinggun      dengan cara sederhana
  • tidak perhatikan nasihat orang lain

2.     HATI PENUH IRI
  • kebohongan                               *   kembangkan rasa merasa yang sederhana
  • kikir / pelit                                  *   jauhkan diri dari hal-hal yang berlebihan
  • kurang bebesar hati                     *   keinginan besar meniru Kristus yang
  • penimbunan kekayaan                       menderita
  • mein sembunyi/serba rahasia                  *   mencari kerajaan Allah lebih dulu
  • tidak murah hati (dlm berbuat baik)*   bagi-bagikan apa yang kau miliki
  • cari keamanan dalam hal duniawi    *  berikan kepada orang lain yang terbaik

3.   KEMARAHAN
  • Keengganan dalam segala hal         *   Selalu membayangkan Kristus  tersalib
  • Membuat seseorang  marah/geram *   lakukan perbuatan amal kecil-kecil
  • Tidak sabaran                                  bagi mereka yang mengganggumu
  • Ingin membalas dendam               *   hidup selalu dalam kehadiran Tuhan
  • Bersikap baik  terhadap seseorang  *   berdiam diri sewaktu diganggu
Agar orang lain tersingkirkan

4.   KECEMBURUAN
  • membuat orang lain benci             *   berterima kasih kepada Tuhan untuk
  • sebarkan desas-desus                                 semua anugerah dari orang lain
  • menjelek-jelekan orang lain            *   berdoa bagi orang yang anda benci
  • menfitnah, membalas dendam       *   bicara yang baik tentang orang yang
  • senang atas sengsara orang lain          tidak disenangi
  • pendengki, jengkel bila orang         *   renungkan tentang hidup surgaw
         lain dipuji


5. KEMALASAN
  • mempunyai sikap malas                *   pelihara dengan baik hidup doa anda
  • selalu datang terlambat                 *   perhatikan acara-acara harian Anda
  • tidak bergairah dalam segala hal          dengan teliti
  • mudah putus asa                         *   buatlah segera yang enggan dilakukan
  • tidak mantap                              *   kerapkali merenung tentang hidup kekal
  • suka murung bermuram durja        *   lakukan perbuatan displin yang kecil-
  • sukar diberi semangat                                 kecil

6.   KERAKUSAN
  • pikir dan bicara  tentang makanan  *   putuskan sebelumnya berapa banyak
  • selalu ngomel tentang makanan           yang akan diambil, teguh dalam
  • membuang-buang makanan                putusan itu
  • mengabaikan orang lain di meja     *   makan dan minum dihadapan Allah
makan                                       *   kurangi sedikit pada tiap kali makan
  • tahu batas dalam minuman alkohol      makanan yang disenangi
  • suka membnual, omong kosong, riuh *   melawan hawa nafsu

7.   NAFSU BIRAHI
  • keingintahuan tentang sex             *   perkembangkan cinta pribadi kepada
  • keakraban berlebihan dgn seseorang     Tuhan
  • kurang hati-hati dalam membuka buku * jauhkan kesempatan untuk berdosa
  • tidak mengendalikan khayalan        *   berkeras diri terhadap tubuh sendiri
  • mencari serba nikmat                       *   isilah waktu dengan macam-macam
  • tidak terbuka  terhadap bapak             kesibukkan yang berguna
pengakuan                                   *  hiduplah seutuhnya bagi orang lain
  • tidak gunakan sarana untuk kepentingan
diri dan kendalikan nafsu



28.    Roh Jahat dan Roh Baik

  1.   Bagi yang cenderung ke jahat (LR 314)

a.    Situasi orangnya.
Orang yang pelan-pelang menjauh dari Tuhan. Misalnya orang yang egoistis, hanya berpusat pada dirinya sendiri, mencari kesenangan sendiri, sehingga tidak ada minat pada spiritualitas yang sedang dijalani.

Orang yang hidup dan imannya  dilingkupi harta, relasi, tugas, kecemasan, sehingga yang dikenal hanya nilai-nilai non kristiani. Secara praktis orang semacam ini sudah menganut atheistik. Bagi orang seperti ini , Allah tidak diperhitungkan lagi. Dirinya yang menjadi pusat berehala. Keadaan ini bisanya berjalan pelan-pelan, sehingga kalau sadar sudah tak kuasa lagi untuk melawannya. Situasinya sudah begitu jelek, lebih jelek dari orang yang jatuh dalam dosa dramatis. (Inilah yang disebut “suam-suam kuku”).

b.    Pengaruh Roh Jahat dan Roh Baik.

·     Roh Jahat: Di sini datang secara halus tanpa perlawanan. Ia memberi kenikmatan dan kesenangan semu dari indrawi supaya disposisi orang itu berkembang menjadi lebih jelek.

·       Roh Baik: bersikap kebalikannya tidak dapat memanfaatkan disposisi orang itu. Maka roh baik mengajak melalui akal sehat, lalu menimbulkan  rasa dosa yang sehat dan dan benar. Maka di sini, Roh baik menyesahkan hati orang. Selanjutnya mengajak mengadakan penilaian moral terhadap kecenderungan itu agar berubah arah. Dapat juga melalui afeksi seseorang kerena di dalam hati orang itu ada kerinduan akan Allah.

     2.   Pada orang yang ingin hidup dalam jalan Tuhan (LR 315).

a.    Orangnya:  Orang yang ingin hidup dalam jalan Tuhan. Misalnya orang yang bertobat, orang yang secara jujur ingin maju dalam cinta kepada Allah sendiri dan kepada sesamanya.

b.    Cara kerja Roh Jahat:  di sini memakai serangan-serangan frontal dan memakai tipu daya yang licik. Taktiknya antara lain:
·         Menyerang bagian-bagian yang sensitif, penalaran dan alasan palsu, bagian defensif seseorang.
·         Berusaha melumpuhkan  semangat supaya menyerah kalah
·         Merasa itu tidak mungkin
·         Melalui kelemahan kodrati, misalnya berbuat salah tetapi merasa “tidak apa-apa”, tahu-tahu kecil hati, antusiasme pertama, ambisi yang pupus, dll

c.    Roh Baik:  Berperan kebalikannya, misalnya:
·         Menyadarkan perasaan iman, harapan dan kasih yang sejati.
·         Memelihara keterbukaan terhadap rekan dan pimpinan
·         Memiliki dan bersikap rendah hati, ketabahan dalam berupaya dan tahan dalam derita, pengampuan pada sesama.
·         Memiliki semangat dan kekuatan untuk mengabdi
·         Keberanian untuk melawan hambatan-hambatan.


29.        “Antifon O”

“Antifon O” menunjuk pada ketujuh antifon yang didaraskan (atau dimadahkan) sepanjang periode khusus dalam Masa Adven yang dikenal sebagai Hari Biasa Khusus Adven, yakni pada tanggal 17 Desember hingga 23 Desember.

Asal mula “Antifon O” ini secara tepat tidak diketahui. Boethius (± 480-524) membuat sedikit catatan mengenainya, dengan demikian memberikan gambaran mengenai keberadaannya pada masa itu. Dalam Biara Benediktin Fleury (sekarang Saint-Benoit-sur-Loire), Antifon O ini didaraskan oleh abbas dan pemimpin biara lainnya dengan urutan menurun, dan kemudian sebuah hadiah diberikan kepada masing-masing anggota komunitas. Pada abad kedelapan, Antifon O dipergunakan dalam perayaan-perayaan liturgi di Roma. Sebab itu orang dapat menyimpulkan bahwa dalam suatu cara tertentu, Antifon O telah menjadi bagian dari tradisi liturgis kita sejak masa awali Gereja.

Antifon O berfungsi ganda. Masing-masing antifon menggarisbawahi suatu gelar bagi Mesias: O Sapientia (O Kebijaksanaan), O Adonai (O Tuhan), O Radix Jesse (O Tunas Isai), O Clavis David (O Kunci Daud), O Oriens (O Surya Pagi), O Rex Gentium (O Raja Para Bangsa) and O Emmanuel (O Imanuel). Masing-masing antifon juga berhubungan dengan nubuat Yesaya mengenai kedatangan Mesias. Marilah sekarang kita melihat masing-masing antifon dengan sekedar suatu contoh dari nubuat Yesaya yang berkenaan dengannya:

O Sapientia: “O Tuhan, yang mahabijaksana, semuanya Kau atur dengan lembut dan perkasa; datanglah dan bimbinglah langkah kami.” Yesaya telah menubuatkan, “Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN” (11:2-3) dan “Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan” (28:29).

O Adonai: “O Tuhan, pemimpin umat, yang memberikan hukum kepada Musa di Sinai, datanglah dan bebaskanlah kami dengan lengan perkasa.” Yesaya telah menubuatkan, “Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik. Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang” (11:4-5); dan “Sebab TUHAN ialah Hakim kita, TUHAN ialah yang memberi hukum bagi kita; TUHAN ialah Raja kita, Dia akan menyelamatkan kita” (33:22).

O Radix Jesse: “O Tuhan, Tunas Isai, yang menjulang di tengah bangsa-bangsa, bebaskanlah kami, dan jangan berlambat.” Yesaya telah menubuatkan, “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah” (11:1) dan “Pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji bagi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa dan tempat kediamannya akan menjadi mulia” (11:10). Patut diingat bahwa Isai adalah ayah Raja Daud, dan Mikha telah menubuatkan bahwa Mesias akan berasal dari keluarga dan keturunan Daud dan dilahirkan di kota Daud, yaitu Betlehem (Mikha 5:1).  

O Clavis David: “O Tuhan, Kunci Kerajaan Allah, datanglah, dan bebaskanlah umat-Mu dari perbudakan.” Yesaya telah menubuatkan, “Aku akan menaruh kunci rumah Daud ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka” (22:22) dan “Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya” (9:6).  

O Oriens: “O Tuhan, cahaya abadi dan surya keadilan, datanglah, dan terangilah mereka yang duduk dalam kegelapan dan bayangan maut.” Yesaya telah menubuatkan, “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar” (9:1).

O Rex Gentium: “O Tuhan, Raja segala bangsa dan batu penjuru Gereja, datanglah, dan selamatkanlah manusia yang Kau bentuk dari tanah.” Yesaya telah menubuatkan, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai” (9:5) dan “Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang” (2:4).

O Emmanuel: “O Imanuel, Engkau raja dan pemberi hukum. Datanglah dan selamatkanlah kami, ya Tuhan Allah kami.” Yesaya telah menubuatkan, “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel” (7:14). Patut diingat bahwa “Imanuel” berarti “Allah menyertai kita”.

Menurut Professor Robert Greenberg dari San Francisco Conservatory of Music, para biarawan Benediktin menggubah antifon-antifon ini dengan suatu tujuan tertentu. Jika orang mulai dari gelar terakhir dan mengambil huruf pertama dari masing-masing gelar itu -  Emmanuel, Rex, Oriens, Clavis, Radix, Adonai, Sapientia - maka terbentuklah kata-kata Latin “ero cras” yang berarti, “Esok, Aku akan datang”. Sebab itu, Tuhan Yesus, yang kedatangannya kita persiapkan sepanjang Masa Adven dan yang kita sapa dengan ketujuh gelar Mesianis ini, sekarang berbicara kepada kita, “Esok, Aku akan datang”. Jadi, Antifon O tidak hanya mendatangkan kerinduan dalam persiapan Adven kita, melainkan juga mendatangkan suatu akhir yang penuh sukacita!



30.  Filosofi Kesederhanaan

a.  Saran praktis untuk memiliki kesederhanaan secara lahiriah (= outer simplicity):
-          Belilah barang-barang yang tujuannya untuk digunakan bukan untuk prestise.
-          Tolaklah segala hal yang mendatangkan kecanduan/keterikatan.
-          Bangunlah kebiasaan memberi barang-barang yang tidak kita gunakan kepada orang lain. Sebab pada dasarnya kita ini pengumpul sampah. Kita sering mengoleksi barang-barang yang sesungguhnya tidak kita butuhkan.
-          Belajarlah untuk memiliki sesedikit mungkin barang-barang yang tidak perlu bagi perjalanan hidup iman dan kemasyarakatan.
-          Belajarlah juga untuk tidak mudah mempercayai apa yang diiklankan. Mereka menciptakan kebutuhan dalam diri kita untuk barang atau hal-hal yang sesungguhnya tidak kita butuhkan. Sering orang merasa barang itu adalah kebutuhannya karena iklan yang mengatakan demikian.
-          Belajarlah untuk menikmati barang tanpa harus memilikinya. Misalnya, kalau mau membaca buku yang bagus, kita tidak perlu membelinya, datang saja ke perpustakaan. Banyak pemilik rumah pantai yang terlalu sibuk sehingga tidak bisa menikmatinya. Kita cukup meminjam atau menyewanya. Mau lihat ikan? Kunjungi saja berbagai toko ikan hias atau ke Sea World, bukan?
-          Berhati-hatilah dengan propaganda kartu kredit: "beli sekarang bayar kemudian." Karena kita akan terjebak pada hutang. Dan yang terpenting, hindari dari segala hal yang bisa menyimpangkan kita dari sasaran utama kita. Di dunia ini terlalu banyak pilihan. Jangan habiskan waktu untuk memilih. Fokuskan pada tujuan utama hidup kita.  Hati-hati juga bahwa membeli barang yang murah tidak selalu berarti kesederhanaan. Dalam membeli barang selain memperhatikan faktor harga, juga faktor: durability, usability & beauty.

b. Saran praktis untuk memiliki kesederhanaan secara batiniah (= inner simplicity):
- Belajarlah akan kearifan: enough is enough.
- Sadarilah bahwa “only few things are needed.” (Luk. 10: 41)
- Belajarlah mendengar secara kritis suara-suara batiniah dan suara-suara dari luar.
- Belajarlah untuk mengetahui mana suara Allah dan mana yang tidak.
- Milikilah rasa aman dan harga diri di dalam Kristus bukan pada berbagai gelar, posisi atau banyaknya harta benda kita.



Ignatius expects that God will elicit the desires that are most for our good if we open ourselves and our hearts to God’s tutelage and if we ask God to give us these desires….
If we have this desire (to be with Jesus), God must want us to have it, and for our good.
(Barry, Finding God in All Things, 1991p.79)

0 komentar:

Posting Komentar