Ads 468x60px

Jose Maria Escriva



OPUS DEI

Prolog
Gunawan adalah seorang pemain gamelan di Gereja Cilincing, Utara Jakarta. Bagi saya, nama ini bisa berarti Berguna dan Menawan. Bagaimana kita sebagai orang beriman juga bisa berguna dan menawan? Kita akan belajar dari sosok seorang pastor diosesan Spanyol, Josemaría Escrivá de Balaguer (1902-1975). Siapa dia? Apakah Anda pernah melihat film Da Vinci Code? Atau, mungkin kita pernah membaca novel Dan Brown dengan judul The da Vinci Code? Sekilas pintas, banyak pilar kontroversi yang dihadirkan di sana, bukan? Salah satu kontroversi yang menceruat adalah tentang Prelature of the Holy Cross - Opus Dei, atau lebih kerap dikenal dengan nama Opus Dei. Dialah orang di balik nama besar Opus Dei ini!


Sebuah sketsa profil
“Orang kristiani harus hidup mengikuti jejak langkah sang Guru,
menerima secara bertanggung jawab perutusan yang dianugerahkan
kepadanya pada waktu pembaptisan: ‘Pergilah, wartakanlah
Injil. … Aku menyertai kamu’. Yesus telah mengatakan ini, dan
Dia telah mengatakannya kepadamu” (Jalan, No. 213 dan 904).

Begitulah tukas Jose Maria Escrivá yang dilahirkan pada tanggal 9 Januari
1902 di Barbastro, Spanyol Utara. Ia dilahirkan dengan nama Jose Maria
Mariano Escriva Albas. Ketika berumur 15 tahun, ia mulai merasakan
panggilan Tuhan. Jose Maria memulai perkuliahannya di Seminari Logrono
pada tahun 1918, kemudian dilanjutkan pada tahun 1920 di Seminari Santo
Fransiskus dari Padua di Saragossa. Mulai tahun 1922, dia ditunjuk menjadi
pengajar pembantu (tutor) dan setahun kemudian, ia belajar tentang Hukum
Sipil di Universitas Saragossa. Jose Maria ditahbiskan sebagai diakon pada
tanggal 20 Desember 1924, dan sebagai imam diosesan pada tanggal 28
Maret 1925 di Saragossa, Spanyol.

Jose Maria memulai karya pastoralnya di dusun Perdiguera di kawasan
Keuskupan Saragossa. Pada musim semi 1927, dengan seizin Uskup
Agung Saragossa, dia berpindah ke kota Madrid. Di sanalah ia mengajar dan melanjutkan kuliah doktoralnya pada bidang hukum sipil di Universitas Madrid. Di kota Madrid ini juga, Jose Maria
menjalankan pelbagai karya pastoral, terutama kunjungan kepada orang-orang
miskin dan orang sakit di pelbagai tempat. Jose Maria bekerja sebagai
imam Patronato de Enfermos (Yayasan bagi orang-orang sakit).
Berdasarkan inspirasi Ilahi, Jose Maria mendirikan Opus Dei pada
tanggal 2 Oktober 1928, di Madrid, yang bertujuan untuk menyucikan
iman setiap orang awam. Pada tanggal 14 Februari 1930, Jose Maria juga
mulai membuka karya kerasulan Opus Dei bagi para wanita. Dengan
demikian, terbukalah suatu jalan baru dalam Gereja: membantu umat dari
segala lapisan masyarakat untuk mencapai suatu kesucian hidup tanpa perlu
mengubah status hidupnya (state of life).

Pada tanggal 14 Februari 1943, Jose Maria juga mendirikan Serikat
Imam Salib Suci yang tidak bisa dipisahkan dari Opus Dei. Hal ini membuka
kemungkinan bukan saja untuk dapat menginkardinasikan para imam Opus
Dei, tetapi juga nantinya memungkinkan para imam diosesan dari pelbagai
keuskupan menjalankan spiritualitas Opus Dei. Spiritualitas Opus Dei
adalah mencari kesucian hidup dengan menjalankan pelbagai karya pastoral
sementara mereka tetap patuh terhadap ukup mereka masing-masing. Paus
Yohanes Paulus II meresmikan Opus Dei sebagai sebuah prelatur pribadi pada
28 November 1982. Artinya Paus Yohanes Paulus II membuatnya sebagai
bagian dari struktur hierarki Gereja Katolik Roma.

Opus Dei, dalam arti literal bermakna “the work of God”, adalah
semacam perkumpulan internasional bagi setiap orang Katolik. Organisasi
ini kerap dinilai beraliran konservatif dan lekat-dekat dengan pelbagai tradisi
Gereja Katolik. Mereka juga senantiasa mencari kesempurnaan iman secara
personal dan berusaha menerapkan secara sungguh-sungguh pelbagai matra
utamanya dalam pekerjaan dan kehidupan bermasyarakat: seeking holiness,
mencari kesucian dan menemukan Tuhan dalam hidup sehari-hari.

Bicara soal bagaimana cara mencapai kesucian dalam hidup seharihari,
Jose Maria Escriva pernah berkata, “Segala sesuatu yang manusiawi
bukanlah hal-hal yang asing bagi Yang Ilahi. … Aku menghadiahkan engkau
sebuah buku Kehidupan Kristus, semoga engkau mencari Kristus. Semoga
engkau menemukan Kristus, dan semoga engkau mencintai Kristus. Ini
adalah tiga tahap yang sangat jelas. Apakah engkau telah mencoba mulai
dengan tahap yang pertama?” Tentu buku yang dimaksudkannya adalah 999
butir tulisan rohani yang dia bukukan dalam: Camino – Jalan (The Way).
Buku ini diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1934 dalam bahasa
Spanyol dengan judul Consideraciones Espirituales (Renungan Rohani).

Buku ini telah diterbitkan dalam 284 edisi dengan total jumlah percetakan
lebih dari 4,5 juta eksemplar dalam 43 bahasa. Buku ini juga menjadi
semacam bacaan wajib para anggota Opus Dei. Camino – Jalan (The Way),
yang lahir dari suatu pengalaman hidup imannya yang mendalam, dan
bertujuan mendorong semangat orang untuk mencintai Tuhan dan hidup
dalam Tuhan. Jelasnya, “Kata-kata yang saya bisikkan di telingamu - sebagai
seorang teman, sebagai seorang saudara, sebagai seorang bapa ... agar dapat
membangkitkan beberapa pemikiran yang akan berkesan dan menggugah
hatimu sehingga dengan demikian hidupmu akan menjadi lebih baik dan
membawamu ke dalam hidup doa dan cinta kasih.”

Pada tahun 1946, Jose Maria menetap di Roma, yang merupakan
tempat kediaman sampai akhir hidupnya. Dari sana, ia mendorong dan
mengatur perkembangan Opus Dei di seluruh dunia dengan mencurahkan
segala tenaganya untuk membina setiap anggota Opus Dei, dalam bidang
doktrin, kerasulan, dan askese. Ia juga bekerja sebagai penasihat bagi Komisi
Kepausan dalam Interpretasi Hukum Kanonik, dan juga bagi Kongregasi
Kudus untuk Urusan Seminari dan Universitas Katolik. Ia juga ditunjuk
sebagai Prelat untuk Takhta Suci dan anggota kehormatan Kepausan bidang
Teologi. Di samping itu, ia juga menjabat Konselor bagi Universitas Navarra
(Spanyol) dan Universitas Puira (Peru).

Pada tanggal 26 Juni 1975, Jose Maria Escriva wafat dengan tiba-tiba
di Roma, di ruangan tempat kerjanya setelah ia menatap dengan penuh
kasih gambar Bunda Maria untuk terakhir kalinya. Hari peringatannya kini
dirayakan pada tanggal 26 Juni. Jenazah Jose Maria diistirahatkan di Gereja
Prelatura Santa Maria Ratu Pencinta Damai, Viale Bruno Buozzi no. 75,
Roma. Pada saat Jose Maria meninggal, Opus Dei telah tersebar di lima benua,
dengan memiliki lebih dari 60.000 anggota dari 80 kewarganegaraan,
melayani Gereja dengan semangat yang sama dan persatuan yang utuh
dengan paus dan para uskup yang menjadi ciri-ciri khas Jose Maria.

Opus Dei dikenal luas oleh kalangan masyarakat dunia secara tidak langsung
melalui publikasi buku dan film The Da Vinci Code. Popularitasnya juga
mencuat lantaran para paus terdahulu banyak yang memperdebatkan perihal
“kanonisasi” Jose Maria Escriva. Terlebih juga penemuan atas seorang matamata
FBI, Robert Hanssen, yang ternyata juga anggota Opus Dei, turut
melambungkan ketenaran organisasi yang terkesan misterius ini.

Jose Maria Escriva dikanonisasi sebagai orang kudus oleh Paus
Yohanes Paulus II pada 6 Oktober 2002. Paus Yohanes Paulus II dengan
tegas mengumandangkan figur Jose Maria sebagai “seorang saksi besar
iman kristiani”. Pada waktu kanonisasi tersebut, tak kurang dari 250
ribu umat Katolik dari seluruh dunia memadati Lapangan Basilika Santo
Petrus, Vatikan, tempat berlangsungnya kanonisasi tersebut. Mereka ikut
mendukung penetapan Jose Maria sebagai Santo dalam prosesi Ekaristi
saat itu.

Oleh Vatikan sendiri, Jose Maria Escriva dianggap telah berjasa
lewat gerakan Opus Dei. Jose Maria, lewat Opus Dei-nya ini, mampu
menggerakkan sebuah upaya konkret di kalangan umat Katolik sedunia
untuk senantiasa menyerahkan diri pada kesucian hidup. Sebab, seperti
yang telah saya katakan di atas, gerakan Opus Dei ini mengajarkan bahwa
kesucian akan diperoleh melalui penghayatan terhadap rutinitas hidup
setiap hari: “Mereka yang mengetahui bagaimana caranya membaca Injil,
tahu dengan jelas bahwa setiap orang dalam kehidupan sehari-hari dipanggil
pada kesucian menurut pekerjaannya di lingkungan mereka sendiri! Namun
demikian selama berabad-abad, sebagian besar orang Kristen tidak mengerti
hal yang penting, yakni kehidupan asketis dari banyak orang yang mencari
kesucian tanpa meninggalkan rumah mereka. Mereka menguduskan tugas
hariannya dan menyucikan diri sendiri. Tetapi justru ini tidak mereka
laksanakan. Tidak lama kemudian, karena mereka tidak mempraktikkan
ini, doktrin tentang kesucian dilupakan dan refleksi teologis terserap dalam
studi mengenai gejala-gejala asketis lainnya dari Injil” (Jose Maria Escriva, 9
Januari 1932).

Ajaran Jose Maria Escriva ini agak sejalan dengan inti Konsili Vatikan II
tentang makna mengikuti jejak Kristus dalam dunia modern.Beberapa karya
dan ajaran Jose Maria Escriva yang sempat dibukukan, seperti The Way (berisi
pokok-pokok pikiran singkat untuk refleksi dan doa), Holy Rosary (berisi
meditasi tentang misteri-misteri dari rosario), Conversation with Monsignor
Escriva (berisi wawancara media massa dengan Jose Maria Escriva), Christ
is Passing By (berisi homili Jose Maria untuk perayaan-perayaan sepanjang
tahun liturgi), Friends of God (berisi homili Jose Maria tentang nilai-nilai
kristiani), The Way of the Cross (berisi refleksi tentang jalan salib), Furrow
(berisi koleksi/anumerta pokok-pokok pikiran untuk renungan yang
berfokus pada keutamaan), The Forge (berisi koleksi/anumerta pokok-pokok
pikiran untuk renungan lainnya), In Love with the Church, (berisi homilihomili
Jose Maria tentang Gereja).

Menurut Annuario Pontificio (Buku Petunjuk Vatikan) 2004, ada
83.641 anggota Opus Dei di seluruh dunia, 1.850 di antaranya adalah para
imam Holy Cross Prelature. Tiga imam pertama Opus Dei ditahbiskan di
Spanyol, 26 Juni 1944, dan menurut data terakhir, pada tanggal 8 Mei 2010,
ditahbiskan 32 imam Opus Dei di Basilika St. Eugene.


Refleks i Teologi s

a. Siska, Selalu Ingin Sebarkan Kasih Allah
“Hendaklah tingkah laku dan perkataanmu sedemikian rupa
sehingga setiap orang yang melihat dan mendengarmu akan berkata:
orang ini pengikut Yesus Kristus”
(Jose Maria, Jalan, No. 2.)

Saya bertugas di sebuah paroki di pinggiran utara Jakarta sejak akhir
tahun 2009. Di sebuah lokasi stasi bernama “Rumah Kerang”, tempat
pendampingan anak-anak nelayan dan warga miskin, saya berjumpa dengan
seorang biarawati dari Putri Kasih bernama Suster Siska. Bagi saya, “Siska”
bisa berarti Selalu Ingin Sebarkan Kasih Allah. Begitulah juga yang saya lihat
sebagai sebuah refleksi teologis yang pertama dari Escriva. Ia mengajak kita
bersemangat untuk selalu ingin sebarkan kasih Allah.

Semangatnya untuk selalu ingin sebarkan kasih Allah bisa jadi
menginspirasikan Kantor Informasi Opus Dei untuk membuat channel
Josemaría agar kehidupan dan ajaran-ajaran pendiri Opus Dei ini lebih
dikenal. Kini, channel ini sudah ada di YouTube! Mereka menawarkan video
Santo Jose Maria Escriva dengan durasi berjam-jam. Setiap orang dari seluruh
dunia memiliki kesempatan untuk mendengarkan seorang santo berbicara
mengenai Allah. Baru-baru ini, Paus Benediktus XVI juga menyatakan
harapannya “agar internet dan situs-situs, seperti YouTube dapat digunakan
sebagai tempat perjumpaan bagi orang-orang Kristen dari seluruh dunia
dan bagi orang-orang beriman dari semua agama dan budaya. Juga bagi
mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, tetapi dalam hati mereka tertanam
kerinduan akan kekekalan, akan kebenaran yang abadi” (Benediktus XVI,
24 Januari 2010).

Adalah sebuah cerita lain dari tanah Filipina, seorang uskup Novaliches,
Mgr. Antonio Tobias, sangat berterima kasih kepada Opus Dei atas dukungan
mereka bagi para imam diosesan (baca: Praja) di Filipina. Mgr. Antonio
Tobias ini berkhotbah persis pada Misa Peringatan ke-29 kematian Jose
Maria di katedral Manila. Pada waktu itu, katedral dibanjiri oleh sekitar
2.500 klerus, para anggota dan tamu dari Prelatur Salib Suci dan Opus
Dei. Opus Dei sendiri memulai karya kerasulan di Filipina tahun 1964.

Dalam khotbahnya, Uskup Tobias mengutarakan tiga keutamaan penting
Jose Maria yang sangat ditekankan dalam program-program pembinaan
kelompok untuk selalu ingin sebarkan kasih Allah, antara lain:

Pertama, Jose Maria Escriva memiliki “visi kehidupan supranatural
yang mengakui bahwa setiap orang Kristen dipanggil untuk hidup suci”
dan menganggap para anggota Opus Dei sebagai martir (“saksi injili”) untuk
kehidupan seperti itu. Pernyataan ini agak sejalan dengan pernyataan Paus
Yohanes Paulus II setiap WYD (World Youth Day), “don’t worry to be holy.”

Kedua, Jose Maria Escriva juga mendesak para anggota Opus Dei agar
“menebarkan jala mereka ke tempat yang lebih dalam” (duc in altum) untuk
menemukan dan memanggil lebih banyak orang, untuk juga selalu ingin
sebarkan kasih Allah dan berani belajar hidup suci.

Ketiga, Jose Maria Escriva sangat memiliki loyalitas, semacam cinta luar
biasa serta kesetiaan kepada Gereja dan paus sebagai pemimpin Gereja yang
kelihatan di atas bumi.

Dari ketiga keutamaan pokok inilah, saya semakin meyakini bahwa
Jose Maria Escriva sungguh-sungguh mengajak kita untuk selalu ingin
sebarkan kasih Allah, tentunya dalam keseharian hidup kita, di mana pun
dan sebagai apa pun, seperti kata Escriva sendiri, “Di mana hasrat, kerja, dan
kasih sayangmu berada, di sanalah tempatmu untuk bertemu dengan Kristus
setiap hari ...” (Jose Maria Escriva, Khotbah Mencintai Dunia dengan Gairah,
8 Oktober 1967). Venite post me, et faciam vos fieri piscatores hominum - Mari,
ikutlah Aku dan kamu akan kujadikan penjala manusia.”

b. Maria, Mau Rendah Hati Ikut Allah
Beati pauperes spiritu.
Berbahagialah mereka yang rendah hati.
(Mat 5:3, Khotbah di bukit).

Jose Maria dekat-lekat dengan Bunda Maria. Bahkan, menurut Mgr. Javier
Echevarria (Prelat Opus Dei saat ini), Escriva pernah mengadakan novena
pribadi di depan Bunda Maria dari Guadalupe pada tahun 1970. Di sinilah,
di hadapan Bunda Maria dari Guadalupe ia memohon perlindungan bagi
Opus Dei serta mengucapkan doa pertamanya, dengan suara keras, “Omnia
quaecumque orantes petitis, credite quia accipietis, et evenient vobis - Apa saja
yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya,
maka hal itu akan diberikan kepadamu(Mrk 11:24). Bahkan doa tentang
Santa Maria yang tertua, “Sub tuum praesidium”, yang berasal dari ke abad
ke-3 dan mengungkapkan kepercayaan yang pasti (“Santa Maria, Bunda
Kristus, kami berlindung kepadamu, janganlah mengabaikan doa kami bila
kami di rundung nestapa. Bebaskanlah kami selalu dari segala malapetaka,
ya Perawan yang tersuci.”), begitu sering diucapkan oleh Josemaría juga.

Dan, dalam dua tahun pertama tahbisan, saya juga berkarya di sebuah
paroki tua di bilangan Tangerang bersama para imam Jesuit, persis di
seberang Sungai Cisadane. Santa Maria, nama paroki itu. Maria. Bagi saya
nama “Maria” sendiri bisa berarti Mau Rendah Hati Ikut Allah (bdk. Jost
Kokoh, Beriman Bersama Maria, Kanisius, 2008). Baik juga kalau diingat,
nama tengah Escriva juga terdapat nama Maria, bukan? Yang menarik,
ternyata ada sebuah tulisan dari Jose Maria Escriva sendiri dengan tajuk
17 Bukti Akan Kurangnya Kerendahan Hati. Dia mengatakan ada beberapa
indikasinya, yakni:

1. Berpikir bahwa apa yang dikatakan atau dilakukan lebih baik dari
apa yang dikatakan atau dilakukan orang lain.
2. Selalu ingin menuruti kemauan sendiri.
3. Berdebat dengan keras kepala dan dengan sikap yang kurang baik
tanpa peduli benar atau salah.
4. Menyatakan pendapat ketika tidak diminta.
5. Memandang rendah pendapat orang lain.
6. Tidak menganggap bakat-bakat serta kemampuan diri sebagai
pinjaman dari Tuhan.
7. Tidak menyadari bahwa diri sendiri tidak layak atas segala
penghargaan dan pujian, bahkan tidak atas bumi tempatnya
berpijak dan atas barang-barang yang dimiliki.
8. Membicarakan diri sendiri sebagai contoh dalam percakapanpercakapan.
9. Berbicara buruk tentang diri sendiri sehingga orang lain kagum
atau menyanggah dengan pujian.
10. Membela diri apabila ditegur.
11. Menyembunyikan kesalahan-kesalahan yang memalukan dari
pembimbing rohani sehingga kesan baiknya terhadapmu tidak
berkurang.
12. Senang menerima pujian dan penghargaan.
13. Sedih karena orang lain lebih dihargai.
14. Menolak melakukan pekerjaan-pekerjaan remeh.
15. Berusaha menonjolkan diri.
16. Mempercakapkan kejujuran, kecerdasan, kecakapan, atau gengsi
jabatan diri sendiri.
17. Merasa malu atas kekurangan diri sendiri.

Perlu diingat bahwa pintu setiap dosa itu adalah hati yang sombong.
Maka, bertolak dari ketujuh belas puncta di atas, dengan begitu lugas
tampaklah bahwa Jose Maria Escriva, seperti nama Maria, mengajak kita
“mau rendah hati ikut Allah”. Bukankah kemampuan mengenal diri sendiri
akan membimbing kita ke arah kerendahan hati? Dia sendiri pernah
mengatakan, “engkau adalah sebuah kuas di tangan pelukis dan tidak lebih
daripada itu. Katakanlah kepadaku apa gunanya sebuah kuas jika ia tidak
menuruti kehendak sang pelukis?”. Alkitab sendiri sangat menjunjung sikap
rendah hati: Kerendahan hati mendahului kehormatan (Ams 15:33), namun
tinggi hati mendahului kehancuran (Ams 18:12). Ganjaran kerendahan hati
dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan (Ams
22:4). Banyak ayat Alkitab yang mengatakan orang-orang rendah hati akan
mewarisi bumi: Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang (Mzm
22:7), dimahkotai dengan keselamatan (Mzm 149:4), dan menerima pujian
(Ams 29:23).

Jose Maria juga pernah mengatakan, “Janganlah berkata: Ini
memang sudah caraku ; sifatku memang sudah begini”. Itu menandakan
kekurangan pada watakmu. Esto vir! Jadilah manusia berkepribadian!
Jelaslah, Jose Maria menganjurkan kita agar mencari dan mengenakan
kerendahan hati (Zef 2:3, Kol 3:12). Hendaklah kamu selalu rendah hati
(Ef 4:2, Flp 2:3). Kerendahan hati bukanlah suatu sikap yang sekadar
menganggap diri penuh kelemahan dan kekurangan dan sebaliknya orang
lain penuh kekuatan dan kelebihan. Kerendahan hati adalah suatu sikap yang
merendah dan terbuka di hadapan Allah. Kerendahan hati adalah suatu sikap
hidup yang menganggap orang lain sama penting dan mulianya dengan diri
sendiri dan karena itu dengan ikhlas menghormati dan melayaninya tanpa
merasa hina atau rendah.

Lebih dalam, kerendahan hati adalah suatu sikap hidup yang terusmenerus
membuka diri untuk dikoreksi dan tak pernah mengklaim
kebenaran sebagai monopoli diri sendiri. Pada akhirnya, kerendahan hati
adalah sikap yang membuka diri kepada pertolongan orang lain dan terutama
Allah. Jose Maria kerap mengatakan, “ada sesuatu yang suci, sesuatu yang
mulia, tersembunyi di dalam situasi yang paling sederhana; dan tergantung
kita masing-masing untuk menemukannya.” Nah, bersama teladan Jose
Maria Escriva, maukah kita juga rendah hati ikut Allah sehingga bisa juga
menemukan yang suci dan mulia secara sederhana?

c. Emaus, Ekaristi Mengubah Aku Untuk Sembuh.
“Kerendahan hati Yesus: di Betlehem, di Nazaret, di Kalvari.
Akan tetapi, lebih merendahkan diri dalam Hosti terkudus; lebih
daripada di kandang, lebih daripada di Nazaret, lebih daripada
di atas salib. Itulah sebabnya mengapa aku harus begitu mencintai
Misa.” (Jose Maria Escriva, Jalan no 533)

Refleksi teologis yang ketiga dari Jose Maria Escriva lekat terkait-paut dengan
penghayatannya terhadap Sakramen Ekaristi. Bagi saya pribadi, setiap
kali mendalami Ekaristi, saya mengingat sebuah nama daerah yaitu: Emaus.
“Emaus” bisa berarti Ekaristi Mengubah Aku Untuk Sembuh. Dalam bahasa
Jose Maria Escriva, “… lupakah engkau akan apa yang dikatakan Yesus?
Bahwa bukannya yang sehat, tetapi yang sakit yang memerlukan dokter!”

Emaus kadang disebut sebagai “dusun” yang letaknya kira-kira 11 km
dari kota Yerusalem. Kerap kali (walaupun sebetulnya tidak tepat) lokasinya
disamakan dengan Emaus yang disebut dalam 1Mak 3:40-57; 4:3; 9:50.
Di situ pada tahun 166 sM terjadi kemenangan perlawanan Yudas Makabe
terhadap kekuasaan asing. Di Emaus inilah, “ketika Yesus memecah-mecah
roti” (baca: Ekaristi), barulah kedua murid itu “sembuh”: mengenali siapa
sesungguhnya orang yang menyertai mereka tadi. Baru pada saat itulah
mereka menyadari sepenuhnya bahwa orang itu sama dengan Dia, yang
dalam Perjamuan Malam (Luk 22:16 dan 18) mengatakan tidak akan makan
dan minum lagi sampai Kerajaan Allah betul-betul datang. Mereka berdua
mengalami bahwa kini “Yang Ilahi” bisa benar-benar hadir di tengah-tengah
“yang insani”, secara khusus lewat peristiwa Ekaristi (Yunani: eucharistia:
mengucap syukur): “Nonne cor nostrum ardens erat in nobis, dum loqueretur
in via? – tidakkah hati kita berkobar-kobar ketika ia berbicara dengan kita
di tengah jalan?”

Bagi Escriva sendiri, sesuai dan sejalan dengan ajaran Konsili Vatikan II,
Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup orang Katolik yang menyembuhkan
sehingga seluruh gerak hidup setiap orang Katolik semestinya berdasarkan/
bersumberkan dan sekaligus terarah kepada Ekaristi. Ini mengartikan,
pertama-tama hidup kita mengalir dari semangat persatuan kita dengan Allah
yang telah bersatu dengan kita lewat komuni dan terarah demi persatuan
mesra kita dengan Allah. Yang kedua, hidup kita mengalir dari semangat
persatuan/persaudaraan dan terarah demi persatuan dan persaudaraan dengan
sesama. Satu kutipan dari pernyataan Jose Maria, yang begitu menekankan
pentingnya Sakramen Ekaristi yang menyembuhkan: “Seorang yang tidak
mencintai Ekaristi, tidak mencintai Kristus. Oleh karena itu, kita wajib
berupaya “menghidupkan” Ekaristi dengan kekhidmatan dan kekhusyukan,
dengan devosi dan kasih yang berkobar. Itulah sebabnya mengapa saya selalu
beranggapan bahwa mereka yang menghendaki Ekaristi dirayakan dengan
cepat-cepat, yang bersikap acuh tak acuh, mereka belum menyadari apa
makna sesungguhnya dari kurban di altar.”

Ep i log
“Semua cara di dunia dapat menjadi sebuah kesempatan untuk berjumpa dengan
Kristus,” begitu kata Jose Maria. Jelaslah bahwa ia mengajak kita menemukan
Kristus di tengah dunia lewat pelbaagi sarana dan media yang ada, bukan? Di
sinilah, kita perlu mengangkat sebuah film baru There Be Dragons, yang didasarkan
pada kehidupan Jose Maria Escriva de Balaguer, pendiri Opus Dei (diperankan
oleh Charlie Cox). Film ini sendiri berlokasi syuting di Argentina dan Sepulveda
(Spanyol) di bawah arahan Roland Joffe, sutradara The Mission dan The Killing Fields.
Pembuatan film ini sendiri juga melibatkan John Wauk, seorang pastor Opus Dei
sekaligus profesor sastra dan komunikasi iman di Pontifical University of the Holy
Cross, Roma, sebagai penasihat. Film dengan produser utama, Ignacio G. Sancha
dan juga TV Nasional Spanyol (Antena 3 TV), yang menghabiskan biaya 35 juta
dolar ini bisa jadi merupakan salah satu cara dan usaha menemukan Kristus di
tengah dunia juga, bukan?

Sepenggal kisah dalam film ini menyatakan bahwa ketika Eropa dilanda
dekadensi moralitas (termasuk di Italia), para anggota Opus Dei menunjukkan
bahwa mereka tetap setia pada Gereja dan kesucian iman kristiani. Bisa jadi,
inilah yang mengesankan bagi para paus (Paus Yohanes Paulus II adalah
salah seorang pengagum Santo Jose Maria). Tak heran, rentetan prosesi
penyucian Jose Maria menjadi santo berlangsung lancar.

“Berdasarkan kekuasaan yang saya dapat dari Tuhan kita Yesus Kristus, Rasul Petrus dan
Paulus serta refleksi dan banyak masukan dari banyak uskup, maka kami
menetapkan dan mendeklarasikan Jose Maria Escriva de Balaguer sebagai
santo,” kata Paus Yohanes Paulus II dalam pernyataannya saat penetapan
orang kudus itu. Memang benarlah lewat Opus Dei dan pelbagai ajaran dan
teladan hidupnya, semakin tampaklah bahwa Jose Maria memang menjadi
“gunawan, berguna dan menawan”, bukan?

Pendiri Opus Dei ini sendiri
pernah mengatakan, “Jangan biarkan hidupmu menjadi sia-sia. Jadilah
manusia yang berguna. Tinggalkan jejak. Pancarkan cahaya iman dan cinta
kasihmu. Dengan hidup merasul, lenyapkanlah bekas-bekas yang buruk dan
kotor yang ditaburkan oleh penyebar kebencian. Terangilah jalan-jalan di
dunia ini dengan terang Kristus yang kau bawa dalam hatimu.”
Sekarang, bagaimana dengan kita sendiri?

Biasakanlah berkata, “Tidak !”
Jangan kauhiraukan penghasut-penghasut yang senantiasa berbisik di
telingamu,“Mengapa engkau menyusahkan dirimu sendiri?”
Jangan berpandangan sempit. Lapangkanlah cakrawala hatimu hingga
menjadi universal.
Jangan terbang seperti seekor ayam kalau engkau mampu terbang tinggi
seperti seekor rajawali.
Tenanglah! Mengapa engkau harus kehilangan kendali atas dirimu
jikalau karenanya engkau menghina TUHAN, menyusahkan orang
lain, menyusahkan dirimu sendiri ... dan pada akhirnya engkau pun
harus menenangkan diri kembali?”
(Jose Maria Escriva)

0 komentar:

Posting Komentar