OPUS DEI
Prolog
Gunawan adalah seorang pemain gamelan di
Gereja Cilincing, Utara Jakarta. Bagi saya, nama ini bisa berarti Berguna dan
Menawan. Bagaimana kita sebagai orang beriman juga bisa berguna dan menawan? Kita
akan belajar dari sosok seorang pastor diosesan Spanyol, Josemaría Escrivá de
Balaguer (1902-1975). Siapa dia? Apakah Anda pernah melihat film Da Vinci Code?
Atau, mungkin kita pernah membaca novel Dan Brown dengan judul The da Vinci Code?
Sekilas pintas, banyak pilar kontroversi yang dihadirkan di sana, bukan? Salah satu
kontroversi yang menceruat adalah tentang Prelature of the Holy Cross -
Opus Dei, atau lebih kerap dikenal dengan nama Opus Dei. Dialah orang di balik
nama besar Opus Dei ini!
Sebuah sketsa profil
“Orang kristiani harus
hidup mengikuti jejak langkah sang Guru,
menerima secara
bertanggung jawab perutusan yang dianugerahkan
kepadanya pada waktu
pembaptisan: ‘Pergilah, wartakanlah
Injil. … Aku menyertai
kamu’. Yesus telah mengatakan ini, dan
Dia telah mengatakannya
kepadamu” (Jalan,
No. 213 dan 904).
Begitulah tukas Jose Maria Escrivá yang
dilahirkan pada tanggal 9 Januari
1902 di Barbastro, Spanyol Utara. Ia
dilahirkan dengan nama Jose Maria
Mariano Escriva Albas. Ketika berumur 15
tahun, ia mulai merasakan
panggilan Tuhan. Jose Maria memulai
perkuliahannya di Seminari Logrono
pada tahun 1918, kemudian dilanjutkan pada
tahun 1920 di Seminari Santo
Fransiskus dari Padua di Saragossa. Mulai
tahun 1922, dia ditunjuk menjadi
pengajar pembantu (tutor) dan setahun
kemudian, ia belajar tentang Hukum
Sipil di Universitas Saragossa. Jose Maria
ditahbiskan sebagai diakon pada
tanggal 20 Desember 1924, dan sebagai imam
diosesan pada tanggal 28
Maret 1925 di Saragossa, Spanyol.
Jose Maria memulai karya pastoralnya di
dusun Perdiguera di kawasan
Keuskupan Saragossa. Pada musim semi 1927,
dengan seizin Uskup
Agung Saragossa, dia berpindah ke kota
Madrid. Di sanalah ia mengajar dan melanjutkan kuliah doktoralnya pada bidang
hukum sipil di Universitas Madrid. Di kota Madrid ini juga, Jose Maria
menjalankan pelbagai karya pastoral,
terutama kunjungan kepada orang-orang
miskin dan orang sakit di pelbagai tempat.
Jose Maria bekerja sebagai
imam Patronato de Enfermos (Yayasan
bagi orang-orang sakit).
Berdasarkan inspirasi Ilahi, Jose Maria
mendirikan Opus Dei pada
tanggal 2 Oktober 1928, di Madrid, yang
bertujuan untuk menyucikan
iman setiap orang awam. Pada tanggal 14
Februari 1930, Jose Maria juga
mulai membuka karya kerasulan Opus Dei bagi
para wanita. Dengan
demikian, terbukalah suatu jalan baru dalam
Gereja: membantu umat dari
segala lapisan masyarakat untuk mencapai
suatu kesucian hidup tanpa perlu
mengubah status hidupnya (state of life).
Pada tanggal 14 Februari 1943, Jose Maria
juga mendirikan Serikat
Imam Salib Suci yang tidak bisa dipisahkan
dari Opus Dei. Hal ini membuka
kemungkinan bukan saja untuk dapat
menginkardinasikan para imam Opus
Dei, tetapi juga nantinya
memungkinkan para imam diosesan dari pelbagai
keuskupan menjalankan spiritualitas Opus
Dei. Spiritualitas Opus Dei
adalah mencari kesucian hidup dengan
menjalankan pelbagai karya pastoral
sementara mereka tetap patuh terhadap ukup
mereka masing-masing. Paus
Yohanes Paulus II meresmikan Opus Dei sebagai
sebuah prelatur pribadi pada
28 November 1982. Artinya Paus Yohanes
Paulus II membuatnya sebagai
bagian dari struktur hierarki Gereja Katolik
Roma.
Opus Dei, dalam arti literal
bermakna “the work of God”, adalah
semacam perkumpulan internasional bagi setiap
orang Katolik. Organisasi
ini kerap dinilai beraliran konservatif dan
lekat-dekat dengan pelbagai tradisi
Gereja Katolik. Mereka juga senantiasa
mencari kesempurnaan iman secara
personal dan berusaha menerapkan secara
sungguh-sungguh pelbagai matra
utamanya dalam pekerjaan dan kehidupan
bermasyarakat: seeking holiness,
mencari kesucian dan menemukan Tuhan dalam
hidup sehari-hari.
Bicara soal bagaimana cara mencapai kesucian
dalam hidup seharihari,
Jose Maria Escriva pernah berkata, “Segala
sesuatu yang manusiawi
bukanlah hal-hal yang asing bagi Yang Ilahi.
… Aku menghadiahkan engkau
sebuah buku Kehidupan Kristus, semoga
engkau mencari Kristus. Semoga
engkau menemukan Kristus, dan semoga engkau
mencintai Kristus. Ini
adalah tiga tahap yang sangat jelas. Apakah
engkau telah mencoba mulai
dengan tahap yang pertama?” Tentu buku yang
dimaksudkannya adalah 999
butir tulisan rohani yang dia bukukan dalam:
Camino – Jalan (The Way).
Buku ini diterbitkan untuk pertama kalinya
pada tahun 1934 dalam bahasa
Spanyol dengan judul Consideraciones
Espirituales (Renungan Rohani).
Buku ini telah diterbitkan dalam 284 edisi
dengan total jumlah percetakan
lebih dari 4,5 juta eksemplar dalam 43
bahasa. Buku ini juga menjadi
semacam bacaan wajib para anggota Opus
Dei. Camino – Jalan (The Way),
yang lahir dari suatu pengalaman hidup
imannya yang mendalam, dan
bertujuan mendorong semangat orang untuk
mencintai Tuhan dan hidup
dalam Tuhan. Jelasnya, “Kata-kata yang saya
bisikkan di telingamu - sebagai
seorang teman, sebagai seorang saudara,
sebagai seorang bapa ... agar dapat
membangkitkan beberapa pemikiran yang akan
berkesan dan menggugah
hatimu sehingga dengan demikian hidupmu akan
menjadi lebih baik dan
membawamu ke dalam hidup doa dan cinta
kasih.”
Pada tahun 1946, Jose Maria menetap di Roma,
yang merupakan
tempat kediaman sampai akhir hidupnya. Dari
sana, ia mendorong dan
mengatur perkembangan Opus Dei di
seluruh dunia dengan mencurahkan
segala tenaganya untuk membina setiap
anggota Opus Dei, dalam bidang
doktrin, kerasulan, dan askese. Ia juga
bekerja sebagai penasihat bagi Komisi
Kepausan dalam Interpretasi Hukum Kanonik,
dan juga bagi Kongregasi
Kudus untuk Urusan Seminari dan Universitas
Katolik. Ia juga ditunjuk
sebagai Prelat untuk Takhta Suci dan anggota
kehormatan Kepausan bidang
Teologi. Di samping itu, ia juga menjabat
Konselor bagi Universitas Navarra
(Spanyol) dan Universitas Puira (Peru).
Pada tanggal 26 Juni 1975, Jose Maria
Escriva wafat dengan tiba-tiba
di Roma, di ruangan tempat kerjanya setelah
ia menatap dengan penuh
kasih gambar Bunda Maria untuk terakhir
kalinya. Hari peringatannya kini
dirayakan pada tanggal 26 Juni. Jenazah Jose
Maria diistirahatkan di Gereja
Prelatura Santa Maria Ratu Pencinta Damai,
Viale Bruno Buozzi no. 75,
Roma. Pada saat Jose Maria meninggal, Opus
Dei telah tersebar di lima benua,
dengan memiliki lebih dari 60.000 anggota
dari 80 kewarganegaraan,
melayani Gereja dengan semangat yang sama
dan persatuan yang utuh
dengan paus dan para uskup yang menjadi
ciri-ciri khas Jose Maria.
Opus Dei dikenal luas oleh
kalangan masyarakat dunia secara tidak langsung
melalui publikasi buku dan film The Da
Vinci Code. Popularitasnya juga
mencuat lantaran para paus terdahulu banyak
yang memperdebatkan perihal
“kanonisasi” Jose Maria Escriva. Terlebih
juga penemuan atas seorang matamata
FBI, Robert Hanssen, yang ternyata juga
anggota Opus Dei, turut
melambungkan ketenaran organisasi yang
terkesan misterius ini.
Jose Maria Escriva dikanonisasi sebagai
orang kudus oleh Paus
Yohanes Paulus II pada 6 Oktober 2002. Paus
Yohanes Paulus II dengan
tegas mengumandangkan figur Jose Maria
sebagai “seorang saksi besar
iman kristiani”. Pada waktu kanonisasi
tersebut, tak kurang dari 250
ribu umat Katolik dari seluruh dunia
memadati Lapangan Basilika Santo
Petrus, Vatikan, tempat berlangsungnya
kanonisasi tersebut. Mereka ikut
mendukung penetapan Jose Maria sebagai Santo
dalam prosesi Ekaristi
saat itu.
Oleh Vatikan sendiri, Jose Maria Escriva
dianggap telah berjasa
lewat gerakan Opus Dei. Jose Maria,
lewat Opus Dei-nya ini, mampu
menggerakkan sebuah upaya konkret di
kalangan umat Katolik sedunia
untuk senantiasa menyerahkan diri pada
kesucian hidup. Sebab, seperti
yang telah saya katakan di atas, gerakan Opus
Dei ini mengajarkan bahwa
kesucian akan diperoleh melalui penghayatan
terhadap rutinitas hidup
setiap hari: “Mereka yang mengetahui
bagaimana caranya membaca Injil,
tahu dengan jelas bahwa setiap orang dalam
kehidupan sehari-hari dipanggil
pada kesucian menurut pekerjaannya di
lingkungan mereka sendiri! Namun
demikian selama berabad-abad, sebagian besar
orang Kristen tidak mengerti
hal yang penting, yakni kehidupan asketis
dari banyak orang yang mencari
kesucian tanpa meninggalkan rumah mereka.
Mereka menguduskan tugas
hariannya dan menyucikan diri sendiri.
Tetapi justru ini tidak mereka
laksanakan. Tidak lama kemudian, karena
mereka tidak mempraktikkan
ini, doktrin tentang kesucian dilupakan dan
refleksi teologis terserap dalam
studi mengenai gejala-gejala asketis lainnya
dari Injil” (Jose Maria Escriva, 9
Januari 1932).
Ajaran Jose Maria Escriva ini agak sejalan
dengan inti Konsili Vatikan II
tentang makna mengikuti jejak Kristus dalam
dunia modern.Beberapa karya
dan ajaran Jose Maria Escriva yang sempat
dibukukan, seperti The Way (berisi
pokok-pokok pikiran singkat untuk refleksi
dan doa), Holy Rosary (berisi
meditasi tentang misteri-misteri dari
rosario), Conversation with Monsignor
Escriva (berisi wawancara media
massa dengan Jose Maria Escriva), Christ
is Passing By (berisi homili Jose Maria
untuk perayaan-perayaan sepanjang
tahun liturgi), Friends of God (berisi
homili Jose Maria tentang nilai-nilai
kristiani), The Way of the Cross (berisi
refleksi tentang jalan salib), Furrow
(berisi koleksi/anumerta pokok-pokok pikiran
untuk renungan yang
berfokus pada keutamaan), The Forge (berisi
koleksi/anumerta pokok-pokok
pikiran untuk renungan lainnya), In Love
with the Church, (berisi homilihomili
Jose Maria tentang Gereja).
Menurut Annuario Pontificio (Buku
Petunjuk Vatikan) 2004, ada
83.641 anggota Opus Dei di seluruh
dunia, 1.850 di antaranya adalah para
imam Holy Cross Prelature. Tiga imam
pertama Opus Dei ditahbiskan di
Spanyol, 26 Juni 1944, dan menurut data
terakhir, pada tanggal 8 Mei 2010,
ditahbiskan 32 imam Opus Dei di
Basilika St. Eugene.
Refleks i Teologi s
a. Siska, Selalu Ingin
Sebarkan Kasih Allah
“Hendaklah tingkah laku
dan perkataanmu sedemikian rupa
sehingga setiap orang
yang melihat dan mendengarmu akan berkata:
orang ini pengikut Yesus
Kristus”
(Jose Maria, Jalan, No. 2.)
Saya bertugas di sebuah paroki di pinggiran
utara Jakarta sejak akhir
tahun 2009. Di sebuah lokasi stasi bernama
“Rumah Kerang”, tempat
pendampingan anak-anak nelayan dan warga
miskin, saya berjumpa dengan
seorang biarawati dari Putri Kasih bernama
Suster Siska. Bagi saya, “Siska”
bisa berarti Selalu Ingin Sebarkan Kasih
Allah. Begitulah juga yang saya lihat
sebagai sebuah refleksi teologis yang
pertama dari Escriva. Ia mengajak kita
bersemangat untuk selalu ingin sebarkan
kasih Allah.
Semangatnya untuk selalu ingin sebarkan
kasih Allah bisa jadi
menginspirasikan Kantor Informasi Opus
Dei untuk membuat channel
Josemaría agar kehidupan dan ajaran-ajaran
pendiri Opus Dei ini lebih
dikenal. Kini, channel ini sudah ada di YouTube!
Mereka menawarkan video
Santo Jose Maria Escriva dengan durasi
berjam-jam. Setiap orang dari seluruh
dunia memiliki kesempatan untuk mendengarkan
seorang santo berbicara
mengenai Allah. Baru-baru ini, Paus
Benediktus XVI juga menyatakan
harapannya “agar internet dan situs-situs,
seperti YouTube dapat digunakan
sebagai tempat perjumpaan bagi orang-orang
Kristen dari seluruh dunia
dan bagi orang-orang beriman dari semua
agama dan budaya. Juga bagi
mereka yang tidak percaya kepada Tuhan,
tetapi dalam hati mereka tertanam
kerinduan akan kekekalan, akan kebenaran
yang abadi” (Benediktus XVI,
24 Januari 2010).
Adalah sebuah cerita lain dari tanah
Filipina, seorang uskup Novaliches,
Mgr. Antonio Tobias, sangat berterima kasih
kepada Opus Dei atas dukungan
mereka bagi para imam diosesan (baca: Praja)
di Filipina. Mgr. Antonio
Tobias ini berkhotbah persis pada Misa
Peringatan ke-29 kematian Jose
Maria di katedral Manila. Pada waktu itu,
katedral dibanjiri oleh sekitar
2.500 klerus, para anggota dan tamu dari
Prelatur Salib Suci dan Opus
Dei. Opus Dei sendiri
memulai karya kerasulan di Filipina tahun 1964.
Dalam khotbahnya, Uskup Tobias mengutarakan
tiga keutamaan penting
Jose Maria yang sangat ditekankan dalam
program-program pembinaan
kelompok untuk selalu ingin sebarkan kasih
Allah, antara lain:
Pertama, Jose Maria Escriva
memiliki “visi kehidupan supranatural
yang mengakui bahwa setiap orang Kristen
dipanggil untuk hidup suci”
dan menganggap para anggota Opus Dei sebagai
martir (“saksi injili”) untuk
kehidupan seperti itu. Pernyataan ini agak
sejalan dengan pernyataan Paus
Yohanes Paulus II setiap WYD (World Youth
Day), “don’t worry to be holy.”
Kedua, Jose Maria Escriva juga
mendesak para anggota Opus Dei agar
“menebarkan jala mereka ke tempat yang lebih
dalam” (duc in altum) untuk
menemukan dan memanggil lebih banyak orang,
untuk juga selalu ingin
sebarkan kasih Allah dan berani belajar
hidup suci.
Ketiga, Jose Maria Escriva sangat
memiliki loyalitas, semacam cinta luar
biasa serta kesetiaan kepada Gereja dan paus
sebagai pemimpin Gereja yang
kelihatan di atas bumi.
Dari ketiga keutamaan pokok inilah, saya
semakin meyakini bahwa
Jose Maria Escriva sungguh-sungguh mengajak
kita untuk selalu ingin
sebarkan kasih Allah, tentunya dalam
keseharian hidup kita, di mana pun
dan sebagai apa pun, seperti kata Escriva
sendiri, “Di mana hasrat, kerja, dan
kasih sayangmu berada, di sanalah tempatmu
untuk bertemu dengan Kristus
setiap hari ...” (Jose Maria Escriva, Khotbah
Mencintai Dunia dengan Gairah,
8 Oktober 1967). Venite post me, et
faciam vos fieri piscatores hominum - Mari,
ikutlah Aku dan kamu akan kujadikan penjala
manusia.”
b. Maria, Mau Rendah Hati
Ikut Allah
Beati pauperes spiritu.
Berbahagialah mereka yang rendah hati.
(Mat 5:3, Khotbah di bukit).
Jose Maria dekat-lekat dengan Bunda Maria.
Bahkan, menurut Mgr. Javier
Echevarria (Prelat Opus Dei saat
ini), Escriva pernah mengadakan novena
pribadi di depan Bunda Maria dari Guadalupe
pada tahun 1970. Di sinilah,
di hadapan Bunda Maria dari Guadalupe ia
memohon perlindungan bagi
Opus Dei serta mengucapkan doa
pertamanya, dengan suara keras, “Omnia
quaecumque orantes
petitis, credite quia accipietis, et evenient vobis - Apa saja
yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa
kamu telah menerimanya,
maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Mrk
11:24). Bahkan doa tentang
Santa Maria yang tertua, “Sub tuum praesidium”,
yang berasal dari ke abad
ke-3 dan mengungkapkan kepercayaan yang
pasti (“Santa Maria, Bunda
Kristus, kami berlindung kepadamu, janganlah
mengabaikan doa kami bila
kami di rundung nestapa. Bebaskanlah kami
selalu dari segala malapetaka,
ya Perawan yang tersuci.”), begitu
sering diucapkan oleh Josemaría juga.
Dan, dalam dua tahun pertama tahbisan, saya
juga berkarya di sebuah
paroki tua di bilangan Tangerang bersama
para imam Jesuit, persis di
seberang Sungai Cisadane. Santa Maria, nama
paroki itu. Maria. Bagi saya
nama “Maria” sendiri bisa berarti Mau
Rendah Hati Ikut Allah (bdk. Jost
Kokoh, Beriman Bersama Maria,
Kanisius, 2008). Baik juga kalau diingat,
nama tengah Escriva juga terdapat nama
Maria, bukan? Yang menarik,
ternyata ada sebuah tulisan dari Jose Maria
Escriva sendiri dengan tajuk
17 Bukti Akan Kurangnya
Kerendahan Hati. Dia mengatakan ada beberapa
indikasinya, yakni:
1. Berpikir bahwa apa yang dikatakan atau
dilakukan lebih baik dari
apa yang dikatakan atau dilakukan orang
lain.
2. Selalu ingin menuruti kemauan sendiri.
3. Berdebat dengan keras kepala dan dengan
sikap yang kurang baik
tanpa peduli benar atau salah.
4. Menyatakan pendapat ketika tidak diminta.
5. Memandang rendah pendapat orang lain.
6. Tidak menganggap bakat-bakat serta
kemampuan diri sebagai
pinjaman dari Tuhan.
7. Tidak menyadari bahwa diri sendiri tidak
layak atas segala
penghargaan dan pujian, bahkan tidak atas
bumi tempatnya
berpijak dan atas barang-barang yang
dimiliki.
8. Membicarakan diri sendiri sebagai contoh
dalam percakapanpercakapan.
9. Berbicara buruk tentang diri sendiri
sehingga orang lain kagum
atau menyanggah dengan pujian.
10. Membela diri apabila ditegur.
11. Menyembunyikan kesalahan-kesalahan yang
memalukan dari
pembimbing rohani sehingga kesan baiknya
terhadapmu tidak
berkurang.
12. Senang menerima pujian dan penghargaan.
13. Sedih karena orang lain lebih dihargai.
14. Menolak melakukan pekerjaan-pekerjaan
remeh.
15. Berusaha menonjolkan diri.
16. Mempercakapkan kejujuran, kecerdasan,
kecakapan, atau gengsi
jabatan diri sendiri.
17. Merasa malu atas kekurangan diri
sendiri.
Perlu diingat bahwa pintu setiap dosa itu
adalah hati yang sombong.
Maka, bertolak dari ketujuh belas puncta di
atas, dengan begitu lugas
tampaklah bahwa Jose Maria Escriva, seperti
nama Maria, mengajak kita
“mau rendah hati ikut Allah”. Bukankah
kemampuan mengenal diri sendiri
akan membimbing kita ke arah kerendahan
hati? Dia sendiri pernah
mengatakan, “engkau adalah sebuah kuas di
tangan pelukis dan tidak lebih
daripada itu. Katakanlah kepadaku apa
gunanya sebuah kuas jika ia tidak
menuruti kehendak sang pelukis?”. Alkitab
sendiri sangat menjunjung sikap
rendah hati: Kerendahan hati mendahului
kehormatan (Ams 15:33), namun
tinggi hati mendahului kehancuran (Ams
18:12). Ganjaran kerendahan hati
dan takut akan TUHAN adalah kekayaan,
kehormatan dan kehidupan (Ams
22:4). Banyak ayat Alkitab yang mengatakan
orang-orang rendah hati akan
mewarisi bumi: Orang yang rendah hati akan
makan dan kenyang (Mzm
22:7), dimahkotai dengan keselamatan (Mzm
149:4), dan menerima pujian
(Ams 29:23).
Jose Maria juga pernah mengatakan,
“Janganlah berkata: Ini
memang sudah caraku ; sifatku memang sudah
begini”. Itu menandakan
kekurangan pada watakmu. Esto vir! Jadilah
manusia berkepribadian!
Jelaslah, Jose Maria menganjurkan kita agar
mencari dan mengenakan
kerendahan hati (Zef 2:3, Kol 3:12).
Hendaklah kamu selalu rendah hati
(Ef 4:2, Flp 2:3). Kerendahan hati bukanlah
suatu sikap yang sekadar
menganggap diri penuh kelemahan dan
kekurangan dan sebaliknya orang
lain penuh kekuatan dan kelebihan.
Kerendahan hati adalah suatu sikap yang
merendah dan terbuka di hadapan Allah.
Kerendahan hati adalah suatu sikap
hidup yang menganggap orang lain sama
penting dan mulianya dengan diri
sendiri dan karena itu dengan ikhlas
menghormati dan melayaninya tanpa
merasa hina atau rendah.
Lebih dalam, kerendahan hati adalah suatu
sikap hidup yang terusmenerus
membuka diri untuk dikoreksi dan tak pernah
mengklaim
kebenaran sebagai monopoli diri sendiri.
Pada akhirnya, kerendahan hati
adalah sikap yang membuka diri kepada
pertolongan orang lain dan terutama
Allah. Jose Maria kerap mengatakan, “ada
sesuatu yang suci, sesuatu yang
mulia, tersembunyi di dalam situasi yang
paling sederhana; dan tergantung
kita masing-masing untuk menemukannya.” Nah,
bersama teladan Jose
Maria Escriva, maukah kita juga rendah hati
ikut Allah sehingga bisa juga
menemukan yang suci dan mulia secara
sederhana?
c. Emaus, Ekaristi
Mengubah Aku Untuk Sembuh.
“Kerendahan hati Yesus:
di Betlehem, di Nazaret, di Kalvari.
Akan tetapi, lebih
merendahkan diri dalam Hosti terkudus; lebih
daripada di kandang,
lebih daripada di Nazaret, lebih daripada
di atas salib. Itulah
sebabnya mengapa aku harus begitu mencintai
Misa.” (Jose Maria Escriva, Jalan
no 533)
Refleksi teologis yang ketiga dari Jose
Maria Escriva lekat terkait-paut dengan
penghayatannya terhadap Sakramen Ekaristi.
Bagi saya pribadi, setiap
kali mendalami Ekaristi, saya mengingat
sebuah nama daerah yaitu: Emaus.
“Emaus” bisa berarti Ekaristi Mengubah
Aku Untuk Sembuh. Dalam bahasa
Jose Maria Escriva, “… lupakah engkau akan
apa yang dikatakan Yesus?
Bahwa bukannya yang sehat, tetapi yang sakit
yang memerlukan dokter!”
Emaus kadang disebut sebagai “dusun” yang
letaknya kira-kira 11 km
dari kota Yerusalem. Kerap kali (walaupun
sebetulnya tidak tepat) lokasinya
disamakan dengan Emaus yang disebut dalam
1Mak 3:40-57; 4:3; 9:50.
Di situ pada tahun 166 sM terjadi kemenangan
perlawanan Yudas Makabe
terhadap kekuasaan asing. Di Emaus inilah,
“ketika Yesus memecah-mecah
roti” (baca: Ekaristi), barulah kedua
murid itu “sembuh”: mengenali siapa
sesungguhnya orang yang menyertai mereka
tadi. Baru pada saat itulah
mereka menyadari sepenuhnya bahwa orang itu
sama dengan Dia, yang
dalam Perjamuan Malam (Luk 22:16 dan 18)
mengatakan tidak akan makan
dan minum lagi sampai Kerajaan Allah
betul-betul datang. Mereka berdua
mengalami bahwa kini “Yang Ilahi” bisa benar-benar
hadir di tengah-tengah
“yang insani”, secara khusus lewat peristiwa
Ekaristi (Yunani: eucharistia:
mengucap syukur): “Nonne cor nostrum
ardens erat in nobis, dum loqueretur
in via? – tidakkah hati kita
berkobar-kobar ketika ia berbicara dengan kita
di tengah jalan?”
Bagi Escriva sendiri, sesuai dan sejalan
dengan ajaran Konsili Vatikan II,
Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup
orang Katolik yang menyembuhkan
sehingga seluruh gerak hidup setiap orang
Katolik semestinya berdasarkan/
bersumberkan dan sekaligus terarah kepada
Ekaristi. Ini mengartikan,
pertama-tama hidup kita mengalir dari
semangat persatuan kita dengan Allah
yang telah bersatu dengan kita lewat komuni
dan terarah demi persatuan
mesra kita dengan Allah. Yang kedua, hidup
kita mengalir dari semangat
persatuan/persaudaraan dan terarah demi
persatuan dan persaudaraan dengan
sesama. Satu kutipan dari pernyataan Jose
Maria, yang begitu menekankan
pentingnya Sakramen Ekaristi yang
menyembuhkan: “Seorang yang tidak
mencintai Ekaristi, tidak mencintai Kristus.
Oleh karena itu, kita wajib
berupaya “menghidupkan” Ekaristi dengan
kekhidmatan dan kekhusyukan,
dengan devosi dan kasih yang berkobar.
Itulah sebabnya mengapa saya selalu
beranggapan bahwa mereka yang menghendaki
Ekaristi dirayakan dengan
cepat-cepat, yang bersikap acuh tak acuh,
mereka belum menyadari apa
makna sesungguhnya dari kurban di altar.”
Ep i log
“Semua cara di dunia
dapat menjadi sebuah kesempatan untuk berjumpa dengan
Kristus,” begitu kata Jose Maria.
Jelaslah bahwa ia mengajak kita menemukan
Kristus di tengah dunia lewat pelbaagi
sarana dan media yang ada, bukan? Di
sinilah, kita perlu mengangkat sebuah film
baru There Be Dragons, yang didasarkan
pada kehidupan Jose Maria Escriva de
Balaguer, pendiri Opus Dei (diperankan
oleh Charlie Cox). Film ini sendiri
berlokasi syuting di Argentina dan Sepulveda
(Spanyol) di bawah arahan Roland Joffe,
sutradara The Mission dan The Killing Fields.
Pembuatan film ini sendiri juga melibatkan
John Wauk, seorang pastor Opus Dei
sekaligus profesor sastra dan komunikasi
iman di Pontifical University of the Holy
Cross, Roma, sebagai
penasihat. Film dengan produser utama, Ignacio G. Sancha
dan juga TV Nasional Spanyol (Antena 3 TV),
yang menghabiskan biaya 35 juta
dolar ini bisa jadi merupakan salah satu
cara dan usaha menemukan Kristus di
tengah dunia juga, bukan?
Sepenggal kisah dalam film ini menyatakan
bahwa ketika Eropa dilanda
dekadensi moralitas (termasuk di Italia),
para anggota Opus Dei menunjukkan
bahwa mereka tetap setia pada Gereja dan
kesucian iman kristiani. Bisa jadi,
inilah yang mengesankan bagi para paus (Paus
Yohanes Paulus II adalah
salah seorang pengagum Santo Jose Maria).
Tak heran, rentetan prosesi
penyucian Jose Maria menjadi santo
berlangsung lancar.
“Berdasarkan kekuasaan yang saya dapat dari
Tuhan kita Yesus Kristus, Rasul Petrus dan
Paulus serta refleksi dan banyak masukan
dari banyak uskup, maka kami
menetapkan dan mendeklarasikan Jose Maria
Escriva de Balaguer sebagai
santo,” kata Paus Yohanes Paulus II dalam
pernyataannya saat penetapan
orang kudus itu. Memang benarlah lewat Opus
Dei dan pelbagai ajaran dan
teladan hidupnya, semakin tampaklah bahwa
Jose Maria memang menjadi
“gunawan, berguna dan menawan”, bukan?
Pendiri Opus Dei ini sendiri
pernah mengatakan, “Jangan biarkan hidupmu
menjadi sia-sia. Jadilah
manusia yang berguna. Tinggalkan jejak.
Pancarkan cahaya iman dan cinta
kasihmu. Dengan hidup merasul, lenyapkanlah bekas-bekas
yang buruk dan
kotor yang ditaburkan oleh penyebar
kebencian. Terangilah jalan-jalan di
dunia ini dengan terang Kristus yang kau
bawa dalam hatimu.”
Sekarang, bagaimana dengan kita sendiri?
Biasakanlah berkata,
“Tidak !”
Jangan kauhiraukan penghasut-penghasut
yang senantiasa berbisik di
telingamu,“Mengapa engkau
menyusahkan dirimu sendiri?”
Jangan berpandangan
sempit. Lapangkanlah cakrawala hatimu hingga
menjadi universal.
Jangan terbang seperti
seekor ayam kalau engkau mampu terbang tinggi
seperti seekor rajawali.
Tenanglah! Mengapa engkau
harus kehilangan kendali atas dirimu
jikalau karenanya engkau
menghina TUHAN, menyusahkan orang
lain, menyusahkan dirimu
sendiri ... dan pada akhirnya engkau pun
harus menenangkan diri
kembali?”
(Jose Maria Escriva)
0 komentar:
Posting Komentar