BBM - Beriman Bersama Maria
“Totus
tuus ego sum et omnia mea Tua sunt.
Accipio
Te in me omnia.
Praebe
mihi cor Tuum, Maria”
“Aku
adalah milikmu
dan
segala milikku adalah milikmu.
Engkau
kuterima dalam diriku seluruhnya.
Berikan
aku hatimu, ya Maria.”
"De maria numquam satis - bicara tentang Maria, tak akan ada habisnya!" Begitulah, aneka
wajah Maria telah kerap digambar-kenangkan dalam aneka sequel film, al: Linda Darnell, The Song of
Bernadette, 1943, Angela Clarke, The Miracle of Our Lady of Fatima, 1951,
Siobhán McKenna, King of Kings, 1961,
Olivia Hussey, Jesus of
Nazareth, 1977, Verna Bloom, The Last Temptation of Christ, 1988, Maia Morgenstern, The Passion of the Christ, 2004,
Keisha Castle-Hughes, The Nativity
Story, 2006, dsbnya. Bahkan, seorang William
Shakespeare juga memiliki
apresiasi yang kuat terhadap "Maria" dalam kehidupan Kristiani.
Kesadaran akan kaitan antara kata-kata serta citra-citra, para pemeran,
bayang-bayang, serta tokoh-tokoh yang sesungguhnya, senantiasa muncul dalam pelbagai karya
Shakespeare. Drama Romeo and Juliet, bagian
ke-1, babak
ke-5, berisi sebuah dialog, disusun secara formal dalam bentuk sebuah soneta,
yang menggunakan peziarahan ke tempat ziarah Maria untuk mengungkapkan usaha
Romeo yang merayu Juliet. Babak terakhir dari The Winter's Tale
berisi instruksi-instruksi dari Paulina, yang menempatkan Perdita dalam posisi
untuk meminta pada patung Hermione agar mendoakannya, hal ini mirip
dengan para peziarah di tempat-tempat ziarah Maria yang berdoa di
depan patung Maria.
Maria (Aram-Yahudi מרים Maryām; Bahasa Yunani Septuaginta Μαριαμ, Mariam, Μαρια, Maria; Bahasa
Arab: Maryem, مريم) adalah ibu Yesus dan tunangan Yusuf (bdk. Matius 1:18-20, Lukas 1:35). Ia tinggal di Nazareth, sebuah
dusun kecil (“Nazareth” dalam bahasa Ibrani mempunyai dua arti yang berbeda,
bisa berarti:
“lili-bunga
bakung” yang merupakan simbol kehidupan, dapat juga berarti “keturunan”). Menurut sumber-sumber non-kanonik, orangtuanya bernama Yoakim dan Hana.
Bagus juga untuk direnung-menungkan, bahwa dalam Injil, sebetulnya tidak
banyak pembicaraan tentang Maria. Kehadiran Maria dalam Injil, hanya tampak
pada masa-masa penting Yesus (yang kadang malah terlupa dan terluputkan): Ia
melahirkan Yesus di kandang Betlehem. Ia mengungsi ke negeri tetangga di Mesir.
Ia mengantar Yesus untuk disunat. Ia juga mengantar sekaligus menjemput Yesus
ke Bait Allah di Yerusalem. Ia muncul sekali lagi pada awal karya Yesus di
Kana. Ia juga tampil lagi ketika di akhir karya Yesus di Golgota (Yoh 19:26).
Tapi, malahan karena hal-hal di atas itulah, Maria banyak dipuja-puji dan diagungkan di kalangan orang Kristen,
khususnya di lingkungan Gereja
Katolik Roma dan Gereja Ortodoks (Bdk.Lukas 1:48, "mulai dari
sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia"). Umat Muslim pun sangat menghormatinya. Bahkan Gereja Ortodoks dan Katolik
Roma mempunyai banyak hari perayaan
untuk menghormati Maria, yang mengandung dan melahirkan Yesus.
Disinilah, kita sebetulnya juga bisa “mengandung” dan “melahirkan” Yesus, ketika kita sungguh bersedia
sejenak bijak merenung-menungkan arti nama dan makna Maria.
Bagi saya, nama Maria sendiri
punya arti mendasar, yakni: MAu Rendahhati
Ikut Allah, dengan lima sifat dasar sesuai lima huruf yang terkandung
dalam nama Maria, yakni: Mama (Bunda yang menghangatkan),
Amabilis (yang mencintai),
Regna (yang memerintah/memberi pedoman),
Immaculata (yang tak bernoda), Admirabilis (yang mengagumkan).
Secara lebih mendalam, selain namanya yang penuh makna, ternyata kita
juga bisa belajar “mengandung” dan “melahirkan” Yesus lewat pelbagai pemaknaan kalimat maklumat
yang pernah diucap-sapa oleh Maria. Bukan sebuah kebetulan, ternyata terdapat 7
kalimat maklumat Maria yang tercatat-kenang oleh Injil, al:
Pertama, “Aku mengagungkan Tuhan, hatiku bersukacita karena
Allah penyelamatku” (Luk 1:46-47). Sebenarnya kita diajak untuk terus
senantiasa bersyukur: “burung tekukur di
kalvari-mari bersyukur setiap hari”. Jelasnya, hidup
kita dan setiap nafas yang kita hirup dan hembuskan sebetulnya adalah sebuah
undangan untuk bersyukur bukan? “Chara” adalah bahasa
Yunani untuk bersyukur/bersukacita, yang mengandung
arti “kegembiraan yang tenang dan mengalir terus”. Disinilah, perlu juga diketahui bahwa sejak abad XII, dinyata-kenangkan
ada lima sukacita yang membuat hati Maria senantiasa bersyukur yaitu: Kabar
Sukacita Nazareth (Lukas 1:30), Momentum Betlehem (kelahiran
Yesus),
Momentum Paskah (kebangkitan Yesus),
kenaikan Yesus dan pengangkatan Maria ke surga (Maria Asumpta). Menyitir pesan Bapa Suci Paus
Benediktus XVI, pada
audiensi Sabtu malam di Lapangan Santo Petrus sebagai tanda
penutupan bulan Maria tahun 2008, "Mari kita pulang dengan Magnificat
dalam hati kita", kiranya tepat mengajak kita untuk selalu bersyukur.
Sebuah sharing: Medio tahun 2009, saya berkesempatan
berziarah ke Lourdes. Lagu Ave Maria Lourdes yang disenandungkan mengiringi kami memasuki halaman Lourdes untuk pertama kalinya. Malam itu, jam 21.00, kami mengikuti prosesi lilin dan doa rosario bersama. Sebagian dari kami
mengikuti acara ini dengan jalan kaki mengelilingi pelataran Lourdes, sementara
saya bersama ibu boleh ikut ambil bagian dalam pujian dan berkesempatan memimpin doa rosario dalam bahasa Indonesia. Ssst...gema suara merdu Salam Maria berbahasa Indonesia
ikut menggetarkan hati kami di tengah lautan peziarah dari pelbagai bangsa dengan aneka bahasa. Deo Gratias, syukur kepada Allah, seperti St. Paulus yang mengajak saya untuk “mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di
dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tes 5: 18).
Kedua, (Luk 1:38a), “Aku ini adalah hamba Tuhan - ecce
Ancilla Domini”. (Luk 1:38a). Kita diajak untuk bersadar diri, bahwa
kita hanyalah hambanya Tuhan. Kita ibarat keledai yang ditumpangi Yesus
memasuki kota Yerusalem. Beberapa orang kudus juga lekat-dekat dengan maklumat Maria
yang kedua ini, misalnya: Bunda Teresa dari Calcutta berkata, “aku hanyalah pensil di tangan Tuhan - instrumentum
cum Deo.” Pendiri Opus Dei, Jose Maria Escriva berkata, “engkau adalah sebuah kuas di tangan pelukis
dan tidak lebih daripada itu. Katakanlah kepadaku apa
gunanya sebuah kuas jika ia tidak menuruti kehendak sang pelukis?” Rasul Paulus dari Tarsus berkata, “harta
ini kami punyai dalam bejana tanah liat...” (2 Korintus 4:7), Ignatius
Loyola, pendiri Serikat Yesus, berkata, “ambillah
Tuhan terimalah Tuhan semua kebebasanku, ingatanku, pikiran dan kehendakku.”
Di lain matra, kita kerap kurang bersadar diri akan apa yang kita perbuat bukan? Baiklah
kita mengingat sepenggal confessiones
Bernadette sewaktu mengalami penampakan perdana di Lourdes: “Aku berjumpa dengan seorang wanita berpakaian putih,
mengenakan ikat pinggang biru dan ada bunga mawar kuning di tiap kakinya. Aku meletakkan
tangan di saku dan mendapatkan rosario. Aku ingin membuat tanda salib,
tetapi tak mampu mengangkat tangan ke keningku. Wanita itu membuat tanda salib. Tanganku gemetar. Aku mencoba lagi
dan akhirnya berhasil.” Beberapa tahun sesudahnya, Bernadette menegas-ulangkan kepada sahabatnya, Suster Emilienne Duboe: “Kamu harus sadar akan apa yang
tengah kamu lakukan karena sangat penting mengetahui bagaimana membuat tanda salib dengan
sungguh-sungguh sadar.”
Sebenarnya, maklumat Maria yang kedua ini juga lekat-dekat dengan sikap rendah hati,
dan tentunya kita tahu banyak orang kudus yang menjaga dan meluhurkan sikap kerendahan
hati. Misalnya, St. Hieronimus
mengatakan: “Kerendahan hati adalah dasar
dan perlindungan dari segala kebajikan. Jikalau orang rendah hati maka ia akan
terlindung dari segala bahaya, tetapi jika tidak ada kerendahan hati,
kebajikan-kebajikan bisa berubah menjadi jerat bagi mereka.” St. Thomas mengatakan, “kerendahan
hati menduduki tempat nomor satu dalam diri seseorang, karena membuat Allah
menjadi bebas untuk menyatakan diriNya kepadanya.”
Yesus sendiri memuji orang yang bersemangat “miskin”,
artinya orang yang rendah hati (bdk. Mat 5:3).
Yesus jelas mengecam orang yang sombong dan tegas memuji
orang yang rendah hati: “Sebab barang siapa meninggikan diri, ia akan
direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Luk 19:14). Yesus menjadikan kerendahan hatiNya sebagai
teladan yang harus kita ikuti: “Belajarlah
padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”
(Mat 11:29). Marilah, bersama maklumat kedua Maria ini, kita tetap bersadar diri: menjadi
kecil sesuai dengan keinginan Tuhan sendiri.
Ketiga, “Jadilah padaku menurut perkataanMu – fiat mihi
secundum tuum.” (Luk 1:38 b). Iman secara konkret
tidak berjalan sendirian tetapi bekerja sama dengan daya-daya jiwa yang lain
khususnya bersama dengan harapan dan kasih. Iman, harapan dan kasih tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Kadang-kadang diantara kebajikan itu ada
suatu hubungan yang akan terungkap dalam suatu kebajikan lain, sebenarnya bukan
suatu kebajikan tersendiri, tetapi merupakan kombinasi dari kebajikan-kebajikan
itu. Inilah yang saya sebut sebagai “sarah”: ber’sa’bar dan berse’rah’. St. Theresia
mengungkapkan, “Kalau seorang
sungguh-sungguh berpasrah, maka Tuhan akan
melimpahi dia dengan rahmat-rahmatNya”. Allah tidak akan kuatir
dan takut orang itu akan mencuri kemuliaanNya dan merampasnya sebagai miliknya.
Sebaliknya, orang yang berani berpasrah akan dilimpahi Tuhan
dengan rahmat, karena didalam tangan orang itu, semuanya aman, rahmat itu tidak
akan disalahgunakan , tetapi justru akan dipakai untuk kepentingan orang lain. Bukankah sikap pasrah yang penuh kepercayaan akan
dengan segera mempersatukan kehendak kita dengan Allah? Dan, bukankah orang yang berpasrah membuat
karya Allah lebih mudah dilaksanakan?
Sebuah kisah: Ada sebuah pesan yang disampaikan Maria dalam penampakannya yang ketiga kepada Bernadette, “Saya tidak
menjanjikan kepadamu kebahagiaan di dunia ini, tetapi kelak di kemudian hari.” Betapa pesan Maria yang mengajak Bernadette untuk berpasrah ini akhirnya menjadi kenyataan dengan hadirnya mukjizat yang terjadi atas
tubuh Bernadette itu sendiri, yakni tubuhnya yang tetap utuh sampai hari ini.
Sepanjang hidupnya, Bernadette terkenal sebagai perempuan sakit-sakitan. Dia
mengidap penyakit TBC. Pernah empat kali menerima sakramen minyak suci. Namun,
jasadnya yang telah terkubur di dalam tanah selama 46 tahun (termasuk tiga kali
makamnya harus dibongkar untuk keperluan kanonisasi penobatannya sebagai
seorang suci), yang terjadi adalah sebuah mukjizat. Logisnya, tubuh rapuh
manusia yang telah terkubur 46 tahun sudah menjadi tanah, tinggal
tulang-belulang. Namun nyatanya, jasad Santa Benadette tetap utuh sampai hari
ini. Untuk
diketahui, jasad Bernadette tidak pernah diawetkan atau dibalsam. Bernadette meninggal
pada umur belia: 35 tahun. Kini, jasad utuhnya bisa dilihat di Nevers, kota
kecil di sebelah selatan Paris.
Keempat, “Bagaimana mungkin
hal itu terjadi, sedangkan aku belum
bersuami.” (Luk 1:34). Maria berani berterus terang, ketika ia takut, bingung, bimbang dan gelisah
saat menerima kabar dari malaikat. Lihatlah sebuah kisah dari Fatima! Fatima sendiri adalah sebuah kota kecil sebelah utara kota Lisbon di Portugal. Pada tahun
1917 Bunda Maria menampakkan diri di Fatima kepada tiga orang anak gembala.
Mereka adalah Lucia dos Santos berumur 10 tahun, sepupunya bernama Fransisco
Marto berumur 9 tahun dan Jacinta Marto berumur 7 tahun. Dia berkali-kali menampakkan diri kepada tiga anak
gembala ini. Sebuah pesannya yang jujur dan blak-blakan: “Setiap orang, mulai dari dirinya sendiri, harus berdoa rosario dengan lebih
khidmat dan benar-benar mempraktekkan yang kuanjurkan yaitu devosi Sabtu
Pertama setiap bulan, dan bila kalian berdoa Rosario, ucapkanlah pada akhir
setiap peristiwa: Ya Yesus yang baik, ampunilah segala dosa kami, lindungilah
kami dari api neraka, hantarkanlah jiwa-jiwa ke dalam surga, terlebih jiwa yang
sangat memerlukan pertolongan-Mu."
Disinilah, kita diajak berani untuk selalu belajar berterus terang kepada
Tuhan. Bukankah pemazmur
berkata bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu yang dia lakukan dan segala
sesuatu yang dia pikirkan? (Mzm 139:2). Di Lourdes, Maria juga mengajak setiap orang untuk “berterus terang”.
Dalam penampakannya yang ke-8, Maria berkata: “Bertobatlah,
bertobatlah, bertobatlah! Berdoalah kepada Tuhan bagi orang-orang berdosa!” Pesan ini terus bergema sampai hari ini. Mengajak setiap orang bertobat dengan jujur di hadapan Tuhan.
Kelima, “Yesus, mereka kehabisan anggur” (Yoh 2:3). Kepedulian dalam bahasa Inggris lebih
diartikan sebagai “caring” (care=cor=hati), lebih tepat
sebetulnya diartikan sebagai perHATIan. Maria peduli karena ia punya hati
terhadap orang lain. Singkatnya, Maria tidak egois! Lihatlah Goa Maria Lourdes, yang terletak di perbatasan Spanyol-Perancis. Kota kecil ini berada di wilayah Pegunungan
Pyrenée di Perancis Selatan atau Le Sud, begitu kawasan ini biasa disebut oleh
masyarakat Perancis. Lourdes menjadi fenomena global, setelah di kota kecil ini Bunda Maria berkenan
menampakkan diri sebanyak 18 kali kepada gadis kecil sederhana bernama
Bernadette Soubirous.
Lourdes adalah sepenggal bukti bahwa Maria sungguh berpeduli: Dalam setahun, Lourdes dikunjungi peziarah tak kurang berjumlah enam juta orang, umumnya banyak orang yang meminta kesembuhan dan
peneguhan. Dari kisaran jumlah itu, 400-an ribu di antaranya
adalah kaum muda. Pada perayaan Pesta 150 Tahun Penampakan di Lourdes tahun
2008 lalu, tak kurang tujuh juta peziarah dari seluruh dunia telah menyesaki
jalanan menuju Lourdes. Setiap sore, diadakan Prosesi Sakramen Mahakudus,
Adorasi dan berkat bagi orang sakit di Gereja St. Pius, di bawah tanah.
Banyaknya orang sakit dan anak-anak muda yang menolong mereka dengan mendorong
kursi roda, menjadi pemandangan yang menyejukkan hati. Bisa jadi, ini terjadi karena mereka mengalami dan
mengamini bahwa Maria sungguh berpeduli dalam hidup mereka. Baiklah, kita juga
mengingat sebuah kalimat penuh
kepedulian dari Bunda Maria Guadalupe: "Janganlah kuatir mengenai apapun, bukankah aku ada di sini? Aku, yang adalah bundamu.
Bukankah engkau ada dalam perlindunganku?"
Keenam, “Nak, mengapakah
Engkau berbuat demikian, tidak tahukah Engkau, bahwa ayahmu dan aku resah
mencari Engkau? (Luk 2:48). Ketika itu, Yesus kecil tertinggal dan hilang
di Bait Allah Yerusalem. Maria berhari-hari terus setia mencari Yesus. Maria
mungkin lapar, haus, letih, lelah dan mengantuk, berjalan kesana kemari mencari
anaknya. Setelah bertemu, apa jawaban Yesus: ”Mengapa engkau mencari Aku?” Mungkin, jika kita menjadi Maria,
kita bisa menjadi sangat marah, kecewa, sedih, menjewer kupingnya, mencubit
pahanya atau bahkan menampar mulutnya. Tapi Maria? Dia berbesar hati dan
menyimpan semua itu dalam hatinya.
Sebuah kisah dari penampakan kedua di Lourdes: Bernadette membawa air suci yang dia ambil dari gereja paroki. Dia ingin
segera memercikkan air suci tersebut, bila “wanita asing” itu menampakkan diri
lagi. Dan ketika peristiwa penampakan itu berlangsung, Bernadette lalu
melakukan rencananya. Dia memercikkan air suci itu dan “wanita asing” itu hanya
meresponnya dengan tersenyum. Yah, Maria mengajak kita belajar berbesar hati/mudah mengampuni, bahkan
terhadap orang yang salah paham dengan kita.
Ketujuh, “Apa yang dikatakanNya kepadamu, buatlah itu” (Yoh
2:5). Maria bersabar dalam menantikan saat Tuhan, walau “ditolak” dan tidak
langsung diterima oleh Tuhan. Ia setia menunggu jawaban Tuhan atas hidup dan
masalahnya. Sebuah sharing dari Lourdes: Selesai mempersembahkan Ekaristi di kapel Santo Mikael Lourdes, kami berziarah dengan “mandi” air
suci. Antrian yang sangat panjang dan memakan waktu ber-jam jam itu, mengajarkan kepada
kami untuk lebih bersabar dan
menghargai orang lain yang telah lebih dahulu antri di depan kami. Apalagi
kalau ada orang-orang sakit dan cacat yang mendapatkan perlakukan istimewa,
kami harus mendahulukan mereka.
Baiklah kita ingat filosofi seorang Adel Bestravos:
“Kesabaran pada orang lain berarti cinta. Kesabaran pada
diri sendiri berarti pengharapan. Kesabaran pada Allah berarti iman.” Penjabaran tujuh maklumat ini saya tutup dengan sebuah kalimat bernuansa
devotif khas religiositas populer dari kalangan umat Katolik di Amerika Latin: Dios quiere y La Virgen permite, “Tuhan Menghendaki dan Bunda Merestui…..”.
SYAHADAT
KERENDAHAN HATI
-
Hati Maria
sebagai Tahta Kebijaksanaan -
“Berbuatlah kebaikan
tanpa banyak bicara!
Cintailah Tuhan dan
sesama
Tanpa banyak bicara!
Kerjakan tugasmu
Tanpa banyak bicara!
Terimalah kehendak Allah
Tanpa banyak bicara!
Bahagialah bersama orang lain
Tanpa banyak bicara!
Tutupilah kesalahan orang
lain
Tanpa banyak bicara!
Berdamba dan bercita-citalah
Tanpa banyak bicara!
Peluklah salib Yesus
Tanpa banyak bicara!
Berkorban dan serahkan
dirimu
Tanpa banyak bicara!
Tataplah surga
Tanpa banyak bicara!
Tataplah keutamaan
Tanpa banyak bicara!
Bertahanlah sampai mati
Tanpa banyak bicara!”
Kita mohon anugerah
kebijaksanaan,
kebijaksanaan pun
berkenan bertahta di hati kita.
Sebagaimana nampak dalam
peristiwa di Kana.
Bertindak secara bijaksana,
akan menampakkan
Kebijaksanaan Allah. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar