Dosa Dusta Dunia
“
Pour Lui je vis, Pour Lui je meurs
Untuk
Dia aku hidup, dan untuk Dia aku mati”
Menurut pendiri Ordo Serikat Yesus, St.Ignatius Loyola,
terdapat tiga karakter setan/iblis (Bdk. Latihan Rohani 313-327).
Bagi Inigo, begitu ia biasa dipanggil, setan/iblis itu seperti “3 P”:
perempuan, playboy dan panglima.
Bagi Inigo, begitu ia biasa dipanggil, setan/iblis itu seperti “3 P”:
perempuan, playboy dan panglima.
Pertama, mereka bersikap seperti perempuan, yaitu
lemah bila dilawan dan kuat bila dibiarkan. Kedua, mereka
bersikap seperti playboy, yaitu ingin agar segala usaha penipuannya
tetap dirahasiakan dan tak dibukakan kepada orang yang bijak. Ketiga, mereka juga bersikap seperti panglima
perang dalam usahanya untuk menundukkan serta merebut apa yang diinginkannya.
Ia akan mengelilingi benteng pertahanan kita dan kemudian menyerang dan mencoba
menguasai kita lewat bidang-bidang di mana kita kedapatan paling lemah dan
rapuh dalam mempertahankan keselamatan kekal kita.
Dan, lewat kitab sucilah juga, ternyata setan pun kerap
mencobai kita, memakai tiga wujud hewan, yaitu:
-
Ular, Nakhasy: Memakai ujud lain, tapi melilit dan
melumpuhkan (Bdk: Kisah Adam dan Hawa di taman Firdaus).
-
Serigala (Bdk: “Lihat,
Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala” Mateus 10: 16).
-
Naga (Bdk: Wahyu 12:3, “Maka tampaklah suatu tanda yang
lain di langit; dan lihatlah, seekor naga merah padam yang besar, berkepala
tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota.”).
Mengacu pada Katekismus Katolik, pasal 6: “Para Malaikat
dan Iblis”, dikatakan ada beberapa dari malaikat, dipimpin oleh Setan,
membangkang dan segera dikirim ke neraka. Inilah malaikat-malaikat maksiat atau yang kerap kita sebut sebagai para
iblis. "Maka timbullah peperangan di sorga. Mikhael dan
malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh
malaikat-malaikatnya, tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat
tempat lagi di sorga." (Wahyu 12:7-8).
Tapi, pada kesempatan ini, baiklah kita
juga mengingat tentang kisah Maria dari Magdala yang harus dibebaskan dari tujuh roh jahat
yang ada di hatinya, yang termuat
dalam Injil Lukas
8:2. Mungkin banyak dari kita yang tidak
tahu apa dan siapa nama ketujuh roh jahat itu, yang saya sebut dengan nama, “7 maksiat”.
Tujuh roh maksiat
ini kerap ada dan berdiam dalam hati setiap
pendosa. Mereka itu, al: Lucifer untuk orang yang sombong. Mamon untuk orang yang tamak dan mata duitan. Asmodeus
untuk orang yang jatuh pada dosa
percabulan atau kejahatan seksual. Satan untuk orang
yang mudah marah. Beelzebul untuk orang yang rakus-serakah. Leviathan buat
orang yang mudah iri hati. Belphegore untuk orang yang suka malas. Ketujuh
malaikat maksiat ini membuat kita jatuh dalam dosa.
Dosa sendiri, menurut Katekismus pasal 10, adalah “pikiran,
perkataan, keinginan, dan perbuatan atau sikap acuh yang dilarang oleh hukum
Allah”. Kita bersalah atas suatu dosa, jika: a. kita menyadari bahwa kita melanggar perintah Allah, dan,
b. kita dengan atas kemauan sendiri tetap melakukannya. Akibat jika dosa/para
malaikat neraka ini hidup dalam hati kita, yakni: membunuh hidupnya rahmat
Tuhan dalam diri kita. “Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu sekarang,
karena kesudahan semuanya itu ialah kematian.” (Roma 6:21). Sekarang kita akan bahas ketujuh maksiat ini satu
persatu:
Pertama, kesombongan. Ingatlah nubuat Yesaya dalam Yes 2:11: “Manusia yang sombong akan direndahkan, yang angkuh akan ditundukkan, dan
hanya Tuhan sajalah Yang Maha Tinggi.” Bukankah sebuah bangunan rohani membutuhkan fondasi
kerendahan hati? Hati-hati! Iblis
selalu menggoda kita untuk
menjadi sombong. Ia masuk lewat celah cinta diri dan
kesombongan. Dkl: perbuatan
baik, seringkali dinodai oleh cinta diri karena godaan iblis. Doa, pelayanan dan matiraga itu baik,
tapi jika sudah tercemar
dengan cinta diri dan kesombongan maka bukan
kebajikan lagi, tetapi malahan menjadi suatu titik lemah. Dalam kehidupan rohani, kerendahan hati mempunyai tugas
ganda. Tugas yang pertama adalah menyingkirkan hambatan terbesar untuk mencapai
kesucian, yaitu kesombongan! Kesombongan menghalangi kita untuk menjadi suci.
Karena kelekatan akan kehebatannya sendiri, orang yang sombong menjadikan
dirinya pusat segala sesuatu, berputar-putar pada dirinya sendiri, dia tidak
dapat mencapai apa-apa. Orang yang sombong biasanya tidak sadar, bahwa ia ingin
dihargai, ingin dipuji, ingin dihormati dsb. Padahal kesombongannya justru
menjadi hambatan untuk dapat menuju kepada Allah.
Orang
yang sombong biasanya juga meninggikan diri di atas
kemampuannya dan melupakan keterbatasannya sendiri. Mereka bahkan seringkali
ditandai oleh dosa-dosa, penuh kecenderungan yang salah dan
terbatas dalam banyak hal, disadari atau tidak, dia sebenarnya tergantung
sepenuhnya pada Allah. Akan tetapi orang yang sombong tidak mau mengakui
ketergantungannya! Sebaliknya, orang yang saleh mengatakan bahwa segala-galanya
adalah karunia Allah: “Siapa
yang mengira dirinya berharga, ia menipu dirinya sendiri” (bdk Gal 6: 3).
Dari dirinya sendiri bahkan kita tidak mampu menciptakan pikiran yang baik,
sebab segala kemampuan kita datangnya dari Allah (bdk 2Kor 3: 5; Flp 2: 13).
Dan bahkan kita tidak dapat mengucapkan nama Yesus tanpa rahmat Allah atau Roh
Kudus (bdk 1Kor 12: 3), Yesus sendiri mengatakan: “Di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (bdk Yoh 15:5).
Kedua, kemarahan. Lihatlah Pengkotbah
7:9, “Janganlah lekas-lekas marah dalam hati,
karena amarah menetap dalam dada orang bodoh,” dan Yakobus 1:19-20, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah
hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk
berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak
mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” Baiklah kita juga mengingat-kenang
sepenggal kisah kakak beradik, Kain dan Habel dalam kitab Kejadian 4:1-16. Tujuh dosa yang dibuat Kain ternyata dimulai dengan kemarahan (Bdk. Kej 4:5), “tetapi Kain dan korban persembahannya tidak
diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.” Dosa kedua, mengabaikan hati nuraninya. Ketika Tuhan
bertanya dua kali kepada Kain, Kain sama sekali tidak menjawab pertanyaan
Tuhan, bukan? Dosa ketiga, Kain memukul Habel, adiknya. Dosa keempat, Kain
membunuh Habel. Dosa kelima, Kain
berbohong. Dosa keenam, Kain tidak bertanggung jawab. Dosa ketujuh, Kain
berkeluh-kesah dan merasa dirugikan (Bdk. Kejadian 4:1-16).
Ketiga, kemalasan. Dalam hal inilah, kita bisa mengingat dua pesan dari kitab
Amsal, al: Amsal 26:14, “seperti pintu berputar pada engselnya,
demikianlah si pemalas di tempat tidurnya” serta Amsal
21:25,
“si pemalas dibunuh
oleh keinginannya karena tangannya enggan bekerja”. Lihatlah
juga kisah asmara terlarang
antara Raja Daud dan Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het itu (2 Samuel
11:1-27). Ternyata, tujuh tahapan dosa yang dibuat Daud itu bermula dari sebuah
dosa kemalasan. Dikatakan dalam kitab itu: “pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja lain biasanya maju
berperang, Daud, (seorang raja Israel terbesar, yang sampai hari ini, makamnya
dihormati di Bukit Sion oleh banyak orang Yahudi) menyuruh Yoab maju beserta
seluruh orang Israel untuk memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba. Tapi,
Daud sendiri malahan “asyik
bermalas-malasan”
tinggal di istananya di Yerusalem.” Dosa kedua: “Sekali peristiwa pada
waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan
di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan
sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya”. Daud mengintip seorang
perempuan yang sedang mandi (Bdk.2 Samuel 11:2). Dosa ketiga tampak
dalam ayat keempat dan kelima, “Sesudah itu Daud
menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur
dengan dia. Perempuan itu baru selesai membersihkan diri dari kenajisannya.
Kemudian pulanglah perempuan itu ke rumahnya. Lalu mengandunglah perempuan itu dan disuruhnya orang memberitahukan kepada
Daud, demikian: "Aku mengandung." Daud ternyata berzinah, dan membuat perempuan yang notabene istri orang itu menjadi hamil. Dosa keempat, pada ayat ke-8, “Kemudian berkatalah
Daud kepada Uria: "Pergilah ke rumahmu dan basuhlah kakimu. Ketika Uria
keluar dari istana, maka orang menyusul dia dengan membawa hadiah raja.” Daud dengan sengaja “menyogok” Uria. Daud berharap dengan adanya hadiah
raja, Uria segera pulang ke rumahnya dan bercinta dengan istrinya. Dosa kelima,
tampak jelas pada ayat ke-13, “Daud memanggil Uria untuk makan dan minum dengan dia, dan Daud membuatnya mabuk.” Hal ini dibuat Daud supaya Uria tidak sadar dan mau pulang ke rumahnya.
Nah, setelah semua upaya Daud di atas tadi gagal, Daud
malahan membuat dosa lagi. Dosa yang keenam. Lihatlah 2 Samuel 11:14-15, “Paginya Daud menulis
surat kepada Yoab dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria. Ditulisnya dalam surat
itu, demikian: "Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang
paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh
mati." Dan, akhirnya Uria terbunuh mati. Daud puas! Dia lega
dan merasa berhasil: mission completed!
Setelah enam tahapan dosa yang dibuatnya, ia belum juga bertobat, malahan dia
berkubang dalam lingkaran dosa. Ia membuat dosa yang ketujuh, dia mengabaikan hati nuraninya,
seperti tampak jelas dalam 2 Samuel 11:25, “Kemudian berkatalah Daud kepada suruhan itu: "Beginilah kaukatakan
kepada Yoab: Janganlah sebal hatimu karena perkara ini, sebab sudah biasa
pedang makan orang ini atau orang itu.” Daud tidak merasa
bersalah sama sekali atas kematian Uria, prajuritnya itu. Bahkan dalam ayat 27,
dia membawa perempuan itu ke rumahnya. Satu hal yang baik untuk kita ingat, semua tahapan dosa Daud ini bermula
dari sebuah dosa sederhana bernama kemalasan, bukan?
Keempat, iri hati. Yakobus pernah menegaskan, “Sebab dimana ada iri hati dan mementingkan
diri sendiri, disitu ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (Yak 3:16). Kisah populer dalam Injil Lukas 15: 11-32 tentang anak yang
hilang juga dapat menjadi contoh lainnya.
Ternyata bukan hanya anak bungsu yang hilang, tapi anak yang sulung juga hilang
karena hatinya penuh iri: “Maka
marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk.”(Luk 15:28). Atau sebuah kisah tentang
Yusuf, anak bungsu yang disayang ayahnya, ternyata dibuang oleh kesepuluh
kakaknya yang iri hati padanya, juga bisa menjelaskan arus keempat ini dengan
lugas dan jelas. Atau tentang orang
Farisi dan Saduki yang iri terhadap Yesus. Atau imam kepala dan pengikutnya
yang iri hati dengan para murid Yesus, akhirnya memenjarakan para rasul juga, tanpa alasan yang
jelas.
Kelima,
kerakusan. Sebuah film kartun animasi dari negerinya Oshin, ‘Doraemon’ dengan
marsnya, “aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini ingin itu banyak
sekali” menggambarkan secara tidak langsung tentang manusia yang rakus,
yang tidak pernah bisa berkata cukup. Lihatlah Yak
4:1, “Dari manakah datangnya sengketa dan
pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling
berjuang di dalam tubuhmu?” dan Yak 5:5, “Dalam
kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan
hatimu sama seperti pada hari penyembelihan.”
Keenam, ketamakan. Banyak orang sepakat pada ungkapan klise ini, “we can not do it without du it.” Ditemani
pelbagai billboard iklan yang ngejreng di sentra jalan protokol, dunia harian kita seperti mesin hasrat yang
selalu dahaga. Dari stiker di buskota sampai pintu warung tegal, kerap ditemui
kata-kata wasiat ala Benjamin Franklin: Time is money. Uang dan waktu
menjadi opium masyarakat, keduanya dapat dihitung dan sama-sama memacu eskalasi
kegelisahan massa. Di mana ada
kota-di situ ada uang. Di mana ada uang-di situ ada orang dan barang. Di mana ada orang dan barang-di situ ada
pasar. Bisa jadi di hadapan pasar itu, pemeo lama bahwa ‘semua manusia sama dihadapan Tuhan’ sama benarnya dengan ‘semua manusia sama di hadapan uang.’ Disinilah, baiklah kita mengingat 1Tim
6:10, “Karena akar
segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang
telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”, serta Ibr 13:5, “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan
cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman:
"Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak
akan meninggalkan engkau." Bukankah juga sejak
dulu, Yesus sudah mengingatkan, dalam
Matius 19: 24, “Sekali lagi
Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari
pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."
Ketujuh, percabulan.
Maraknya praktek seks bebas, selingkuh di antara keluarga, budaya pornografi
dan pornoaksi, aneka kasus perkosaan dan pelecehan seksual menjadi contoh nyata
menjamurnya arus dosa yang ketujuh ini. Lihatlah 1 Korintus 3:16, “Tidak
tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam
kamu?” Atau, 1 Korintus 6: 15, “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah
anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada
percabulan? Sekali-kali tidak!” Sebuah nasehat bijak yang lain dari Paulus juga
baik untuk kita ingat, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata
Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis” (Ef
6:11).
MEWASPADAI
TUJUH MAKSIAT
indikasi solusi
1.
KESOMBONGAN
- tidak bersikap toleran * milikilah pandangan yang tepat tentang
- berambisi besar ketergantungan pada Tuhan
- sombong * cenderung mendahulukan orang lain dari
- terlalu memuji diri daripada diri sendiri
- bersikap menghina * membiasakan diri untuk melayani
- ego sentris orang lain
- keras kepala * keterbukaan kepada semua orang
- suka jengkel oleh pelanggaran * kemurnian dalam motivasi
orang lain * menggunakan kharisma-kharismaku
- congkak,angkuh, mudah tersinggung dengan sederhana
- tidak memperhatikan nasihat orang lain
2.
KETAMAKAN
- kebohongan * kembangkan rasa kagum pada yang biasa
- kikir / pelit * jauhkan diri dari hal-hal yang berlebihan
- kurang berbesar hati * keinginan besar meniru Kristus yang
- penimbunan kekayaan mau menderita
- main sembunyi/serba rahasia * mencari kerajaan Allah lebih dulu
- tidak murah hati * bagi-bagikan apa yang kau miliki
- mencari keamanan dalam hal duniawi * berikan kepada orang lain yang terbaik
3.
KEMARAHAN
- Keengganan dalam segala hal * Selalu bayangkan Kristus tersalib
- Membuat seseorang marah/geram * lakukan doa/amal kecil-kecil
- Tidak sabaran bagi mereka yang mengganggumu
- Ingin membalas dendam * hidup selalu dalam kehadiran Tuhan
- Bersikap baik terhadap seseorang * berdiam diri sewaktu diganggu
Agar orang lain
tersingkirkan
4.
KECEMBURUAN/IRI HATI
- membuat orang lain benci * berterima kasih kepada Tuhan untuk
- sebarkan desas-desus semua anugerah dari orang lain
- menjelek-jelekan orang lain * berdoa bagi orang yang anda benci
- menfitnah, membalas dendam * bicara yang baik tentang orang yang
- senang atas sengsara orang lain tidak disenangi
- pendengki, jengkel bila orang * renungkan tentang hidup surgawi
lain dipuji
5.
KEMALASAN
- mempunyai sikap malas * pelihara dengan baik hidup doa anda
- selalu datang terlambat * perhatikan acara-acara harian Anda
- tidak bergairah dalam segala hal dengan teliti
- mudah putus asa * buatlah segera yang enggan dilakukan
- tidak mantap * kerapkali merenung tentang hidup kekal
- suka murung bermuram durja * lakukan perbuatan displin yang kecil-
- sukar diberi semangat kecil
6.
KERAKUSAN
- pikir dan bicara tentang makanan * putuskan sebelumnya berapa banyak
- selalu ngomel tentang makanan yang akan diambil, teguh dalam
- membuang-buang makanan putusan itu
- mengabaikan orang lain di meja * makan dan minum dihadapan Allah
makan * kurangi sedikit pada tiap kali makan
- tahu batas dalam minuman alkohol makanan yang disenangi
- suka membual, omong kosong, riuh * melawan hawa nafsu
7.
PERCABULAN
- keingintahuan berlebih seputar sex * perkembangkan cinta pribadi kepada
- keakraban berlebihan dengan seseorang Tuhan
- kurang hati-hati dalam membuka buku * jauhkan kesempatan untuk berdosa
- tidak mengendalikan khayalan * berkeras diri terhadap tubuh sendiri
- mencari serba nikmat * isilah waktu dengan macam-macam
- tidak terbuka terhadap bapak kesibukkan yang berguna
pengakuan *
hiduplah seutuhnya bagi orang lain
- tidak gunakan sarana untuk kepentingan
diri
dan bisa mengendalikan nafsu
Dalam perjalanan
hidup, kita
sebagai manusia (Bhs
Jawa: menungso= menus-menus kakean doso) seringkali
jatuh dalam 7 maksiat di atas,
bukan? Disinilah seruan Yakobus mendapatkan aktualitasnya: Sebab itu buanglah
segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah
dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa
menyelamatkan jiwamu. Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan
hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri (Yak
1: 21-22).
Arti
kata ‘yang
kotor’
dalam bahasa Yunani adalah “rhuparia” yang berarti
sampah, kotoran, kemesuman kebusukan, dan pelbagai
hal yang menjijikkan.
Arti kedua “rhuparia” adalah sama
dengan kata Yunani untuk “tahi telinga”. Bukankah tahi telinga
menyebabkan kita sulit untuk
mendengar dengan jelas? Dkl: Kita menjadi kurang
peka terhadap suara Allah karena ‘yang kotor’
ini tinggal dalam hati kita.
Pentingnya
untuk bersih dari kotoran nampak nyata dari kata kerja imperatif yang
dipilih, yaitu: “buanglah”, yang berarti ‘lucutilah” seperti seseorang akan
membuka/melucuti pakaiannya yang terbakar untuk menyelamatkan dirinya. Manusia
dalam situasi seperti itu, secara harafiah akan menyobek pakaiannya seolah-olah
hidupnya tergantung padanya. Nasehat Rasul Yakobus ini secara mendalam sebenarnya mengajak kita untuk berbuat yang sama, membuang dosa
seolah-olah pakaian yang terbakar dan mengancam nyawa
kita.
Bapa Gereja, Gregorius
dari Nasiansa sendiri pernah berkata, "Baiklah kita membiarkan diri dikuburkan bersama
Kristus dalam Pembaptisan, supaya bangkit bersama-Nya: baiklah kita turun
bersama-Nya supaya ditinggikan bersama-Nya; kita naik lagi bersama-Nya supaya
dimuliakan di dalam-Nya"
(Gregorius dari Nasiansa, or. 40,9). Maukah kita kini dikuburkan bersama
Kristus juga?
Jurus Tingkat Pertama St. Ignasius Loyola
untuk Menghadapi Godaan Iblis
1. Untuk mereka yang terus-menerus jatuh dari satu dosa ke
dosa lainnya, iblis biasanya menyodorkan kesenangan-kesenangan palsu. Ia
membuat mereka membayangkan kenikmatan dan kesenangan inderawi, supaya manusia
tersebut tidak bertobat. Pada manusia yang sedang dalam kondisi seperti itu,
roh baik memakai cara sebaliknya: yaitu menghantami dan menyesakkan hati nurani
dengan teguran-teguran pada budi.
2. Untuk mereka yang dengan tekun terus maju dalam
pertobatannya, iblis akan menyesakkan, menyedihkan, dan menghalang-halangi
dengan alasan-alasan palsu, supaya orang tidak maju lebih lanjut. Sementara roh
baik akan memberi semangat dan kekuatan, hiburan, air mata sukacita, inspirasi
serta ketenangan, mempermudah cara pandang orang terhadap masalah, supaya orang
semakin maju dalam pertobatannya.
3. Orang yang berada dalam keadaan konsolasi adalah orang
yang batinnya sedang mengalami perasaan yang berkobar-kobar, bersemangat tinggi
dalam melakukan sesuatu demi cinta kepada Allah Tuhannya. Orang yang bertobat
dan merasa sedih atas dosa-dosanya sehingga mencucurkan air mata juga disebut
sebagai konsolasi. Jadi konsolasi pada dasarnya adalah setiap keadaan dimana
iman, harapan, dan kasih semakin dirasakan bertambah dalam diri seseorang.
4. Di sisi lain, desolasi adalah keadaan dimana batin
seseorang sedang gelap, kacau, sepi, bingung, terseret ke arah hal-hal duniawi,
dan membuat iman, harapan, dan kasih semakin kurang dirasakan.
5. Ketika mengalami desolasi, jangan sekali-kali membuat perubahan dalam niat dan
keputusan yang telah dibuat sebelum mengalami desolasi (atau ketika sedang
mengalami konsolasi).
6. Ketika mengalami desolasi, kita justru harus lebih keras
terhadap diri kita sendiri. Harus lebih sering menguatkan diri dalam doa,
askese, dan berbuat baik.
7. Ketika mengalami desolasi, orang sepatutnya sadar bahwa
saat itulah ia diminta oleh Tuhan untuk berusaha dengan sekuat tenaga melawan
berbagai godaan iblis. Karena dengan pertolongan ilahi yang tetap selalu ada,
juga bila tak jelas terasa, orang tersebut tentu tetap mampu melawan godaan
iblis. Meski oleh Tuhan dijauhkan semangat berkobar, rasa cinta yang meluap,
namun tetaplah diberikan rahmat secukupnya untuk keselamatan kekal.
8. Orang yang sedang dalam desolasi haruslah ingat bahwa
segera dia akan mengalami hiburan jika dia menggunakan segala usaha untuk
melawan kesepian itu.
9. Biasanya ada tiga sebab utama dari desolasi. Satu, karena kita sendiri yang malas dalam menjaga
kedekatan kita dengan Tuhan. Dua, Tuhan sendiri yang ingin mencoba seberapa
besar iman kita kepada-Nya bahkan dalam situasi yang paling tidak mengenakkan
sekalipun. Tiga, Tuhan sendiri yang ingin memberi kita pengetahuan serta
pengertian yang benar, supaya kita dapat merasa dalam-dalam bahwa bukanlah
tergantung pada kekuatan kita untuk bisa sampai pada Konsolasi, melainkan semua
itu adalah rahmat Tuhan kita belaka.
10. Ketika mengalami konsolasi, orang haruslah tetap
memikirkan bagaimana ia akan bersikap untuk menghadapi kesepian yang akan
datang kemudian dan mencari kekuatan baru untuk menghadapi waktu itu.
11. Ketika mengalami konsolasi, orang harus mencoba untuk
tetap rendah hati dengan memikirkan betapa lemah dirinya dalam waktu desolasi.
Sebaliknya, ketika orang sedang desolasi, sebaiknya memikirkan bahwa ia
berkemampuan besar, karena punya rahmat cukup untuk melawan semua iblis,
musuhnya, bila mencari kekuatan pada Tuhan Penciptanya.
12. Iblis bersikap seperti perempuan,
yaitu lemah bila dilawan dan kuat bila dibiarkan.
13. Iblis juga bersikap seperti laki-laki buaya
darat (playboy), yaitu ingin agar segala usaha
penipuannya tetap dirahasiakan dan tak dibukakan kepada orang yang bijak.
14. Iblis juga bersikap seperti panglima, semacam komandan tentara dalam usahanya untuk menundukkan serta
merebut apa yang diinginkannya. Ia akan mengelilingi benteng pertahanan kita
dan kemudian menyerang dan mencoba menguasai kita lewat bidang-bidang dimana kita
kedapatan paling lemah dan rapuh dalam mempertahankan keselamatan kekal kita.
Bidang-bidang paling lemah itulah yang harus selalu kita jaga.
0 komentar:
Posting Komentar