I M L E K : "Ikuti MARIA Lewat Ekaristi Kudus"
Imlek di tahun Ular Air ini bukan cuma berarti datangnya tahun yang baru, dengan semua yang serba baru, tapi dalam makna iman kristiani juga bisa berarti, “Ikut Maria Lewat Ekaristi Kudus.”
Mengapa?
Pertama, Maria yang bersyukur (Luk 1:46-47), “Aku mengagungkan Tuhan, hatiku bersukacita karena Allah penyelamatku”. Kitapun diajak bersyukur. Bagaimana tidak, dalam dua bulan berturut-turut di tahun yang sama, kita bisa merayakan tahun baru dalam ekaristi. Pertama: Tahun Baru Matahari (1 Januari) dan kedua, Tahun Baru Bulan (10 Februari). Bicara soal rasa syukur, saya juga teringat sebuah sms dari seorang umat, “Ada rayap makan bakpao - mohon maaf ‘nggak ada angpau. Kucing bengek makan bakpia - biar bokek yang penting sincia. Daun waru daun kucai - met taun baru gong xi fa cai”. Bukankah sms sederhana ini juga sebuah undangan untuk bersyukur? Seperti Maria yang bersyukur dalam kidung Magnificatnya, bukankah Ekaristi (eucharistia) arti dasarnya juga adalah beryukur? Bukankah Ekaristi juga bisa berarti “Elok KArena kRIStus ada di haTI”. Semper Gaude-Bersyukurlah senantiasa!
Kedua, Maria yang berbagi, dengan mengunjungi sanak saudaranya yang sedang “sakit” karena hamil tua, yakni Elisabeth (Luk 1:39), “Berangkatlah Maria dan bergegas menuju sebuah kota di pegunungan Yehuda”.. Imlek pun yang biasanya berlangsung 15 hari, memungkinkan setiap keluarga untuk berkumpul kembali, terlebih pada pada ekaristi syukur, bahkan antar keluarga setelah misa bisa saling berbagi kue manis, ‘nian gao’, kue keranjang, jeruk, sambil bersama keluarga melihat aktraksi seni di pelataran gereja. Donato ergo sum-Aku berbagi maka aku ada!”
Ketiga, Maria yang peduli (Yoh 2:3), “Yesus, mereka kehabisan anggur”. Dalam ekaristi, kita bisa belajar peduli: mendoakan agar orangtua panjang umur dan keluarga rukun, bisa saling memberi salam, “hung bao/angpau” dsbnya. Bahkan kadang dimunculkan sebuah tradisi, adanya penyalaan petasan untuk mengusir roh jahat dalam keluarga. Bukankah itu sebuah usaha kepedulian terhadap orang lain, trlebih terhadap keluarga kita masing-masing? “Caritas in fraternitas-cintakasih dalam semangat persaudaraan!”
Keempat, Maria yang berharap (Yoh 2:5), “Apa yang dikatakanNya kepadamu, buatlah itu”. Dalam setiap Ekaristi syukur, dalam rangka Tahun Baru Imlek kita sebagai satu keluarga, bersama dengan para leluhur/arwah orang beriman yang sudah meninggal, yang juga kita doakan, kita diundang juga untuk mempunyai niat baru, impian baru, semangat baru, dan aneka resolusi baru. Intinya: kita diajak terus berharap, bukankah harapan berarti mimpi dan bukankah setiap mimpi berarti pekerjaan? “Dum spiro, spero-Selama masih bernafas, aku tetap berharap!”
Satu pemaknaan yang pasti:
Imlek (Im= bulan, lek: penanggalan) bukan hanya berhenti dimaknai secara lahiriah, yakni pergantian dari musim dingin ke semi, dari musim yang penuh salju ke musim yang penuh bunga yang bersemi (dalam kacamata Konghucu: musim yang serba putih: dingin/"air" menjadi musim yang serba merah: hangat/"anggur").
Tapi, Imlek (Im= bulan, lek: penanggalan) seharusnya juga dimaknai secara batiniah dan bahkan imaniah, bahwasannya: kita tidak cuma wajib memakai baju baru, memakan kue baru, mendapat angpau, rumah dibersihkan, kumpul bersama keluarga, mendapat hoki, chie yang bagus, tapi terlebih seperti Maria, “sang pendoa-perantara dan pembela” (yang selalu menjadi jembatan ulung bagi Tuhan untuk menjumpai manusia, dan bagi manusia untuk lebih mudah menjumpai Tuhan, kita juga diajak untuk mau mengganti hati yang beku, iri, dingin dan kaku menjadi hati yang hangat, penuh cinta yang bersemi dan bersahabat. Karena bukankah benar bahwa Imlek juga berarti “Ikuti Maria Lewat Ekaristi Kudus?”
Gong Xi Fat Chai
Tuhan memberkati dan Bunda merestui.
Label:
Diskursus (Pemikiran)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar