Iluminasi….
(Petikan dari Novel Everything is Illuminated)
“Herschel akan menjaga ayahmu ketika aku harus pergi melaksanakan tugas atau
ketika nenekmu sakit. Nenekmu sakit sepanjang waktu, tak hanya pada hari-hari
terakhir hidupnya. Herschel akan menjaga si bayi, dan menggedongnya seperti
anaknya sendiri. Bahkan ia memanggil bayi itu anakku.”(Petikan dari Novel Everything is Illuminated)
Kuceritakan semua ini pada Jonathan seperti dituturkan Kakek padaku, dan pemuda itu menuliskan semuanya pada buku diary. Ia menulis begini:
“Herschel tak punya keluarga sendiri. Ia tak suka bergaul. Ia keranjingan membaca, juga menulis. Ia seorang penyair dan banyak puisinya ia perlihatkan padaku. Cukup banyak yang kuhafal. Puisi-puisi gila, engkau boleh mengatakannya demikian, dan tentang cinta. Ia selalu di kamarnya menuliskan hal semacam itu, dan tak pernah bergaul dengan orang. Aku sering berkata padanya, Apa gunanya menuliskan cinta pada selembar kertas? Kataku, Biarkan cinta menulis pada dirimu barang sedikit. Tapi ia amat keras kepala. Atau mungkin ia hanya malu.”
“Kau temannya?” tanyaku, meski ia telah mengatakan bahwa ia adalah teman Herschel.
“Hanya kamilah temannya, kata kakek kepada kami pada suatu ketika. Nenekmu dan aku. Ia makan malam bersama kami, dan kadang-kadang berada di rumah kami hingga larut malam. Bahkan kami berlibur bersama. Ketika ayahmu lahir, kami bertiga berjalan-jalan dengan si bayi. Ketika ia butuh sesuatu, ia datang kepada kami. Suatu kali ia bertanya padaku, apakah ia boleh mencium nenekmu. Mengapa, tanyaku, dan ini membuatku marah, benar-benar amat marah, karena ia berhasrat mencium nenekmu. Sebab aku takut, katanya, aku tak ‘kan pernah mencium seorang perempuan. Herschel, kataku, itu semua karena engkau tak pernah mencoba mencium seorang pun.”
(Apakah ia jatuh cinta pada Nenek?)
(Aku tak tahu.)
(Apakah itu mungkin?)
(Mungkin saja. Ia akan menatap nenekmu, dan memberinya bunga pula sebagai hadiah.)
(Apakah ini membuatmu sedih?)
(Aku mencintai mereka berdua.)
“Apakah Herschel mencium Nenek?”
“Tidak,” katanya. (Dan engkau akan ingat, Jonathan, ia mengatakan ini sambil tertawa. Tawa yang pendek dan kasar.) “Ia juga terlampau malu untuk mencium seorang pun, bahkan Anna sekalipun. Kukira ia tak pernah melakukan apa pun.”
“Ia sahabatmu,” kataku.
“Ia sahabat karibku. Tapi kemudian kisahnya menjadi lain. Yahudi, bukan Yahudi. Saat itu kami masih muda, dan perjalanan hidup masih terbentang luas di hadapan kami. Siapa yang tahu?” (Kami tak tahu, itulah yang sedang kuusahakan untuk kukatakan. Bagaimana mungkin kami telah mengetahuinya?)
“Tahu apa?” tanyaku
“Siapa yang tahu bahwa kami kemudian menjalani hidup di atas duri?”
“Duri?”
“Suatu hari Herschel makam malam bersama kami, dan ia menyanyikan lagu-lagu untuk ayahmu yang berada di gendongannya.”
“Lagu-lagu?”
(Di sini ia menyanyikan lagu itu, Jonathan, dan aku tahu betapa senangnya engkau memasukkan lagu-lagu dalam tulisanmu, tapi kau tak dapat mengharuskan aku untuk menuliskan lagu itu. Aku telah begitu lama mencoba memindahkannya dari otakku, tapi lagu itu selalu di sana. Aku mendengar diriku menyanyikannya saat berjalan, dan saat kuliah, dan sebelum tidur.)
“Tapi kami adalah orang-orang bodoh,” katanya, dan ia kembali memeriksa foto itu dan tersenyum. “Amat bodoh.”
“Kenapa?”
“Karena kami percaya pada sesuatu.”
“Sesuatu apa?” tanyaku, sebab aku tak tahu. Aku tak paham.
(Mengapa engkau banyak bertanya?)
(Karena engkau tak berterus-terang padaku.)
(Aku amat malu.)
(Engkau tak perlu malu dekat bersamaku. Sanak keluarga mestinya tak pernah membuatmu merasa malu.)
(Engkau keliru. Keluarga adalah orang-orang yang mestinya membuatmu merasa malu ketika engkau melakukan perbuatan yang memalukan.)
(Apakah engkau mempermalukan mereka?)
(Ya. Aku sedang mencoba mengatakannya padamu.) “Kami bodoh,” katanya,“karena kami percaya pada sesuatu.”
“Mengapa itu bodoh?”
“Sebab tak ada sesuatu yang dapat dipercaya.”
(Cinta?)
(Tak ada cinta. Hanya akhir cinta.)
(Kebaikan?)
(Jangan bodoh.)
(Tuhan?)
(Jika Tuhan ada, dia bukan untuk dipercaya.)
“Augustine?” tanyaku.
“Aku mengimpikannya sebagai sesuatu itu,” katanya. “Tetapi ternyata aku keliru.”
“Bisa jadi engkau tak keliru. Kita memang tak dapat menemukan perempuan itu, tapi kenyataan ini tak menunjukkan apa pun apakah engkau mesti percaya padanya atau tidak.”
“Apa gunanya sesuatu yang tak mungkin kaudapatkan?”
(Akan kukatakan padamu, Jonathan, sampai di bagian percakapan ini, yang terjadi bukan lagi percakapan antara Alex dan Alex, kakek dan cucu. Kami menjadi dua orang lain, dua orang yang tak dapat saling melihat satu sama lain dalam mata kami, dan kami mengatakan sesuatu yang tak terkatakan. Ketika aku mendengarkannya, aku tidak mendengarkan Kakek, tetapi orang lain, seseorang yang belum pernah kujumpai, tapi kukenal dengan lebih baik dibanding Kakek. Dan orang yang sedang mendengarkan orang ini bukalah aku tapi seseorang lain, seseorang yang belum pernah kujumpai tetapi kukenal dengan lebih baik daripada aku mengenali diriku sendiri.)
“Ceritakan lebih banyak lagi,” kataku.
“Lebih banyak lagi?”
“Herschel.”
“Ia seperti anggota keluarga kita sendiri.”
“Ceritakan padaku apa yang terjadi. Apa yang terjadi padanya?”
“Padanya? Padanya dan padaku. Itu terjadi pada setiap orang, jangan salah. Hanya karena aku bukan seorang Yahudi, tak berarti itu tak terjadi padaku.”
“Apa itu?”
“Engkau harus memilih, dan berharap memilih kejahatan yang lebih ringan.”
“Engkau harus memilih,” kataku pada Jonathan,“dan berharap memilih kejahatan yang lebih ringan.”
“Dan aku memilih.”
“Dan ia memilih.”
“Ia memilih apa?”
“Ketika mereka mengepung kota kami—“
“Kolki?”
“Ya, tapi jangan katakan padanya. Tak ada alasan untuk mengatakan padanya.”
“Kita dapat pergi ke sana pada pagi hari.”
“Tidak.”
“Mungkin itu bermanfaat.”
“Tidak,” katanya. “Hantuku tidak di sana.”
(Engkau punya hantu?)
(Tentu saja aku punya hantu.)
(Seperti apa tampang hantumu?)
(Mereka ada di balik kelopak mataku.)
(Di situ pula hantuku berdiam.)
(Engkau punya hantu?)
(Tentu saja aku punya hantu.)
(Tapi engkau masih bocah.)
(Aku bukan bocah.)
(Tapi kau belum mengenal cinta.)
(Inilah hantuku, ruang di antara cinta.)
“Kau dapat menunjukkannya pada kami,” kataku. “Engkau dapat mengantar kami ke tempat dulu engkau tinggal, dan tempat neneknya dulu tinggal.”
“Tak ada gunanya,” katanya. “Mereka tak berarti apa-apa bagiku.”
“Neneknya.”
“Aku tak ingin mengetahui namanya.”
“Ia mengatakan, tak ada gunanya kembali ke kota asalnya,” kataku pada Jonathan. “Kota itu tak berarti apa-apa untuknya.”
“Mengapa ia meninggalkan kota itu?”
“Mengapa engkau meninggalkan kota itu?”
“Karena aku tak ingin ayahmu tumbuh besar begitu dekat dengan kematian. Aku tak ingin ia mengenal kematian itu, dan hidup bersamanya. Itulah alasan mengapa aku tak pernah mengatakan padanya apa yang terjadi. Aku sangat mengharapkan ia menjalani hidup yang lurus, tanpa kematian, tanpa pilihan, tanpa rasa malu. Tapi aku bukanlah ayah yang baik, aku harus mengatakan itu padamu. Aku adalah ayah yang paling buruk. Aku ingin menyingkirkan darinya segala hal yang buruk, namun sebaliknya aku memberinya keburukan di atas tumpukan keburukan. Seorang ayah selalu bertanggungjawab atas menjadi apa anaknya. Kau harus mengerti.”
“Aku tak mengerti, tak mengerti sedikit pun. Aku tak mengerti, bahwa engkau berasal dari Kolki dan mengapa aku tak pernah tahu. Aku tak mengerti mengapa engkau menempuh perjalanan ini, jika engkau tahu betapa dekat kita nantinya. Aku tak tahu siapakah hantu-hantumu. Aku tak mengerti bagaimana salah satu fotomu bisa berada di kotak milik Augustine.”
(Ingatkah kau apa yang ia lakukan kemudian, Jonathan? Ia memeriksa foto itu lagi, lalu meletakkannya kembali di meja, dan kemudian berkata, Herschel orang baik, begitu juga aku, dan karena itu tak adillah ini terjadi, sama sekali tidak adil. Lalu aku bertanya padanya, Apa, apa yang terjadi? Ia mengembalikan foto itu ke kotak, kau pasti ingat, dan ia menuturkan kisah itu pada kita. Tepat seperti itu. Ia meletakkan foto di kotak, dan ia menuturkan kisah itu pada kita. Tak satu kali pun ia menghindari tatapan mata kita, dan tak satu kali pun ia menaruh tangannya di bawah meja. Aku membunuh Herschel, katanya. Atau apa yang kulakukan sama baiknya dengan membunuhnya. Apa maksudmu? tanyaku padanya, sebab perkataannya begitu keras untuk dikatakan. Tidak, ini tak benar. Herschel akan tetap dibunuh dengan atau tanpa aku, tapi masih saja sepertinya aku telah membunuhnya. Apa yang terjadi? Tanyaku. Mereka datang pada saat yang tergelap di malam hari. Mereka baru saja datang dari kota lain, dan akan pergi ke kota lain lagi setelahnya. Mereka tahu apa yang sedang mereka lakukan, mereka sangat logis. Aku ingat persis, tempat tidurku bergetar ketika tank-tank itu datang. Ada apa ini? Ada apa ini? tanya Nenek. Aku bangkit dari tempat tidur dan dari jendela mengamati situasi luar. Apa yang kau lihat? Aku melihat empat tank, dan aku dapat melihat tiap-tiap bagiannya. Empat tank hijau, orang-orang berjalan di sisi kanan dan kiri tank-tank itu. Mereka ini membawa bedil, aku katakan padamu, dan mereka mengacungkan bedil itu ke pintu dan jendela rumah kami seakan-akan seseorang akan mencoba melarikan diri.
Ketika itu gelap, tapi aku masih dapat melihat kejadian
ini. Apakah engkau merasa ngeri? Aku ngeri, meski aku tahu, aku bukanlah orang
yang mereka cari. Bagaimana engkau tahu? Kami tahu tentang mereka. Setiap orang
tahu. Herschel tahu. Kami tak mengira itu akan terjadi pada kami. Kukatakan
padamu, kami percaya pada sesuatu, kami sangat bodoh. Lalu? Lalu aku menyuruh
Nenek mengambil si bayi, ayahmu, dan membawanya ke ruang bawah tanah tanpa
membuat kegaduhan, tapi tanpa pula merasa terlalu takut, sebab kami bukanlah
orang yang mereka inginkan. Lalu? Lalu mereka menghentikan semua tank dan
sesaat aku amat bodoh mengira bahwa semuanya telah berakhir, bahwa mereka
memutuskan untuk kembali ke Jerman dan mengakhiri perang, sebab tak seorang pun
senang perang, juga mereka yang selamat, bahkan mereka yang menang sekalipun.
Tapi? Tapi tentu saja tidak demikian yang terjadi, mereka hanya menghentikan
tank di depan sinagoga dan mereka keluar dari tank lalu bergerak membentuk
garis yang logis.
Sang Jenderal berambut pirang mengangkat mikrofon ke
depan wajahnya dan berbicara dalam bahasa Ukraina ia berkata bahwa setiap orang
harus datang ke sinagoga setiap orang tanpa kecuali. Tentara menggedor setiap
pintu dengan bedil dan memeriksa rumah-rumah untuk memastikan bahwa setiap
orang telah berada di depan sinagoga aku menyuruh Nenek kembali ke lantai atas
bersama si bayi sebab aku ngeri kalau-kalau tentara itu menemukan mereka di
ruang bawah tanah dan menembak mereka karena bersembunyi. Pikiranku pada
Herschel Herschel harus melarikan-diri bagaimana ia mesti lari ia harus lari
sekarang lari ke dalam kegelapan mungkin ia telah lari mungkin ia mendengar
tank dan lari tapi ketika kami tiba di sinagoga aku melihat Herschel dan ia
melihat aku dan kami berdiri berdampingan sebab inilah yang dilakukan oleh para
sahabat di hadapan bencana atau pun cinta. Apa yang akan terjadi tanyanya
padaku dan sesungguhnya tak seorang pun dari kami tahu apa yang akan terjadi
meski setiap orang dari kami tahu akan terjadi bencana. Tentara butuh waktu
lama untuk menyelesaikan penyelidikan mereka atas rumah-rumah amat penting bagi
mereka memastikan bahwa semua orang telah berada di depan sinagoga. Aku sangat
takut kata Herschel kukira aku akan menangis. Kenapa kubertanya kenapa tak ada
yang perlu ditangisi karena tak ada alasan untuk menangis sebab akan kukatakan
padamu aku pun ingin menangis dan aku pun takut tapi bukan demi diriku sendiri
melainkan demi Nenek dan si bayi. Apa yang mereka lakukan? Apa yang terjadi
kemudian? Mereka memerintahkan kami berbaris dan aku di samping Anna pada satu
barisan dan Herschel pada barisan lain di samping para perempuan yang menangis
mereka menangis karena sangat takut pada bedil-bedil yang dipegang tentara dan
mereka pikir kita semua akan dibunuh.
Sang Jenderal bermata biru mengangkat mikrofon ke depan
wajahnya. Kalian harus mendengarkan baik-baik katanya dan melakukan semua yang
diperintahkan atau kalian akan ditembak. Herschel berbisik padaku aku sangat
ngeri dan aku ingin mengatakan padanya agar lari peluangmu lebih banyak jika
engkau lari sekarang gelap lari kau tak punya peluang jika tak lari tapi aku
tak dapat mengatakan itu padanya sebab aku takut ditembak karena berbicara dan
aku juga takut menyebabkan Herschel mati karena membiarkannya pergi beranilah
kataku dengan volume suara selirih mungkin kau perlu berani kini kutahu itu
merupakan perkataan tolol untuk diucapkan perkataan paling tolol yang pernah
kuucapkan berani untuk apa? Siapa rabi di sini tanya Jenderal dan rabi
mengangkat tangannya.
Dua tentara mencokok rabi dan mendorongnya masuk ke
sinagoga. Siapa pemazmurnya tanya Jenderal dan pemazmur pun mengangkat
tangannya tetapi ia tak setegar sang rabi dalam menghadapi kematian ia menangis
dan mengatakan tidak pada isterinya tidak tidak tidaktidaktidak dan perempuan
itu memeluk suaminya dua tentara mencokoknya dan memasukkannya pula ke
sinagoga. Siapa orang Yahudi tanya Jenderal lewat mikrofon semua orang Yahudi
maju tapi tak seorang pun bergerak maju. Semua orang Yahudi diharuskan maju
katanya lagi dan kali ini ia berteriak tapi lagi tak seorang pun maju dan akan
kukatakan padamu seandainya aku seorang Yahudi aku pun tak akan bergerak maju
Jenderal menuju barisan pertama dan berkata lewat mikrofon kau menuding seorang
Yahudi atau kau dianggap sebagai seorang Yahudi orang pertama yang iadekati
adalah seorang Yahudi bernama Abraham.
Siapa orang Yahudi tanya Jenderal padanya dan Abraham
menggigil Siapa orang Yahudi tanya Jenderal lagi dan ia menodongkan bedilnya ke
kepala Abraham Aaron seorang Yahudi Aaron dan ia menunjuk Aaron yang berada di
barisan kedua tempat kami berdiri. Dua tentara mencokok Aaron dan ia pun
meronta-ronta sehingga mereka menembaknya pada kepala dan saat itulah aku
merasakan tangan Herschel menyentuh tanganku. Lakukan seperti diperintahkan
kepada kalian kata Jenderal dengan muka berkerut lewat mikrofon atau. Ia
mendekati orang kedua di barisan itu, Leo, seorang temanku, dan bertanya siapa
orang Yahudi dan Leo menunjuk Abraham dan ia mengatakan laki-laki itu seorang Yahudi
kasihan Abraham dua tentara mengamankan Abraham ke sinagoga seorang perempuan
di barisan keempat mencoba meloloskan diri dengan bayi di gendongannya tapi
Jenderal meneriakkan dalam bahasa Jerman kata-kata yang paling mengerikan kasar
jelek jorok jahat dan seorang tentara menembak perempuan itu pada bagian
punggung kepala lalu mereka menyeretnya ke dalam sinagoga beserta si bayi yang
masih hidup.
Jenderal menuju orang berikutnya pada barisan itu dan
berikutnya lagi dan setiap orang menunjuk seorang Yahudi karena tak seorang pun
ingin dibunuh seorang Yahudi menuding sepupunya dan seorang yang lain menuding
dirinya sendiri karena ia tak ingin menuding orang lain. Mereka mengamankan
Daniel ke dalam sinagoga juga Talia serta Louis dan setiap orang Yahudi ada
beberapa alasan yang tak pernah kutahu mengapa Herschel tak dituding mungkin
ini karena akulah satu-satunya teman Herschel dan karena ia tak senang bergaul
dan karena banyak orang bahkan tak tahu bahwa ia ada akulah satu-satunya orang
yang mengenalnya sehingga dapat menudingnya atau mungkin ini karena saat itu
begitu gelap sehingga ia tak terlihat lagi.
Namun ini hanya
berlangsung hingga ia ia menjadi satu-satunya orang Yahudi yang tersisa di luar
sinagoga Jenderal kini berada di barisan kedua dan berkata kepada seorang
laki-laki sebab ia hanya bertanya pada laki-laki aku tak tahu mengapa siapa
orang Yahudi dan laki-laki itu berkata mereka semua telah berada di sinagoga
sebab ia tidak mengenal Herschel atau pun tahu bahwa Herschel adalah seorang
Yahudi Jenderal menembak laki-laki ini pada kepalanya dan aku dapat merasakan
tangan Herschel menyentuh tanganku dengan amat ringan dan aku bertekad untuk
tidak memandangnya Jenderal mendatangi orang berikutnya siapa Yahudi tanyanya
dan orang ini mengatakan mereka semua berada di dalam sinagoga percayalah
padaku aku tak bohong bagaimana aku akan bohong engkau dapat membunuh mereka
semuanya aku tak peduli tapi mohon kasihanilah aku mohon jangan bunuh aku
kemudian Jenderal menembaknyapadakepala dan mengatakan aku mulai lelah karena
semua ini dan ia menuju orang berikutnya pada barisan itu dan orang itu adalah
aku siapa orang Yahudi tanyanya dan aku merasakan lagi tangan Herschel dan aku
tahu tangannya mengatakan tolong, tolong, Eli
tolong aku tak ingin mati tolong jangan tuding aku aku takut mati aku amat
takut mati.
Siapa orang Yahudi tanya
Jenderal padaku lagi dan aku merasakan pada tanganku yang satu tangan Nenek dan
aku tahu ia sedang menggendong ayahmu dan ayahmu menggendongmu dan engkau menggendong
anakmu aku amat takut mati dan aku mengatakan ia seorang Yahudi siapa orang
Yahudi tanya Jenderal dan Herschel mendekap tanganku dengan amat kuat dan ia
adalah sahabatku ialah sahabat karibku aku akan memperbolehkannya mencium Anna
dan bahkan bercinta dengannya tapi aku adalah aku dan isteriku adalah isteriku
dan bayiku adalah bayiku mengertikah engkau apa yang kututurkan padamu aku
menuding Herschel dan aku mengatakan ia seorang Yahudi orang ini Yahudi
tolonglah kata Herschel padaku dan ia mengatakannya sambil menangis ini siksaan
tolonglah Eli tolong dua tentara mencokoknya dan ia tak melawan tapi ia
menangis lebih keras dan lebih keras lagi dan ia berteriak katakan pada mereka
tak ada lagi orang Yahudi tak ada lagi orang Yahudi dan engkau hanya mengatakan
bahwa aku seorang Yahudi sehingga engkau tak dibunuh aku mohon padamu Eli
engkaulah temanku jangan biarkan aku mati aku amat takut mati semuanya akan
baik kataku padanya semuanya akan baik jangan lakukan itu katanya lakukan, semuanya akan baik semuanya akanbaik siapakah aku dan mengatakan itu
kepada siapa lakukan sesuatu Eli aku amat takut mati
kau tahu apa yang akan mereka lakukan engkau sahabatku kataku padanya meski aku tak tahu
mengapa aku mengatakannya pada saat itu dan tentara menempatkannya di sinagoga
bersama orang Yahudi dan orang yang tersisa berada di luar untuk mendengarkan
jeritan bayi dan jeritan orangdewasa dan untuk
melihat kilatan hitam ketika batang korek api pertama dinyalakan oleh seorang
pemuda yang tak mungkin lebih tua dari aku atau Herschel pada saat itu atau
engkau pada saat ini nyalanya menerangi mereka yang tidak berada di dalam sinagoga
mereka yang tak akan mati dan pemuda itu melemparkannya ke ranting yang
didorong ke arah sinagoga pemandangan ini begitu menyedihkan karena api itu
bergerak begitu lambatnya dan bahkan
padam berapa kali sehingga harus dinyalakan lagi aku memandang Nenek dan ia menciumku pada kening dan aku menciumnya pada mulut
dan air mata bercampur dibibir kami lalu aku mencium ayahmu berkali-kali aku mengambilnya dari
gendongan Nenek dan aku merengkuhnya dengan begitukeras sehingga ia mulai menangis aku
berkata aku mencintaimu dan aku tahu aku harus mengganti semua dan meninggalkan
semua di belakang dan aku tahu aku takkan pernah dapat membiarkannya mengetahui
siapakahaku atau apayangtelahkulakukan sebab bagi dialah Herschel dibunuh aku
membunuh Herschel dan inilah alasan mengapa ia ada bagaimana ia ada ia adalah
bagaimana ia ada karena seorang ayah selalu bertanggungjawab atas anaknya dan
aku adalah aku dan aku bertanggungjawab bukan
bagi Herschel tapi bagi anakku karena aku mendekapnya begitu keras karena aku begitu mencintainya
maka aku membuat cinta menjadi tak mungkin
dan aku bersalah padamu dan bersalah bagi Iggy dan engkaulah yang harus
memaafkan aku ia mengatakan hal ini kepada kami dan Jonathan akan ke mana kita
pergi sekarang apa yang akan kita lakukan dengan apa yang telah kita ketahui
Kakek berkata bahwa aku adalah aku tapi ini tak mungkin benar yang benar adalah
bahwa aku juga menuding Herschel dan aku pun
mengatakan ia Yahudi dan kukatakan
padamu engkau pun menuding Herschel
dan mengatakan ia Yahudi dan tak hanya itu
Kakek pun menudingku dan mengatakan ia Yahudi
dan engkau juga menudingnya dan mengatakan iaYahudi dan nenekmu dan Little Igor
dan kita semuanya menudingsatusamalain maka ia telah melakukan apa yang
seharusnya ia lakukan ia tolol jika melakukan hal lain
tapi apakah yang telah ia lakukan itu termaafkan dapatkah ia dimaafkan
atas jarinya atas apa yang dilakukan jarinya atas apa yang ia tuding dan apa yang tak ia tuding
atas apa yang ia sentuh sepanjang hidupnya dan apa yang tak ia sentuh sepanjang hidupnya ia tetap bersalah aku adalah aku?)
“Dan sekarang,” katanya, “kita mesti tidur.”
NB:
Everything is Illuminated merupakan novel pertama Jonathan Safran Foer (1997), seorang penulis kreatif yang juga menerbitkan cerpen-cerpennya di The Paris Review dan The New Yorker. Karya ini memenangkan The National Jewish Book Award dan The Guardian First Book 2002, serta dipuji-puji berhasil menggabungkan komedi dan tragedi, kelucuan yang mengelakkan dan kesedihan yang mencekam.
“Dan sekarang,” katanya, “kita mesti tidur.”
NB:
Everything is Illuminated merupakan novel pertama Jonathan Safran Foer (1997), seorang penulis kreatif yang juga menerbitkan cerpen-cerpennya di The Paris Review dan The New Yorker. Karya ini memenangkan The National Jewish Book Award dan The Guardian First Book 2002, serta dipuji-puji berhasil menggabungkan komedi dan tragedi, kelucuan yang mengelakkan dan kesedihan yang mencekam.
“Hero” dalam novel ini juga bernama Jonathan Safran Foer, seorang Yahudi Amerika, kolumis dan novelis muda. Berbekal selembar foto yang sudah mulai menguning, ia pergi ke Ukraina untuk mencari Agustine yang telah menyelamatkan kakeknya dari kejaran NAZI. Ia ditemani oleh Alex Perchov dan kakeknya yang bernama Alex pula. Alex (Junior) menjadi penerjemah bagi Jonathan dan sang kakek menjadi sopir. Sementara si pemuda Yahudi membayangkan desa kakeknya dan mencari inspirasi untuk novelnya, perjalanan ini mengingatkan kakek Alex pada peristiwa serangan Nazi ke desanya, Kolki. Si kakek selamat, sehingga Alex Junior dapat terlahir ke dunia, namun hidup orang tua ini dihantui oleh rasa bersalah yang tak kunjung berakhir. Hal ini diceritakannya kepada Alex dan Jonathan dalam petikan bab berjudul “Iluminasi ”.
Dalam edisi aslinya, novel ini sering ‘mempermainkan’ bahasa Inggris dengan menampilkan ‘kesalahan’ yang dibuat oleh Alex. Permainan ini menghasilkan efek aneh dan lucu. Namun, pada bagian-bagian tragis pengarang sengaja menorobos tanda baca dan aturan penulisan. Maka, kita pun masuk dalam sebuah tuturan yang mencekam, serta tersadar betapa kita seringkali gagu ketika mesti berbicara mengenai kekejaman dan kejahatan.
0 komentar:
Posting Komentar