Kupu-kupu yang lucu
kemana engkau terbang
Hilir-mudik mencari
Bunga-bunga yang kembang
Berayun-ayun
Pada tangkai yang lemah
Tidakkah sayapmu
Merasa lelah
Kupu-kupu yang elok
Bolehkah saya serta
Mencium bunga-bunga
Yang semerbak baunya
Sambil bersenda-senda
Semua kuhampiri
Bolehkah kuturut
(Ibu Sud)
Adalah seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul dari kepompong. Orang itu duduk dan mengamati selama beberapa jam bagaimana si kupu-kupu berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya.
Ternyata, kupu-kupu itu mempunyai tubuh yang gembung dan kecil, dan sayapnya mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan berkembang dalam waktu. Ternyata, semuanya tak pernah terjadi. Kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang. Kebaikan dan ketergesaan orang tersebut merupakan akibat dari ketidakmengertiannya bahwa kepompong yang menghambat, dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah “jalan Tuhan” untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu berpindah ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga sayapnya menjadi kuat, dan siap terbang begitu memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut. Kadang-kadang pejuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.
Bukankah tepat kata-kata Thomas Aquinas, bahwa “siapapun yang bersungguh-sungguh dalam proses pencarian, maka ia akan menemukan apa yang dicarinya?” Kupu-kupu yang cantik itu telah melewati berbagai tahap kehidupan yang mengantarkannya pada sosok yang indah seperti sekarang ini. Berasal dari seekor ulat yang menjijikkan dan bahkan tak jarang dijauhi. Dari ulat menjadi kepompong, menggantung di dahan atau dedaunan. Ia tak peduli walau panas terik menyengat serta dingin malam menusuknya. Ia tetap jost dan kokoh untuk berubah, berbenah dan berbuah menjadi diri yang lebih baru, diri yang lebih penuh pesona, indah memukau dengan sayap barunya dan tubuh yang cantik, tremens et fascinans! Lalu ia pun terbang berkelana mencari kuntum-kuntum bunga yang indah untuk menghisap sari bunga dan menebarkan telur-telur penerus kehidupannya.
Ia ber-metamorfosis, menjalani setiap episode kehidupan ini dengan jiwa besar dan hati ringan. Ia berpikiran luas seluas laut dan langit yang biru. Bebas dan tidak direkayasa. Itulah harapan yang juga menjadi dambaan kami bersama dalam Gelar Budaya 2012 ini.
kemana engkau terbang
Hilir-mudik mencari
Bunga-bunga yang kembang
Berayun-ayun
Pada tangkai yang lemah
Tidakkah sayapmu
Merasa lelah
Kupu-kupu yang elok
Bolehkah saya serta
Mencium bunga-bunga
Yang semerbak baunya
Sambil bersenda-senda
Semua kuhampiri
Bolehkah kuturut
(Ibu Sud)
Adalah seseorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul dari kepompong. Orang itu duduk dan mengamati selama beberapa jam bagaimana si kupu-kupu berjuang memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya.
Ternyata, kupu-kupu itu mempunyai tubuh yang gembung dan kecil, dan sayapnya mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan berkembang dalam waktu. Ternyata, semuanya tak pernah terjadi. Kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang. Kebaikan dan ketergesaan orang tersebut merupakan akibat dari ketidakmengertiannya bahwa kepompong yang menghambat, dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah “jalan Tuhan” untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu berpindah ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga sayapnya menjadi kuat, dan siap terbang begitu memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut. Kadang-kadang pejuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.
Bukankah tepat kata-kata Thomas Aquinas, bahwa “siapapun yang bersungguh-sungguh dalam proses pencarian, maka ia akan menemukan apa yang dicarinya?” Kupu-kupu yang cantik itu telah melewati berbagai tahap kehidupan yang mengantarkannya pada sosok yang indah seperti sekarang ini. Berasal dari seekor ulat yang menjijikkan dan bahkan tak jarang dijauhi. Dari ulat menjadi kepompong, menggantung di dahan atau dedaunan. Ia tak peduli walau panas terik menyengat serta dingin malam menusuknya. Ia tetap jost dan kokoh untuk berubah, berbenah dan berbuah menjadi diri yang lebih baru, diri yang lebih penuh pesona, indah memukau dengan sayap barunya dan tubuh yang cantik, tremens et fascinans! Lalu ia pun terbang berkelana mencari kuntum-kuntum bunga yang indah untuk menghisap sari bunga dan menebarkan telur-telur penerus kehidupannya.
Ia ber-metamorfosis, menjalani setiap episode kehidupan ini dengan jiwa besar dan hati ringan. Ia berpikiran luas seluas laut dan langit yang biru. Bebas dan tidak direkayasa. Itulah harapan yang juga menjadi dambaan kami bersama dalam Gelar Budaya 2012 ini.
0 komentar:
Posting Komentar