Bagaimana mengadakan MEMORIA?
Bukan cuma suatu kenangan tetapi suatu PARTISIPASI: ambil bagian di dalam sengsara Kristus. yaitu: partisipasi
- sebagai silih (solidaritas dg orang berdosa)
- sebagai pemurnian yang mengubah
- sebagai kontemplasi
- sebagai kerasulan yang membahagiakan
Spiritualitas yang bersumber pada Sengsara Wafat Kebangkitan Yesus diperlukan karena:
- sangat banyak kaitan antara misteri sengsara-wafat dan kebangkitan Kristus dengan kehidupan kita, al:
Kaitan pertama adalah bahwa semua orang telah diselamatkan oleh it
Kaitan kedua adalah bahwa dengan pembaptisan, saudara telah disatukan dengan misteri itu, dan kesatuan itu merupakan suatu misteri yang nyata.
Segelintir pemahaman ttg sengsara Bukan cuma suatu kenangan tetapi suatu PARTISIPASI: ambil bagian di dalam sengsara Kristus. yaitu: partisipasi
- sebagai silih (solidaritas dg orang berdosa)
- sebagai pemurnian yang mengubah
- sebagai kontemplasi
- sebagai kerasulan yang membahagiakan
Spiritualitas yang bersumber pada Sengsara Wafat Kebangkitan Yesus diperlukan karena:
- sangat banyak kaitan antara misteri sengsara-wafat dan kebangkitan Kristus dengan kehidupan kita, al:
Kaitan pertama adalah bahwa semua orang telah diselamatkan oleh it
Kaitan kedua adalah bahwa dengan pembaptisan, saudara telah disatukan dengan misteri itu, dan kesatuan itu merupakan suatu misteri yang nyata.
• Ada yang berpikir bahwa ke 14 perhentian jalan salib mencakup seluruh sengsara: itu keliru...
• Kalau diamati, kita temukan empat level sengsara/penderitaan, yang perlu diketahui dan dipahami untuk mengerti misteri sengsara dengan tepat
• Sebetulnya: sengsara tidak terbatas pada 20 jam terakhir hidupnya Yesus... dan tidak terbatas pada aspek fisik itu saja...
4 Level Sengsara adalah:
1. Sengsara Sakramental
2. Sengsara Moral - Spiritual
3. Sengsara Fisik
4. Sengsara Aktual
Sengsara Sakramental
Yesus mengadakan Ekaristi:
Biasanya dilihat dan sudut kita... Coba dilihat dan sudut Yesus sendiri...
Disini Yesus menjadi: Korban
• Makanan bagi siapa saja
• Minuman bagi siapa saja
o orang kaya atau orang miskin
o orang sehat atau orang sakit
• tidak pemah menolak dimakan oleh siapapun
Selalu dalam keadaan sebagai makanan
Sengsara Moral - Spiritual
Inilah Sengsara paling berat bagi Yesus yaitu penderitaan, tekanan, kehinaan, ludah...
Di Getzemani: semacam rangkuman dari semuanya
• ambillah cawan ini dari padaKu.
• diserahkan dengan ciuman murid...
• fitnahan... oleh para Imam dan Farisi.
• penolakan oleh rakyat...
• ditinggalkan oleh para muridNya.
• dibandingkan dengan barabas...
• penyaliban sebagai seorang penyamun...
Sengsara Fsik
• Penderitaan ini mudah dilihat dan mudah dipahami.
• Bukan seperti yang dilihat dalam Jalan Salib biasa
• Seperti tergambar jelas pada Kain Kafan...
• Luka-luka itu, hanya bila diperhatikan berbicara dengan jelas.
♦ ini bukan sebagal pietisme (perasaan) tetapi kenyataan bahwa Ia rela menanggungnya demi manusia...
♦ dan Ia tidak membuka mulutNya.. . Yesaya melihat itu semua dari jauh. . .(Yes 52,53,54)
Sengsara Aktual (sepanjang masa)
• Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. (Mt 25,45)
• Sengsaranya berlangsung sampai akhir jaman:
Dalam GerejaNya yang dikejar-kejar (Rahasia Fatima)
Dalam mereka yang sakit
Dalam mereka yang menderita karena apa saja
Karena ketidak adilan
Mengapa terjadi sengsara itu?
• Banyak jawaban yang berbeda.. .antara lain:
Karena sikap-sikap orang tertentu Yudas;Pilatus, para imam, rakyat, Herodes dll
Karena penguasa Roma tidak mau lawan (raja)
• Semuanya itu benar, namun cuma latar belakang dari suatu kehendak yang melampaui sikap dan kemauan manusia: kehendak. Allah... (doa Yesus di Getzemani...) dan kehendak itu adalah cinta Allah kepada manusia.
• Dalam Injil tak pernah dikatakan bahwa Sengsara terjadi karena sikap-sikap (rekayasa) manusia, sikap atau karena situasi sosial politik...
• Mengapa Allah menghendaki sengsara itu...? Dalam Injil dikemukakan dua hal:
Yesus diserahkan: Mk 10,45; Yoh 10,11; 13,37; Ml 7,22; Lk 20.18... Maksudnya: diserahkan oleb Bapa kepada manusia, oleh manusia ke manusia lain, dari penguasa ke penguasa lain. Seolah suatu benda.
Yesus menyerahkan diri: “aku datang untuk melakukan kehendakMu, ya AllahKu” (lb 10,7). Atau: “Aku memberikan nyawaku...tak seorang pun mengambilnya dari padaKu, Aku memberikannya menurut kehendakku sendiri” (Yoh 10,18). Jadi: sengsara bukan hasil rekayasa manusia, melainkan hasil kehendak Yesus sendiri (Lk 23,46; Yoh 19,30). Maka lagi: mengapa terjadi sengsara itu?
Sengsara Kristus dan Sengsara kita
• Siapa yang ingin menjadi muridKu harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikuti Aku...
• Aku memenuhi dalam diriku apa yang kurang pada penderitaan Kristus...
• Memahami penderitaan sendiri seperti penderitaan Kristus.. yang rela menderita demi kita...silih.
• Pengorbanan tanda tertinggi dari cinta seseorang. “Tidak ada kasih lebih besar dari pada cinta”
• Rela menjadi korban bagi sesama seperti Kristus...
Keterlibatan kita dalam Sengsara Kristus
Sikap mereka dan sikap kita sekarang
Biasanya kita berpendapat bahwa sengsara Yesus “dikerjakan” oleh mereka yang hadir waktu itu
Tetapi: Lihatlah:
• Pilatus: Takut dan Plin-plan
• Para Imam: Kebencian
• Kaum Farisi: Iri Hati dan Cemburu
• Para murid: Takut, Bermulut besar
• Rakyat: Tanpa Pendirian
Lihat juga sikap:
• Bunda Maria: Ibu yg senantiasa hadir
• Yohanes: Murid yang setia
• Maria Magdalena: Cinta yang besar
“Berada dalam posisi sikap manakah kita berada ?”
“Kita adalah orang-orang Paskah, dan Alleluia
adalah madah kita!”
“Tuhan menghendaki kita memadahkan alleluia dan memadahkannya dengan sepenuh hati, tanpa nada-nada sumbang sang pelantun madah. Marilah kita memadahkan alleluia dengan suara kita dan dengan hati kita, dengan bibir kita dan dengan hidup kita. Inilah alleluia yang menyukakan hati Tuhan.
Oh, betapa bahagianya alleluia di surga! Di sini, kita memadahkan alleluia, tetapi kita memadahkannya dalam kecemasan dan kesedihan. Di surga, kita akan memadahkannya dalam damai! Di sini, kita memadahkannya dalam pencobaan dan ancaman bahaya, dalam perjuangan dan derita. Di sana, kita akan akan memadahkannya dalam sejahtera dan dalam persekutuan sejati. Oh, betapa bahagianya alleluia di surga! Di mana tidak akan ada lagi, baik penderitaan maupun perselisihan, di mana tidak akan ada lagi permusuhan, di mana bahkan para sahabat tak akan berpisah lagi. Di sana, kita akan memadahkan alleluia dan juga di sini, kita memadahkan alleluia, tetapi di sini kita memadahkannya dengan pikiran yang sibuk, di sana dalam damai sejahtera, di sini sebagai makhluk fana, di sana sebagai makhluk abadi; di sini dalam pengharapan, di sana telah beroleh apa yang dirindukan; di sini alleluia dalam ziarah, di sana alleluia di tanah air abadi.
Bermadahlah seperti seorang peziarah: bermadah dan berjalan! Bukan untuk bermalas-malasan, melainkan membangun kekuatan. Bermadahlah dan berjalanlah! Jika engkau berjalan, majulah dalam perbuatan-perbuatan baik, majulah dalam iman yang teguh, majulah dalam hidup murni tanpa sesat, tanpa jatuh kembali dalam kebiasaan lama, tanpa berhenti. Bermadahlah dan berjalanlah!”
“Tuhan menghendaki kita memadahkan alleluia dan memadahkannya dengan sepenuh hati, tanpa nada-nada sumbang sang pelantun madah. Marilah kita memadahkan alleluia dengan suara kita dan dengan hati kita, dengan bibir kita dan dengan hidup kita. Inilah alleluia yang menyukakan hati Tuhan.
Oh, betapa bahagianya alleluia di surga! Di sini, kita memadahkan alleluia, tetapi kita memadahkannya dalam kecemasan dan kesedihan. Di surga, kita akan memadahkannya dalam damai! Di sini, kita memadahkannya dalam pencobaan dan ancaman bahaya, dalam perjuangan dan derita. Di sana, kita akan akan memadahkannya dalam sejahtera dan dalam persekutuan sejati. Oh, betapa bahagianya alleluia di surga! Di mana tidak akan ada lagi, baik penderitaan maupun perselisihan, di mana tidak akan ada lagi permusuhan, di mana bahkan para sahabat tak akan berpisah lagi. Di sana, kita akan memadahkan alleluia dan juga di sini, kita memadahkan alleluia, tetapi di sini kita memadahkannya dengan pikiran yang sibuk, di sana dalam damai sejahtera, di sini sebagai makhluk fana, di sana sebagai makhluk abadi; di sini dalam pengharapan, di sana telah beroleh apa yang dirindukan; di sini alleluia dalam ziarah, di sana alleluia di tanah air abadi.
Bermadahlah seperti seorang peziarah: bermadah dan berjalan! Bukan untuk bermalas-malasan, melainkan membangun kekuatan. Bermadahlah dan berjalanlah! Jika engkau berjalan, majulah dalam perbuatan-perbuatan baik, majulah dalam iman yang teguh, majulah dalam hidup murni tanpa sesat, tanpa jatuh kembali dalam kebiasaan lama, tanpa berhenti. Bermadahlah dan berjalanlah!”
0 komentar:
Posting Komentar