Anugerahkanlah kepadaku ya Tuhan,
kemampuan untuk dapat melihat segala sesuatu
kini dengan mata baru;
untuk memilah-milah, memilih-milih lalu
menguji roh yang dapat membantu diriku
membaca tanda-tanda jaman;
untuk mencecap nikmat segala hal yang menjadi milikMu
dan untuk mewartakan segala ini kepada pribadi-pribadi di luar diriku
Berilah aku kejernihan pemahaman yang Engkau berikan kepada Ignatius.
(Pedro Arrupe, 1907-1991)
Magis, adalah istilah dalam Spiritualitas Ignasian yang berarti “Lebih”. Tentunya istilah ini digali dari motto para Jesuit sendiri “Ad Maiorem Dei Gloriam”. Dengan kata “Magis” berarti seseorang mau berbuat lebih, tidak cepat berpuas diri, tidak “suam-suam” kuku, seenaknya, bersantai ria, tetapi secara optimal mau mencari dan mewujudkan kehendak Allah dalam hidupnya dan tugas panggilannya bagi orang-orang di sekitarnya. Dalam buku saya, “Via Veritas Vita” (RJK), semangat magis ini juga berakar pada jiwa dan semangat Latihan Rohani: Apa yang telah saya perbuat untuk Tuhan? Apa yang sedang saya perbuat untuk Tuhan? Dan apa yang akan saya perbuat untuk Tuhan?
Bicara lebih lanjut seputar kata “magis”, inilah permenungan sederhana di hari ke-17, ketika saya mengadakan retret pribadi di Rawaseneng tahun lalu:
“Hari ini, aku juga terkesan lagi dengan kata “magis”. ”Magis” itu tidak hanya salah satu ciri, tetapi seharusnya menyangkut keseluruhan hidupku sebagai seorang imam yang berhasrat untuk menjadi pontifex atau jembatan – ex officio – antara manusia dan Tuhan. Aku melihat lebih dalam, dari waktu ke waktu, kehidupan Yesus juga merupakan dinamika peziarahan mencari dan menemukan, menjalani arah kehidupan yang Magis, kemuliaan Allah Bapa yang selalu lebih besar, pelayanan kepada sesama yang makin purna, usaha-usaha yang makin umum, dan sarana-sarana pewartaan Kerajaan Allah yang lebih efektif sekaligus lebih afektif. Sifat dan karakter, sikap dan parameter yang cenderung mediocritas (yang setengah-setengah) tidak nampak dalam laku hidup Yesus. Inilah juga yang ingin kudapatkan, belajar terus menjadi imam yang total, sepenuh dan seutuhnya. Bukankah seorang imam yang ingin bersemangat magis terus menerus rela dibimbing bahkan kadang dibentur-hancurkan untuk menemukan dan meneruskan kembali apa yang lebih dan apa yang magis dalam karya dan wartanya? Aku terkenang lagi untuk bertanya tentang arti seorang imam, yang kadang diharapkan menjadi manusia setengah dewa. Ya Tuhan, inikah imamMu? ”Inikah Manusia Andalan Mu?”Kuingat sebuah nama seorang anak muda dari daerah Parakan yang berziarah beberapa hari di pertapaan Rawaseneng. Adi namanya. ”Andal mengabDI” artinya. Semoga aku juga semakin andal mengabdi Tuhan selamanya.”
Pastinya, terimaKASIH banyak untuk Rama Priyono Marwan, SJ yang berkenan mengirimkan tulisan Rama Susilo SJ mengenai tujuh matra pokok soal arti "magis" sebagaimana sumber-sumber yang andal menerangkannya. Semoga kita semua yang ingin selalu belajar menjadi “magis, selalu “sehat, semangat dan sukacita.”
1. Visi USD (Universitas Sanata Dharma) dalam Renstra 2013–2017 dirumuskan sebagai berikut: “Menjadi penggali kebenaran yang unggul dan humanis demi terwujudnya masyarakat yang semakin bermarta¬bat.” Kemudian dalam deskripsi mengenai Visi tersebut dijelaskan bahwa “unggul” merupakan terjemahan dari kata bahasa Latin “magis” yang berarti “lebih”. “Lebih” dimaknai bukan dalam suatu kerangka kompetisi atau perbandingan antara individu satu dengan individu lain atau lembaga satu dengan lembaga lain, melainkan dalam kerangka pengembangan diri seca¬ra terus menerus (Renstra USD 2013–2017, hlm. 70).
2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “unggul” berarti 1) lebih tinggi (pandai, baik, cakap, kuat, awet, dsb) daripada yang lain-lain; 2) menang. Jadi sebenarnya kata “unggul” itu mengandung arti “lebih” dibandingkan dengan yang lain-lain. Dalam deskripsi Visi USD tersebut, kata “ung¬gul” (magis) itu dipakai dalam arti “pengembangan diri secara terus menerus”, yaitu “setiap individu yang terlibat di USD diharapkan mampu mengembangkan bakat serta kemampuan pribadi¬nya dari tahapan satu ke tahapan lain yang lebih jauh atau le-bih tinggi”.
3. Menurut penelitian Barton T. Geger (2012), St. Ignatius dan kawan-kawannya para Yesuit awal tidak pernah menggunakan kata Latin “magis” untuk menjelaskan suatu unsur dari spiritua¬litas Ignasian. Menurut Geger, orang yang pertama kali menggunakan kata “magis” itu adalah Karl Rahner, seorang teolog Yesuit, dalam tulisannya sekitar tahun 1960 yang mem-bahas “Azas dan Dasar” dalam Latihan Rohani St. Ignatius. Kemudian Pedro Arrupe ber-ulang kali menggunakan kata itu sesudah ia dipilih menjadi Jenderal SJ pada tahun 1965. Dan selanjutnya kata itu sering muncul dalam dokumen-dokumen resmi Konggregasi Jenderal (KJ) sejak KJ 32 tahun 1975.
4. Banyak interpretasi mengenai makna istilah “magis” yang beredar dalam institusi-institusi Yesuit sampai saat ini. Menurut Geger, interpretasi mengenai makna istilah “magis” yang baik harus memenuhi empat syarat, yaitu: (1) berakar dalam spiritualitas Ignasian seperti di¬gariskan oleh St. Ignatius sendiri; (2) mudah dipahami dan relevan; (3) tidak mudah disalah¬tafsirkan; dan (4) cukup konkret untuk dapat dilaksanakan dan diukur dalam praktek hidup yang nyata. Berikut akan dibahas pemaknaan “magis” yang paling dapat memenuhi keempat syarat yang dikemukakan oleh Geger itu.
5. Kata “MAGIS” memang berasal dari bahasa Latin yang berarti “LEBIH”. Semangat LEBIH itu berakar dalam spiritualitas Ignasian, yang terkandung dalam dalam dua karya tulis St. Ig-natius Loyola (1491–1556), pendiri Serikat Yesus, yaitu “Latihan Rohani” (1548) dan “Kon-stitusi Serikat Yesus” (1558). Dalam “Azas dan Dasar” dari buku Latihan Rohani (LR) terse-but, St. Ignatius menyatakan: “Manusia diciptakan untuk memuji, memuliakan, dan mengabdi Allah, dan dengan demikian menyelamatkan jiwanya… Kita hanya menginginkan dan memilih apa yang LEBIH membantu kita untuk mencapai tujuan kita diciptakan itu.” (LR 23). Dalam Konstitusi Serikat Yesus, St. Ignatius menggariskan suatu cara bertindak yang khas dalam Serikat Yesus untuk memberikan pedoman bagaimana seharusnya se¬orang Pem¬besar Serikat Yesus memberikan tugas kepada para anggotanya: “Untuk memutuskan dengan le¬bih tepat dalam mengutus orang ke tempat ini atau ke tempat itu, Pembesar harus berpedo¬man pada pelayanan yang LEBIH besar kepada Allah dan kebaikan yang LEBIH universal sebagai norma yang menjamin bahwa dirinya berada pada langkah yang benar.” (Konst. 622 [a]). Kebaikan yang lebih universal menurut St. Ignatius adalah perwujudan konkret dari pelayanan yang lebih besar kepada Allah, seperti ditulisnya: “Semakin universal kebaikan itu, semakin bersifat ilahi (the more universal the good is, the more is it divine).” (Konst. 622 [d]). Berdasarkan kedua sumber asli tersebut, KJ 35 (2008) dalam Dekrit 2 memaknai se¬mangat MAGIS itu sebagai “to be ever available for the more universal good” (selalu tersedia untuk mewujudkan kebaikan yang lebih universal), seperti sejak semula telah di¬gariskan oleh St. Ignatius.
6. Semangat MAGIS itu secara operasional terwujud pada saat kita melakukan pilihan, khusus-nya dalam memilih antara dua hal yang sama baiknya (bukan memilih antara yang baik dan yang tidak baik). Dilandasi semangat tersebut, kita selalu akan memilih apa yang LEBIH membantu kita untuk mencapai tujuan kita diciptakan, yaitu apa yang LEBIH menambah kemuliaan Allah (Ad Maiorem Dei Gloriam – AMDG). Perwujudan semangat MAGIS itu mengandaikan perlunya kebebasan batin yang membuat kita tidak terbelenggu pada keingin-an-keinginan pribadi kita, tetapi selalu terbuka untuk memilih apa yang LEBIH menambah kemuliaan Allah. Secara lebih rinci Dekrit 4 KJ 35 menegaskan bahwa pelaksanaan sema¬ngat MAGIS itu mengandaikan adanya “discernment, freedom, and creativity”. Diperlukan penegasan rohani yang dilandasi kebebasan batin mengenai mana yang sungguh merupakan kehendak Allah (kebaikan yang lebih universal), dan kreatifitas untuk melaksanakannya.
7. Secara lebih konkret memilih apa yang LEBIH menambah kemuliaan Allah berarti memilih apa yang menghasilkan kebaikan yang lebih universal (the more universal good), yaitu memilih berdasarkan apa yang akan menghasilkan dampak positif paling besar bagi umat manusia. Contoh: Ketika Serikat Yesus didirikan pada tahun 1540, tujuan utamanya adalah untuk pergi ke mana saja dan berkarya di tempat mana saja yang paling dibutuhkan oleh Gereja. Pada waktu itu karya sekolah tidak menjadi pilihan karena karya ini membutuh¬kan tenaga-tenaga yang harus menetap di suatu tempat. Tetapi sejak tahun 1546, dilandasi sema-ngat MAGIS itu, St. Ignatius berganti haluan dan memerintahkan untuk didirikannya seko-lah-sekolah karena ia semakin menyadari dampak positif karya pendidikan di seko¬lah untuk kebaikan yang lebih universal.
Tuhan Yesus, kini aku mohon kepadaMu:
bantulah aku
agar tetap bersamaMu selalu,
agar tetap dekat padaMu dengan hati berkobar,
agar tetap gembira mengemban perutusan yang
Engkau percayakan kepadaku, yakni:
melanjutkan kehadiranMu,
dan menyebarkan berita gembira –
Engkau telah bangkit!
(Carlo Maria Martini)
0 komentar:
Posting Komentar