Inilah salah satu
semangat kebaikan yang ditawarkan Padre Pio hari ini. Padre Pio yang lahir pada
25 Mei 1887 di Pietrelcina, Italia dan meninggal pada 23 September 1968 adalah
seorang biarawan Kapusin yang mengalami Perang Dunia I & II, Konsili Vatikan II dan
revolusi th 60an.
Adapun 3 sikap kebapakannya yang bisa kita ingat, al:
1. Kehangatan.
Ia kerap mengatakan kepada orang banyak: "Berdoalah, Berharaplah & Janganlah kuatir."
Tiga kata itulah yan memberikan kehangatan ilahi: penghiburan & penyembuhan kepada jutaan orang.
Ia kerap mengatakan kepada orang banyak: "Berdoalah, Berharaplah & Janganlah kuatir."
Tiga kata itulah yan memberikan kehangatan ilahi: penghiburan & penyembuhan kepada jutaan orang.
2. Kesetiaan.
Ia menjadi orang kudus bukan karna semata aneka karunia rohani tapi lebih karena setia pada Yesus & GerejaNya. Pada awalnya, ia setia mendengarkan pengakuan dosa ribuan orang yang datang kepadanya. Karena kesetiaannya pada doa devosi & matiraga, ia juga menjadi pribadi yang "sensual", yakni peka/memiliki kemampuan membaca isi hati orang lain. Salah satu peziarah yang pernah datang kepadanya ialah St.Yoh Paulus II.
Ia menjadi orang kudus bukan karna semata aneka karunia rohani tapi lebih karena setia pada Yesus & GerejaNya. Pada awalnya, ia setia mendengarkan pengakuan dosa ribuan orang yang datang kepadanya. Karena kesetiaannya pada doa devosi & matiraga, ia juga menjadi pribadi yang "sensual", yakni peka/memiliki kemampuan membaca isi hati orang lain. Salah satu peziarah yang pernah datang kepadanya ialah St.Yoh Paulus II.
Nah, karena puluhan ribu orang datang kepadanya, ada juga banyak orang yang memfitnah/mempergunjingkannya dengan pelbagai motivasi. Akhirnya pada Juni 1922, akses publik kepadanya dibatasi bahkan pada 9 Juni 1931, ia pernah diminta untuk menghentikan semua kegiatan, bahkan mendengarkan pengakuan, kecuali misa pribadi.
Yang pasti, selama
dikekang & dicap buruk, dia tidak pernah sekalipun mengeluh & mencaci
maki terhadap Gereja. Ketika dia ditanya soal perlakuan tidak adil yang
diterimanya dari Gereja, dia berkata: "Kita harus tetap mencintai Gereja
karena Gereja adalah Bunda kita." Ia mengingatkan kita akan nilai dari
kesetiaan kepada Gereja, bahkan saat kita banyak dilukai oleh otoritas Gereja,
oleh rekan seiman-seimam & seperjalanan.
3. Kasih.
Inilah nada dasar hidupnya.
Ia jelas mengasihi Tuhan, Gereja & semua orang diantarnya kepada sumber kasih yang sejati yakni Tuhan Allah sendiri.
Inilah nada dasar hidupnya.
Ia jelas mengasihi Tuhan, Gereja & semua orang diantarnya kepada sumber kasih yang sejati yakni Tuhan Allah sendiri.
"Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus." (Im 19:2)
"Socius -
Sahabat"
Francesco, dilahirkan
pada 25 Mei 1887 di Pietrelcina, Italia sebagai anak ke-5 dari 8 anak keluarga
petani Grazio Forgione & Maria Giuseppa De Nunzio. Pada 6 Jan 1903, ia
masuk novisiat Kapusin di Morcone. Pada 22 Jan, ia menerima jubah Fransiskan
dan mendapat nama "Broeder Pio". Karena kesehatannya yang buruk,
setelah ditahbiskan sebagai imam pada 10 Agustus 1910, ia harus tinggal kembali
bersama keluarganya.
Ia divonis infeksi paru
dan hidupnya hanya tinggal sebulan saja. Syukurlah, pada Sept 1916, ia membaik
dan diutus ke Biara San Giovanni Rotondo. Disini, Ia kerap tenggelam dalam doa
yang khusuk: “Dalam kitab-kita mencari Tuhan, dalam doa-kita
menemukanNya." 20 Sept 1918, ketika berdoa di depan Salib di kapel tua, ia
mendapat stigmata yang terus terbuka dan mencucurkan darah selama 50 th. Ya,
Padre Pio adalah imam pertama yang menerima stigmata.
Akibatnya, setiap pagi,
sejak pukul 4 pg, selalu ada ratusan bahkan ribuan orang menantinya. Ia tidur tak lebih dari 2 jam setiap harinya dan selalu mempersiapkan diri
dalam Misa & Sakramen Tobat. Hidupnya penuh dengan karunia mistik: membaca
batin, bilokasi, levitasi & jamahan yang menyembuhkan. Hidupnya berpola
salib, vertikal-dengan membentuk “Kelompok Doa” dan horizontal dengan
mendirikan rumah sakit “Casa Sollievo della Sofferenza” (Rumah untuk
Meringankan Penderitaan)
Sebenarnya, yang paling
luar biasa dalam hidupnya bukan mukjizat penyembuhan tapi pelayanannya di
altar, di mana ia menjadi satu dengan Kristus yg tersalib. 23 Sept 1968, ia
wafat dan kamarnya dipenuhi harum semerbak seperti bau harum yang memancar dari
luka-lukanya selama 50 tahun.
20 Febr 1971, Paus
Paulus VI berbicara tentangnya kepada para Superior Ordo: “Lihat, betapa
masyhurnya dia, betapa seluruh dunia berkumpul! Mengapa? Apakah mungkin karna
ia filsuf? Karna ia bijak? Karna ia cakap? Bukan! Tp karna ia mempersembahkan
Misa dengan rendah hati, mendengarkan pengakuan dosa dari fajar hingga gelap.
Ia adalah dia yang menyandang luka-luka Tuhan karna ia adalah manusia yang
berdoa & yang menderita.”
Ia jelas menjadi
"sahabat Tuhan" & dikanonisasi pada 16 Juni 2002 di Roma.
Salam HIK-ers.
Tuhan memberkati & Bunda merestui.
Fiat Lux!@RomoJostKokoh.
Tuhan memberkati & Bunda merestui.
Fiat Lux!@RomoJostKokoh.
0 komentar:
Posting Komentar