"Umat Kristiani dan Umat Islam: Bersama-sama Melawan Kekerasan yang
Mengatasnamakan Agama."
Saudara-saudari Muslim yang terkasih,
Dengan senang hati, atas nama seluruh
umat Katolik sedunia dan atas nama saya pribadi, saya mengucapkan selamat
merayakan pesta Idul Fitri yang penuh kedamaian dan kebahagiaan. Dalam bulan
Ramadhan, saudara sekalian sudah melaksanakan banyak kegiatan menyangkut agama
dan sosial seperti puasa, doa, sedekah, bantuan kepada kaum miskin, kunjungan
kepada sanak saudara dan sahabat. Saya berharap dan berdoa agar buah amal bakti
ini dapat memperkaya kehidupan saudara sekalian!
Bagi beberapa di antara saudara,
demikian juga beberapa dari anggota komunitas agama lain, kegembiraan pesta ini
dinaungi oleh ingatan sedih akan para kekasih yang telah kehilangan hidup atau
harta-miliknya, atau menderita secara fisik, mental dan spiritual, disebabkan
oleh kekerasan yang menimpa mereka. Beberapa komunitas etnik dan agama di
sejumlah negara pun mengalami penderitaan yang amat besar dan tidak adil: pembunuhan
anggota mereka, perusakan warisan kebudayaan dan keagamaan, pengusiran paksa
dari rumah dan kota mereka, pelecehan dan pemerkosaan perempuan, perbudakan,
perdagangan manusia, jual-beli organ tubuh dan bahkan penjualan mayat!
Kita semua sadar akan beratnya
kejahatan-kejahatan ini. Tetapi, yang membuatnya lebih menjijikkan lagi adalah
usaha untuk membenarkannya atas nama agama. Sungguh jelas bahwa ini merupakan
suatu penyalahgunaan agama untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan.
Tak disangkal bahwa mereka yang
diserahkan tanggung-jawab untuk menjaga keamanan dan ketenteraman umum, juga
berkewajiban untuk melindungi orang dan harta-miliknya dari kekerasan buta para
teroris. Namun, ada juga tanggung-jawab mereka yang bertugas untuk mendidik:
keluarga, sekolah, buku pegangan sekolah, pemuka agama, wadah diskusi agama,
media. Kekerasan dan terorisme lahir lebih dahulu di dalam pikiran orang yang
menyimpang, kemudian dilaksanakan di lapangan.
Mereka yang terlibat dalam pendidikan
orang muda dan dalam beragam kancah pendidikan, seharusnya mengajar tentang
kesakralan hidup dan keterkaitannya dengan martabat setiap pribadi, terlepas
dari suku, agama, budaya, jenjang sosial, atau pilihan politiknya. Tidak ada
orang yang hidupnya lebih berharga dari hidup orang lain hanya karena suku atau
agamanya. Karena itu, tidak seorang pun boleh membunuh. Dan tidak seorang pun
boleh membunuh atas nama Allah. Bahkan, itu merupakan kejahatan dua kali lipat:
karena melawan Allah dan melawan manusia.
Tidak bisa ada sikap mendua dalam
pendidikan. Masa depan seseorang, atau suatu komunitas, bahkan seluruh umat
manusia tidak boleh didirikan di atas ambiguitas itu atau di atas kebenaran
yang semu. Baik umat Kristiani maupun umat Islam, sesuai dengan tradisi
masing-masing, memandang Allah dan berhubungan dengan Dia sebagai wujud
Kebenaran. Kehidupan kita dan tingkah laku kita harus mencerminkan keyakinan
ini.
Menurut Santo Yohanes Paulus II, kita,
umat Kristiani dan umat Islam, mempunyai “privilese doa” (Pidato kepada Alim
Ulama Muslim, Kaduna, Nigeria, 14 Februari 1982). Doa kita sangat dibutuhkan:
untuk keadilan, perdamaian, dan ketenteraman di dunia; bagi mereka yang telah
menyimpang dari jalan kehidupan yang benar dan melakukan kekerasan atas nama
agama, supaya berpaling kepada Allah dan memperbaiki hidupnya; bagi orang
miskin dan sakit.
Perayaan-perayaan kita, antara lain,
memupuk harapan kita untuk masa kini dan masa depan. Kita memandang masa depan
umat manusia dengan penuh harapan, terutama ketika kita berusaha sekuat tenaga
untuk mewujudkan impian kita yang benar agar menjadi nyata.
Bersama dengan Paus Fransiskus, kami
berharap agar buah-buah bulan puasa Ramadhan dan kegembiraan Idul Fitri
menganugerahkan kepada saudara sekalian kedamaian dan kesejahteraan, sambil
meningkatkan perkembangan saudara sebagai manusia dan sebagai orang beriman.
Selamat Hari Raya kepada saudara
sekalian!
Vatikan.
Vatikan.
0 komentar:
Posting Komentar