Tanpa
palang horizontal,
salib cuma sebuah tiang yang terarah menunjuk ke langit
dan belum tentu menunjuk ke sorga,
karena sorga cuma dapat diraih
lewat pengamalan kasih yang nyata, bukan sekedar kata kata hampa
dan belum tentu menunjuk ke sorga,
karena sorga cuma dapat diraih
lewat pengamalan kasih yang nyata, bukan sekedar kata kata hampa
Marilah
berdoa:
“Ambillah
Tuhan, dan terimalah seluruh kemerdekaanku,
ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku,
segala kepunyaan dan milikku.
Engkaulah yang memberikan, padaMu Tuhan kukembalikan.
Semuanya milikMu, pergunakanlah sekehendakMu.
Berilah aku cinta dan rahmatMu, cukup itu bagiku”
(St.Ignatius Loyola, LR no. 234)
ingatanku, pikiranku dan segenap kehendakku,
segala kepunyaan dan milikku.
Engkaulah yang memberikan, padaMu Tuhan kukembalikan.
Semuanya milikMu, pergunakanlah sekehendakMu.
Berilah aku cinta dan rahmatMu, cukup itu bagiku”
(St.Ignatius Loyola, LR no. 234)
“Fides et Actio – Iman dan Tindakan”.
Itulah
pesan pokok seperti yang pernah saya tulis dalam buku "XXI-Interupsi"
(RJK, Kanisius), karena iman sejatinya adalah tindakan yang membuat manusia
menjadi lebih manusiawi, menjadi lebih punya hati nurani.
Adapun
3 hal yang menjadi dasar bahwa iman sebagai tindakan, al:
1.
"Pengalaman mistik":
Sebelum "go public", Ia menyepi ke gurun, "intimitas cum Deo", berdoa dan berpuasa 40 hari supaya Roh Tuhan ada dan benar benar mengurapiNya.
Sebelum "go public", Ia menyepi ke gurun, "intimitas cum Deo", berdoa dan berpuasa 40 hari supaya Roh Tuhan ada dan benar benar mengurapiNya.
Lewat
"pengalaman gurun", bagiNya salib bukan salib, kalau tidak ada palang
horizontalnya. Tanpa palang horizontal, salib cuma sebuah tiang yang menunjuk
ke langit dan belum tentu menunjuk ke sorga, karena sorga cuma dapat diraih
lewat pengamalan kasih yang nyata, yang berakar pada hidup doa dan matiraga.
2.
"Pengalaman otentik":
Setelah menyepi, Ia membumi: Ia "turun" ke tempat yang otentik, yakni Galilea. Ia keluar masuk desa dan sinagoga. Lewat "pengalaman Galilea", Ia mewartakan nats bahwa iman harus mengandung tindakan keterlibatan dan keberpihakan nyata yang otentik pada orang kecil-tersingkir/disingkirkan yang kerap tidak dihargai.
Setelah menyepi, Ia membumi: Ia "turun" ke tempat yang otentik, yakni Galilea. Ia keluar masuk desa dan sinagoga. Lewat "pengalaman Galilea", Ia mewartakan nats bahwa iman harus mengandung tindakan keterlibatan dan keberpihakan nyata yang otentik pada orang kecil-tersingkir/disingkirkan yang kerap tidak dihargai.
Sebagai
antitesis dari hukum rimba: "siapa kuat, dia menang", ada 4 jenis
masyarakat yang dibela dan diperhatikanNya al: Orang miskin, tawanan, orang
buta dan tertindas.
3.
"Pengalaman prophetik":
Yesus tidak cuma menjadi "pembaca firman"/lector, tapi Ia menjadi "pelaku firman"/actor. Ia menjadi Injil yang hdp.
Yesus tidak cuma menjadi "pembaca firman"/lector, tapi Ia menjadi "pelaku firman"/actor. Ia menjadi Injil yang hdp.
Lewat
"pengalaman kenabian": yang buta dibuat melihat, yang lumpuh dibuat
berjalan, yang kusta ditahirkan, yang tuli jadi mendengar, yang mati
dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik (Luk 7:22).
Disinilah
imanNya tak lepas dari tindakan, yang selalu hidup dalam sejarah masyarakat
dunia, bukan dalam sebuah ruang hampa. Iman yang bergulat dan berjalan di atas
realita, bukan berjalan di atas awan. Meski resikonya berat: terluka karena
dicap buruk, dipinggirkan dan dikambinghitamkan, Ia tetap tangguh menjadi Injil
yang hidup karena iman tak lepas dari tindakan kasih dan sebaliknya, tindakan
kasih tak lepas dari iman, bukan?
Bagaimana
dengan hidup kita sendiri?
"Kuman hrs dilenyapkan - Iman harus diwujudnyatakan".
Tuhan memberkati + Bunda merestui.
Fiat Lux
0 komentar:
Posting Komentar