Ads 468x60px

Deus Meus et Omnia


Clara dari Asisi

PROLOG
Seorang gadis muda Eropa, puteri bangsawan yang cerdas, bernas pun kaya raya di abad Pertengahan itu meninggalkan dan menanggalkan segalanya demi sebuah hidup yang sederhana. Mungkinkah? Yah… Ini bukan sepenggal film fiktif atau roman picisan belaka. Ini non fiksi! Ini sebuah kisah nyata seorang perempuan beriman bernama Clara (Bhs Itali: Chiara). Dialah sahabat dekat Fransiskus Asisi. Dialah pendiri Ordo Suster-suster Klaris (Inggris: Poor Clares). Clara sendiri diketahui memiliki karunia “vision” (penglihatan) misalnya saat St. Fransiskus wafat - Clara bisa menyaksikan sahabat yang dikasihinya itu wafat padahal terpisah dengan jarak kira-kira 400 km. Dan karena itulah, ia dinobatkan sebagai santa pelindung bagi mereka yang memiliki penyakit/gangguan pada mata. Setiap tanggal 24 Juni di Asisi juga dirayakan suatu perayaan untuk mengenang penuh-syukur peranan Clara untuk menyelamatkan kota Asisi terhadap serbuan tentara Kaisar Frederick II yang membawa-serta pasukan muslim yang berjumlah 20.000 orang.


SKETSA PROFIL
“Hendaklah mereka tampak bersukacita dalam Tuhan,
riang-gembira serta cerah-ceria
dan penuh rasa terimakasih sebagaimana mestinya.
(Fransiskus Asisi)”

Dalam keluarga besar Fransiskan, Clara dari Asisi dikenal sebagai pengikut terbaik Santo Fransiskus. Namun sebelum berjumpa dengan Fransiskus, dia sudah dipandang sebagai seorang gadis muda yang suci karena ketaatan, kemurahan-hati, cintakasih kepada orang-orang miskin dan kehidupan doanya yang mendalam. Clara sendiri terlahir di Asisi, Italia pada tahun 1193 dari keluarga bangsawan kaya bernama Favarone Offreduccio. Menjelang kelahirannya, ibunya, Hortulana pergi untuk berdoa di gereja. Di situ dia mendengar suara: “Jangan takut, karena engkau akan dengan sukacita membawa suatu sinar cahaya terang-benderang yang akan menerangi dunia.”. Oleh karena itulah, bayi yang dilahirkannya itu akhirnya dinamakan Clara (Bhs Italia: Chiara)artinya “yang bercahaya”.

Sebagai puteri bangsawan, Clara jelas mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan itu mencakup pendidikan agama, aneka ketrampilan praktis, seperti: mengurus dapur rumah tangga besar, menjahit, memintal dan menyulam. Ia  juga belajar membaca dan menulis dalam bahasa Latin, sebagai bahasa resmi yang digunakan pada masa itu. Seluruh pendidikannya sendiri  diadakan di rumah, dengan mendatangkan guru-guru privat yang terbaik dalam bidangnya.

Pada masa Prapaska tahun 1211, ketika Fransiskus berkhotbah di Gereja Katedral San Rufino-Asisi, Clara yang hadir ketika itu merasa takjub: tergetar sekaligus  terpesona oleh semangat iman dan pribadi Fransiskus: Tremens et fascinans! Sejak saat itu, terjalinlah hubungan rohani Clara dengan Fransiskus.

Dalam perjalanan waktu, Clara semakin diyakinkan untuk mengikuti jejak Fransiskus, tetapi ia tahu bahwa keluarganya pasti tidak setuju apabila ia bergabung dengan Fransiskus dan hidup sederhana. Karena itu, pada hari Minggu Palma 18 Maret 1212, ditemani Pacifica de Guelfuccio, ia melarikan diri dari rumah orang tuanya secara diam-diam melalui pintu rahasia menuju kapel Maria Ratu para Malaikat di Portiuncula. Suatu pelarian yang telah direncanakan secara matang bersama Fransiskus dan yang direstui oleh uskup kota Assisi yaitu Uskup Guido.

Malam itu juga, di kapel Maria Ratu para Malaikat di Portiuncula, Clara menerima jubah seperti yang dikenakan Fransiskus beserta kawan-kawannya: “Clara menghinakan semua keduniawian; dia membiarkan rambut kepalanyanya dicukur dan mempersembahkan diri sebagai Pengantin Ilahi di depan altar Santa Perawan Maria. (Novena St Clara, hari pertama). Ia juga mendapat “tonsura“ para rubiah. Fransiskus sendirilah yang memotong rambut Clara dan memberinya kerudung. Untuk sementara, Clara bersama Pacifica tinggal di biara Benediktin di Bastia, guna melindungi diri dari tindakan kekerasan ayah Clara yang ingin mengambil paksa dirinya.
“Quam pulchri sunt gressus tui, betapa indahnya langkah-langkahmu itu!” 

Pada awal bulan Mei 1212, Clara mendapat hadiah dari Uskup Guido yakni sebuah kompleks kecil dengan gereja San Damiano yang terletak kurang lebih satu kilometer jauhnya dari kota Asisi. San Damiano sendiri adalah sebuah gereja di pinggir kota Asisi yang dulu diperbaiki oleh Fransiskus.

Ketika dia mulai menghuni San Damiano sebagai biaranya yang pertama, dia pun memperdalam fondasinya pada suatu kemiskinan yang radikal: kehidupan dirinya dan semua putri-putrinya hanyalah ditopang pada derma dari para orang beriman. Clara juga menerima pedoman dasar tentang pola hidup injili dari Fransiskus. Itulah permulaan Ordo II Fransiskus yaitu Ordo Saudari-saudari Miskin, yang kemudian lazim disebut Ordo Suster-suster Klaris, yang terdiri dari para perempuan yang siap hidup dalam keperawanan seumur hidup. Sebagaimana dikatakan oleh St. Bernardus, “mereka itu perawan secara alami; mereka tidak mempunyai tubuh yang menghalang-halanginya. Tetapi mereka yang memiliki tubuh dan telah mempersembahkan keperawanannya, harus terus menerus berjuang melawan kodrat dirinya.”

Clara meyakini juga bahwa kemiskinan merupakan mata uang yang paling jitu untuk memperoleh Kerajaan Surga. Baginya, bila orang mengosongkan diri demi memperoleh kehidupan kekal, maka dia pun akan memperoleh harta dalam surga. Berangkat dari keyakinan inilah, pada tahun 1215-1216, Clara mengajukan kepada Paus Innocentius III suatu “Privilegium Paupertatis”, semacam hak istimewa untuk tidak memiliki harta milik tetap. Permohonan Clara tersebut dikabulkan oleh Paus Innocentius III. Berdasarkan “Privilegium Paupertatis” ini, Clara dan beberapa pengikutnya yang belum memiliki Anggaran Dasar telah diakui sebagai suatu lembaga dalam tata hukum Gereja. Dengan cara demikian, Clara dapat melaksanakan cara hidup yang dicita-citakan dengan berpedoman pada “Pola Dasar Hidup” karangan Fransiskus dan “Privilegium Paupertatis” yang diterimanya: “Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai apa-apa untuk meletakkan kepalanya.” (Mat 8:20).

ada tahun 1219, ciri gaya hidup kelompok Clara yang lain dipertegas. Sejak semula Clara memilih gaya hidup kontemplatif dan dalam kerangka hidup kontemplatif itu, ia mau mewujudkan cita-citanya. Ia mau menjadi Hati dan Jantung Gereja, penggerak dari dalam dan sumber hidup Gereja.

Pada tahun 1227, ketika Kardinal Hugolinus, sahabat nya terpilih menjadi Paus dengan nama Gregorius IX, maka Clara mengajukan permohonan, agar “Privilegium Paupertatis” diteguhkan kembali secara tertulis. Tahun 1228, Paus Gregorius IX mengabulkan permohonan Clara. “Kami tidak ingin sama sekali dibebaskan dari hal mengikuti jejak Kristus. Berikanlah keringanan untuk dosa-dosa saya, tetapi jangan ringankan keinginan saya mengikuti Yesus Kristus yang miskin,” tukas Clara ketika Paus Gregorius IX menawarkan adanya harta milik tetap (tanah, kebun anggur, dll.) serta bersedia memberikan dispensasi, kalau Clara dan para pengikutnya merasa diri terikat pada janji mereka dahulu.

Salah satu konteks waktu itu, para pengikut Fransiskus saling bertikai satu-sama lain mengenai gaya hidup: Ada sejumlah saudara yang ingin meneruskan gaya hidup semula, yang mengandalkan kemiskinan mutlak, tetapi ada juga sekelompk saudara yang mendukung perkembangan ordo ke arah memperlunak praktek kemiskinan yang dihayati dan dijalani Fransiskus. Dalam situasi semacam itulah, Clara merasa perlu menyusun Anggaran Dasarnya sendiri dan mengusahakan pengesahan oleh tahta apostolik secara tertulis.

Sekitar tahun 1251, Clara selesai menyusun Anggaran Dasarnya sendiri. Anggaran Dasar Clara itu merupakan gabungan dari saduran Anggaran Dasar Fransiskus, beberapa dokumen dasariah (Pola Dasar Hidup, Wasiat Fransiskus, Privilegium Paupartatis)  dan aturan-aturan yang disadur seperlunya dari konstitusi-konstitusi Paus Hugolinus dan Paus lnnocentius IV; ditambah beberapa hal dari pengalaman hidup Clara sendiri. Keseluruhan Anggaran Dasar itu disusun Clara dengan memakai latar belakang kebiasaan-kebiasaan yang ada di biara kecil San Damiano.

Selain menyusun Anggaran Dasar, Clara juga menuangkan dengan utuh dan penuh, clara et disctinta: jelas dan terpilah-pilah, mengenai panggilan dan cita-citanya ke dalam sebuah dokumen yang disebut sebagai wasiatnya. Dalam wasiat inilah, terungkap kepribadian Clara yang matang dan merupakan warisan iman bagi Gereja, dan secara khusus bagi para pengikutnya.

Pada tahun 1252, Clara jatuh sakit. Sewaktu ia mendapat kunjungan dari Kardinal Raynaldus, Clara meminta bantuannya agar Paus segera men-sahkan Anggaran Dasarnya. Seakan suatu kebetulan juga bahwa Paus Innocentius IV dengan para pengiringnya tinggal di Perugia dan Assisi; dan ketika Paus mendengar tentang sakit Clara, Paus mengunjunginya sampai dua kali. Kunjungan Paus ini dimanfaatkan Clara untuk kembali memohon pengesahan Anggaran Dasarnya. Pada tanggal 9 Agustus 1253.

Pada hari berikutnya, yakni pada hari peringatan Santo Laurentius  Martir (10 Agustus), dokumen itu dihantar ke biara San Damiano. Dengan rasa gembira dan puas, Clara mencium dokumen itu yang merupakan hasil perjuangannya selama empat puluh tahun. Dan esoknya, pada tanggal 11 Agustus 1253, Clara meninggal dunia: “Clara telah menyalibkan dirinya pada salib Yesus. Karena itu dia boleh meninggal dunia sambil mendekap salib supaya dapat mengambil bagian dalam iring-iringan para perawan dari Anak Domba dalam kemuliaan-Nya.” (Novena St Clara, hari kesembilan).

Paus Innocetius IV menghantar jenazah Clara ke gereja St. Giorgio di Asisi, untuk dimakamkan di situ. Pada tahun 1255, Clara diresmikan sebagai orang kudus oleh kardinal Raynaldus — sahabat dan pendukung penuh Clara — yang telah menjadi Paus Alexander IV. Tubuh Clara tetap utuh walaupun sudah wafat dan sekarang tersimpan di dalam Basilika St.Chiara di Asisi. Pada tahun 1958, Paus Pius XII mengangkat Santa Clara sebagai orang kudus pelindung televisi: “Hai neraka, betapa mengerikan engkau! Hai Surga, betapa engkau mempesona! Ibuku yang suci, hindarkanlah aku dari neraka dan demi belaskasihan Tuhan, perolehkanlah surga bagiku” (Novena St Clara, hari kelima).

Ketika Clara wafat, tercatat adanya lebih dari 100 biara yang terdiri dari 68 biara di Italia, 21 di Spanyol, 14 di Perancis dan 8 di Jerman. Meskipun semua biara tersebut merasa sangat erat hubungannya dengan San Damiano, namun masing-masing biara itu telah otonom. Clara maupun Biara San Damiano tidak pernah menjadi pimpinan dan pusat atas berbagai biara lain. Hubungan hanya terletak pada persamaan cita-cita dan semangat. Namun semua biara mengakui bahwa Clara adalah sumber inspirasi mereka. Clara dan Biara San Damiano menjadi semacam pusat rohani: “Orang yang dihidupkan oleh roh Kitab Suci, ialah mereka yang tidak menganggap setiap huruf yang mereka ketahui atau ingin mereka ketahui sebagai milik diri sendiri, tetapi mengembalikannya kepada Tuhan Allah Yang Mahatinggi, pemilik segalanya yang baik, entah dengan kata-kata maupun dengan teladan hidup mereka” (St.Fransiskus Asisi).


REFLEKSI TEOOGIS
Verba movent, exempla trahunt
“Akan tetapi semua saudara,
hendaknya berkhotbah dengan perbuatan.”
(St.Fransiskus Asisi)

Sebelum saya menerima tahbisan diakon, saya pernah menjalani Retret Agung Ignasian selama 30 hari bersama Rm. Koelman SJ, di Biara Claris, Pacet Sindanglaya. Disinilah, saya pernah mengamati kerap ada lilin yang bernyala, air dan warna ungu yang terpajang indah di sebuah kapel biara Claris tersebut.

Secara sederhana, lilin bernyala bisa jadi  melambangkan hidup dan pribadi Clara (Clara/Chiara artinya cahaya). Dia mau menjadi terang yang memberi pencerahan dan peneguhan bagi semua orang lain, bahkan walau harus menanggung resiko terbakar habis demi sesama.   Kasih itu memiliki daya gerak! Kasih Clara, yang seperti lilin ini menular dan menjalar juga kepada orang lain. Sebuah buktinya: Tak berapa lama setelah Clara menjadi pengikut Fransiskus, Agnes (adik kandungnya) juga akhirnya bergabung (dan kelak, juga ibunya setelah menjanda). Bukankah ini juga sepenggal bukti bahwa keteladanan hidup dan kasih Clara yang terus bersinar, sungguh menyentuh hati orang lain, termasuk keluarga terdekatnya sendiri? Yah, seperti sebuah pepatah latin, verba movent, exempla trahunt: kata-kata itu terbang, tapi teladan hidup itu menggerakkan.”

Air sendiri bisa melambangkan semangat kedamaian dan suasana keteduhan. Bukankah Clara menghendaki supaya hidupnya dan juga para pengikutnya memperHATIkan silentium, keheningan dalam keseharian? Bukankah dengan keheningan hati, suara dan kehendak Tuhan semakin jernih dilihat dan dirasakan? Sedangkan dominasi warna ungu bisa jadi melambangkan sebuah semangat pertobatan yang terus-menerus, in permanent genesis. Dengan kata lain, dekorasi sederhana dalam sebuah kapel Santa Claris di kawasan Pacet-Sindanglaya ini juga menunjukkan cara hidup nyata para suster Klaris yakni: para putri cahaya yang mengadakan pertobatan yang terus menerus dalam suasana keheningan dan kedamaian batin.

Sikap pertobatan sendiri merupakan tindakan penolakan akan dosa dan tindakan matiraga demi hukuman atau denda yang sudah selayaknya ditanggungnya, sebagaimana dikatakan oleh Paulus: “castigo corpus meum et in servitutem redigo - tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya” (1 Kor 9:27). Dalam ketakutannya akan dosa yang sekecil apa pun, Clara tidak berhenti mendera dan menyiksa tubuhnya yang lemah. Dia menyalibkan kodratnya yang penuh dosa, demi menyerupai Dia, yang telah menebus dosa-dosa manusia dengan menyalibkan tubuh-Nya yang tak bercela itu. Selama masih hidup di dunia, di bawah pakaiannya yang mewah itu, Clara mengenakan pakaian kasar. Dan untuk mematikan cita rasa akan hal-hal yang enak-enak, dia berpantang diri akan bumbu rempah-rempah yang lezat.

Selama hidup membiaranya, dia mengenakan jubah yang dibuat dari bahan yang kasar, dan berikat pinggang dengan seutas tali dengan tiga belas simpul. Dia berjalan dengan kaki telanjang dan tidur berkasurkan setumpuk carang-carang batang anggur. Setengah tubuhnya ditutupi dengan pakaian tapa terbuat dari bulu onta dan ikat pinggang pertobatan. Pakaian pertobatan semacam itu dia kenakan selama empat puluh tahun. Dia menjalani masa Adven dan masa Puasa dengan hanya makan roti dan air, serta berpantang dari rempah dan bumbu pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Di samping itu, selama dua puluh delapan tahun dia menanggung segala macam ketidak-nyamanan dengan wajah yang selalu penuh kegembiraan, karena baginya tidak ada hari yang lebih indah, dari pada hari-hari saatTuhan mengunjungi manusia.

Menurut kesaksian, dalam proses peresmian Clara sebagai orang kudus, suster Pacifica de Guelfuccio – sebagai saksi I – yang merupakan teman dekat Clara dan bertempat tinggal dekat rumah Clara – mengatakan bahwa Clara adalah seorang puteri yang saleh, banyak melakukan ulah tapa dan berdoa. la juga biasa mengunjungi orang-orang miskin, memberi derma dan membawakan makanan untuk mereka. Dari kesaksian lain dalam proses kanonisasi, terungkap bahwa Clara biasa membuat corporal, kain penutup Altar yang kemudian dikirim ke gereja-gereja di sekitar kota Asisi. la juga membuat alba, dalmatika, bahkan pernah membuat sepatu sandal dari kulit halus khusus untuk kaki Fransiskus dari Asisi yang terluka karena stigmata. Bahkan, selama tiga tahun, dengan teguh hati dia menolak menerima kedudukan sebagai Abdis (pimpinan biara). Dia hanya menjadi Abdis, karena desakan ketaatan. Kewibawaan yang ditimbulkannya selalu dia pakai untuk merendahkan dirinya sendiri. Bila sesama suster-susternya duduk, dia pun tetap berdiri, layaknya seorang hamba yang tetap siap melayani tuan-tuan puterinya. Dia menawarkan diri untuk membersihkan kaki-kaki para putrinya dan dengan kerendahan hati yang dalam, dia mencuci dan mencium kaki-kaki itu. Semerbak kesuciannya merembes masuk ke dalam istana Kepausan, namun setiap pujian dari kewibawaan yang tinggi itu tidaklah mengakibatkan sesuatu di dalam dirinya, selain kesadaran yang lebih mendalam bahwa hanya Tuhan sajalah yang sedang berkarya di dalam dirinya: “Yang merendahkan diri, akan ditinggikan” (Mat 23:12).

Selain pelbagai hal di atas, terdapatlah sebuah kenyataan lain yang menunjukkan bahwa teladan hidupnya sungguh menggerakkan hati banyak orang: Pada waktu Clara meninggal pada 11 Agustus 1253 telah tercatat ada sekitar 120 biara wanita yang berorientasi kepada San Damiano (tapi, tidak semua biara yang berorientasi pada San Damiano itu menerima Anggaran Dasar Santa Clara). Beberapa diantaranya, yakni:

-   Biara di Monticelli: Biara ini semula merupakan biara Benediktines, yang kemudian menyatakan diri untuk bergabung dangan biara San Damiano. Oleh karena itu, Agnes (adik kandung Clara) dikirim ke biara itu untuk memimpin pelaksanaan perubahan itu. Agnespun menjadi abdis (pemimpin biara) di Monticelli.

-    Biara di Brigge, Belgia: Biara ini didirikan oleh Ermentrudis, yang mengenal Clara serta para saudarinya di San Damiano lewat para biarawan Fransiskan yang datang di Belgia sekitar tahun 1233. Kemudian Ermentrudis mulai mengadakan hubungan surat menyurat dengan Clara. Ia pun lalu pergi ke Roma untuk mohon kepada Paus agar diperkenankan menerima dan menjalankan Anggaran Dasar Clara. Paus mengabulkan permohonannya. Sayang sekali ketika Ermentrudis sampai di Roma dan ingin berjumpa dengan Clara, ia mendapat berita, bahwa Clara telah meninggal dunia. Oh ya, selain di Brigge, Ermentrudis juga mendirikan biara di Gent dan di Leper.

-    Biara di Praha: Biara ini didirikan oleh Agnes, puteri raja Ottokar I di Bohema. Agnes mendengar tentang Clara dari keluarganya yang berkunjung ke Italia dan dari para biarawan Fransiskan yang sudah datang di Praha tahun 1224-1225. Biara ini didirikan beserta rumah sakit Santo Fransiskus  pada tahun 1230. Untuk memulai biara tersebut, Agnes pada mulanya memohon 5 suster dari Trente-Italia yang bersama dengan 7 perempuan lainnya (keturunan bangsawan) untuk mulai masuk biara baru itu pada tanggal 11 November 1232. Agnes sendiri akhirnya ikut bergabung juga dan masuk biara itu pada hari Pentakosta, tanggal 11 Juni 1234. Pada awalnya, Agnes tidak mengetahui tentang cita-cita kemiskinan radikal ala Clara, maka biara yang dibukanya adalah biara indah-megah bagaikan istana kerajaan. Bahkan, mengacu pada peneguhan dari Paus Gregorius IX pada tanggal 18 Mei 1235 bahwa pendapatan dari rumah sakit yang terletak di samping biara iitu diperuntukkan demi biaya kehidupan harian para susternya, maka hal ini memberi pelbagai tunjangan hidup. Dua  tahun kemudian (1237), Agnes mendengar cita-cita hidup kemiskinan Clara, maka ia mau hidup dengan cara yang sama. Agnes menolak jaminan dari kakaknya yaitu raja Wenzel I. Pada 15 April 1238, Agnes juga menerima “Privilegium Paupertatis – Privilege Kemiskinan” dari Paus Gregorius IX. Demi kemiskinan radikal yang ingin dijalankannya, secara resmi rumah sakit dilepaskan dari biara dalam bulla ‘Pia Credulitate Tenentes’. Adanya biara baru yang didirikan oleh Agnes di Praha, menjadi awal dari munculnya biara-biara lain, semacam pintu gerbang penghubung di belahan Eropa Timur.

Adapun,  keputusan Agnes untuk masuk biara Claris ternyata membangkitkan semangat iman bagi banyak puteri bangsawan lainnya, antara lain:
1.   Puteri Cunigundis yang membuka biaranya di Moravia tahun 1242.
2.   Puteri Salomea dari Krakau yang mengundang suster Claris ke Polandia.
3.   Bangsawati Nyonya Ingerd dari Roskilde - Denmark yang berperan sangat besar dalam gerakan Fransiskan. Setelah kematian suaminya yang pertama, ia mendirikan empat biara Fransiskan. Bersama suaminya yang kedua, mereka tinggal di Jerman di mana beliau mulai berkenalan dengan Agnes dari Praha. Tidak lama sesudah kematian suaminya yang kedua ini beliau kembali ke Denmark dan merencanakan untuk membuka biara Wanita Miskin. Dengan perantaraan Agnes — yang kemungkinan didukung oleh Clara — nyonya Ingerd mohon ijin kepada Paus untuk rencananya tersebut. Paus menyetujui, maka dibukalah biara Wanita Miskin di Denmark tahun 1257.
Generat virgo filias, Perawan telah melahirkan banyak anak perempuan. Sekarang ini, puteri-puteri rohani Clara menjadi sedemikian banyak dan tersebar-pencar di pelbagai belahan dunia, bukan?


EPILOG
“Perhatikanlah bagian pertama dari cermin yang terpasang itu, ialah kemiskinan. Dia yang terletak di palungan terbendung dengan kain lampin. Raja segala malaikat, Tuhan langit dan bumi, dibaringkan di palungan. Di bagian tengah dari cermin itu, amatilah kerendahan hati, kemiskinan yang bahagia, susah payah yang tak terbilang banyaknya, serta sengsara yang Ia tanggung untuk menebus umat manusia. Di bagian akhir dari cermin itu, pandanglah kasih yang tak terperikan, yang oleh karenanya Ia rela menderita di kayu salib, dan wafat dengan cara yang paling menjijikkan. Semoga oleh kehangatan kasih itu anda selalu semakin menyala, o permaisuri surgawi.” Demikianlah penggalan isi surat yang ditulis oleh Clara (1193-1253), dan dikirim kepada Agnes, adiknya, yang kemudian menjadi pengikutnya yang setia dan tinggal di Praha.

Ternyata surat yang ditulis oleh Clara di atas dan awalnya ditujukan kepada Agnes adiknya itu tidak berhenti sampai di sana. Surat itu menjadi surat berantai yang berkepanjangan. Sejak lebih dari 750 tahun yang lalu hingga sekarang, isi surat itu disebarluaskan, dibaca, direnungkan terus-menerus oleh para pengikutnya, yang hidup di biara-biara Ordo Santa Clara di seluruh dunia. Semangat dasar yang diwariskan oleh Clara dalam salah satu suratnya di atas menekankan tiga pilar pokok, yakni: “3 K”, kemiskinan (kesederhanaan), kerendahan hati, dan kasih yang tak terperikan dalam keseharian hidup.

Jelas-tegaslah, bahwa Clara mengajak kita untuk senantiasa mengikuti jalan perendahan diri Allah (Flp 2:6-11) dengan metode “3 K”. Bersama dengan teladan iman Clara dari Asisi, bolehlah kita juga belajar bertanya:  Bagaimana dengan kita sendiri? Sudahkah kita memiliki tiga modal Clara ini? Sederhanakah kita? Rendah hatikah kita? Adakah kasih yang tak terperikan hidup dalam tingkah laku kita? Satu hal yang pasti: Deus Meus et Omnia. Tuhan ku dan semuanya. Selamat merenung-menung!


ASPIRASI
Tuhan, jangan sampai jiwa-jiwa orang beriman yang menyerahkan diri pada-Mu, terlempar pada kemarahan setan-setan. Berilah perlindungan bagi para perawan hamba-Mu, yang telah engkau tebus dengan darah-Mu yang maha kasih. (DOA CLARA PADA SAKRAMEN YANG MAHAKUDUS)

Salve Sponsa Dei, Virgo Sacra, planta Minorum:
Tu vas munditiae, tu praevia forma Sororum:Clara, tuis precibus duc nos ad regna polorum.
V. Ora pro nobis beata Mater Clara
R. Ut digni afficiamur promissionibus Christi
Oremus:
Famulos tuos qauesumus Domine, beatae Virginis tuae Clarae, votivam commemorationem recensentes coe-lestium gaudiorum sua facias interventione participes et tui Unigeniti cohaeredes. Qui tecum vivit et regnat in saecula saeculorum. Amen.
Salam Pengantin Tuhan, Perawan Suci, tanaman Saudara-saudara Dina: Engkau, tempayan kesucian, engkau contoh hidup bagi Saudari-saudarimu:
Klara, dengan doa-doamu hantarkan kami pada kerajaan orang-orang kudus.
V. Doakanlah kami ya Bunda Clara nan suci
R. Supaya kami layak menikmati janji-janji Kristus.
Marilah berdoa:
Kami mohon kepada-Mu ya Tuhan, buatlah hamba-hamba-Mu ini, yang merayakan peringatan Clara, Perawan Suci-Mu, dapat ambil bagian dalam menikmati kebahagiaan surgawi dan tetap bersatu pada Yang Terlahir dari-Mu, Yesus Kristus, yang hidup dan bertakhta bersama-Mu sepanjang segala masa. Amin.



0 komentar:

Posting Komentar