Clara dari Asisi
PROLOG
Seorang gadis muda Eropa, puteri bangsawan yang
cerdas, bernas pun kaya raya di abad Pertengahan itu meninggalkan dan
menanggalkan segalanya demi sebuah hidup yang sederhana. Mungkinkah? Yah… Ini
bukan sepenggal film fiktif atau roman picisan belaka. Ini non fiksi! Ini
sebuah kisah nyata seorang perempuan beriman bernama Clara (Bhs Itali: Chiara).
Dialah sahabat dekat Fransiskus Asisi. Dialah pendiri Ordo Suster-suster
Klaris (Inggris: Poor Clares). Clara sendiri diketahui
memiliki karunia “vision” (penglihatan) misalnya saat St. Fransiskus wafat -
Clara bisa menyaksikan sahabat yang dikasihinya itu wafat padahal terpisah
dengan jarak kira-kira 400 km. Dan karena itulah, ia dinobatkan sebagai
santa pelindung bagi mereka yang memiliki penyakit/gangguan pada mata. Setiap
tanggal 24 Juni di Asisi juga dirayakan suatu perayaan untuk
mengenang penuh-syukur peranan Clara untuk menyelamatkan kota Asisi
terhadap serbuan tentara Kaisar Frederick II yang membawa-serta pasukan muslim
yang berjumlah 20.000 orang.
SKETSA PROFIL
“Hendaklah mereka tampak
bersukacita dalam Tuhan,
riang-gembira serta
cerah-ceria
dan penuh rasa
terimakasih sebagaimana mestinya.
(Fransiskus Asisi)”
Dalam keluarga besar Fransiskan, Clara dari
Asisi dikenal sebagai pengikut terbaik Santo Fransiskus. Namun sebelum berjumpa
dengan Fransiskus, dia sudah dipandang sebagai seorang gadis muda yang
suci karena ketaatan, kemurahan-hati, cintakasih kepada orang-orang miskin dan
kehidupan doanya yang mendalam. Clara sendiri terlahir di Asisi,
Italia pada tahun 1193 dari keluarga bangsawan kaya bernama Favarone
Offreduccio. Menjelang kelahirannya, ibunya, Hortulana pergi untuk
berdoa di gereja. Di situ dia mendengar suara: “Jangan takut, karena
engkau akan dengan sukacita membawa suatu sinar cahaya terang-benderang yang
akan menerangi dunia.”. Oleh karena itulah, bayi yang
dilahirkannya itu akhirnya dinamakan Clara (Bhs Italia: Chiara), artinya
“yang bercahaya”.
Sebagai puteri bangsawan, Clara jelas mendapatkan
pendidikan yang berkualitas. Pendidikan itu mencakup pendidikan agama, aneka ketrampilan praktis, seperti:
mengurus dapur rumah tangga besar, menjahit, memintal dan menyulam. Ia juga belajar membaca dan menulis
dalam bahasa Latin, sebagai bahasa resmi yang digunakan pada masa
itu. Seluruh pendidikannya sendiri diadakan di rumah, dengan
mendatangkan guru-guru privat yang terbaik dalam bidangnya.
Pada masa Prapaska tahun 1211, ketika
Fransiskus berkhotbah di Gereja Katedral San Rufino-Asisi, Clara yang
hadir ketika itu merasa takjub: tergetar sekaligus terpesona oleh semangat
iman dan pribadi Fransiskus: Tremens et fascinans! Sejak
saat itu, terjalinlah hubungan rohani Clara dengan Fransiskus.
Dalam perjalanan waktu, Clara semakin diyakinkan
untuk mengikuti jejak Fransiskus, tetapi ia tahu bahwa keluarganya pasti tidak
setuju apabila ia bergabung dengan Fransiskus dan hidup sederhana. Karena
itu, pada hari Minggu Palma 18 Maret 1212, ditemani Pacifica de
Guelfuccio, ia melarikan diri dari rumah orang tuanya secara diam-diam melalui
pintu rahasia menuju kapel Maria Ratu para Malaikat di Portiuncula. Suatu
pelarian yang telah direncanakan secara matang bersama Fransiskus dan yang direstui
oleh uskup kota Assisi yaitu Uskup Guido.
Malam itu juga, di kapel Maria Ratu para
Malaikat di Portiuncula, Clara menerima jubah seperti yang dikenakan
Fransiskus beserta kawan-kawannya: “Clara menghinakan semua
keduniawian; dia membiarkan rambut kepalanyanya dicukur dan mempersembahkan
diri sebagai Pengantin Ilahi di depan altar Santa Perawan Maria. (Novena
St Clara, hari pertama). Ia juga mendapat “tonsura“ para rubiah. Fransiskus
sendirilah yang memotong rambut Clara dan memberinya kerudung. Untuk sementara, Clara
bersama Pacifica tinggal di biara Benediktin di Bastia, guna
melindungi diri dari tindakan kekerasan ayah Clara yang ingin mengambil paksa
dirinya.
“Quam pulchri sunt gressus tui, betapa indahnya
langkah-langkahmu itu!”
Pada awal bulan Mei 1212, Clara mendapat hadiah
dari Uskup Guido yakni sebuah kompleks kecil dengan gereja San Damiano yang
terletak kurang lebih satu kilometer jauhnya dari kota Asisi. San Damiano sendiri adalah sebuah
gereja di pinggir kota Asisi yang dulu diperbaiki oleh Fransiskus.
Ketika dia mulai menghuni San Damiano sebagai
biaranya yang pertama, dia pun memperdalam fondasinya pada suatu kemiskinan
yang radikal: kehidupan dirinya dan semua putri-putrinya hanyalah ditopang pada
derma dari para orang beriman. Clara juga menerima pedoman dasar tentang
pola hidup injili dari Fransiskus. Itulah permulaan Ordo II Fransiskus
yaitu Ordo Saudari-saudari Miskin, yang kemudian lazim disebut Ordo
Suster-suster Klaris, yang terdiri dari para perempuan yang siap hidup dalam
keperawanan seumur hidup. Sebagaimana dikatakan oleh St. Bernardus, “mereka
itu perawan secara alami; mereka tidak mempunyai tubuh yang
menghalang-halanginya. Tetapi mereka yang memiliki tubuh dan telah mempersembahkan
keperawanannya, harus terus menerus berjuang melawan kodrat dirinya.”
Clara meyakini juga bahwa kemiskinan
merupakan mata uang yang paling jitu untuk memperoleh Kerajaan Surga. Baginya,
bila orang mengosongkan diri demi memperoleh kehidupan kekal, maka dia pun
akan memperoleh harta dalam surga. Berangkat dari keyakinan inilah,
pada tahun 1215-1216, Clara mengajukan kepada Paus Innocentius III suatu
“Privilegium Paupertatis”, semacam hak istimewa untuk tidak memiliki
harta milik tetap. Permohonan Clara tersebut dikabulkan oleh Paus
Innocentius III. Berdasarkan “Privilegium Paupertatis” ini, Clara dan beberapa
pengikutnya yang belum memiliki Anggaran Dasar telah diakui sebagai suatu
lembaga dalam tata hukum Gereja. Dengan cara demikian, Clara dapat
melaksanakan cara hidup yang dicita-citakan dengan berpedoman pada “Pola
Dasar Hidup” karangan Fransiskus dan “Privilegium Paupertatis” yang
diterimanya: “Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, tetapi
Anak Manusia tidak mempunyai apa-apa untuk meletakkan kepalanya.” (Mat
8:20).
ada tahun 1219, ciri gaya hidup kelompok Clara
yang lain dipertegas. Sejak semula Clara memilih gaya hidup kontemplatif dan
dalam kerangka hidup kontemplatif itu, ia mau mewujudkan cita-citanya. Ia
mau menjadi Hati dan Jantung Gereja, penggerak dari dalam dan sumber hidup Gereja.
Pada tahun 1227, ketika Kardinal
Hugolinus, sahabat nya terpilih menjadi Paus dengan nama Gregorius IX,
maka Clara mengajukan permohonan, agar “Privilegium Paupertatis”
diteguhkan kembali secara tertulis. Tahun 1228, Paus Gregorius
IX mengabulkan permohonan Clara. “Kami tidak ingin sama sekali
dibebaskan dari hal mengikuti jejak Kristus. Berikanlah keringanan untuk
dosa-dosa saya, tetapi jangan ringankan keinginan saya mengikuti Yesus Kristus
yang miskin,” tukas Clara ketika Paus Gregorius IX menawarkan adanya harta
milik tetap (tanah, kebun anggur, dll.) serta bersedia memberikan dispensasi,
kalau Clara dan para pengikutnya merasa diri terikat pada janji
mereka dahulu.
Salah satu konteks waktu itu, para pengikut
Fransiskus saling bertikai satu-sama lain mengenai gaya hidup: Ada
sejumlah saudara yang ingin meneruskan gaya hidup semula, yang mengandalkan
kemiskinan mutlak, tetapi ada juga sekelompk saudara yang mendukung
perkembangan ordo ke arah memperlunak praktek kemiskinan yang dihayati dan
dijalani Fransiskus. Dalam situasi semacam itulah, Clara merasa perlu
menyusun Anggaran Dasarnya sendiri dan mengusahakan pengesahan oleh tahta
apostolik secara tertulis.
Sekitar tahun 1251, Clara selesai menyusun
Anggaran Dasarnya sendiri. Anggaran Dasar Clara itu merupakan gabungan
dari saduran Anggaran Dasar Fransiskus, beberapa dokumen dasariah (Pola Dasar
Hidup, Wasiat Fransiskus, Privilegium Paupartatis) dan aturan-aturan
yang disadur seperlunya dari konstitusi-konstitusi Paus Hugolinus dan Paus
lnnocentius IV; ditambah beberapa hal dari pengalaman hidup Clara sendiri.
Keseluruhan Anggaran Dasar itu disusun Clara dengan memakai latar belakang
kebiasaan-kebiasaan yang ada di biara kecil San Damiano.
Selain menyusun Anggaran Dasar, Clara juga
menuangkan dengan utuh dan penuh, clara et disctinta: jelas dan
terpilah-pilah, mengenai panggilan dan cita-citanya ke dalam sebuah dokumen
yang disebut sebagai wasiatnya. Dalam wasiat inilah, terungkap kepribadian
Clara yang matang dan merupakan warisan iman bagi Gereja, dan
secara khusus bagi para pengikutnya.
Pada tahun 1252, Clara jatuh sakit.
Sewaktu ia mendapat kunjungan dari Kardinal Raynaldus, Clara meminta bantuannya agar
Paus segera men-sahkan Anggaran Dasarnya. Seakan suatu kebetulan juga bahwa
Paus Innocentius IV dengan para pengiringnya tinggal di Perugia dan Assisi; dan
ketika Paus mendengar tentang sakit Clara, Paus mengunjunginya sampai dua kali.
Kunjungan Paus ini dimanfaatkan Clara untuk kembali memohon
pengesahan Anggaran Dasarnya. Pada tanggal 9 Agustus 1253.
Pada hari berikutnya, yakni pada hari
peringatan Santo Laurentius Martir (10 Agustus), dokumen itu
dihantar ke biara San Damiano. Dengan rasa gembira dan puas, Clara mencium
dokumen itu yang merupakan hasil perjuangannya selama empat puluh tahun. Dan
esoknya, pada tanggal 11 Agustus 1253, Clara meninggal dunia: “Clara
telah menyalibkan dirinya pada salib Yesus. Karena itu dia boleh meninggal
dunia sambil mendekap salib supaya dapat mengambil bagian dalam
iring-iringan para perawan dari Anak Domba dalam kemuliaan-Nya.” (Novena
St Clara, hari kesembilan).
Paus Innocetius IV menghantar jenazah Clara ke
gereja St. Giorgio di Asisi, untuk dimakamkan di situ. Pada tahun 1255, Clara
diresmikan sebagai orang kudus oleh kardinal Raynaldus — sahabat dan pendukung
penuh Clara — yang telah menjadi Paus Alexander IV. Tubuh Clara tetap utuh
walaupun sudah wafat dan sekarang tersimpan di dalam Basilika St.Chiara di
Asisi. Pada tahun 1958, Paus Pius XII mengangkat Santa Clara
sebagai orang kudus pelindung televisi: “Hai neraka, betapa mengerikan
engkau! Hai Surga, betapa engkau mempesona! Ibuku yang suci, hindarkanlah
aku dari neraka dan demi belaskasihan Tuhan, perolehkanlah surga bagiku” (Novena
St Clara, hari kelima).
Ketika Clara wafat, tercatat adanya lebih
dari 100 biara yang terdiri dari 68 biara di Italia, 21 di Spanyol, 14 di
Perancis dan 8 di Jerman. Meskipun semua biara tersebut merasa sangat erat
hubungannya dengan San Damiano, namun masing-masing biara itu telah otonom.
Clara maupun Biara San Damiano tidak pernah menjadi pimpinan dan pusat atas
berbagai biara lain. Hubungan hanya terletak pada persamaan cita-cita dan
semangat. Namun semua biara mengakui bahwa Clara adalah sumber inspirasi
mereka. Clara dan Biara San Damiano menjadi semacam pusat rohani: “Orang
yang dihidupkan oleh roh Kitab Suci, ialah mereka yang tidak
menganggap setiap huruf yang mereka ketahui atau ingin mereka ketahui sebagai
milik diri sendiri, tetapi mengembalikannya kepada Tuhan Allah Yang Mahatinggi,
pemilik segalanya yang baik, entah dengan kata-kata maupun dengan
teladan hidup mereka” (St.Fransiskus Asisi).
REFLEKSI TEOOGIS
Verba movent, exempla
trahunt
“Akan tetapi semua
saudara,
hendaknya berkhotbah
dengan perbuatan.”
(St.Fransiskus Asisi)
Sebelum saya menerima
tahbisan diakon, saya pernah menjalani Retret Agung Ignasian selama 30 hari
bersama Rm. Koelman SJ, di Biara Claris, Pacet Sindanglaya. Disinilah, saya
pernah mengamati kerap ada lilin yang bernyala, air dan warna ungu
yang terpajang indah di sebuah kapel biara Claris tersebut.
Secara sederhana, lilin
bernyala bisa jadi melambangkan hidup dan pribadi Clara (Clara/Chiara
artinya cahaya). Dia mau menjadi terang yang memberi pencerahan dan
peneguhan bagi semua orang lain, bahkan walau harus menanggung resiko terbakar
habis demi sesama. Kasih itu memiliki daya gerak! Kasih Clara,
yang seperti lilin ini menular dan menjalar juga kepada orang lain. Sebuah
buktinya: Tak berapa lama setelah Clara menjadi pengikut Fransiskus,
Agnes (adik kandungnya) juga akhirnya bergabung (dan kelak, juga
ibunya setelah menjanda). Bukankah ini juga sepenggal bukti bahwa
keteladanan hidup dan kasih Clara yang terus bersinar, sungguh menyentuh hati
orang lain, termasuk keluarga terdekatnya sendiri? Yah, seperti sebuah pepatah
latin, verba movent, exempla trahunt: kata-kata itu terbang, tapi
teladan hidup itu menggerakkan.”
Air sendiri bisa melambangkan semangat
kedamaian dan suasana keteduhan. Bukankah Clara menghendaki supaya hidupnya dan
juga para pengikutnya memperHATIkan silentium, keheningan dalam
keseharian? Bukankah dengan keheningan hati, suara dan kehendak Tuhan semakin
jernih dilihat dan dirasakan? Sedangkan dominasi warna ungu bisa jadi melambangkan sebuah
semangat pertobatan yang terus-menerus, in permanent genesis.
Dengan kata lain, dekorasi sederhana dalam sebuah kapel Santa Claris di
kawasan Pacet-Sindanglaya ini juga menunjukkan cara hidup nyata para
suster Klaris yakni: para putri cahaya yang mengadakan pertobatan
yang terus menerus dalam suasana keheningan dan
kedamaian batin.
Sikap pertobatan sendiri merupakan
tindakan penolakan akan dosa dan tindakan matiraga demi hukuman atau denda
yang sudah selayaknya ditanggungnya, sebagaimana dikatakan oleh Paulus: “castigo
corpus meum et in servitutem redigo - tetapi aku melatih tubuhku dan
menguasainya seluruhnya” (1 Kor 9:27). Dalam ketakutannya akan dosa
yang sekecil apa pun, Clara tidak berhenti mendera dan menyiksa
tubuhnya yang lemah. Dia menyalibkan kodratnya yang penuh dosa, demi menyerupai
Dia, yang telah menebus dosa-dosa manusia dengan menyalibkan tubuh-Nya
yang tak bercela itu. Selama masih hidup di dunia, di bawah pakaiannya yang
mewah itu, Clara mengenakan pakaian kasar. Dan untuk mematikan cita rasa
akan hal-hal yang enak-enak, dia berpantang diri akan bumbu rempah-rempah yang
lezat.
Selama hidup membiaranya,
dia mengenakan jubah yang dibuat dari bahan yang kasar, dan berikat pinggang
dengan seutas tali dengan tiga belas simpul. Dia berjalan dengan kaki telanjang
dan tidur berkasurkan setumpuk carang-carang batang anggur. Setengah tubuhnya
ditutupi dengan pakaian tapa terbuat dari bulu onta dan ikat pinggang
pertobatan. Pakaian pertobatan semacam itu dia kenakan selama empat puluh
tahun. Dia menjalani masa Adven dan masa Puasa dengan hanya makan roti dan
air, serta berpantang dari rempah dan bumbu pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Di
samping itu, selama dua puluh delapan tahun dia menanggung segala macam
ketidak-nyamanan dengan wajah yang selalu penuh kegembiraan, karena baginya
tidak ada hari yang lebih indah, dari pada hari-hari saatTuhan mengunjungi manusia.
Menurut kesaksian, dalam
proses peresmian Clara sebagai orang kudus, suster Pacifica de Guelfuccio –
sebagai saksi I – yang merupakan teman dekat Clara dan bertempat tinggal dekat
rumah Clara – mengatakan bahwa Clara adalah seorang puteri yang saleh, banyak
melakukan ulah tapa dan berdoa. la juga biasa mengunjungi orang-orang
miskin, memberi derma dan membawakan makanan untuk mereka. Dari kesaksian lain dalam
proses kanonisasi, terungkap bahwa Clara biasa membuat corporal, kain penutup
Altar yang kemudian dikirim ke gereja-gereja di sekitar kota Asisi. la juga
membuat alba, dalmatika, bahkan pernah membuat sepatu sandal dari kulit halus
khusus untuk kaki Fransiskus dari Asisi yang terluka karena stigmata. Bahkan,
selama tiga tahun, dengan teguh hati dia menolak menerima kedudukan sebagai
Abdis (pimpinan biara). Dia hanya menjadi Abdis, karena desakan
ketaatan. Kewibawaan yang ditimbulkannya selalu dia pakai untuk
merendahkan dirinya sendiri. Bila sesama suster-susternya duduk, dia pun tetap
berdiri, layaknya seorang hamba yang tetap siap melayani tuan-tuan puterinya.
Dia menawarkan diri untuk membersihkan kaki-kaki para putrinya dan dengan
kerendahan hati yang dalam, dia mencuci dan mencium kaki-kaki itu. Semerbak
kesuciannya merembes masuk ke dalam istana Kepausan, namun setiap pujian dari
kewibawaan yang tinggi itu tidaklah mengakibatkan sesuatu di dalam dirinya,
selain kesadaran yang lebih mendalam bahwa hanya Tuhan sajalah yang sedang
berkarya di dalam dirinya: “Yang merendahkan diri, akan ditinggikan” (Mat
23:12).
Selain pelbagai hal di
atas, terdapatlah sebuah kenyataan lain yang menunjukkan bahwa teladan hidupnya
sungguh menggerakkan hati banyak orang: Pada waktu Clara meninggal pada 11
Agustus 1253 telah tercatat ada sekitar 120 biara wanita yang berorientasi
kepada San Damiano (tapi, tidak semua biara yang berorientasi pada San
Damiano itu menerima Anggaran Dasar Santa Clara). Beberapa diantaranya,
yakni:
- Biara di Monticelli: Biara
ini semula merupakan biara Benediktines, yang kemudian menyatakan diri
untuk bergabung dangan biara San Damiano. Oleh karena itu, Agnes (adik kandung Clara) dikirim
ke biara itu untuk memimpin pelaksanaan perubahan itu. Agnespun menjadi abdis (pemimpin
biara) di Monticelli.
- Biara di Brigge, Belgia: Biara ini didirikan oleh
Ermentrudis, yang mengenal Clara serta para saudarinya di San Damiano
lewat para biarawan Fransiskan yang datang di Belgia sekitar tahun
1233. Kemudian Ermentrudis mulai mengadakan hubungan surat menyurat dengan
Clara. Ia pun lalu pergi ke Roma untuk mohon kepada Paus agar diperkenankan
menerima dan menjalankan Anggaran Dasar Clara. Paus mengabulkan permohonannya.
Sayang sekali ketika Ermentrudis sampai di Roma dan ingin berjumpa dengan
Clara, ia mendapat berita, bahwa Clara telah meninggal dunia. Oh ya,
selain di Brigge, Ermentrudis juga mendirikan biara di Gent dan di Leper.
- Biara di Praha: Biara
ini didirikan oleh Agnes, puteri raja Ottokar I di Bohema. Agnes mendengar
tentang Clara dari keluarganya yang berkunjung ke Italia dan dari para biarawan
Fransiskan yang sudah datang di Praha tahun 1224-1225. Biara ini didirikan
beserta rumah sakit Santo Fransiskus pada tahun 1230. Untuk memulai
biara tersebut, Agnes pada mulanya memohon 5 suster dari
Trente-Italia yang bersama dengan 7 perempuan lainnya (keturunan
bangsawan) untuk mulai masuk biara baru itu pada tanggal 11
November 1232. Agnes sendiri akhirnya ikut bergabung juga dan masuk biara
itu pada hari Pentakosta, tanggal 11 Juni 1234. Pada
awalnya, Agnes tidak mengetahui tentang cita-cita kemiskinan radikal ala Clara,
maka biara yang dibukanya adalah biara indah-megah bagaikan
istana kerajaan. Bahkan, mengacu pada peneguhan dari Paus
Gregorius IX pada tanggal 18 Mei 1235 bahwa pendapatan dari rumah sakit yang
terletak di samping biara iitu diperuntukkan demi biaya kehidupan harian para
susternya, maka hal ini memberi pelbagai tunjangan hidup. Dua tahun kemudian
(1237), Agnes mendengar cita-cita hidup kemiskinan Clara, maka ia mau
hidup dengan cara yang sama. Agnes menolak jaminan dari kakaknya
yaitu raja Wenzel I. Pada 15 April 1238, Agnes juga menerima “Privilegium
Paupertatis – Privilege Kemiskinan” dari Paus Gregorius IX. Demi kemiskinan
radikal yang ingin dijalankannya, secara resmi rumah sakit dilepaskan dari
biara dalam bulla ‘Pia Credulitate Tenentes’. Adanya biara
baru yang didirikan oleh Agnes di Praha, menjadi awal dari munculnya
biara-biara lain, semacam pintu gerbang penghubung di belahan Eropa
Timur.
Adapun, keputusan
Agnes untuk masuk biara Claris ternyata membangkitkan semangat iman bagi
banyak puteri bangsawan lainnya, antara lain:
1. Puteri Cunigundis yang membuka biaranya di
Moravia tahun 1242.
2. Puteri Salomea dari Krakau yang mengundang
suster Claris ke Polandia.
3. Bangsawati Nyonya Ingerd dari Roskilde -
Denmark yang berperan sangat besar dalam gerakan Fransiskan. Setelah kematian
suaminya yang pertama, ia mendirikan empat biara Fransiskan. Bersama suaminya
yang kedua, mereka tinggal di Jerman di mana beliau mulai berkenalan dengan
Agnes dari Praha. Tidak lama sesudah kematian suaminya yang kedua ini beliau
kembali ke Denmark dan merencanakan untuk membuka biara Wanita Miskin. Dengan
perantaraan Agnes — yang kemungkinan didukung oleh Clara — nyonya Ingerd mohon
ijin kepada Paus untuk rencananya tersebut. Paus menyetujui, maka dibukalah
biara Wanita Miskin di Denmark tahun 1257.
Generat virgo filias,
Perawan telah melahirkan banyak anak perempuan. Sekarang ini, puteri-puteri rohani Clara menjadi sedemikian banyak
dan tersebar-pencar di pelbagai belahan dunia, bukan?
EPILOG
“Perhatikanlah bagian
pertama dari cermin yang terpasang itu, ialah kemiskinan. Dia yang terletak di
palungan terbendung dengan kain lampin. Raja segala malaikat, Tuhan langit dan
bumi, dibaringkan di palungan. Di bagian tengah dari cermin itu, amatilah kerendahan
hati, kemiskinan yang bahagia, susah payah yang tak terbilang banyaknya, serta
sengsara yang Ia tanggung untuk menebus umat manusia. Di bagian akhir dari
cermin itu, pandanglah kasih yang tak terperikan, yang oleh karenanya Ia rela
menderita di kayu salib, dan wafat dengan cara yang paling menjijikkan. Semoga
oleh kehangatan kasih itu anda selalu semakin menyala, o permaisuri surgawi.” Demikianlah penggalan isi surat yang ditulis oleh Clara
(1193-1253), dan dikirim kepada Agnes, adiknya, yang kemudian menjadi
pengikutnya yang setia dan tinggal di Praha.
Ternyata surat yang
ditulis oleh Clara di atas dan awalnya ditujukan
kepada Agnes adiknya itu tidak berhenti sampai di sana. Surat itu menjadi surat
berantai yang berkepanjangan. Sejak lebih dari 750 tahun yang lalu hingga
sekarang, isi surat itu disebarluaskan, dibaca, direnungkan terus-menerus oleh
para pengikutnya, yang hidup di biara-biara Ordo Santa Clara di seluruh dunia. Semangat
dasar yang diwariskan oleh Clara dalam salah satu suratnya di atas
menekankan tiga pilar pokok, yakni: “3 K”, kemiskinan (kesederhanaan),
kerendahan hati, dan kasih yang tak terperikan dalam keseharian hidup.
Jelas-tegaslah, bahwa
Clara mengajak kita untuk senantiasa mengikuti jalan perendahan diri
Allah (Flp 2:6-11) dengan metode “3 K”. Bersama dengan teladan iman
Clara dari Asisi, bolehlah kita juga belajar bertanya: Bagaimana
dengan kita sendiri? Sudahkah kita memiliki tiga modal Clara ini? Sederhanakah
kita? Rendah hatikah kita? Adakah kasih yang tak terperikan hidup dalam tingkah
laku kita? Satu hal yang pasti: Deus Meus et Omnia.
Tuhan ku dan semuanya. Selamat merenung-menung!
ASPIRASI
Tuhan, jangan sampai jiwa-jiwa orang beriman
yang menyerahkan diri pada-Mu, terlempar pada kemarahan setan-setan. Berilah
perlindungan bagi para perawan hamba-Mu, yang telah engkau tebus dengan
darah-Mu yang maha kasih. (DOA CLARA
PADA SAKRAMEN YANG MAHAKUDUS)
Salve Sponsa Dei, Virgo Sacra, planta Minorum:
Tu vas munditiae, tu praevia forma Sororum:Clara, tuis precibus duc nos ad regna polorum. V. Ora pro nobis beata Mater Clara
R. Ut digni afficiamur promissionibus Christi
Oremus: Famulos tuos qauesumus Domine, beatae Virginis tuae Clarae, votivam commemorationem recensentes coe-lestium gaudiorum sua facias interventione participes et tui Unigeniti cohaeredes. Qui tecum vivit et regnat in saecula saeculorum. Amen. |
Salam Pengantin Tuhan, Perawan Suci, tanaman
Saudara-saudara Dina: Engkau, tempayan kesucian, engkau contoh hidup bagi
Saudari-saudarimu:
Klara, dengan doa-doamu hantarkan kami pada kerajaan orang-orang kudus. V. Doakanlah kami ya Bunda Clara nan suci R. Supaya kami layak menikmati janji-janji Kristus. Marilah berdoa: Kami mohon kepada-Mu ya Tuhan, buatlah hamba-hamba-Mu ini, yang merayakan peringatan Clara, Perawan Suci-Mu, dapat ambil bagian dalam menikmati kebahagiaan surgawi dan tetap bersatu pada Yang Terlahir dari-Mu, Yesus Kristus, yang hidup dan bertakhta bersama-Mu sepanjang segala masa. Amin. |
0 komentar:
Posting Komentar