Madeleine Sophie Barat
Kongregasi
Hati Kudus Yesus (RSCJ: Religieuse du
Sacre Coeur de Jesus) bermula di Perancis pada tahun 1800. Doa dan
kehidupan batiniah menjadi pokok dari semangat bagi kongregasi ini. Sekarang
ada 3.400 RSCJ yang berkarya di lima benua, di 44 negara, dalam bidang
pendidikan formal maupun non formal, pengajaran dan formasi, kegiatan-kegiatan
untuk perkembangan kemanusiaan dan usaha memajukan karya pastoral dan bimbingan
iman. Pada tanggal 3 Juli 1991, kongregasi Hati Kudus Yesus menapakkan kakinya
di bumi Indonesia. Pendirinya adalah Madeleine Sophie Barat (1779-1865)
“ Pour Lui
je vis, Pour Lui je meurs,
“Untuk Dia
aku hidup, dan untuk Dia aku mati”
(Leo Dehon,
12 Agustus 1925).
Magdalena Sofia Barat (Madeleine
Sophie Barat) lahir di Joigny, Burgundy, Perancis pada tanggal 12 Desember
1779. Di bawah bimbingan seorang kakaknya yang sudah menjadi imam, Magdalena
dididik secara ketat dengan disiplin dan latihan-latihan matiraga. Pendidikan ini
terasa sangat berat untuk seorang wanita yang masih muda belia. Namun itulah
yang kiranya menjadi persiapan baik bagi Magdalena menuju keberhasilannya di
masa depan.
Pada waktu itu, Varin, Pastor Paroki
setempat memulai pembangunan sebuah perkumpulan yang mengabdikan diri secara
khusus kepada karya pendidikan bagi para putri-putri. Perkumpulan ini menjadi
bagian dari Serikat Yesus, dan dipersembahkan kepada perlindungan Hati Yesus
yang MahaKudus. Ketika perkumpulan ini mulai berjalan, Magdalena bersama tiga
orang kawannya mendaftarkan diri sebagai anggota pertama. Pada tahun
berikutnya, keempat putri ini memulai kehidupannya di dalam perkumpulan itu
sebagai postulan.
Setelah mendapat pendidikan
intensif, Magdalena mendapatkan tugas perutusan ke kota Amiens. Disana, dia mengajar
di sebuah sekolah. Tugasnya sebagai guru dijalankannya dengan sangat baik.
Dalam waktu singkat, ia melangkah lebih jauh: Ia mendirikan sebuah biara di
kota Amiens. Ia sendiri menjadi pemimpin biara itu, meskipun usianya tergolong
masih sangat muda sekali, yaitu 23 tahun. Kepribadiannya yang menarik,
kesalehan dan kebijaksanaannya membuat dia mampu membina biara ini dengan
sukses. Magdalena memang seorang pemimpin yang penuh semangat dalam karya
pengabdiannya.
Pada usia 26 tahun, ia mengumpulkan
dan membina sekelompok guru yang bercita-cita membangun kembali Pendidikan
Katolik bagi putri-putri, yang sudah tidak berjalan karena revolusi Prancis.
Seiring waktu yang terus berjaan,
kelompok guru yang tergabung di dalam Kongregasi Suster Hati Kudus (Sacre Coeur) ini menyebar-pencar ke
seluruh Perancis untuk menjalankan misi utama di bidang pendidikan bagi
putri-putri. Magdalena sebagai pemimpin mendampingi suster-susternya dengan
bijaksana dan penuh keberanian. Ia membimbing mereka sebagai pemimpin selama 63
tahun dengan hasil yang sangat memuaskan. Banyak sekolah dibukanya di banyak
tempat.
Di antara sekolah-sekolah itu, ada
satu sekolah yang dikhususkan untuk menampung anak-anak dari biara Visitasi
yang ada di Grenonle. Dari antaranya terdapat orang-orang seperti: Bl.
Philippine Duchesne yang kemudian menyebarkan biara itu ke Amerika pada tahun
1818. Kongregasi Hati Kudus ini kemudian mendapat pengakuan dan pengesahan dari
Paus Leo XII (1878-1903) pada tahun 1826. Pada tahun 1830, novisiatnya di
Piters ditutup karena revolusi yang terjadi di negeri itu. Sebagai gantinya,
Magdalena mendirikan sebuah novisiat di Swiss.
Kebaktiannya yang mendalam kepada
Hati Yesus yang MahaKudus membuat hatinya sendiri tetap tenang sampai hari
kematiannya di Paris pada tanggal 21 Mei 1865. Sampai wafatnya, ia telah
mendirikan lebih dari 100 biara dan sekolah di 12 negara. Kongregasi Hati Kudus Yesus - RSCJ (Religieuse du Sacre
Coeur de Jesu) sendiri memiliki sebuah misi awal pendiri yakni: “Menemukan” dan
“Memperlihatkan” Cinta Hati Kudus Yesus lewat pendidikan bagi orang muda dan
perempuan. Maka para pengikutnya juga meneruskan misi pendiri, tentunya dengan
tetap memperhatikan perubahan jaman dan semangat gereja untuk terus menerus
memperbaharui diri.
Berangkat
dari misi awal inilah, dalam keseharian, mereka menghidupkan dan mengembangkan
semangat panggilan sebagai Religius Hati Kudus Yesus dengan tetap mengambil
peran dalam beberapa aspek kehidupan, serta membagikan dan mengembangkan
kehidupan spiritualitas Hati Kudus Yesus kepada sesamanya. Secara sederhana,
tiga bidang pokok yang mereka layani yakni: “PSK”: Pendidikan, Sosial dan
Katekese.
Dalam
konteks Indonesia, beberapa karya nyata mereka, antara lain:
1. Pondok Bocah. Berdasarkan sebuah
pesan ibu pendiri, “Demi seorang anak aku akan pergi ke ujung bumi”, mereka melihat pentingnya pendidikan anak khususnya bagi
mereka yang kurang mendapat pendampingan dari keluarga dan lingkungan. Itulah
yang melatar belakangi mereka membuka “Pondok Bocah”, sebuah wadah untuk
membantu anak-anak di usia 5-6 tahun untuk mempersiapkan diri memasuki ke
jenjang sekolah dasar. “Pondok Bocah” sendiri berfokus pada pendidikan anak
usia dini, tanpa memandang agama/kepercayaan dan budaya para anak didik. Mereka
menyambut semua anak, khususnya yang kurang mampu secara finansial dan tinggal disekitar
rumah. Selain itu, pendidikan di “Pondok Bocah” termasuk wadah untuk membuka
wawasan pengetahuan bagi orang tua, dan terlebih para ibu dalam hal pendidikan
anak dan keluarga.
2. Nur Abadi (Sekolah Luar Biasa). “Nur Abadi” adalah sebuah sekolah untuk para anak yang
mengalami cacat mental dan tuna rungu. Di sekolah inilah, murid-murid dan
guru-guru mengalami satu relasi yang indah dan dekat. Inilah juga tempat di
mana para novis dan calon novis RSCJ belajar melayani anak-anak yang “sangat
dekat dengan Tuhan”.
3. Fakta (Forum masyarakat miskin kota). “Fakta”
adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat
yang bergerak untuk memberdayakan masyarakat miskin perkotaan, memberikan
pendidikan supaya mereka mengetahui hak-hak nya sebagai warga yang selama ini
tidak mendapat perhatian dari pemerintah daerah, masyarakat yang dilayani
antara lain: tukang parkir, masyarakat miskin yang tinggal di kuburan cina, para
pekerja seks komersiall, dan juga memberikan advokasi kepada masyarakat yang membutuhkan
perlindungan hukum.
4. Pendampingan kaum muda. Mereka juga berkomitmen mendampingi kaum muda lewat kursus-
kursus spiritualitas, pengenalan diri, untuk membantu mereka mengembangkan
potensi diri dan mengetahui makna panggilan hidupnya. Saat ini, mereka juga
mengajar di Universitas Paramadina, Islamic
College for Advanced Studies (ICAS), Universitas Nasional (UNAS), Unika
Atma Jaya dan Sekolah Tinggi Filsafat, Driyarkara. Di tempat tersebut, mereka
mengajar Bahasa Inggris, Bahasa Jepang, Konseling, Psikologi, Filsafat Barat
dll.
5. Pendampingan Spiritual. Salah satu misinya yang sangat penting adalah memberikan
bimbingan spiritual kepada orang dewasa, orang muda, pasangan suami-istri dan
anak-anak. Ini termasuk retret, yoga dan meditasi, rekoleksi panggilan,
Spiritualitas Hati dalam seni lukis, Healing
Past Memories dll.
REFLEKSI TEOLOGIS
Lotis: LOving,
Transforming dan Sharing
“Ametur
Ubique Terrarum Cordis Iesu Sacratissimi.”
“Dikasihilah
Hati Kudus Yesus di Seluruh Dunia.”
(Jules Chevalier)
Lotis itu aneka buah, semacam rujak. Yah, sebuah keragaman yang menyegarkan. Unitas in
Diversitas! Disinilah, setiap pribadi menyumbang rasanya. Seperti panggilan
Samuel, Yeremia, Yesaya, mereka dipanggil secara pribadi masuk komunitas RSCJ,
tapi mereka sekaligus dipanggil juga dalam kesatuan dalam sebuah komunitas RSCJ,
seperti jemaat perdana, kelompok dua belas atau gereja awal. Dalam kebersamaan
inilah, mereka mengembangkan pelbagai pilar pokok Gereja, yakni : ‘LKMD’, ibadat (liturgia),
persekutuan (koinonia)
serta pengajaran iman (kerygma),
kesaksian (martyria)
serta pelayanan (diakonia).
Sekarang apa nilai yang terkandung dalam filosofi “Lotis” tersebut?
1. Loving
Kata Paulus, ada
trilogi penting bagi orang Kristen; Iman, harapan dan kasih, dan yang terbesar
adalah Kasih. Kasih mengalirkan
kebaikan. Itulah loving! Kebaktian Magdalena dan para
pengikutnya di RSCJ yang mendalam kepada Hati Yesus yang MahaKudus membuat
hatinya sendiri beserta para pengikutnya memiliki kasih yang
sangat mendalam. Berangkat
dari rasa kasih yang sangat mendalam inilah, dimunculkan sebuah misi yang coba
dihayati oleh Magdalena beserta para pengikutnya di RSCJ, yakni: "Menemukan dan
memperlihatkan cinta Tuhan melalui sebuah pendidikan yang mengubah, oleh
karisma kita, yang dibaktikan untuk MEMULIAKAN HATI YESUS. Kita menjawab
panggilan-Nya untuk menemukan dan mengungkapkan cinta kasih-Nya, membiarkan
diri kita diubah oleh Roh-Nya, agar kita dapat hidup bersatu dan serupa
dengan-Nya, dan memancarkan cinta kasih Hati-Nya sendiri, melalui cinta dan
pengabdian kita." (Ang. Das, 4).
2. Tranforming
Suatu perubahan dari dalam. Itulah transformasi. Itu sebabnya, doa dan kehidupan batiniah menjadi pokok dari semangat bagi
kehidupan kongregasi ini.
Mereka menyadari perlunya sebuah semangat transformasi. Oleh sebab itu, dalam
kepemimpinannya, Magdalena juga senantiasa menyemangati para susternya untuk
mencari kemuliaan Tuhan dengan bekerja keras menyucikan jiwa-jiwa. Semboyannya sendiri ialah: “Memikul penderitaan untuk diri sendiri dan
tidak membuat orang lain menderita”.
3. Sharing
Hal
ini tampak dari pengadaan pelbagai program yang dibuat oleh para suster RSCJ,
seperti:
-
Meditasi (dengan Santa Madeleine
Sophie”, Hati Yesus, Prapaskah, Sabda Tuhan, Santa Maria, Masa Adven).
-
Rekoleksi “Spiritualitas Hati dalam
Seni Lukis”
-
Retret Pekan Suci (usia 20-35 tahun
untuk perempuan yang belum
Menikah)
-
Perayaan paskah Anak-anak (usia 4-12
tahun)
-
Rekoleksi “Heart Links” (suami
–istri)
-
Retret Agung
-
Healing Past Memories
-
Rekoleksi “Nilai-nilai Yesus
terhadap Dunia Kini”
-
Retret “Inner Voice” (Usia 20-35
tahun)
-
Rekoleksi “Spiritualitas hati dalam
seni Lukis” (usia 12-20 tahun)
-
Rekoleksi “bergerak dengan Hati”
untuk remaja
-
Rekoleksi “Hati Yang gembira” untuk
anak
-
Rekoleksi Sehari bersama Maria dan
Yoseph (untuk Pasangan
Suami-istri)
-
”Mereka
membagi kasih kepada saudara-saudara di Aceh, Timor Leste dan Yogyakarta”
Selain
itu, mereka mencoba merespon situasi kritis yang dialami oleh masyarakat
Indonesia. Pada akhir tahun 2005-2006 ketika bencana Tsunami dan gempa bumi
yang melanda beberapa daerah di Indonesia seperti Aceh, Nias, Yogyakarta dan
sekitarnya, mereka mendapat kepercayaan dari teman-teman di dunia internasional
untuk membagikan dana bantuan kepada para korban. Mereka mempunyai project di
Aceh, Yogyakarta dan Timor Leste. Dengan memasuki tempat-tempat ini, RSCJ
mencoba setiap saat untuk melihat wajah Tuhan dalam luka-luka dan penderitaan
manusia.
Mereka
juga terlibat aktif di LSM FAKTA (Forum warga Kota Jakarta), memberi konseling
serta membantu anak-anak jalanan yang memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolah.
Mereka juga kerap terlibat aktif dalam dialog antar agama. Satu hal yang pasti:
Sharing berarti berbagi. Yah, berbagi sukacita, berbagi rahmat dan perHATIan.
Ibarat cermin, tugas mereka ialah memantulkan cahaya ilahi yang diterimanya ke
sudut-sudut yang paling gelap sekalipun. Mereka mau saling berbagi sinar yang
diterimanya, untuk menerangi juga saat-saat sedih pedih dari pengalaman
hidupnya dan hidup sesamanya: Aku berbagi, maka aku ada, itulah sharing. Sharing sendiri
pastinya mengantar pada semangat serving.
Sebuah semangat untuk sepenuh hati memberi pelayanan secara tulus. To make a Better World. Itulah serving.
Seperti idaman Michel Jackson. Heal the world, make a better place, for you
and for me and the entire human race.
EPILOG
Seorang satrawan Prancis, A. Camus pernah bilang bahwa zaman ini
adalah ketakutan. Itulah juga yang sekarang kerap dialami oleh banyak orang di
sekitar kita, bukan? Keterbelengguan ada dimana-mana. Kemerosotan moral dan
pelbagai krisis yang terus menerpa. Naiknya BBM, biaya telepon, listrik, pajak,
melempennya rupiah serta hutang negara yang makin meninggi. Diantara enaknya
para elit mengobok-obok, ada banyak elit
(ekonomi sulit) juga yang tidak bisa makan, tidak lagi mempunyai rumah, menganggur,
tidak bisa mencecap bangku sekolah lagi dan sebagainya.
Dalam situasi kekacauan yang kian kacau, mungkinkah banyak orang percaya
pada agama (Bhs Sanskerta: agama:
ketidak-kacauan)? Apakah agama dapat menyelesaikan krisis? Acap kita liat begitu
banyak dusta yang datang dan pergi di keseharian hidup masyarakat kita: Ada
yang suka berdoa tapi suka mengumpat. Ada yang suka ke gereja tapi malas bekerja.
Ada yang suka ikut kebaktian tapi suka kebatilan. Ada yang suka menyumbang dan
duduk di barisan paling depan gereja, tapi ternyata peselingkuh dan koruptor
kelas kakap. Yah, ada semacam dialektika tanpa rumusan.
Disinilah, di tengah pebagai kekacauan hidup, bersama teladan Madeleine Sophie Barat dan para suster RSCJ-nya, kita diajak
untuk belajar saling menguatkan sekaligus saling membebaskan, diantara
banyaknya yang mendamba suatu kemerdekaan, diantara banyaknya tetes airmata yang
terbelenggu. Secara konkret, dengan menimba dan mengaktualisasikan semangat LOTIS: “LOving, Transforming dan
Sharing”, kita semua dipanggil untuk menjadi pembebas yang menembus batas.
Entah batas agama, budaya atau kesukuan. Jelasnya, dengan semangat LOTIS: “LOving, Transforming dan
Sharing” di pelbagai lingkungan basis, kita telah mewartakan Hati Kudus Tuhan
sendiri, sang Via, Veritas, Vita, Sang Jalan Kebenaran dan Kehidupan!
ASPIRASI
“Saya rindu untuk terus melibatkan diri dalam gerakan solidaritas
kemanusiaan yang dilancarkan Allah: membuka komunikasi iman seluas mungkin,
sehingga setiap orang, terutama yang miskin dan menderita, dapat kita
perlakukan sebagai mitra kerjasama dalam proyek keselamatan yang dibawa oleh
Allah sang Pembebas.”
(
Sandyawan Sumardi, penggalan pleidoi pembelaannya di
pengadilan Bekasi, Jawa Barat)
0 komentar:
Posting Komentar