Para
pemimpin membuat perusahaan-perusahaan besar, namun sedikit sekali yang
sungguh-sungguh memahami bagaimana mengubah diri sendiri dan diri yang
lain menjadi pemimpin-pemimpin besar. Sebuah “perusahaan”
– Serikat Yesus – yang merintis suatu formula kepemimpinan unik telah berhasil
menjadi salah satu “perusahaan” paling
sukses dalam sejarah dan sistem pendidikan tinggi yang paling ekstensif di
dunia.
Yah,
jejak kelahiran “perusahaan”
bernama Serikat Yesus berawal dari
persahabatan tiga pribadi yang pertama: Ignatius Loyola, Petrus Faber dan
Fransiskus Xaverius. Tidak lama kemudian
bergabung Bobadilla dan Simon Rodríguez serta Lainez dan Salmeron.
Ketika bentuk dan isi persahabatan semakin menyatukan mereka, mereka mengucapkan “kaul” di Montmartre pada tanggal
15 Agustus 1534 dalam sebuah rekreasi bersama. Menarik, bahwa mungkin Serikat
Yesus adalah satu-satunya ordo religius dalam Gereja Katolik yang cikal
bakalnya muncul dalam rekreasi bersama di sebuah taman di kota Paris. Adapun
isi “kaul” mereka adalah rencana berziarah bersama ke Yerusalem dan meneruskan
studi teologi untuk melayani Tuhan dan berikrar bersama sebagai Serikat Jesus.
Sementara
mereka meneruskan teologi di París, bergabunglah tiga lelaki yang lain lagi,
yakni: Codure, Jay dan Bröet. Dalam satu suratnya di kemudian waktu Ignatius
menyebut mereka "sembilan sahabat saya dalam Tuhan" (nueve amigos
míos en el Señor). Lima dari mereka adalah orang Spanyol, dua orang Perancis,
dua orang Saboya dan seorang Portugis. Jelaslah bahwa “perusahaan” ini
didirikan oleh segelintir laki-laki kristiani tanpa
banyak modal dan rencana bisnis yang mutakhir, tapi
pada prakteknya, “perusahaan” bernama Serikat Yesus ini telah menjadi suatu
sumber inovasi sampai saat ini.
Adapun “Ad Maiorem Dei Gloriam” (AMDG) adalah semboyan dari “perusahaan” Serikat
Yesus tersebut. “Ad Maiorem Dei Gloriam” sendiri adalah ungkapan berbahasa
latin yang artinya “Demi Kemuliaan Tuhan Yang Lebih Besar”. Motto ini merupakan
ciri mendasar dari Serikat Yesus, yang tentunya berakar dari jiwa dan semangat
Latihan Rohani Ignatius, sang pendirinya, yakni: mengabdi dan memuliakan Tuhan
dalam segala hal.
Tapi sejarah gelap juga pernah melingkupinya. Tepat
tanggal 21 Juli, Serikat Jesus dibubarkan oleh Bapa Suci. Oleh Paus Clement XIV,
Serikat Jesus dibubarkan, dan dekritnya diumumkan ke seluruh Eropa kecuali di
Rusia, tempat dimana beberapa Jesuit “mengungsi” dan rupanya tetap menjaga
“eksistensi” Serikat secara faktual. Syukurlah, Czarina Katerina menolak untuk
mengumumkan dekrit Paus tersebut di Rusia, sehingga memungkinkan para Jesuit
untuk tetap bekerja di sana. Paus Clement membubarkan Serikat Jesus dengan
alasan demi suasana damai di dalam Gereja lebih-lebih berkaitan dengan hubungan
politik dengan negara-negara eropa. Setelah 41 tahun resmi bubar, pada tahun
1814, Serikat Jesus direstorasi kembali oleh Paus Pius VII.
Dalam perkembangan sejarah dunia, sekarang para
anggotanya tersebar-pencar dalam pelbagai kompetensi dan aksi, seperti
pendidik, ahli bahasa, teolog, diplomat, astronom, politikus handal, aktivis
hak asasi manusia, dan dalam bidang-bidang lain, entah sakral maupun sekular. Dalam buku ini,
Chris Lowney, seorang mantan Yesuit dan sekarang menjadi eksekutif di J.P.
Morgan, mengungkapkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang telah membimbing para
pemimpin Serikat Yesus dalam berbagai pencarian mereka selama lebih dari 450
tahun.
Mengacu pada pengamatannya, pendekatan Yesuit terhadap sebuah praktek kepemimpinan berfokus
pada empat pilar utama, “4 K”:
§
Kesadaran diri (Self-awareness):
Memahami kekuatan,
kelemahan, nilai, dan pandangan dunia.
§
Kecerdikan (Ingenuity):
Melakukan inovasi dan adaptasi penuh keyakinan
di tengah dunia yang mengalami perubahan.
§
Kasih (Love):
Melibatkan
orang lain dengan suatu sikap positif yang membuka potensi mereka masing-masing.
§
Kepahlawanan (Heroism):
Menyemangati
diri dan yang lain dengan ambisi heroik dan suatu gairah untuk unggul.
Keempat
prinsip dasar ini memanggil seluruh anggota “perusahaan” – secara personal maupun
profesional untuk menyadari bahwa semua pribadi adalah pemimpin. Kempat prinsip ini membentuk suatu cara
hidup (“cahi”), cara berpikir (“capi”) dan cara tindak (“catin”) yang
integral sebagaimana disebut para Yesuit.
Pendekatan
Yesuit ini sendiri membongkar model ‘perintah dan kontrol’ berciri “top-down” yang bersandar pada satu pribadi besar untuk
memimpin yang lainnya. Yakin bahwa orang dapat menampilkan yang terbaik
dalam suatu iklim yang suportif, Ignatius Loyola dan koleganya ingin
menciptakan lingkungan yang di dalamnya terdapat “greater love than fear.” Mereka meletakkan harapan mereka dalam
telenta seluruh tim, menunjukkan bahwa sukses mengalir dari komitmen dari
banyak pribadi, bukan dari usaha sendirian seseorang.
Lowney
menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip yang sama yang menginspirasikan para
Yesuit abad 16 masih dapat membentuk pemimpin-pemimpin dinamis pada abad 21 di
semua profesi dan dimensi, juga sangat bisa jadi sungguh aktual dan tetap
kontekstual bagi perikehidupan gereja dan sebuah bangsa bernama Indonesia ini,
bukan?
Mengenai Penulis
Chris
Lowney pada usia yang tergolong sangat muda sudah dipercaya menjabat Managing Director dari J.P. Morgan & Co. dan memegang posisi
senior di New York, Tokyo, Singapura dan London. Ia melayani J.P. Morgan dan
CO. di Asia Afrika, Eropa dan Investment
Banking Management Commitees. Majalah Fortune menilai perusahaan ini
sebagai salah satu “Perusahaan yang Paling Dipuji di Amerika.”
Sebelum
bergabung dengan J.P. Morgan and Co., Chris Lowney pernah menjalani kehidupan
sebagai frater Yesuit selama 7 tahun. Ia pernah mengajar
dan belajar di institusi Yesuit di Amerika Serikat dan Puerto Rico. Ia lulus summa cum laude di Universitas Fordham,
menerima gelar M.A. dan dipilih pada Phi Beta Kappa. Ia mendapatkan gelar
doktor honoris causa dari Universitas
Marymount Manhattan dan Universitas Great Falls. Lowney menjabat Board of Directors dari Nativity Middle
School dan Boards of Regents dari St.
Peter’s College.
Ia
tinggal di New York, dimana ia menjabat sebagai Asisten Khusus paruh waktu pada
the President of the Catholic Medical
Mission Board (CMMB). CMMB adalah karya kasih katolik terkemuka di Amerika
Serikat yang menawarkan program pelayanan kesehatan dan memberikan pelayanan
kepada orang-orang yang membutuhkan di seluruh dunia. Ia berkeliling ke Kenya,
Afrika Selatan, Zambia, dan India dengan target utama mencegah transmisi
HIV/AIDS ibu ke anak.
Heroic Leadership:
Best Practices from a 450 – Year – Old Company that Changed the Word adalah buku
bestseller ranking #1 dari CBPA dan menjadi finalis untuk Book of the Year
Award tahun 2003 dari majalah ForeWord. A
Vanished World adalah buku lainnya dari Chris Lowney termasuk dalam
kategori direkomendasi oleh Publishers Weekly.
Lowney
adalah pembicara dalam berbagai bidang, seperti kepemimpinan, etika bisnis, dan
dialog antaragama, dengan keterlibatan di berbagai kota di AS dan lokasi di luar
AS, seperti Filipina, Mexico, Indonesia, Kolombia, dan Spanyol.
0 komentar:
Posting Komentar