Ads 468x60px

Dominikus

Prolog
Nama Dominikus berarti milik Tuhan. Dominikus kerap dilambangkan dengan bintang dan anjing dengan obor di moncongnya, atau Bunda Maria yang sedang menyerahkan rosario kepada seorang biarawan yang berjubah putih dengan mantol hitam. Dialah seorang imam diosesan yang mendirikan Ordo Praedicatorum (OP). Selama hidupnya, Dominikus sendiri kerap mendapat julukan “saudara yang selalu gembira”. Walaupun ia mengalami tantangan yang amat banyak dengan nyawanya yang terancam, ia tetap penuh pengharapan. Itu sebabnya, saya jadi teringat seorang eksmahasiswa saya di Universitas Gajah Mada, bernama Hardi. Bagi saya,“Hardi” bisa berarti Harapan yang abadi. Dominikus pun memiliki harapan yang abadi karena ia juga menemukan Allah yang bekerja secara nyata dalam hidupnya. Pergulatan kehidupannya menjadi mata air pengharapan sekaligus kegembiraan baginya. Bagaimana dengan kita sendiri?

Se buah Skets a Prof i l
Cum enim infirmor, tunc potens sum
Ketika aku lemah, maka aku kuat

Suatu ketika, teman saya, Bona Beding pernah mengajak saya untuk pergi ke
Larantuka. Dia mengatakan, di sana ada sebuah tradisi bahwa setiap Jumat
Agung diselenggarakan sebuah prosesi Jumat Agung yang khas (Semana
Santa), berlangsung sampai pagi Sabtu Suci. Sungguh mengagumkan bahwa
walaupun begitu banyak orang, hampir 10.000 peziarah yang ikut, tapi
suasana hening tetap terjaga. Dengan tertib mereka berjalan dalam kelompok
masing-masing dengan membawa lilin bernyala. Mereka larut dalam
kesedihan dan kepedihan bersama Bunda Maria, karena Yesus puteranya rela
wafat disalib untuk menebus manusia. Di setiap persinggahan, dilantunkan
pula ratapan Bunda Maria yang begitu memilukan sehingga umat pun larut
dalam kesedihan dan meneteskan air mata.

Selain Semana Santa, terdapat juga kebiasaan merayakan liturgi secara meriah, kebiasaan mengadakan perarakan-perarakan, kebiasaan menghormati Bunda Maria dengan berdoa
Rosario, kebiasaan menghormati orang-orang kudus seperti: St. Yosef, St.
Dominikus, St. Fransiskus dan St. Antonius. Kebiasaan ini tetap hidup dan
terpelihara, bahkan telah menjadi budaya umat Katolik di Larantuka sampai
sekarang. Pelbagai tradisi ini sendiri diajarkan para misionaris Dominikan
(Ordo yang didirikan oleh Dominikus) kepada penduduk Larantuka kirakira
500 tahun yang lalu. Sebetulnya, siapa itu Dominikus?

Dominikus kecil dilahirkan di Castile, Calaruega, Spanyol pada tahun
1170. Orang tuanya, Don Felix de Guzman dan Joana dari Aza dikenal
sebagai bangsawan kristen yang saleh dan taat agama. Joana, ibunya,
kemudian dinyatakan sebagai beata; kakaknya (Mannes dan Antonio),
mencurahkan hidupnya bagi Tuhan dan Gereja sebagai imam; dua orang
keponakannya juga menjadi imam dalam ordo religius yang didirikannya,
Ordo Dominikan. Mannes dikemudian hari digelari beato karena kesucian
hidup dan pengabdiannya yang tulus kepada Tuhan.

Pendidikan awal Dominikus ditangani langsung oleh pamannya,
seorang imam. Setelah beberapa tahun lamanya belajar, Dominikus menjadi
seorang imam diosesan. Ia hidup dengan tenang dalam doa dan ketaatan
bersama para imam lainnya di bawah pimpinan Uskup Diego de Acebo.
Awal hidupnya sebagai imam, diwarnai dengan maraknya aliran bidaah
Albigensianisme, yang melancarkan serangan terhadap kebenaran iman
Gereja Katolik.

Albigensianisme sendiri, yang lahir pada awal abad ke-13 di kota Albi,
Prancis Selatan ini berkembang pesat di Eropa. Mereka percaya akan adanya
dua Tuhan: “yang baik dan yang jahat”. Ajaran ini menyebarkan kebencian
akan materi dan sakramen. Bagi mereka, materi dipandang sebagai sesuatu
yang jahat dan berasal dari setan. Dengan pemikiran ini, para pemimpin
mereka sungguh hidup bermati raga dan para pengikutnya diajar untuk
hidup asketis: menyiksa diri sendiri bahkan sampai mati (bertolak belakang
dengan para pemimpin Gereja saat itu, yang kebanyakan hidup dalam
kemewahan). Aliran sesat ini menarik simpati banyak rakyat kecil di Eropa.
Kelompok Albigens sendiri semakin sulit diberantas karena pada saat itu,
para imam belum biasa berkhotbah. Khotbah hanya diperbolehkan bagi
para Uskup yang tentu jumlahnya terbatas. Selain itu, karena sangat fanatik,
para penganut aliran Albigensianisme ini, tanpa segan merusak gereja-gereja
dan biara, menghancurkan gambar-gambar kudus dan kayu kayu salib.

Terdorong oleh desakan batin untuk memberantas pengaruh jahat
kelompok Albigens ini: contra nequitiam et insidias diaboli – melawan
kejahatan dan tipu daya setan, Dominikus mendapat ilham untuk mendirikan
sebuah tarekat religius yang lebih memusatkan perhatian pada soal
pewartaan sabda. “Frater qui adiuvatur a fratre quasi civitas firma - seorang
saudara yang dibantu oleh saudaranya adalah seperti kota yang teguh”. Oleh
karena itu, pada tahun 1214 Dominikus mendiskusikan bersama rekanrekannya
rencananya untuk mendirikan sebuah tarekat religius, sebuah
kelompok imam yang cakap berkhotbah di mana saja. Ia memandang perlu
adanya para pengkhotbah yang dipersiapkan dengan baik, hidup disiplin
dan mau hidup sederhana. Kelompok ini akhirnya dikenal dengan nama
Ordo Predicatorum (OP) atau Ordo Pengkhotbah atau juga Dominikan. Di
Inggris, mereka disebut,“saudara-saudara hitam” karena jubah yang mereka
pakai berwarna hitam. Dominikus sendiri menggabungkan corak hidup doa
kontemplatif dengan kehidupan aktif: mewartakan Injil di luar biara, kerja
tangan untuk memenuhi kebutuhan hidup, belajar dan lain-lain. Misinya
sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang baru karena pada masa itu, hal
pewartaan adalah tugas khas para uskup.

Restu atas berdirinya Ordo Dominikan ini diperoleh ketika Dominikus
bersama Uskup Fulk mengikuti Konsili Lateran IV di Roma pada tahun
1215. Paus Innocentius III (1198-1216) berjanji meneguhkan ordo itu
apabila Dominikus sudah memiliki suatu aturan hidup membiara yang
terbukti ampuh dan sebuah gereja sebagai tempat Misa Kudus dan upacara
lainnya. Kedua tuntutan Paus ini akhirnya terpenuhi. Dominikus bersama
rekan-rekannya sepakat memilih aturan hidup Santo Agustinus dan
menyusun konstitusi ordo mereka. Uskup Fulk mempercayakan Gereja Santo
Romanus di Tolouse kepada Dominikus. Di samping gereja itu, Dominikus
mendirikan rumah biaranya yang pertama untuk para suster pertapa, yang
kebanyakan anggotanya adalah mereka yang ditobatkan dari ajaran sesat
Albigens. Ia percaya bahwa melalui teladan dan doa terus-menerus dari para
kelompok suster ini, cita citanya semakin mudah terwujud.

Kekhasan Ordo Dominikan ini sendiri juga diperkuat oleh suatu
pengalaman mistik Dominikus. Ketika berdoa di Basilika Santo Petrus di
Roma, Dominikus mengalami penglihatan berikut: Santo Petrus dan Paulus
mendatangi Dominikus. Petrus menyerahkan kepadanya sebuah kunci, dan
Paulus memberinya sebuah buku. Kepadanya Petrus dan Paulus berkata:
“Pergilah dan wartakanlah Injil karena engkau telah ditentukan Allah untuk
misi pelayanan itu.” Kecuali itu, dalam penglihatan itu pun, Dominikus
menyaksikan para imamnya mewartakan Injil ke seluruh dunia. “Celakalah
aku jika tidak mewartakan sabda Allah” adalah kata-kata Paulus yang dipegang
dan dihidupi oleh Dominikus.

Para imam Dominikan terus-menerus berusaha meluruskan kembali
ajaran-ajaran sesat yang disebut bidaah. Mereka pada akhirnya berhasil
mengalahkan bidaah yang amat berbahaya tersebut dengan doa, teristimewa
dengan Doa Rosario dan devosi pada Bunda Maria: “consolatrix afflictorum,
auxilium christianorum ..., Spes nostra, Regina apostolorum – penghibur orang
yang berdukacita, pertolongan orang-orang Kristen …, harapan kita, Ratu para
rasul.”

Di Prancis Selatan sendiri, karya pewartaan itu sulit sekali dilaksanakan
karena kerusuhan politik dan militer waktu itu. Oleh karena itu, Dominikus
memutuskan untuk mewartakan Injil di wilayah Eropa lainnya seperti
Spanyol dan Paris sembil tetap menggalakkan pewartaan di Tolouse dan
Prouille. Dari wilayah-wilayah itu, Dominikus mulai melancarkan misi
universal ordonya ke berbagai daerah. Untuk mempertegas ciri khas ordonya,
Dominikus mengundang imam-imamnya untuk membicarakan berbagai
hal penting seperti pendidikan para imam Dominikan, kegiatan pewartaan,
kepemimpinan ordo dan penghayatan kaul kemiskinan. Oleh imamimamnya,

Dominikus sendiri diangkat sebagai pemimpin ordo pertama.
Ia pun diangkat sebagai pemimpin misi kepausan di Lombardia, tatkala
umat di wilayah itu diresahkan oleh ajaran sesat. Bersama Kardinal Egolino,
Dominikus melancarkan perlawanan gencar terhadap berbagai ajaran sesat:
gaudium etsi laboriosum – gembira meskipun melelahkan.

Ketika Dominikus hidup, dunia sedang dalam keadaan kacau balau.
Populasi pertanian di Eropa beralih menjadi pusat-pusat perkotaan,
menimbulkan gelombang perubahan yang mempengaruhi kehidupan
termasuk perekonomian, kehidupan sosial, politik dan keagamaan.
Perguruan Tinggi yang didirikan di pusat-pusat perkotaan baru ini menarik
generasi muda dan juga perhatiannya. Oleh karena itu, di akhir hidupnya,
Dominikus mengonsentrasikan diri untuk mengatur kehidupan ordo
serta membuat perjalanan panjang ke Italia, Spanyol dan Prancis untuk
berkhotbah serta membangun rumah-rumah biara yang baru. Semasa
hidupnya, Dominikus juga melihat ordo yang didirikannya berkembang
hingga ke Polandia, Skandinavia dan Palestina, juga di Canterbury dan
Oxford di Inggris. Beberapa anggota Ordo Dominikan yang cukup dikenal,
antara lain: Thomas Aquinas , Albertus Magnus, Pius V, Martinus de Porres,
Katarina Siena, Rosa de Lima.

Akhirnya, Dominikus meninggal dunia di Bologna pada tanggal 6
Agustus 1221 setelah menderita sakit keras. Tentang Dominikus, rekanrekannya
berkata, “Ia terus berbicara dengan Tuhan dan tentang Tuhan; siang
hari ia bekerja bagi sesamanya, dan malam hari ia berkontak dengan Tuhan.”
Sebelum meninggal, Dominikus berpesan, “Tetaplah teguh dalam cinta kasih
dan kerendahan hati, dan jangan tinggalkan kemiskinan!” Dua belas tahun
setelah kematiannya, yakni pada 3 Juni 1234, dia dikanonisasikan menjadi
orang kudus oleh Paus Gregorius IX yang adalah juga sahabat dekatnya dari
Venisia. Ia juga diangkat sebagai pelindung para astronom, dan pestanya
dirayakan setiap tanggal 8 Agustus.

Refleks i Teologi s
Dodi, Doa dan Studi
Forti animo esto, in proximo est ut a Deo cureris
Tetapkan hati, penyembuhan dari Allah sudah dekat saatnya.”

Hidup dalam persaudaraan sejati, “sehati dan sepikiran menuju Allah”,
adalah tujuan pertama hidup Ordo Praedicatorium (OP). Hidup seorang
Dominikan ditujukan untuk “berbicara dengan dan tentang Tuhan”. Oleh
karena itu, doa menjadi bagian hidup sehari-hari seorang Dominikan.
Selain itu, mereka juga senantiasa bertekun mencari kebenaran lewat studi.
Studi menjadi kegiatan bersama, di mana setiap anggota yakin bahwa tidak
ada seorang pun yang mempunyai monopoli atas kebenaran (Veritas). Di
sinilah, Dominikus melihat studi sebagai suatu bentuk spiritualitas. Sejak
awal, ia mengirimkan para pengikutnya ke pusat-pusat studi Eropa untuk
mewartakan Injil sekaligus menimba ilmu. Oleh karena itulah, mereka
mendirikan biara-biara sebagai sumber dan pusat pengetahuan, di Paris -
Prancis, Madrid - Spanyol, Roma dan Bologna - Italia. Mereka juga diutus
untuk menjawab pelbagai tantangan hidup studi yang berkembang pesat
di Eropa dengan bertumbuhnya universitas-universitas baru. Sejak awal
didirikan, para imam Dominikan mengajar di berbagai pusat pendidikan di
Eropa, seperti Sorbonne, Oxford, Toulouse, Bologna, dan lain-lain.

Di sinilah saya jadi teringat ketika menjalani pastoral di Seminari Wacana
Bhakti dan Kolese Gomzaga, Jakarta, sekitar tahun 2002. Adalah seorang
seminaris yang bernama Dodi, yang bisa berarti doa dan studi. Saya juga
melihat bahwa Dominikus menekankan hidup doa dan studi secara utuh
dan penuh. Baginya, ada kaitan erat antara hidup doa dan studi. Hal inilah
yang tampak dihidupi secara serius oleh Dominikus dan para pengikutnya
bukan? Sebut saja, Thomas Aquinas, sebagai doktor Gereja yang ajarannya
selalu memperkaya refleksi teologi. Raymundus Penyafort, pelindung para
ahli hukum Gereja. Pius V, Paus yang mengemban tugas Konsili Trente.

Di abad ke-20 ini, Ordo Dominikan juga melahirkan pemikir-pemikir
Gereja yang memberi wawasan baru dalam hidup menggereja, seperti JM.
Langrange yang mendirikan pusat studi Kitab Suci di Yerusalem, Anawati
yang mempelopori dialog dengan Islam, atau Yves Congar yang menekankan
pentingnya Roh Kudus dan peranan awam dalam Gereja.

Dalam perkembangan selanjutnya, spiritualitas studi ini dihidupi
oleh para Dominikan (imam, bruder, suster kontemplatif/aktif dan
awam) dengan cara yang lebih beragam. Selain menekankan pentingnya
memperdalam ilmu-ilmu gerejawi, mereka juga terlibat dalam disiplin ilmu
lainnya. Bidang sosial-politik diperkaya oleh kehadiran Bartolomeus de las
Casas, yang menjadi tokoh pembebasan perbudakan orang-orang Indian di
Amerika Latin.

Jejak mereka saat ini diikuti oleh banyak anggota Dominikan lainnya
termasuk Gustavo Gutiérrez, seorang pemikir teologi pembebasan. Bidang
ilmu pengetahuan alam diperkaya oleh kehadiran Albertus Agung, ahli biologi
dan zoologi yang kemudian diangkat sebagai santo pelindung para ahli ilmu
pengetahuan alam. Dominikan juga bekerja dalam bidang kesenian. Beato
Angelico, misalnya, adalah pelukis abad pertengahan yang karyanya masih
dikagumi banyak seniman sampai saat ini, atau Sigfrid Undset (+1949,
peraih Nobel Literatur 1928 dari Norwegia). Tak ketinggalan pula Katarina
dari Siena, seorang mistikus yang menyatukan Gereja.

Jelasnya, sebuah komunitas Dominikan. yang dibangun dalam hidup
doa dan studi akhirnya harus mampu membuat seorang Dominikan menjadi
pelayan umat Allah yang efektif di segala tempat. Ia diharapkan untuk terus
 “berkontemplasi dan membagikan buah kontemplasinya” (Contemplari et
contemplata aliis tradere). Inilah inti pewartaan Dominikan. Doa dan studi
tidak boleh hanya berhenti demi keselamatan jiwa pribadi, tapi harus menjadi
awal penyelamatan banyak jiwa. Saat ini, Dominikan hadir di 104 negara,
yang terdiri dari kurang lebih para imam (10.000), suster kontemplatif
(7.000), suster aktif (51.000), dan Dominikan awam (74.385).

Ep i log
Filioli mei, non diligamus verbo neque lingua, sed opera et veritate
Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan
atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran

Dominikus dikenal sebagai seorang pengkhotbah sekaligus pendoa, yang
bersahabat dengan Fransiskus dari Asisi, seorang imam miskin yang rendah hati.

Kedua ordo mereka, yaitu: Dominikan dan Fransiskan, membantu umat kristen hidup
lebih kudus. Bicara soal kekudusan, Dominikus sendiri adalah orang yang kudus: Ia
tekun berdoa dan selalu mendorong umatnya untuk selalu bersikap rendah hati
dan melakukan silih juga doa rosario. Sepenggal kisah, ketika Dominikus ditanya,
buku apakah yang ia pergunakan untuk mempersiapkan khotbah-khotbahnya
yang mengagumkan itu. Ia menjawab, “Satu-satunya buku yang aku gunakan adalah
buku cinta; Injil Yesus Kristus itulah buku cintaku.”

Berkat Dominikan
Semoga Allah Bapa memberkati kita
Semoga Allah Putra menyembuhkan kita
Semoga Allah Roh Kudus menerangi kita
dan memberi kepada kita
mata untuk melihat
telinga untuk mendengar
tangan untuk melaksanakan karya Allah
kaki untuk berjalan dan mulut untuk
mewartakan Sabda Keselamatan.
semoga Malaikat Perdamaian menjaga kita,
dan akhirnya berkat Rahmat Tuhan
membawa kita ke Kerajaan-Nya
Amin.

0 komentar:

Posting Komentar