Teresa Avila
PROLOG
Teresa dari Avila juga dikenal dengan
nama “Teresa dari Yesus” atau “Teresa Besar”. Ia yang dibaptis
sebagai Teresa Sanchez de Cepeda y
Ahumada adalah seorang mistikus dari Spanyol
dalam sejarah Gereja Katolik. Tulisan-tulisan rohani
dari biarawati Karmelit yang termasyhur ini sangat terkenal, padahal dia tidak
memiliki latar pendidikan yang sangat tinggi. Hal ini mengindikasikan, bahwa
dia lebih banyak belajar dari Roh Kudus daripada dari guru-guru yang lain. Dia sendiri adaah seorang pembaharu dari Ordo Karmelit dan bersama dengan Yohanes dari Salib dianggap sebagai pendiri Karmelit Tak Berkasut ” (Ordo Carmelitarum
Discalceatorum-OCD). Pada tahun 1970, dia diberi gelar Doktor Gereja
oleh Paus Paulus VI. Popularitasnya juga merambah ke dunia seni. Ada patung, film, drama,
buku satra, syair lagu, novel, puisi, orkestra yang terinspirasi dari
pengalaman mistik Teresa Avila ini.
"Hanya cinta saja
yang memberikan nilai untuk segala sesuatu."
(Theresia
dari Avila)
Bicara soal
Teresa Avila, ada pelbagai macam penggambaran. Beberapa diantaranya:
- Teresa Avila menjadi inspirasi bagi salah satu patung yang paling terkenal, “The Ecstasy of St Teresa” di Santa Maria della Vittoria, Roma.
- Simone de Beauvoir, filsuf Perancis menghadirkan Teresa Avila sebagai wanita yang “hidupnya untuk dirinya sendiri” dalam bukunya The Second Sex .
- Santa Teresa Avila juga menjadi fitur yang menonjol dalam lagu Joan Osborne.
- Teresa Avila adalah karakter utama dari opera “Empat Orang Suci di Kisah Tiga oleh komponis Virgil Thomson dengan libretto oleh Gertrude Stein.
- Teresa Avila disebutkan secara jelas oleh Kathryn Harrison, dalam karakter utama, Francisca De Luarca.
- RA. Lafferty sangat terinspirasi oleh tulisan Teresa Avila (El Castillo Interior), ketika ia menulis novelnya yang keempat (kutipan dari karya St Teresa sering digunakan sebagai judul bab dalam novelnya).
- Pierre Klossowski mengangkat Teresa Ávila dalam novel metafisisnya “Baphomet”.
- George Eliot menulis secara singkat tentang kehidupan dan karya-karya Teresa Avila dalam "Prelude" untuk novel.
- Penyair kontemporer Marjorie Graham menampilkan fitur Teresa Avila di breakdancing puisi dalam volume nya “The End of Beauty”.
- Sebuah film biografi yang disutradarai oleh Ray Loriga, “Teresa, el cuerpo de Cristo” di Spanyol pada tahun 2007. Paz Vega adalah aktris yang memerankan Teresa Avila.
- Barbara Mujica mengangkat Teresa Avila dalam novel “Suster Teresa.”
- Teresa Avila adalah subyek yang digambarkan oleh aktris Kate Wilkinson dalam sebuah drama pada tahun 1959, "La Madre".
- Seniman Linda Montano menyatakan bahwa Teresa Ávila membawa pengaruh paling penting pada pekerjaannya, terlebih sejak dia kembali menjadi Katolik di tahun 2000-an
- Concha Velasco menggambarkan Teresa Avila dalam film “Teresa de Jesús”, sebuah serial televisi di tahun 1984, yang disutradarai oleh Josefina Molina .
Menakjubkan! Ternyata banyak orang dari pebagai
kalangan yang mengenal dan terinspirasi dari sosok Teresa Avila, bukan? Teresa sendiri dilahirkan
di Gotarrendura (Ávila),
Old Castile, Spanyol
pada tanggal 28 Maret
1515 .
Ia meninggal di Alba de Tormes, Salamanca,
Spanyol, pada 4 Oktober
1582 dalam
usia 67 tahun. Kakek dari
ayahnya, Juan de Toledo, adalah seorang Yahudi yang beralih ke Kristen
dan dituduh oleh Inkuisisi Spanyol karena kembali kepada kepercayaan Yahudi. Ayahnya, Alonso
Sánchez de Cepede,
membeli gelar ksatria dan berhasil berasimilasi ke dalam lingkungan Kristiani. Ibu Teresa bernama Beatriz Davila y Ahumada. Mereka adalah keluarga yang cukup kaya dan tepandang. Ayahnya seorang yang sangat mengasihi
kaum miskin dan penuh belaskasih terhadap orang sakit. Sementara ibunya adalah
seorang wanita yang
cantik,
cerdik dan saleh. Teresa sendiri mempunyai 11 saudara (2 puteri dan 9 putera). Teresa dan kakaknya, Rodrigo
suka sekali membaca riwayat hidup para kudus dan para martir.
Sebagai seorang ’naturaliter christian’
(dari sananya sudah menjadi Katolik, karena baptis bayi), Teresa telah terpanggil untuk menjadi martir
bagi Tuhan. Baginya, tampaknya
menjadi martir adalah cara mudah untuk dapat pergi ke surga. Namun rencananya digagalkan oleh
pamannya ketika dia mencoba melarikan diri dari rumahnya menuju
tanah orang Moor bersama Rodrigo, kakaknya melewati
salah satu dari 88 pintu gerbang yang ada. Untuk
yang kedua kalinya, dia melarikan diri menyusuri lorong-lorong kota Avila
mencari kekasih hatinya yakni Yesus. Hatinya tertangkap oleh Yesus sehingga dia
bermadah:
“Aku bukan milikku lagi, Aku telah
menyerahkan diri.
Aku menyerahkan diri kepada Allah,
Aku menyerahkan diri kepada Allah,
maka kini CintaNya menjadi milikku
dan aku menjadi milikNya.
Kami tukar menukar.
Maka Cintaku menjadi milikNya dan aku menjadi milikNya selalu.
Aku bukan milikku lagi karena aku telah menyerahkan diri”.
Kami tukar menukar.
Maka Cintaku menjadi milikNya dan aku menjadi milikNya selalu.
Aku bukan milikku lagi karena aku telah menyerahkan diri”.
Namun demikian, ketika Teresa tumbuh menjadi seorang gadis remaja, ia
berubah. Ia banyak membaca buku-buku novel dan kisah-kisah roman picisan sehingga ia
tidak mempunyai banyak waktu lagi untuk berdoa. Ia lebih banyak memikirkan cara merias
serta mendadani dirinya agar tampak cantik. Tetapi, setelah ia sembuh dari
suatu penyakit parah, Teresa membaca sebuah buku
rohani tentang St. Hieronimus. Pada saat itu juga, ia bertekad
untuk menjadi “mempelai Kristus”. Katanya sendiri, “To reach something good it is very useful to have gone
astray, and thus acquire experience.” - Untuk mencapai sesuatu
yang baik sangat berguna untuk ‘gelap’,
dan dengan demikian memperoleh pengalaman."
Perjalanan
panggilan hidup berikutnya mengantarkannya
memasuki biara Karmelit.
Biara itu memang besar dengan jumah anggota ratusan suster. Ketika menjadi seorang
biarawati, kesehatannya buruk. Pada
masa awal pengalaman sakitnya, dia mengalami periode ekstase keagamaan melalui bacaan "Tercer
abecedario espiritual," (Alfabet Spiritual Ke-3) yang dipublikasi pada
tahun 1527 dan
ditulis oleh Francisco de Osuna. Dia juga membaca buku “Tractatus de oratione et meditatione” karya Peter Alcantara.
Dia menyatakan bahwa
selama sakit, dia naik dari tingkat terendah, yakni "ingatan",
ke "devosi keheningan" atau bahkan ke "devosi ekstasi",
yang merupakan salah satu persatuan yang sempurna dengan Allah. During this final stage, she said she frequently
experienced a rich "blessing of tears."Selama tahap akhir,
katanya dia sering mengalami kekayaan iman "berkat air
mata."As the Catholic distinction between and venial sin became clear to her, she says she came
to understand the awful terror of sin and the inherent nature of original sin.
Di hadapan lukisan Yesus, ia merasakan suatu kesedihan yang mendalam bahwa
ia tidak lagi mencintai Tuhan. Sejak itu, ia semakin berusaha untuk hidup hanya bagi Yesus saja, tidak peduli betapa pun besarnya pengorbanan
yang harus dilakukannya. Ya hati memang selalu punya alasan
yang tidak dikenal oleh akal, seperti ucapan Blaise Pascal, “Le coeur a ses
raisons que la raison ne connait pas”.
Pada tahun 1556, banyak teman menyatakan kepada Teresa bahwa “pengetahuannya” berasal dari roh jahat,
maka ia
mulai menjalani penyiksaan diri. Tapi rekannya, Francis Borgia seorang biarawan Jesuit, memastikan dia
bahwa inspirasi rohaninya berasal dari
Tuhan. Tiga tahun kemudian, persis pada perayaan St. Petrus (tahun 1559), Teresa yakin bahwa Yesus hadir
dalam tubuhnya. Vision ini sendiri hadir selama dua
tahun dalam hidupnya. Dalam vision
lainnya, Teresa menuliskan bahwa ada malaikat (seraphim) yang menusukkan tombak emas ke jantungnya. Ingatan
akan kejadian ini mendorongnya untuk semakin mengikuti
penderitaan Yesus, tercatat sebagai mottonya:
"Bapa, biarkan aku menderita atau
biarkan aku mati." Vision Teresa ini sendiri menjadi
hasil karya Bernini paling terkenal, berjudul: “Ekstase St. Teresa”, di Santa Maria
della Vittoria, Roma.
Setelah 20 tahun lamanya mengalami pelbagai penglihatan dan pengalaman
rohani lainnya, Teresa berketetapan untuk semakin melepaskan
diri dari hasrat berhubungan dengan orang lain secara tetap, dan dia pun lebih
hidup menyendiri untuk berdoa. Kemudian, pada saat ayahnya
meninggal dunia, Teresa jatuh sakit dan koma untuk 4 hari lamanya disusul
dengan kelumpuhan selama 3 tahun. Dalam penderitaannya ini, hati Teresa semakin mantap dan maju pesat dalam
meditasi dan kontemplasi. Teresa banyak menerima karunia yang dianugerahkan
Tuhan kepadanya. Dia pun sering mengalami ekstase. Begitu mendalam
kontemplasinya, sehingga pada suatu hari para suster lainnya mengira
bahwa Teresa sedang meregang jiwa. Kedua matanya sudah ditutupi dengan lilin, tapi tiba-tiba ia bangun kembali. Ketika ditanya apa rasanya mati, Teresa
menjawab: “Kematian adalah ekstase.”
Pada tahun 1560, ia melihat kesengsaraan orang dalam neraka. Sejak saat itu dia
berikrar untuk selalu berbuat lebih baik. Ketika berumur 50-an tahun, persisnya pada
tanggal 24
Agustus 1562, Teresa dengan beberapa suster lainnya berniat mendirikan
sebuah biara yang berpegang teguh pada gerakan Karmel yang asli, yaitu supaya
para suster hidup lebih sederhana semata-mata demi kemuliaan nama
Tuhan. Pilihan hidupnya terletak pada tiga pilar pokok, yakni: kemiskinan,
kesunyian dan hidup doa.Bersama dengan
kehidupannya yang baru ini, Teresa mengganti namanya dengan “Theresa dari Yesus”.
Pilihannya ada pada: kemiskinan, kesunyian dan
hidup doa.
Untuk diketahui,
pada masa itu kebanyakan biara tidak dapat menahan “serangan” dari hal-ikhwal yang bersifat duniawi. Banyak orang
masuk biara bukan untuk hidup doa semata, melainkan untuk
melarikan diri dari keluarga dan permasalahan
hidup. Seiring perjalanan waktu, dengan bantuan seorang Karmelit lain, Yohanes dari Salib, Teresa dibimbing
lewat penglihatan-penglihatan yang bersifat supernatural sehingga ia dapat mendirikan banyak biara Karmel pembaharuan, yang lebih berorientasi pada hidup kontemplasi. Para Karmelit ini sekarang biasa disebut “Karmelit
tak berkasut” (Ordo Carmelitarum
Discalceatorum-OCD), seperti yang ada
di Lembang-Jawa Barat, Bajawa-Flores, dan Kakaskasen-Sulawesi Utara).
Dalam kenyataan hidupnya,
Teresa memang tidak sepenuhnya menjadi pendoa kontemplatif
yang mundur dari keramaian dunia, karena dia banyak melayani para suster,
imam dan kaum awam yang tertarik pertama-tama oleh kepribadian dan pengalaman imannya yang hidup. Tulisan-tulisannya
seperti “Puri Batin” (Inggris: The
Interior Castle) dan “Jalan Kesempurnaan” (Inggris: The Way of Perfection)
menunjukkan kedalaman hikmat dan kebijaksanaannya. Tulisan-tulisannya sendiri tidak
banyak diwarnai dengan hal-hal yang bersifat teologis, melainkan lebih bersumber pada Roh Kudus yang berbicara lewat hatinya.
Buku-bukunya yang lain, termasuk auto-biografinya, “The Life of Teresa Avila, merupakan bagian integral dari literatur Renaissance Spanyol serta mistisisme dan meditasi Kristiani. Ia mengajarkan
bahwa kita harus memiliki kepercayaan yang besar akan kasih penyelenggaraan
Tuhan bagi kita. Ia kerap menulis bahwa seseorang yang memiliki Tuhan, tidak akankekurangan sesuatu apapun. Tuhan saja sudah cukup.
Satu hal yang pasti: Teresa adalah seorang pemimpin besar yang sungguh-sungguh mengasihi Yesus
serta Gereja Katolik. Ia adalah seorang perempuan kudus yang penuh wibawa, polos, cantik dan
memiliki kepribadian menarik. Ia sendiri meninggal dunia di usia 67 tahun pada tahun 1582. Gereja menetapkan Teresa Besar sebagai pelindung para
penderita sakit kepala. Ia dimakamkan
di gereja Alba de Tormes, Salamanca. Empat
puluh tahun setelah kematiannya, ia dinyatakan kudus oleh Paus Gregorius XV pada tahun
1622. Ia juga digelari Pujangga Gereja oleh Paus Paulus VI pada tahun 1970. Kata-kata terakhirnya sebelum meninggal adalah: "Tuhanku, sekarang saatnya untuk beralih. Wahai Tuhan dan pasanganku, saat itu, saat yang kurindukan
telah datang. Saatnya untuk
bertemu satu sama lain..."
REFLEKSI TEOLOGIS
DOA
“Dikuatkan
Oleh Allah”
“Take
God for your spouse and friend
and
walk with Him continually,
and
you will not sin, will learn to love,
and
the things you must do will work out prosperously for you.”
“Ambillah Tuhan sebagai pasangan dan temanmu
dan berjalanlah dengan-Nya terus-menerus,
dan kamu tidak akan berbuat dosa.
Kamu
akan belajar untuk mencintai,
dan hal-hal yang kamu lakukan semuanya akan berhasil."
Apa itu doa? Secara sederhana, doa adalah relasi cinta kita dengan Allah, jadi doa tidak dalam bentuk permohonan terus. Doa bisa juga dalam bentuk mazmur,
kidung, bisa dalam rupa pujian, ratapan, curhatan, syukur dan sebagainya. Gereja
Katolik sendiri mengenal pelbagai jenis doa. Misalnya: Doa-doa dasar (Tanda Salib, Salam Maria, Bapa Kami, Kemuliaan, Malaikat Tuhan, Ratu Surga, Kidung Zakharia, Kidung Maria, Kidung Simeon, Doa Iman, Doa Harapan, Doa Kasih, dan lain
sebagainya). Ada juga doa-doa liturgis,
seperti Liturgi Harian (brevir: “laudes, horamedia, vesper,
completorium”) dan Liturgi Mingguan (Doa Bacaan, Doa Syukur Agung ketika Ekaristi Minggu, Doa ekumenis).
Ada juga doa tahunan (Doa pada Masa Advent, Masa Natal,
Masa Paskah, Prapaskah dan sebagainya). Ada juga doa-doa pribadi/kelompok dan pelbagai
doa devosi, antara lain: Doa-doa Devosi kepada Yesus (Jalan Salib, Sakramen Maha Kudus, Silih,
Litani, Jiwa Kristus) atau doa-doa devosi kepada Orang
Kudus (Litani, Rosario, santo/a pelindung,
novena)
Di lain matra, pada
awal abad ke-16,
negeri Spanyol hidup
dengan pelbagai
“gairah”. Ada huru-hara di luar dan di dalam tubuh Gereja. Kesatuan umat
Kristiani
juga terancam. Teresa
mau mengatasi segala kesulitan jamannya. Untuk itu, ia hanya melihat satu jalan keluar
yakni: DOA! Katanya, “Prayer
is nothing else than being on terms of friendship with God.” - Doa tidak lain tidak bukan berarti sebuah
persahabatan dengan Allah."
Yah, Teresa Avila mengingatkan kita bahwa doa membuat
kita semakin dekat, akrab, hangat dan bersahabat dengan Allah. Lebih lanjut
tentang hidup doa, Teresa menulis:
“Doa batin ialah pergaulan dengan seorang sahabat, kita
menyadari bahwa sahabat itu mencintai kita karena itu kita sering ingin
menjumpaiNya agar sempat berbicara dengan Dia, seorang diri, dengan penuh kemesraan.” Bagi Teresa Avila, letak keindahan dan kekuatan doa bukan pada banyak atau indahnya kata-kata melainkan
pada banyaknya mencinta, seberapa besar cinta kita kepadaNya. Satu
keyakinan iman yang bisa kita petik dari cerita
tentang Teresa Avila: Menyediakan
waktu terbaik kita setiap hari untuk keheningan dan doa kepada
Allah, tidak akan
merusak kegembiraan alami yang kita miliki, melainkan hanya menyalurkannya
sehingga motivasi hidup dan pelayanan kita terhadap sesama semakin dimurnikan dalam kasih Kristus.
Proses sebuah hidup doa wajar bertahap: Ada saatnya
merangkak, lalu berguling, merambat, jatuh, berjalan, berlari. Di sinilah
pepatah Jawa mendapat kebenarannya bahwa, memang benar kebahagiaan hidup itu
tidak ada yang sempurna, kabegjan iku tansah ana kekurangane.
Kata Teresa sendiri, doa harus senantiasa kita rindukan dan usahakan bukan hanya
untuk merasakan
sebuah “kenikmatan”, melainkan untuk menjadi semakin
kuat dalam mengabdi Tuhan, sehingga semakin tampak jelas odor
sanctitatis-nya (baca: aroma kesuciannya). Bukankah jelas, lewat figur dan pernyataan Teresa
Avila inilah, arti doa menjadi begitu sederhana tapi penuh makna, yakni: “Dikuatkan
Oleh Allah.” Bukankah tepat juga sebuah pernyataan iman Rasul Paulus, “tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata,
bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal melulu dari Allah, bukan dari
diri kami” (2 Kor 4: 7). Ssst…sudahkah
kita berdoa hari ini?
EPILOG
Teresa Avila terkenal karena menulis pelbagai buku doa dan mendirikan biara-biara Karmelit
yang baru. Biara-biara yang kerap disebut “Karmelit Tak Berkasut ” (Ordo Carmelitarum Discalceatorum-OCD) tersebut dipenuhi oleh para
biarawati yang rindu untuk hidup semakin kudus dalam Yesus.
Teresa sendiri memberi teladan hidup dan kesaksian nyata kepada mereka untuk hidup semata-mata demi Yesus.
Selain itu, Teresa
juga sempat
mengarang tiga
buku pokok spiritualitas di sela-sela perjalanannya yang panjang, yakni: “Riwayat Hidupnya”, “Jalan Menuju Kesempurnaan” serta “Puri Batin”. Dia juga menulis sajak doa
yang selalu dibawanya: “Janganlah
khawatir tentang apa pun, segalanya akan berlalu. Janganlah takut akan apa pun, Tuhan
tidak berubah. Kesabaran
akan menang atas segala. Barangsiapa
percaya akan Allah, tak akan kekurangan . Tuhan saja cukup.”
Yah, satu keutamaan iman yang bisa kita ingat dari
Teresa Avila adalah, “Ora et Labora. Berdoa dan bekerjalah.” Ia berdoa dengan cinta yang
menyala-nyala dan ia sekaligus juga bekerja keras dalam
melakukan
tugas-tugas biara dan menulis pelbagai buku spiritualitas.
Bagaimana dengan kita sendiri?
ASPIRASI
“Each
of us has a soul, but we forget to value it.
We don't remember that we are
creatures made in the image of God.
We
don't understand the great secrets hidden inside of us.”
“Setiap dari kita
memiliki jiwa, tetapi kita lupa untuk menghargainya. We don't remember that we are creatures made in the
image of God.
Kita tidak ingat bahwa kita adalah
makhluk yang diciptakan
menurut gambar Allah. We don't understand the great secrets hidden inside of
us.”
Kita tidak mengerti rahasia besar yang
tersembunyi dalam diri kita. "
(Teresa
Avilla)~The
bookmark of Teresa of Avila
0 komentar:
Posting Komentar