Prolog
Saya mengenal seorang
imam dari Ordo Salib Suci yang kebetulan waktu itu
bertugas di daerah
Cigugur Kuningan Jawa Barat. Saya mengenalnya tanpa sengaja
karena kebetulan keluarganya
merupakan umat saya di sebuah lingkungan Katolik
di kawasan Tangerang.
Romo Adi, kami biasa menyapanya. “Adi” sendiri bisa berarti,
Andal dalam Iman. Di sinilah kita akan
belajar juga untuk berani andal dalam iman,
dengan belajar dari
seorang imam diosesan Belgia. Theophile Verbist. Dialah pendiri
kongregasi imam imam CICM
(Congregatio Immaculati Cordis Mariae, Kongregasi
Hati Maria Yang Tak
Bernoda), yang memulai misinya di Cina dan Mongolia.
Sebuah Sketsa Profil
“Is fecit, cui prodest” - Barangsiapa yang berguna,
dia telah berbuat.
CICM merupakan singkatan
dari Kongregasi Hati Maria Tak Bernoda
(Lat.: Congregatio
Immaculati Cordis Mariae; Pranc.: Congrégation du Coeur
Immaculé de Marie; Bld.: Congregatie
van het Onbevlekte Hart van Maria).
Mereka juga dikenal
sebagai Scheut fathers atau Scheutists. CICM sendiri
adalah sebuah kongregasi
misionaris para imam Katolik Roma di Belgia,
yang didirikan oleh
Théophile Verbist, seorang imam diosesan di Brussel,
Belgia, pada tanggal 28
November 1862.
Sebetulnya siapa itu
Théophile Verbist? Verbist lahir di Antwerpen,
Belgia pada tahun 1823,
dan memiliki niat untuk menjadi seorang imam
sejak masih kecil. Ketika
saudara kembarnya sangat berminat untuk masuk
ke universitas dan menjadi
pengacara, Verbist sebaliknya, ia langsung masuk
ke dalam sebuah asrama
seminari demi mencapai cita-cita imamatnya.
Verbist adalah seorang
imam yang berkarya di Keuskupan Agung
Mechelen-Brussels. Ia
pernah menjadi seorang pamong di Seminari
Menengah, Malines dan
seorang pembimbing rohani di Akademi Militer
Belgia. Ia menyatakan
bahwa pikiran pertamanya untuk serius menjadi
seorang misionaris datang
ketika ia berusia 37 tahun. Dengan jujur, ia mensharing-
kan bahwa ia terinspirasi
oleh pelbagai karya sosial, yang merawat
anak-anak terlantar di
Timur Jauh dan di bagian lain di dunia. Di sinilah,
Verbist merasa bahwa ia
juga harus melakukan sesuatu yang lebih berarti
bagi masyarakat miskin di
belahan bumi yang lain, dalam hal ini ia memilih
Cina.
Setelah melewati banyak
kendala dan dengan bermodalkan upaya yang
kuat, akhirnya misi bagi
Cina disetujui oleh Paus, dengan rumah pembinaan
pertama terletak di
sebuah kapel di Scheut, di Kota Madya Anderlecht,
sebuah tempat ziarah
lama. Dari sini, nama Scheut fathers atau Scheutists
muncul dan dikenal.
Pada tahun 1865, Verbist
bersama empat teman dekatnya yang bersemangat untuk
bermisi, tiba di musim dingin tahun itu di Siwantze, Mongolia. Di sana, mereka
mulai mendirikan basis-basis kristiani untuk merencanakan pekerjaan
serta pengelolaan wilayah yang begitu luas yang terletak di depan mereka.
Mereka mulai mengorganisir komunitas-komunitas
Kristen kecil dan mulai
mendirikan sebuah panti asuhan dan sekolah serta asrama bagi para
seminaris.
“Sangat disayangkan
sekali bahwa kita masih begitu sedikit,” Verbist kerap
mengatakan ini kepada
dirinya sendiri setiap kali ia memandang pelbagai
tugas misi di depannya.
Tapi,bukankah kita pernah meyakini, adde parvum
parvo, manus acervus
erit: sedikit-sedikit
lama-lama menjadi bukit? Maka,
dengan bimbingan Roh
Kudus, Verbist dan beberapa rekan imam mampu
mengatasi pelbagai aral
yang melintang: alam yang keras, cuaca buruk,
jarak tempuh yang jauh
antara daerah yang satu dengan yang lainnya, juga
masalah bahasa lokal yang
sulit untuk dimengerti pada awalnya.
Para misionaris CICM ini
juga banyak menghadapi situasi kritis,
termasuk sakit,
kecelakaan, dan meninggal sebagai martir. Verbist sendiri
akhirnya meninggal di
desa Lao-Hu-Kou pada usia 45 tahun karena terkena
wabah tifus pada 23
Februari 1868, hanya tiga tahun setelah ia tiba di
Mongolia. Sekarang, CICM
berpusat di Roma, Italia, dengan menekankan
karya misi asing maupun
karya domestik.
Kongregasi ini semakin
berkembang, seturut waktu yang terus berjalan.
Hari ini 1.000 imam dan
saudara-saudara CICM menyebar-pencar di
pelbagai belahan dunia.
Mereka hadir di Asia: di Taiwan, Mongolia, Hong
Kong, Singapura,
Filipina, Indonesia dan Jepang. Mereka meluas di benua
Afrika: di Kongo, Kamerun,
Zambia, Senegal, dan Angola. Mereka juga
menyebar di benua
Amerika: Haiti, Republik Dominika, Guatemala, Brasil,
Meksiko dan Amerika
Serikat. Mereka pastinya juga merambah-ruah di
belahan Eropa: Belgia,
Belanda, Italia, Prancis dan Jerman.
Refleksi Teologis
Fofo, Focus For Others
Nil sine magno labore
vita dedit mortalibus.
Tanpa kerja keras,
kehidupan tak memberikan apapun kepada manusia
Natal tahun 2009, saya
diminta memberi renungan dan pesan Natal di
Senayan City buat semua
karyawan di sekitar kawasan itu. Disitulah, saya
berjumpa dengan seorang
pimpinan SCTV, bernama singkat, Fofo. Bagi
saya sendiri, Fofo bisa
berarti “Focus For Others”. Di sinilah, lewat figur dan
keteladanan Verbist, kita
diajak belajar untuk senantiasa tidak melulu berakar,
tapi juga berbuah bagi
orang lain. Berbuah sendiri pada dasarnya adalah
conditio sine qua non, atau menjadi sebuah
keniscayaan bagi setiap agama
dan setiap orang beriman,
apalagi para pengikut Yesus. Seperti disebut di
atas, Verbist mengajak
juga menginspirasikan setiap orang beriman untuk
berbuah. Ingatlah sebuah
perumpamaan Yesus, yang terkesan lebih jelas dan
bahkan lebih keras
mengatakan bahwa “Kapak sudah tersedia pada akar pohon
dan setiap pohon yang
tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan
dibuang ke dalam api (Luk 3:9). Hal yang sama
diulang dengan mengatakan,
“Sudah tiga tahun aku
datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak
menemukannya. Tebanglah
pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan
percuma!” (Luk 13:7). St. Yohanes
juga mengatakan sabda Yesus dengan
lebih tepat, “Setiap
ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan
setiap ranting yang
berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah”
(Yoh 15:2).
Kata kuncinya jelas
berbuah, dan dengan teladan hidup dan kesaksian
misionaris Verbist dapat
dimengerti dengan jelas bahwa iman seharusnya
mempunyai dampak sosial:
berbuah bagi dunia sekitarnya.
Baik juga, kalau kita
ketahui, terdapatlah sebuah lembaga, yakni:
“Verbiest Foundation”
(Yayasan Verbist) dari Universitas Katolik Leuven,
Belgia. Mereka membantu
banyak daerah miskin di Cina, antara lain: Desa
Lao-Hu-Kou (Lembah
Harimau). Sekitar 500 umat Katolik telah ada di
desa itu sejak abad
ke-18. Mereka adalah umat Keuskupan Chengde, yang
berpusat di Kota Hebei,
250 kilometer utara Beijing. Para pengurus yayasan
ini pernah juga datang
dan mengikuti sebuah misa di kapel desa itu dan
mengunjungi makam
terdekat dari sejumlah misionaris CICM pertama..Di
daerah ini juga, terdapat
patung Verbist karena di desa kecil inilah Verbist
banyak berkarya dan
akhirnya meninggal. Tampak jelas, bahwa iman kita
itu sangat bisa bersifat
sosial. Iman menjadi berbuah juga ketika iman itu
diwartakan bukan? Vaya
con Dios – mari pergilah bersama Tuhan.
Epilog
Cor Unum et Anima Una, itulah motto para
frater CICM yang saya kenal ketika
saya mengalami tahap
skolastikat bersama para frater CICM di bangku kuliah STF
Driyarkara. Cor Unum
et Anima Una secara sederhana bisa berarti Satu Hati, Satu
Jiwa. Anggota CICM sendiri
terdiri, dari pelbagai imam, frater dan para bruder,
dengan pelbagai latar
belakang dan warna pribadi. Mereka jelas berbeda, dan
tidak bisa di- gebyah-uyah
(disamaratakan begitu saja). Tetapi satu hal yang pasti,
mereka sama-sama datang
dan bersatu untuk mewartakan Kabar Sukacita Yesus
di mana pun mereka
diutus. Mereka diutus, terutama di tempat di mana pekerjaan
misioner masih dibutuhkan
dan di mana Injil Yesus Kristus belum dikenal serta
nilai-nilai Injili belum
menjadi bagian hidup.
Mereka bersama-sama
berkarya mewartakan keselamatan sebagai
anugerah Allah yang
membebaskan manusia dari segala sesuatu yang
memecah belah dan
menindas manusia lain. Mereka bersama-sama diutus
untuk menjadi saksi
persaudaraan sejati; merangkul setiap orang untuk
menjadi saudara. Diutus
menjadi saksi misi universal. Tentunya, dengan
semangat sehati sejiwa: “Oleh
karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid,” kata Kristus kepada
murid-murid-Nya. Verbist adalah seseorang
yang andal dalam iman,
yang hidup utuh dengan perintah Kristus itu dan
terus menginspirasi orang
lain, terlebih para anggota CICM, dengan sehati
sejiwa melakukannya terus
sampai hari ini. Ecce ego quia vocasti me! Inilah
aku, sebab Engkau telah
memanggilku.”
Cor Unum et Anima
Satu Hati, Satu Jiwa
(CICM)
2 komentar:
Salam Hormat Rm. Jost Kokoh
Sebuah Reflesi Teologis yang menginspirasi saya untuk terus berkaya di negri Paman Sam.
God Bless you, Que Dios le Bendiga!
Por la Salud, un solo corazón y una sola alma
Sonny Aryanto, CICM
San Antonio, Texas
terimaKASIH ya
salam verbist!
cor unum et anima una
Posting Komentar