“KOPASSUS”
Inigo, begitulah nama Ignatius
Loyola, adalah seorang anak bungsu dari 12 bersaudara. Ia terlahir di Basque,
daerah utara spanyol dari keluarga bangsawan di Puri Loyola. Di tempat inilah,
Inigo dibesarkan dan memulai takdirnya dalam hidup kebangsawanan dan juga
ksatria. Pada umur 14 tahun, dia mulai dididik untuk menjadi bagian dari
kebangsawanan Raja Spanyol. Sebagian orang lebih terkesan dengan Ignatius
karena dia adalah seorang bangsawan spanyol, atau lebih sering dikenal sebagai
sosok “prajurit” ataupun ksatria.
Kisah hidupnya yang menjadi awal
dimana Tuhan menyapa dirinya, yaitu pertempuran di Pamplona, merupakan kisah
Ignatius yang heroik sekaligus tragis, yang akhirnya menjungkirbalikkan logika
dan perspektif hidupnya. Dari kisahnya, kita bisa melihat bahwa Ignatius
sendiri dengan rendah hati mengakui bahwa dirinya adalah pendosa, bukan sosok
yang sempurna, penuh dengan ambisi, ketakutan dan egoisme, sosok yang idealis.
Namun dalam perjalanan hidupnya lebih jauh kita bisa melihat sosok Ignatius
yang adalah seorang mistikus, pendoa, pemimpin rohani dan juga teman yang baik
serta rendah hati. Lewat Ignatius jugalah, sebuah spiritualitas untuk menemukan
Tuhan di dalam segala sesuatu, dalam realitas konkret hidup kita sehari-hari
menjadi sebuah bentuk spiritualitas yang sangat pokok dalam pertumbuhan Gereja
dan umat beriman. Warisan Ignatius lainnya adalah “Pembedaan Roh” yang tentunya
menjadi alat bantu yang jitu dalam membangun dan menghayati iman katolik dan
hidup rohani kita.
Merupakan
sebuah kewajaran bahwa sebagian orang mungkin melihat dan menganggap Ignatius
sebagai seorang santo tipikal abad pertengahan: seorang pendoa, seorang yang
bijaksana, asketik/bermati raga, dan seorang beriman. Tapi, teman-teman
Ignatius selama kuliah di Paris, tidak hanya melihat Ignatius sebagai orang
yang asketik/bermati raga tetapi juga merupakan seseorang yang sungguh antusias
dengan jamannya, akrab dengan perkembangan jaman dan sesuatu yang baru di jamannya
waktu itu. Singkat kata, walau menjadi seorang yang sangat religius, Ignatius
juga bergaul secara dekat dengan hiruk-pikuk dunia dan menikmati
kegembiraannya.
Ignatius
menggarisbawahi sebuah pandangan bahwa dunia ini adalah baik adanya. Ignatius melihat
dunia sebagai sesuatu yang indah, penuh dengan karya dan keagungan Tuhan. Maka
tak heran ketika ia mengirim banyak
pengikutnya ke berbagai penjuru dunia. Dalam korespondensinya, selain
meminta para pengikutnya untuk melaporkan karya apostolik mereka, ia juga
meminta sharing laporan-laporan menarik lainnya berkaitan dengan situasi tempat
karya: budayanya, bahasa, alam dan tumbuhannya, adat istiadat, musim dan
cuacanya, bahkan sampai dengan soal-soalnya yang berkaitan dengan ilmu alam,
astronomi dan juga budaya.
Jelasnya,
Ignatius adalah seseorang yang mencintai dunia. Mungkin bukan tipikal seorang
santo yang “menolak” dunia, sebaliknya Ignatius sangat dekat dengan mentalitas
jaman dan berusaha untuk merangkul banyak orang di jamannya merengkuh kekayaan
dunia dan mempersembahkannya kepada Tuhan sendiri. Ignatius ingin mengajak kita
semua untuk menyadari sungguh indahnya dunia. Ignatius ingin supaya kita
sungguh bisa memanfaatkan dunia yang kompleks, indah dan penuh pesona ini
sebagai sebuah medan untuk pada akhirnya membawa semakin banyak orang mencintai
penciptanya. Dunia perlu kita rangkul dan dari situ pula kita mengusahakan
kesucian: menjadi semakin manusiawi, menjadi semakin “mendunia” tetapi tetap
demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar. Ignatius selalu mengajak kita untuk
mengenal sungguh potensi kemanusiaan kita, mengenal lingkungan kita, mengenal
kelemahan kita dan pada saat yang sama memahami hidup kita di dalam dunia ini
merupakan sebuah pejiarahan bersama Tuhan sendiri.
Tanggal 31 Juli adalah Pesta Santo
Ignatius Loyola. Beberapa imam Jesuit biasanya mengajak kita selama 9 hari dari
tanggal 22 Juli hingga 30 Juli merenungkan kisah hidup Santo Ignatius Loyola
sekaligus berdoa Novena Santo Ignatius Loyola. Di bawah ini disaji-kenangkan
cuplikan kisah hidup Santo Ignatius dan juga renungan singkat yang bisa
dipakai, yang saya ambil dari blog www.ignatiusloyola.net, tentunya untuk membantu pelaksanaan novena kita secara
pribadi.
1.
Inigo dan Masa Mudanya-Novena
Hari 1
Hari ini adalah Hari Pertama dari
Novena Santo Ignatius Loyola. Dalam hari-hari ini kita bisa merenungkan kisah
hidup Santo Ignatius dan juga bercermin dari kisah itu, perlahan-lahan melihat
hidup kita sendiri, dan akhirnya berefleksi serta bisa mendoakan novena Santo
Ignatius berturut-turut sampai tanggal 30 Juli. Berikut ini kisah Santo
Ignatius, untuk hari pertama.
Inigo, begitulah nama Ignatius
Loyola, adalah seorang anak bungsu dari 12 bersaudara. Lahir di Basque, daerah
utara spanyol dari keluarga bangsawan di Puri Loyola. Di tempat inilah Inigo
dibesarkan dan memulai takdirnya dalam hidup kebangsawanan dan juga ksatria.
Pada umur 14 tahun dia mulai dididik untuk menjadi bagian dari kebangsawanan
Raja Spanyol.
Masa mudanya penuh dengan semangat
dan gaya hidup bangsawan serta didikan untuk menjadi seorang ksatria, yang
tentunya menarik hati banyak wanita dalam romantisme kebangsawanan atau juga machoisme
sebagai seorang ksatria. Sulit untuk menduga bahwa garis hidup yang demikian
adalah cara Tuhan “menggodok” seorang Santo
Renungan:
Sebagaimana kita merenungkan kisah
hidup Inigo, apa yang anda pikirkan tentang hidup anda sendiri? Mungkin kita
sering merasakan dimanakah Tuhan dalam hidup saya ketika saya berjuang jatuh
bangun untuk membangun diri dan hidup yang saya impikan? Seringkali cara
terbaik untuk menemukan Dia, adalah dengan tetap setia dan sabar melihat
kedalaman diri dan hati tanpa judgement, tanpa prasangka, berpikir positif dan
tetap percaya bahwa Tuhan hadir dan menyertai. Melihat secara realistis apa
yang terjadi dalam hidup, merefleksikannya di dalam kedalaman hati kita, jujur
dan tulus dengan hidup ini bisa jadi merupakan “jalur” yang baik untuk
menemukan kehendakNya.
Kisah hidup berikut adalah sebuah kisah
pertempuran di Pamplona. Dalam pertempuran dahsyat antara Spanyol dan Perancis,
Inigo dengan semangat gagah berani ikut mempertahankan mati-matian benteng
Pamplona dari serbuan massal pasukan Perancis. Semangatnya yang pantang mundur
membuatnya tetap bertahan dan mengambil alih kendali pasukan ketika pasukan
Spanyol sendiri sudah banyak yang putus asa dan lari menyelamatkan diri.
Dalam pertempuran yang hebat itu,
sebuah peluru meriam menerjang kakinya, meninggalkan Inigo dengan luka dan
cedera yang serius. Dia pun harus dipapah pasukan Perancis sebelum akhirnya
dibawa kembali ke Loyola. Cedera kakinya, yang membuatnya pincang sungguh
meruntuhkan kebanggaan dirinya, ambisi pribadi, kepercayaan diri, dan juga
mimpi-mimpinya. Dia menjadi frustrasi karena cedera ini seperti menyingkirkan
dia dari aksi-aksi kebangsawanan yang gagah berani dan tentu saja kesempurnaan.
Saat kegagalan di Pamplona rupanya
menjadi saat dimana Tuhan berkarya. Kekalahan Spanyol adalah berkat buat Inigo.
Saat-saat sakitnya adalah moment penting bagi Inigo untuk merasakan sentuhan
Tuhan dan membuat dirinya sungguh bisa bekerja sama dengan rahmat Tuhan
sendiri. Bukankah memang seringkali moment-moment yang penting dalam perubahan
hidup kita terjadi ketika kita dalam kekecewaan, tak berdaya, dan pada saat
kita gagal? Saat-saat itu bisa sungguh menjadi saat dimana kita mulai memahami
cinta dan hidup yang mendalam; menjadi sebuah moment dan tempat dimana kita
menemukan benih-benih untuk berkembang dalam hidup.
Renungan:
Apakah ada dalam moment hidup anda
yang mengingatkan anda akan peristiwa Pamplona sebagaimana Inigo alami- saat
dimana anda bertindak tanpa hati-hati, dengan kenekatan dan keberanian? atau
ketika anda sungguh merasa tak berdaya dan dalam kegagalan? Kalau melihat ke
belakang, melihat peristiwa-peristiwa itu, apa yang bisa anda rasakan dan
pikirkan sekarang ini?
2. Inigo, Mimpi dan Pengorbanannya-Novena Hari 2
Inigo mengalami pertobatan yang
radikal ketika berada dalam masa pemulihan dari cedera kakinya yang didapat
dalam pertempuran di Pamplona (baca Novena
Hari 1). Selama berbaring di Puri Loyola,
dia banyak membaca kisah para Santo, dan juga buku-buku spiritualitas yang
akhirnya mengubah perspektif hidupnya, yang semula dipenuhi dengan ambisi
kebangsawan menjadi ambisi untuk membaktikan diri pada semangat-semangat religius,
dan persembahan diri pada Tuhan. Pertobatan ini membuat dirinya berani untuk
pergi meninggalkan Puri Loyola dan memulai pejiarahan.
Dalam perjalanan pejiarahannya,
Inigo sampai di Manresa tepatnya di dekat Biara Montserrat, di atas pegunungan
yang indah. Di situ dia melakukan pengakuan dosa, yang menurut tradisi biasanya
dilakukan selama 3 hari. Dalam proses pejiarahan batinnya di Manresa inilah
Inigo pertama kali menuliskan pengalamannya dan juga insight rohaninya yang
mendalam tentang doa, yang menjadi salah satu bagian pokok dalam Latihan Rohani
Santo Ignatius yang terkenal itu.
Pengalaman rohani yang mendalam di
Manresa ini mengantar Inigo untuk masuk ke dalam keputusan lain yang lebih
radikal, untuk mengikuti Tuhan: Dia memberikan pakaian kebangsawanannya kepada
seorang pengemis, dan menukarnya dengan pakaian sederhana khas pejiarah. Dia
juga menyerahkan pedangnya di atas altar sebagai simbol penyerahan atas masa
lalu dan juga nilai-nilai yang dia pegang dalam hidupnya terdahulu, serta juga
sebagai simbol atas komitmentnya dalam membaktikan diri pada Tuhan.
Renungan:
Dapatkah anda melihat saat-saat
dalam hidup anda ketika anda dipenuhi oleh idealisme dan impian yang membuat
anda berani untuk menyerahkan segala sesuatu demi impian dan idealisme yang
dirasakan dalam diri anda dan menguasai hati anda? Pernahkah hidup anda
dipenuhi oleh semangat dan idealisme, ataukah hanya biasa-biasa saja,
membiarkan hidup mengalir saja? Dapatkah anda “seperasaan” dengan Inigo yang
mengejar impian dan cita-citanya secara total?
Inigo meninggalkan pedang dan
pakaian kebangsawanan untuk mengejar impian dan hasrat mendalamnya untuk
mengikuti panggilan Tuhan. Dalam semangat yang sama, apakah yang pernah atau
bahkan sekarang ini membuat anda berani untuk meninggalkan dan mengorbankan apa
yang dianggap berharga demi sebuah impian dan cita-cita yang lebih luhur?
Apakah anda adalah orang yang berani dan mau berkorban buat orang yang anda
cintai, buat keluarga anda?
Bila anda merasa tidak memiliki
mimpi dan impian hidup, apakah ada kemungkinan bahwa anda kurang melihat diri
lebih mendalam tentang apa yang sesungguhnya anda mau dalam hidup ini? Bila
anda sulit untuk berkorban atau meninggalkan masa lalu anda, apakah yang
membuat anda tidak memiliki keberanian untuk melakukannya?
Tidak perlu menghakimi diri
anda….tetapi tetaplah tulus dan sadar apa yang terjadi dalam diri anda. Bila
anda merefleksikan hal-hal di atas….telitilah apa yang anda rasakan dan
inginkan saat ini….
3. Inigo dan Pembedaan Roh-Novena Hari 3
Pengalaman Inigo di perbukitan dekat
Biara Montserrat membuahkan pengalaman rohani yang begitu mendalam dan
memantapkan tekadnya untuk membaktikan diri pada Tuhan. Penyerahan pedang di
atas altar, dan juga memberikan pakaian kebangsawanannya kepada pengemis
sungguh menggambarkan sikap batin Inigo yang total. Rupanya pengalaman
rohaninya begitu dahsyat dan transformatif sampai-sampai menggerakannya untuk
berbuat secara total pula.
Inigo, memutuskan untuk berjiarah ke
Yerusalem dengan kapal dari Barcelona. Namun sebelum berangkat ke Barcelona,
dia memutuskan untuk “turun gunung” dan tinggal beberapa hari di Manresa.
Semangatnya masih meluap-luap. Pengalaman rohaninya masih “hangat” sehingga
dengan tekad bulat dia pun menghidupi dirinya sebagai pengemis di Manresa, dan tinggal
di tepi sungai. Ya, inilah cara hidup seorang peziarah.
Berjuang hidup sebagai peziarah dan
pengemis membuat dia bertemu dengan “setan” dalam dirinya. Kerinduan akan
nostalgia di Puri Loyola, kesepian batin, sampai akhirnya keinginan untuk bunuh
diri mewarnai hari-hari inigo di Manresa. Naik turunnya dorongan batin dan
suasana hati Inigo rupanya menjadi guru yang baik baginya untuk memahami gerak
batin dan gerak roh; untuk semakin memahami bagaimana Tuhan menyentuhnya dan
berkarya dalam hidup. Dia menjadi peka dan belajar menghadapi dorongan batin,
melihat kelemahan diri dan juga memahami cinta Tuhan secara realistis. Godaan
dan dorongan batin yang ada sungguh mengajarkan kepada Inigo bagaimana
menggunakan perasaan, reaksi dan ingatan serta kehendak, mencari kehendak Tuhan
dan menemukan jalan yang membawanya kepada Tuhan.
Renungan:
Ingatlah saat-saat pengalaman
“puncak” ketika anda begitu merasa dekat dengan Tuhan dalam doa-doa anda,
dimana anda penuh dengan inspirasi dan semangat. Ingatlah juga ketika anda
harus membawa buah-buah doa itu ke dalam realitas harian. Apakah kegembiraan
dan semangat itu tetap bertahan ketika anda menghadapi problem dan realitas
hidup sehari-hari? Apakah hanya lalu lenyap ditelan oleh rutinitas, arus jaman,
pengaruh buruk, atau karena kita tidak berpendirian?
Ketika anda mengalami dinamika
“manresa” yaitu ketika mencari atau mewujudkan kehendak Tuhan dalam hidup anda,
yang anda dapatkan dari pengalaman doa-doa, apakah anda sungguh peka terhadap
gerakan-gerakan batin yang ada dalam diri anda? Sejauh manakah gerakan batin,
godaan-godaan dan keinginan-keinginan sesaat yang anda alami dimengerti sebagai
sebuah jalan untuk semakin berkembang dan matang dalam hidup rohani dan juga
hidup pribadi?
4. Inigo dan Kerendahan Hati- Novena Hari 4
Perjalanan hidup Inigo setelah
Manresa dipenuhi dengan kekecewaan, tantangan dan frustrasi. Keinginannya untuk
mengajarkan injil dan berkotbah pun membawanya berurusan dengan lembagai
Inkuisisi Gereja. Bagaimana mungkin seorang awam, pada waktu itu, yang tidak
pernah mengenyam pendidikan seminari mau berkotbah? Otoritas Gereja dan bahkan
sekuler rupanya menentang niat mulia Inigo ini, karena dikuatirkan hanya akan
menyesatkan orang. Inigo tidak patah semangat. Dia tetap berusaha dan gigih
untuk bisa melayani banyak orang walaupun harus menghadapi tantangan dari
banyak sisi.
Dia sadar bahwa cara satu-satunya
untuk dapat diterima secara kredibel di mata Gereja adalah dengan ditahbiskan.
Untuk itu dia rela kembali untuk mengenyam pendidikan, belajar bahasa latin dan
juga teologi. Di usianya yang menjelang 40 tahun, dia rela untuk bersama
belajar bahasa latin dengan anak-anak usia 20 tahunan. Sikap rendah hatinya ini
berbuah besar di kemudian hari.
Renungan:
Ingatkah anda akan masa-masa dimana
anda merasa banyak memiliki tantangan dan halangan dalam mewujudkan cita-cita
dan harapan yang baik dalam hidup anda? apakah anda dengan rendah hati tetap
teguh memegang cita-cita itu, dan berusaha dari langkah ke langkah untuk
mewujudkannya? Apakah anda pernah merasa malu, rendah diri karena dianggap
tidak kompeten dalam usaha anda ini? Lihatlah kembali pengalaman anda itu, dan
bagaimana anda menyikapinya. Bagaimanakah pengalaman Inigo bisa menjadi
inspirasi buat anda?
5. Para Jesuit Pertama-Novena
Hari 5
Perjuangan Inigo belajar bahasa
latin dengan penuh kerendahan hati, demi cita-citanya melayani Gereja mulai
membuahkan hasil. Dia berhasil menyelesaikannya dan sekarang Inigo mulai
memasuki kehidupan universitas: Studi di Paris.
Di Paris, karisma Inigo rupanya
menarik hati teman-temannya yang tinggal bersamanya. Kedekatan Inigo dengan
beberapa orang seperti Fransiskus Xaverius, dan Petrus Faber ternyata
menggerakkan Inigo untuk mau berbagi pengalaman rohaninya di Manresa.
Pengalaman rohani tentang doa dan pembedaan roh, ternyata sungguh mengubah
hidup kedua orang sahabatnya ini. Pengalaman dan catatan-catatan rohani Inigo
tentang doa dan pembedaan roh inilah yang sekarang kita kenal dengan Latihan
Rohani Santo Ignatius. Rupanya, efek dari Latihan Rohani ini sungguh bergema,
sehingga dalam beberapa tahun, persahabatan orang-orang ini berkembang sampai 7
orang. Pada tanggal 15 Agustus 1534, dalam sebuah rekreasi bersama mereka semua
akhirnya berjanji untuk melayani Tuhan dan berikrar bersama sebagai Sahabat-sahabat
Yesus, alias Serikat Jesus.
Renungan:
Pernahkah anda merasakan bahwa
pengalaman rohani anda mengubah hidup anda secara fundamental? Apakah hidup
rohani anda sungguh merupakan sebuah pengalaman hidup yang integral ataukah
hanya semata-mata ritual belaka?
Apakah anda memiliki “teman rohani”
dimana bisa saling berbagi satu sama lain tentang insight ataupun inspirasi
hidup? Sejauh mana pertemanan itu bisa saling memperkaya satu sama lain?
6. La Storta- Novena Hari 6
Tahun 1536, pada waktu itu Inigo sudah
ditahbiskan menjadi imam (diosesan?), dan mengubah namanya menjadi Ignatius.
Dalam perjalanannya menuju Roma, Ignatius berdoa di sebuah kapel di La Storta,
dan rupanya pengalaman di La Storta ini merupakan salah satu pengalaman penting
dalam konteks pejiarahan rohani Ignatius. Mengapa demikian?
Dalam doanya di Kapel La Storta,
Ignatius mengalami sebuah pengalaman rohani mendalam dimana dia melihat Allah
Bapa menempatkan dirinya di samping PutraNya Yesus. Pengalaman rohani ini
merupakan sebuah pengalaman rohani yang transformatif bagi Ignatius karena
meyakinkannya bahwa doanya sungguh terkabul. Dia selalu meminta kepada Tuhan,
dalam doa-doanya,supaya ditempatkan bersama dengan Kristus sendiri, dan
sekarang entah bagaimana, dia mengalami sebuah pengalaman rohani yang begitu
“agung” tetapi sekaligus “misteri”. Pengalaman La Storta ini bagi Ignatius
semakin meneguhkan keinginannya mengabdi Allah dan Gereja, dan juga hidupnya
dalam Serikat Jesus.
Renungan:
Berefleksi dari pengalaman Ignatius
di La Storta, apakah anda pernah mengalami pengalaman personal “berjumpa dengan
Allah” dalam doa-doa anda? Apakah anda pengalaman perjumpaan itu menyentuh
realitas hidup anda? Sejauh mana perjumpaan itu memberikan pencerahan dalam
diri anda tentang makna dan arah hidup anda? Apakah itu memberi energi dan
inspirasi baru untuk anda? Ataukah anda hanya memahaminya sebagai sebuah moment
“sentimental” dalam doa?
Apakah doa-doa anda sungguh
menggerakkan anda secara integral? atau hanyakah itu menjadi sebuah rutinitas
harian yang lama-kelamaan menjadi kosong dan membosankan?
7. Ignatius di Roma - Novena
Hari 7
Ignatius dan para sahabatnya setelah
diteguhkan dalam Latihan-Latihan Rohani, bertekad teguh untuk mengabdikan diri
mereka kepada Gereja. Itulah sebabnya, Ignatius pada tahun 1537 pergi ke Roma
untuk memberikan diri mereka pada Bapa Suci dalam semangat ketaatan kepada
Gereja.
Ignatius sungguh diterima oleh Paus
Paulus III pada waktu itu, dan dalam kesempatan itu Ignatius juga mengungkapkan
keinginan mereka untuk pergi ke Yerusalem dan bekerja disana sebagai sebuah
impian dan cara untuk melayani Gereja. Agaknya Bapa Suci sendiri tidak terlalu
antusias untuk mengirim mereka ke Tanah Suci, dan sebaliknya dalam sebuah
kesempatan, secara spontan Bapa Suci pernah mengatakan “Mengapa kamu begitu
ingin pergi ke Yerusalem? Itali bisa menjadi sebuah Yerusalem kalau kalian
memang sungguh-sungguh mau bekerja bagi Gereja”. Nampaknya perkataan Bapa Suci
ini dalam kesempatan berikutnya sungguh menjadi nyata.
Roma pada waktu itu terancam bahaya
kelaparan, banyak gelandangan, pengungsi dan juga tingkat pertumbuhan ekonomi
yang buruk akibat adanya perang Turki yang mempengaruhi stok pangan dan
kebutuhan hidup lainnya. Setting kota yang seperti ini menjadi kesempatan buat
Ignatius dan kawan-kawannya untuk berbuat sesuatu membantu banyak orang yang
menderita dalam kegiatan sosial. Kegiatan Ignatius ini menjadi sungguh
signifikan dan besar sampai-sampai ribuan orang sudah dilayani oleh mereka.
Lambat laun mereka mulai sadar bahwa impian pergi ke Yerusalem bukanlah sesuatu
yang realistis, mengingat situasi politik dan ekonomi, dan apalagi kalau
melihat apa yang ternyata bisa mereka buat di Roma pada waktu itu.
Renungan:
Dalam spiritualitas Ignasian, impian
atau keinginan seringkali merupakan pintu masuk untuk menemukan hidup anda dan
juga bahkan menemukan kehendak Tuhan sejauh anda mau membawa dan
menimbang-nimbangnya di dalam doa dan percakapan hidup anda.
Setiap kali kita melakukan Latihan
Rohani, ataupun berdoa secara Ignasian, kita selalu diajak meminta rahmat
secara spesifik, yang kita dambakan di awal doa kita. Mengapa demikian? Karena
doa dan hidup kita adalah 2 hal yang integral dan terkait satu sama lain.
Rahmat Tuhan bekerja lewat kodrat kita sebagai manusia dengan segala
dimensinya. Dalam impian-impian kita, energi untuk hidup dan berkembang itu
sungguh nyata dan tumbuh. Integrasi keduanya dalam doa dan lewat pembedaan roh
sebenarnya merupakan inti pokok dalam spiritualitas Ignasian.
Sekarang soalnya adalah: apakah anda
masih berdoa dan memiliki impian hidup? Ataukah 2 hal ini seringkali merupakan
2 hal yang terpisah? Sejauh mana hidup anda merupakan hidup yang terinspirasi
dari doa-doa anda? atau hidup anda hanya terinspirasi dari impian anda saja?
Ataukah anda hanya hidup dari harapan-harapan kosong doa anda yang lepas dari
realitas sehari-hari? Masihkah menemukan ruang dimana energi dalam impian anda
itu anda “timbang-timbang” dalam doa dan percakapan anda dengan Tuhan?
8. Ignatius dan Desolasi- Novena
Hari 8
Dimanakah Tuhan ketika kita
kesepian? Dimanakah Dia ketika kita terpuruk dalam kelemahan kita? Dimanakah
Dia ketika penderitaan datang? Rasanya pertanyaan-pertanyaan tersebut sangatlah
tidak asing dalam hidup kita. Apakah Tuhan sungguh meninggalkan kita pada
saat-saat yang demikian?
Membaca kisah hidup Santo Ignatius
dari hari ke-1 hingga hari ke-7, kita bisa melihat bahwa dari pertobatannya,
hidup Ignatius selalu diwarnai dengan kesepian jiwa atau kesepian rohani selain
kegembiran dan semangat rohani atau batin yang luar biasa pula. Dalam
pertobatannya, kesepian pun dirasakan. Dalam perjalanan rohaninya seringkali
dia merasa lelah, putus asa, sendirian, pun bila itu semua adalah demi
Kemuliaan Tuhan yang lebih besar.
Kesetiaan Ignatius dan keteguhan
iman Ignatius-lah yang membuat imannya berbuah dan semakin meyakinkan dia bahwa
Tuhan hadir. Kesepiannya tidak membuat Ignatius goyah iman, tetapi dengan sabar
mencoba “menjiarahi” batinnya, menyelami alam kesepian dan berjumpa dengan
Tuhan sendiri disana. Kesepian, ibarat Tuhan yang diam, tetapi tetap hadir
menemani kita untuk berani masuk ke dalam “gelap”, menyelami relung hati kita,
dan terkadang melihat wajah kita yang sesungguhnya…..wajah yang seringkali
tidak berani kita tatap sungguh-sungguh, karena penuh dengan kelemahan dan dosa
kita.
Inilah yang dalam Spiritualitas
Ignasian disebut dengan desolasi (kesepian rohani). yang harus dihadapi dengan
dengan besar hati dan sikap berserah kepada Tuhan. Ini mengandaikan iman dan
harapan yang besar akan cinta Tuhan sendiri. Kita kiranya bisa sungguh belajar
dari Ignatius. Latihan Rohani-nya yang dahsyat itu adalah hasil buah iman dan
kepercayaan yang sungguh besar akan kasih Tuhan, dan juga menunjukkan sikap
kerendahan hati seorang Ignatius.
Saya mengajak anda merenungkan saat
dimana kita berada dalam kesepian rohani dan batin, dan merenungkan sungguh
bagaimana kita menghadapinya dengan iman.
9. Ad Maiorem Dei Gloriam- Novena
Hari 9
Ambillah ya Tuhan kebebasanku
kehendakku, budi ingatanku
pimpinlah diriku dan Kau kuasai
perintahlah, akan ku taati
kehendakku, budi ingatanku
pimpinlah diriku dan Kau kuasai
perintahlah, akan ku taati
Hanya rahmat dan cintaMu padaku
yang ku mohon menjadi milikku
hanya rahmat dan cinta dariMu
berikanlah menjadi milikku
yang ku mohon menjadi milikku
hanya rahmat dan cinta dariMu
berikanlah menjadi milikku
Lihatlah semua yang ada padaku
kuhaturkan menjadi milikMu
pimpinlah diriku dan Kau kuasai
perintahlah akan kutaati
kuhaturkan menjadi milikMu
pimpinlah diriku dan Kau kuasai
perintahlah akan kutaati
Doa dan lagu yang sering kita dengar
ini adalah bagian dari Latihan Rohani St. Ignatius (no.234), yang bisa menjadi
sebuah “ringkasan” perjalanan hidup Ignatius: Mengabdi Sang Pencipta.
Keinginannya adalah mengabdi Tuhan, membawa orang kepada Tuhan dan mencintai
orang miskin. Kita mungkin bisa bertanya, darimanakah energi yang Santo
Ignatius dapatkan sehingga ia berani meninggalkan Puri Loyola yang megah dan
status kebangsawanannya, pergi berjiarah, menjadi pengemis, kembali ke bangku
sekolah dan belajar hingga mendirikan Serikat Jesus? Sebuah pejiarahan hidup
yang sangat panjang dan tentunya melelahkan.
Satu-satunya jawaban adalah:
Perasaan dicintai oleh Tuhan yang begitu besar. Ya, perasaan cinta Tuhan yang
begitu besar inilah yang menggerakkan Ignatius. Energi yang dia dapat bersumber
dari pengalaman dicintai oleh Tuhan sendiri yang begitu besar. Kisah Ignatius
adalah kisah seorang santo yang sangat manusiawi. Dia tidak lepas dari
ketakutan, kesepian, godaan atau kelemahan-kelemahan manusiawi lain. Namun
alih-alih lari dari realitas itu, Ignatius malah berani menghadapinya,
merasakan godaan yang ada dan akhirnya menjadi peka akan kelemahan diri,
gerakan roh baik dan jahat serta karakter dirinya. “Menjadi suci adalah menjadi
semakin manusiawi, bukan menjadi sempurna”, mungkin begitulah kisah Ignatius
bisa kita lukiskan. Artinya, dengan merengkuh nyata kemanusiawian kita, lengkap
dengan segala kelemahan dan kedosaan, kita semakin juga merasakan cinta Allah
yang besar dalam seluruh perjalanan hidup kita. Dalam kelemahan kita, Allah pun
bekerja, dan seringkali kita menemukan bahwa pengalaman jatuh kita merupakan
sebuah ajakan untuk bertemu Dia dan juga ajakan untuk mengenal diri kita secara
lebih mendalam. Disinilah cinta Tuhan sungguh menjadi lebih nyata.
“Menjadi suci
adalah menjadi semakin manusiawi, bukan menjadi sempurna”
Apakah anda pernah merasakan cinta
Tuhan? Dimanakah dan bagaimanakah cinta Tuhan itu anda terima dan rasakan?
Apakah dalam kelemahan dan pergulatan diri anda, anda pernah menemukan dan
berjumpa dengan Tuhan sendiri? Sejauh mana perjumpaan itu membekas dan sungguh
mengubah diri anda? Darimanakah energi yang menggerakkan hidup anda sekarang?
apakah hidup kita hanya digerakkan semata-mata atas kebutuhan untuk “survive”,
semata-mata hanya karena kita harus bekerja, mencari uang, menghidupi diri atau
keluarga? atau adakah dimensi spiritual dari apa yang kita kerjakan dalam hidup
ini? Dimanakah Tuhan dalam hidup anda?
Mungkin ada baiknya kita menyisihkan
waktu untuk merenungkan hal ini….dan akhirnya bisa bertanya sebagaimana Santo
Ignatius pun bertanya dalam dirinya kepada Kristus yang tersalib:
“Apa yang telah kulakukan untuk Dia”
“Apa yang sedang kulakukan untuk Dia”
“Apa yang akan kulakukan untuk Dia”
“Apa yang sedang kulakukan untuk Dia”
“Apa yang akan kulakukan untuk Dia”
Ad Maiorem Dei Gloriam-
begitu semboyan dari Ignatius, yang artinya Demi Kemuliaan Tuhan yang Lebih
Besar. Apakah hidup kita adalah wujud ekspresi “Ad Maiorem Dei Gloriam”? Semoga!
NB:
Tanggal 31 Juli adalah pesta Santo Ignatius Loyola. Berikut
ini disajikan format doa novena kepada St. Ignatius Loyola yang bisa didoakan
antara tanggal 22 Juli hingga 30 Juli:
Bapa Ignatius,
Dari abad ke abad, banyak orang telah menimba inspirasi
hidup darimu,
untuk menemukan Tuhan dalam hidup mereka sehari-hari.
untuk menemukan Tuhan dalam hidup mereka sehari-hari.
Dunia kami dewasa ini semakin membutuhkan kemampuan dan
kemauan untuk menemukan Tuhan di dalam segala sesuatu; Menempatkan Tuhan
sebagai yang utama dalam setiap niat dan usaha kami; Selalu mencari apa yang
menjadi kehendakNya,
dan selalu mendambakan Cinta dan RahmatNya dalam hidup kami.
dan selalu mendambakan Cinta dan RahmatNya dalam hidup kami.
Ajarilah kami kebebasan yang hanya datang dan tumbuh karena
kesetiaan kami pada karya dan kehendak Tuhan sendiri di dalam dunia ini dan di
dalam hidup kami yang indah,
tetapi yang sekaligus juga diwarnai dengan kedosaan,
dan kekerasan yang kami lakukan kepada sesama kami.
tetapi yang sekaligus juga diwarnai dengan kedosaan,
dan kekerasan yang kami lakukan kepada sesama kami.
(dilanjutkan
percakapan pribadi berkaitan dengan intensi/permohonan pribadi)
Bapa Ignatius,
Dalam perjalanan hidupmu,
engkau mengalami bahwa Tuhan sendirilah sahabat setia di setiap langkah.
Engkau mengabdikan hidupmu kepada Tuhan untuk berperan serta
di dalam karya keselamatanNya bagi umat manusia.
engkau mengalami bahwa Tuhan sendirilah sahabat setia di setiap langkah.
Engkau mengabdikan hidupmu kepada Tuhan untuk berperan serta
di dalam karya keselamatanNya bagi umat manusia.
Ajarilah kami untuk semakin merasakan kehadiran Tuhan.
Bimbinglah kami supaya kami dapat semakin menimba kekuatan dari Tuhan yang hadir
dan bekerja bersama kami dan di dalam hidup kami.
Bimbinglah kami supaya kami dapat semakin menimba kekuatan dari Tuhan yang hadir
dan bekerja bersama kami dan di dalam hidup kami.
Semoga dengan perantaraan doa Bapa Ignatius sendiri, Tuhan
memberikan kekuatan, rahmat kegembiraan dan kedamaian di dalam diri kami, serta
juga mengabulkan permohonan kami yang tulus di dalam novena ini,
apabila semuanya itu memang demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar.
apabila semuanya itu memang demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar.
Bapa Kami……
Salam Maria…..
Santo Ignatius, Doakanlah kami….. AMIN
0 komentar:
Posting Komentar