Ads 468x60px

Asal Usul Telor Paskah

Riwayatmu Dulu, Kini dan Nanti…..


Yosef menuruni bukit dari ladang menuju rumahnya sambil bersiul‑siul menyanyikan lagu‑lagu memuji Allah. Seorang beriman betul dia. Dia bukan petani kecukupan, bahkan boleh dikatakan dia adalah petani miskin, paling miskin di desanya. Namun dia menerima semuanya dengan penuh rasa syukur, ya rasa syukur membuat hidup terasa lebih indah dan ringan.

 ”….Marusha, Kristy, aku sudah pulang …..!”
Yosef berteriak ketika mendekati rumahnya. Dia cium isterinya dan dia angkat anaknya tinggi‑tinggi. Kedua perempuan itu merasakan ada yang lain pada tingkah ayahnya, kegembiraannya agak berbeda dengan hari‑hari sebelumnya. 

"Semua penduduk omong tentang persembahan apa yang akan mereka bawa ke gereja, pada saat Jumat Suci nanti. Petrovich tetangga kita mau membawa anyaman tikar dari ladang gandumnya, Petra mau membawa sesuatuyang dibuat  dari kulit sapinya... tetapi kita, kita akan berikan yang lebih baik!” kata Yosef.

“Bagaimana mungkin kita beri yang lebih baik daripada mereka? kita tidak memiliki ladang gandum yang besar, tidak punya sapi..."
sahut Kristy anak perempuan satu‑satunya.

"Kita memang tidak disejahterakan dan diberkati dengan tanah yang luas, tapi ayam‑ayam kita? ... Mereka memberi telur paling segar untuk kita, lebah di kebun kita?... kita punya lilin dan madu terbaik, lalu kebun kecil kita? ... kita punya sayuran yang lumayan baik toh!"

Yosef masih melanjutkan………,
'Jadi, sebelum makan malam, kamu harus mencari telur terbesar, tersegar, letakkan di atas meja, dan ayahmu akan membuat kamu bangga!'

Malam hari sesudah makan malam, Kristy meletakkan telur terbaiknya di atas piring. Marusha, isterinya, masih bertanya‑tanya dalam batinnya tentang apa yang akan dibuat suaminya, tetapi dia tetap melanjutkan menyulam kain, untuk mempersiapkan kalau‑kalau dibutuhkan juga untuk persembahan.

Yosef memuji penemuan Kristy, dan mulailah dia berkarya. Dibuatnya garis‑garis pada permukaan telur itu dengan pena yang sudah dibakarnya dengan lilin dan yang sudah dicelupkannya pada lilin lebah.

Dia menggambar ayam,
“Karena ayam memberi kita telur yang segar ini.” 

Lalu dia menggambar pohon cemara,
“Karena hutan kita penuh dengan pohon cemara, dan kita membuatnya menjadi tempat tinggal kita”

Dia juga menggambar bintang,
 "Karena aku melihat sinarnya dalam mata anak dan isteriku!' bisiknya.
Lalu malam beranjak semakin larut.

Keesokan harinya, Yosef mendapat ide baru:
‘Mengapa kita tidak mewarnainya?'

Lalu dia minta kepada Marusha untuk membuat cairan pewarna. Marusha memetik beberapa bunga marigold di halaman depan rumahnya dan menumbuknya dan memasaknya. Malam hari itu juga, telur direndam dalam cairan berwarna kuning itu.... dan hasil karya Yosef semakin sempurna.

Keesokan harinya, Kristy memetik wortel membantu ibunya. Dan jari‑jari tangannya menjadi oranye karena pekerjaan itu.
”Sekarang ada ide baru, kita beri warna oranye juga untuk telur persembahan kita!"
kata Yosef.

Dan dia mulai menggambar wortel pada telur itu dengan penanya:
"Untuk wortel kita.,. yang memberi kesehatan!”

Dan Yosef kemudian mencelupkan sebagian telur itu pada cairan oranye perasan wortel buatan Marusha. Kini, telur sudah semakin menarik karena semakin banyak warnanya.

Tiba‑tiba, Yosef berseru
'Bit, buah bit kita,,..panen bit kita terbaik di seluruh desa ini, kita beri warna marsh dari buah bit pada telur kita!"

Marusha menjawab:
'Belum terlambat, kita punya rebusan bit, kita bisa pakai!"
Dan malam itu, Yosef bekerja sampai larut malam untuk menyelesaikan karyanya.

Keesokannya hari Kamis, hanya tinggal satu hari untuk mereka membawa persembahan itu ke gereja.
"Blackberries!" teriak Yosef,
"Aku yakin tak ada Blackberries lain yang sebaik milik kita... kita berikan apa yang terbaik milik kita untuk Tuhan pada telur kita.

Marusha menggeleng‑geleng kepala sambil tertawa, tetapi dia tetap membuat rebusan blackberies itu.

Matahari sudah mulai terbenam ketika Yosef menyelesaikan gambarnya pada telur dengan beberapa lingkaran kecil simbol hasil kerja kerasnya dalam rupa blackberries yang sudah dipanennya.

Dan terakhir dia hanya tinggal mencelupnya pada warna itu.
Dengan hati‑hati Yosef mencelupkannya pada warna kehitaman cairan rebusan blackberris.
Dan diangkatnya juga perlahan‑lahan....
tetapi.... ..semuanya menjadi gelap........
Hilang sudah semua gambar dan warna‑warni lainnya. Yosef panik!

Beberapa saat, ketiga orang itu lama tanpa suara, semua menjadi diam.
Kristy merangkul tangan ayahnya sambil menasehati:
”mungkin lebih baik, kalau kita membawa blackberries segar dalam keranjang persembahan!”

"Yang kuinginkan adalah persembahan  sempurna untuk Tuhan, sekarang kita tak punya apa‑apa untuk dipersembahkan ... ”
ujar Yosef nelangsa.

Kristy menjawab, "Yah, bukankah kita seperti telur itu?

Kita juga tidak sempurna, tetapi Tuhan tetap meminta kita datang?”

Yosef terpana
"Aku rasa Allah memberi kebijaksanaan yang lebih baik kepadamu daripada yang Dia berikan kepada ayahmu ini!”
Yosef segera  membungkus telur gelap itu dengan kain sulaman Marusha.

Jumat Sore dalam pekan suci, semua orang sudah membawa persembahannya  masing-masing, tak terkecuali keluarga Yosef dengan 'telur gelap’‑nya. Ketika saatnya persembahan, setiap orang membawanya ke depan altar. Yosef mengambil saat paling akhir, Sebelum mele­takkan bungkusan kainnya, Yosef membalikkan badannya menghadap umat, dan dengan matanya menatap ke lantai dia berbicara:

"Kami sekeluarga hendak memberikan yang terbaik. Saya sudah meminta Kristy mencari telor terbaik, Sepanjang minggu saya melukis telur dengan lilin lebah terbaik... saya ingin mewarnainya dengan hasil‑hasil kebun terbaik, tetapi apa yang terjadi.,,"

Yosef membuka bungkusannya sehingga semua orang dalam gereja itu melihatnya:
Saya tak bermaksud mempersembahkan telur ini kepada gereja, tetapi anak saya mengatakan sesuatu yang mengubah niat saya. Dia mengingatkan saya bahwa kita seperti telur ini, kita tidak sempurna, tetapi Allah tetap meminta kita datang!"

Yosef melanjutkan sambil menengadah
”Maka, Tuhan... Aku dan keluargaku hendak memberikan persembahan ini kepadaKu. Syukur atas penerimaanMu dan atas cinta dam atas pengampunan kepada kami!”

Yosef meletakkan persembahannya di antara persembahan yang lain dan kembali ke tempat duduknya, Tiada suara untuk beberapa saat. Lalu ibadat Jugat Agung dilanjutkan,

Byarr! Minggu, hari Paskah tiba...semua orang datang ke gereja untuk merayakan Paska. Nyanyian Haleluya dalam kebangkitan berkumandang. Inilah saatnya untuk membuka semua penutup persembahan dan memberkati persembahan.

Pastor, yang memimpin perayaan bersiap‑siap untuk membuka kain penutup persembahan dan mengucap doa berkat. Tak terkecuali persemba­han Yosef yang mungil tanpa keranjang juga dibukanya.
'Lihat!' teriak Yosef
'Lihat telur itu!"

Semua orang dalam gereja terpana, Mulut‑mulut mereka menunjukkan keterkejutan. Di pagi hari itu sebutir telur paling indah yang mereka lihat. Gambar‑gambar pada telur itu menjadi lebih tajam dan indah, warna‑warni menjadi berkilat keemasan.
"Bagaimana bisa begitu!” bisik beberapa ibu.
"Ini mukjijat...” seru beberapa orang.

Kristy menoleh ke jendela... bicara pada ibunya yang ada di sebelahnya
lihat bu, setelah musim dingin yang panjang dan gelap... Allah memberi kita matahari yang terang dam hari‑hari yang hangat. Pastilah matahari yang melelehkan semua cairan yang gelap!”

Yosef menatap putri dan isterinya:
'Tuhan membuat mukjijat untuk kita..."

Pada hari pertama, mentari menembus celah jendela­ di sebuah desa kecil....
Sebuah keluarga yang berbahagia berjabatan tangan satu sama lain.....
Dan hati mereka penuh syukur atas karya Allah yang indah....
yang mengubah kegalauan menjadi harapan,
kegelapan menjadi terang...
kesedihan menjadi kegembiraan....

Diterjemahkan dari: Maxwell, Cassandre,
Yosef’s Gift of Many Colors, An Easter Story,
Augsburg Fortress, Minneapolis, USA, 1993

1 komentar:

Flora Yohanes mengatakan...

terima kasih atas renungan ini...aku merasa terharu dan gembira memiliki Tuhan Yesus.......

Posting Komentar