Prolog
Sebuah Sketsa Profil
Ketika saya memberi pijar-pijar renungan dan
Perayaan Ekaristi bertema Prapaskah di salah satu televisi swasta di
kawasan Senayan, Jakarta, saya berjumpa dengan seorang penyanyi keroncong
dari Solo, yang sekarang tinggal di bilangan selatan Jakarta. Namanya Astuti.
Bagi saya, “Astuti” bisa juga berarti Asal Tuhan ada di hati. Nah, bagaimana kita bisa
menempatkan Tuhan selalu ada di hati kita? Kita akan belajar mengenal
sesosok pribadi beriman yang begitu menghargai hati kudus Yesus. Namanya Yohanes
Leo Dehon, seorang imam diosesan yang hidup di Prancis (1843 -
1925). Dialah pendiri Kongregasi Imam imam Hati Kudus Yesus (SCJ).
Sebuah Sketsa Profil
In te, Domine speravi
PadaMu ya Tuhan, aku
menaruh harapan
Leo Dehon lahir pada 14 Maret 1843 di La
Capelle, Aisne, Prancis Utara. la
lahir sebagai anak ketiga dari keluarga yang
berada. Ayahnya, Alexander Jules
Dehon, seorang yang jujur, murah hati dan
penderma. Namun, Alexander
sudah sejak masa mudanya meninggalkan
Gereja, sewaktu belajar di kota
Paris. Ia terpengaruh oleh gerakan
anti-Gereja. Istrinya, Adele Belzamine,
seorang yang saleh dan sangat memperhatikan
pendidikan rohani anak
anaknya, termasuk Leo Dehon kecil.
Leo kecil ini memperoleh pendidikan dasar di
La Capelle dan sebuah
Kolese di Hazebrouck. Selesai belajar di
kolese tersebut, ia mengajukan
keinginannya menjadi imam. Ayahnya menolak
keinginannya. Leo malahan
dianjurkan belajar hukum di Universitas
Sorbone di Paris. Hal itu sebagai
taktik ayahnya agar Leo melupakan
cita-citanya menjadi imam. Ternyata
masa studi ini sangat bermanfaat bagi Leo.
Kurikulum fakultas saat itu
banyak membicarakan masalah-masalah sosial,
ekonomi dan politik yang
aktual. Leo juga aktif dalam pelbagai riset
pribadi ataupun studi kelompok
sehingga perhatiannya pada masalah-masalah
sosial sangat berkembang.
Dalam tahun 1864, Leo meraih gelar doktor
hukum sipil.
Walaupun ayahnya tetap menghendaki agar Leo
menduduki jabatan
tinggi di pemerintahan, tetapi Leo lebih
memilih menjadi imam. Setelah
banyak mendapat pertentangan dari
keluarganya, akhirnya Leo diizinkan
mengikuti cita-citanya. Tahun 1865 ia masuk
Seminari Santa Klara di
Roma. Studinya dilaluinya dengan lancar.
Pada 19 Desember 1868, ia
ditahbiskan sebagai imam diosesan di Gereja
Santo Yohanes Lateran, Roma.
Kedua orang tuanya menyaksikan peristiwa
yang sangat bersejarah dalam
kehidupan Leo Yohanes Dehon itu. Pada hari
itulah ayahnya, yang tidak
begitu peduli dengan kehidupan imannya,
mengakui dosa-dosanya agar
dapat menyambut komuni suci dalam
persembahan misa pertama Leo hari
berikutnya.
Leo kemudian meneruskan studinya di Roma,
hingga meraih gelar
doktor teologi tahun 1871. Pada Konsili
Vatikan I, ia juga bekerja sebagai
stenograf dalam sidang-sidang konsili itu.
Meskipun kesibukan menyita
waktunya, Leo masih berhasil meraih gelar
hukum Gereja dan filsafat. Baginya
mungkin, “Et ipsa scientia potestas est” (Pengetahuan
itu adalah kekuatan)
(dikutip dari Meditationes Sacræ De
Hæresibus, karya Francis Bacon).
Setelah kembali ke Prancis ia ditugaskan
sebagai pastor pembantu di
Saint Quentin, sebuah kota industri di
Prancis Utara. Kehidupan kaum
buruh waktu itu sangat memprihatinkan. Leo
Dehon tergerak hatinya
dan mulai memperjuangkan nasib mereka.
Dengan caritas pastoralis-nya,
ia mengunjungi mereka dan mendengarkan keluh
kesah, sukaduka hidup
mereka. Ia juga mengadakan pendekatan dengan
para pemilik pabrik,
membujuk mereka agar upah buruh dinaikkan.
Sebuah surat kabar juga
didirikannya untuk memperjuangkan
orang-orang miskin dan kaum
buruh.
Selama menjadi imam paroki tersebut, Leo
Dehon semakin mencitacitakan
kehidupan rohani yang lebih dekat dengan
Tuhan. Kebetulan, pada
waktu itu, ia juga menjadi pembimbing rohani
Suster-suster Hamba Hati
Kudus Yesus. Kongregasi ini sangat membantu
Pater Leo Dehon dalam
karya-karya sosialnya. Di samping itu
kehidupan rohani dan semangat
hidup mereka sangat sesuai dengan cita-cita
Leo Dehon sendiri, yakni cinta
kasih dan pemulihan kehormatan Hati Yesus
dan bersama Yesus kepada
Allah. Di bawah bimbingan Pater Modiste, ia
mulai merintis cara hidup
baru. Atas nasihat Pater Modiste juga, ia
berani mengambil keputusan yang
sangat menentukan dengan memulai masa persiapan,
yaitu masa novisiat.
Ia memilih nama Yohanes dari Hati Kudus.
Pada Hari Raya Hati Kudus
Yesus, 28 Juni 1878, Leo Yohanes Dehon
mengikrarkan kaul pertama hidup
membiaranya. Itulah awal mula berdirinya
Kongregasi Imam-imam Hati
Kudus Yesus, suatu Kongregasi yang
dipersembahkan untuk cinta kasih dan
pemulihan kepada Allah.
Tidak lama kemudian beberapa orang bergabung
dengan Pater Dehon.
Hal itu membawa perkembangan cukup pesat
bagi kongregasi, di antaranya
kongregasi mulai berkembang ke negara Eropa
Barat dan dimulainya misi
di Ekuador sepuluh tahun kemudian. Sampai
akhir hidupnya Pater Dehon
memimpin kongregasi sebagai superior
jenderal. Ia rajin mengunjungi putraputranya
yang mulai tersebar juga di luar Eropa dan
memberikan semangat
rohani kepada mereka. Requiescat in pace,
Leo Yohanes Dehon wafat di
Brussel tanggal 12 Agustus 1925.
Refleks i t eologi s: Santi,
Bersandar p ada Hati
“Domine, doce nos orare
Tuhan, ajarilah kami berdoa”
Cinta kasih. Itulah nada dasar seorang Leo
Dehon sehingga ia telah ajur-ajer
(lebur menjadi satu), rela menyerahkan diri
seutuhnya demi Kerajaan Hati
Kudus Yesus. Ia mengabdi bagi cinta kasih
Allah. Kesetiaan dan cintanya
kepada Kristus diwujudnyatakan dalam
karya-karya cinta kasih kepada
sesama manusia. Perhatiannya terutama bagi
mereka yang tersingkir dan
tertindas serta bagi mereka yang memerlukan
uluran tangan penuh cinta.
Semangat hidupnya terungkap dalam pesan
terakhir bagi para pengikutnya,
“ Pour Lui je vis, Pour
Lui je meurs: Untuk Dia aku hidup, dan untuk Dia aku
mati” sambil menunjuk patung
Hati Kudus Yesus. Itulah warisan melimpah
bagi kita yang hidup pada zaman ini.
Cintanya bagi Hati Kudus Yesus.
Kongregasi SCJ, yang dibentuk Leo Dehon,
sangat bisa jadi berakar
pada pengalaman imannya sendiri. Pengalaman
seperti yang diungkapkan
Santo Paulus, “Hidupku yang kujalani
sekarang dalam daging adalah hidup
dalam iman akan Anak
Allah, yang telah mengasihi aku, dan telah menyerahkan
diri untukku” (Gal 2:20).
Leo Dehon sungguh mengalami betapa cinta
kasih Hati Kudus Yesus itu hadir dan
berkarya dalam hidupnya. Baginya,
lambung Penebus yang tertikam dan terbuka
merupakan ungkapan cinta
kasih yang paling mengesankan. Cinta kasih
Kristus yang mengorbankan
diri sampai mati adalah sumber cinta dan
keselamatan. Ia juga sampai pada
kesimpulan bahwa sebab yang paling dalam
maraknya dosa yang bercokol
dalam hati dan hidup manusia ialah karena
penolakan terhadap cinta kasih
Kristus. Tergerak oleh cinta kasih yang
ditolak itu, ia ingin membalasnya
melalui suatu persatuan mesra dengan Hati
Kudus Yesus dan ikut
menegakkan Kerajaan-Nya dalam hati manusia
dan dalam hati masyarakat
dunia. Dengan kongregasi ini, Leo Dehon
bermaksud agar para anggotanya
mempersatukan seluruh diri dan juga hatinya
sebagai biarawan dan rasul
dengan persembahan Hati Kudus Yesus kepada
Bapa sebagai pemulihan dan
silih demi kepentingan manusia.
Itulah maksud khas dan asli Leo Dehon serta
menjadi ciri khas kongregasi. Para anggotanya diharapkan sepenuh hati menjadi
nabi cinta kasih dan pelayan perdamaian yang bersatu dengan
Hati Kudus Yesus sendiri: “Persatuan
dengan Kristus itu mengungkapkan diri
sepadatnya dalam Korban
Ekaristi sehingga seluruh hidupnya menjadi suatu
misa yang terus-menerus” (Konst. SCJ no. 5)
Ep i log
O sancta simplicitas!.
O sebuah kesederhanaan
nan kudus.
Leo Dehon merumuskan seluruh panggilan, cita
cita dan tujuan kongregasi dalam
kata-kata: Ecce Venio (Lihatlah,
Aku datang ... untuk melakukan kehendak-Mu, ya
Allah) dan Ecce Ancilla (Aku
ini hamba Tuhan). Ia mengajak setiap orang untuk datang
dan melakukan kehendak Allah, namun tetap
dengan kesadaran dan kerendahan
hati sebagai hamba-hamba Allah. Bukankah
Gereja bercita-cita membangun diri
dalam komunitas alternatif yang setia
menghayat-kenangi nilai-nilai Kerajaan Allah
yang kerap kali berbeda dengan pelbagai
nilai arus zaman yang berlaku pada masa
sekarang?
Leo Dehon juga menyadari bahwa untuk
menghadirkan “Kerajaan Hati
Kudus Yesus dalam hati manusia dan dalam
masyarakat” tidak mungkin dibuatnya
sendiri bersama dengan kongregasinya. Sejak
pertama dia sudah melibatkan orang
lain di luar kongregasinya untuk bekerja
sama mewujudkan apa yang menjadi
keinginan hatinya itu. Dari sinilah
munculnya keyakinan bahwa orang-orang lain
di luar biaranya pun dipanggil untuk ikut
serta di dalam “Gerakan Cinta Kasih”, asal
Tuhan ada di hati ...
“ Pour Lui je vis, Pour
Lui je meurs,
“Untuk Dia aku hidup, dan
untuk Dia aku mati”
(Leo Dehon, 12 Agustus
1925).
1 komentar:
sangat inspiratif
Posting Komentar