Ads 468x60px

”Bunda Maria dan Kebudayaan Kita”

GREGORIUS SOETOMO, SJ. Rohaniwan & Pemimpin Redaksi Majalah Hidup.
Pengantar untuk buku “TTM” – “Tribute To Mary” (Romo Jost Kokoh, Yogyakarta, 2013)


Buku “TTM” – “Tribute to Mary” karya Romo Jost Kokoh ini tidak hadir di langit sana, atau di awan-awan. Ia hadir di atas bumi sekarang ini. Ia masuk ke dalam kancah tawa dan tangis hidup di zaman ini, dan di dunia ini.

Sangat mengejutkan ditengah-tengah memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat transenden (meta-narasi); dan semakin diterimanya pandangan pluralisme-relativisme kebenaran, Bunda Maria diterima unanim oleh umat Gereja Katolik. Bukan saja oleh mereka dari kalangan tradisional, tetapi juga mereka kaum terdidik yang moderen dan mendapatkan pendidikan sekular yang sedemikian intens. Saya cukup yakin tidak sedikit mereka yang datang pada Bunda Maria adalah orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, bahkan ateis.

Dunia kita (termasuk dunia Gereja Katolik) ditandai dengan meledaknya industri media massa, sehingga ia bagaikan perpanjangan dari sistem indera, organ dan saraf kita, yang pada gilirannya menjadikan dunia menjadi terasa kecil. Kekuatan media masa telah menjelma bagaikan "agama" atau "tuhan" sekuler. Tempat-tempat ziarah pada Bunda Maria, hampir tidak pernah menjadi sepi. Meski demikian gambaran dan konsep tentang ziarah ini sangat dipengaruhi oleh industri media massa, dengan segala bentuk-bentuk komersialisasi dan hasrat konsumeristiknya. 

" Pada Mulanya adalah Sekadar Kesaksian"

AYU UTAMI, Novelis
Pengantar untuk buku “TTM” – “Tribute To Mary” (Romo Jost Kokoh, Yogyakarta, 2013)


Maria menyelamatkan iman saya di masa-masa paling sulit. Di era ini agama menghadapi pertanyaan akal budi yang berat: bagaimana ia mempertanggungjawabkan diri di hadapan perjuangan kesetaraan jender? Kita tahu hak asasi wanita adalah hak asasi manusia. Seorang anak serius yang kebetulan Katolik bisa bertanya: kenapa perempuan tidak boleh jadi imam? Pertanyaan itu demikian berat sehingga pada suatu saat saya memutuskan untuk menjauhi Gereja, bersama dengan beberapa alasan lain. Tapi rupanya saya tidak pernah pergi terlalu jauh.

Pertama, saya selalu senang membaca Alkitab, setidaknya sebagai buku sastra. Dari Alkitab saya faham bahwa tak semua hal langsung mendapat rumusan yang tepat. Sebagian besar akan tetap tinggal sebagai kisah, yang tak bisa diformulakan. Itu modal saya untuk tidak tergesa menghakimi apapun.

Kedua, Maria sudah terlanjur menjadi ibu spiritual bagi saya. Sebagai pemudi yang rasional dan skeptis, saya terbuka bahwa “ibu spiritual” mungkin adalah ilusi belaka. Agama adalah ilusi dan sugesti buat orang-orang lemah. Itu baik, hanya palsu. Baiklah. Maka dalam periode agnostik di umur 20 hingga 30-an itu, saya sedia menerima bahwa Maria―juga segala orang kudus dan personifikasi Tuhan―adalah produk budaya.

“Utak Atik Gatuk: Telaah Nada”

(Buku “TANDA”, Kanisius)

1. Gembala Yang Baik!
Aku adalah anak gembala, selalu riang serta gembira”, 
karena aku senang bekerja, tak pernah malas ataupun lengah”
Tra la la la la la la…tra la la la la la la….
setiap hari kubawa ternak ke padang rumput di kaki bukit
Rumputnya hijau subur dan banyak
Ternakku makan, tak pernah sdikit
Tra la la la la la la…tra la la la la la la….”


Di tahun pertama tahbisan, saya ditugas-karyakan menjadi “pastor” (Bhs Latin: gembala) di paroki St.Maria Tangerang, salah satu dari sembilan paroki tua di Keuskupan Agung Jakarta. Di paroki ini, saya bertugas bersama tiga pastor dan satu frater diakon, semuanya dari Ordo Serikat Yesus. Ada sekitar 20 ribu umat dengan lima stasi yang tersebar pencar. Ada yang di Teluk Naga, Tanjung Kait, Rajek, Kotabumi dan Poris. Selain bertugas rutin di paroki, saya sendiri sekarang bertugas menjadi pastor moderator di stasi Teluk Naga dan Tanjung Kait, dekat pinggir laut. Kadang juga merayakan misa dan berkunjung ke penjara, rumah sakit kusta serta beberapa sekolah dan kampus di sekitar kota Tangerang. Kerap, saya membayangkan, bagaimana mungkin empat orang (bahkan sekarang hanya tinggal tiga pastor), bisa melayani 20 ribu orang dengan lima stasi ini? 

“Utak Atik Gatuk: 30 Telaah Angka”

(Buku “TANDA”, Kanisius)

1. Tujuh Arus Dosa
Bicara soal angka tujuh, saya jadi teringat-kenang buku legendarisnya Stephen Covey, “Seven Habits” yang saya baca ketika masih duduk si bangku kuliah di bilangan Rawasari Jakarta Pusat. Ia mencandra, ada tujuh kebiasaan manusia yang berkualitas, yakni: 1. Menjadi Proaktif: ber-tanggung jawab/berinisiatif: menentukan Tindakan Sendiri. 2.Memulai dengan Tujuan Akhir: Visi/Nilai-Nilai/Fokus. 3.Mendahulukan yang Utama: Integritas/Pelaksanaan Prioritas Tindakan. 4.Berfikir Menang-Menang: Manfaat Bersama/Saling Menghormati, Mental Berkelimpahan. 5.Berusaha Memahami, Baru Kemudian Dipahami: Saling Memahami, Pertimbangan dan Keberanian. 6.Bersinergi: Kerjasama kreatif, menghargai Perbedaan. 7.Mengasah Gergaji: Pembaharuan pribadi secara utuh.

“Utak Atik Gatuk: Telaah Kata”

(Buku “TANDA”, Kanisius)

1. Tomasku Sayang, Tomasku Malang
“Tuhan Omong Maka Aku Sadar”

Tomas anak Didimus adalah seorang Yahudi yang termasuk dalam bilangan 12 rasul. Tomas muncul ketika Yesus mau kembali ke Yudea untuk mengunjungi sahabatnya, Lazarus (Yoh 11). Menjelang perjamuan terakhir (Yoh 14), ketika Yesus memberitahu para muridNya bahwa Ia akan pergi, Tomas pesimis dan tak langsung mengerti. Tomas juga disebut dalam peristiwa penampakan Yesus di tepi danau Tiberias (Yoh 21). Namun yang kerap kita ingat dari Tomas yaitu keragu-raguannya akan Kebangkitan Yesus (Yoh 20:19-20) bukan?

Maria: Dengan Logika Sederhana

MAYONG SURYO LAKSONO, Wartawan
Pengantar untuk buku “TTM” – “Tribute To Mary” (Romo Jost Kokoh, Yogyakarta, 2013).

Saya perhatikan, ujub doa saya berubah sejak ibu meninggal dunia, 10 Juni 1991. Saya tidak tahu sebabnya. Sengaja berubah? Mungkin. Tidak sengaja? Enggaklah. Berdoa kok tidak sengaja.

Tapi benar. Ibu saya, Antonia Maria Sitti Mukadarun, yang meninggal dunia di siang hari setelah paginya membangunkan saya dari tidur karena menunggui beliau yang sakit jantung di Paviliun Maria Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, tidak lantas menjadi inspirasi doa di masa-masa selanjutnya. Saya sangat sayang dan hormat kepada ibu, ya. Tapi tidak lantas merasa paling dekat, karena ibu memang dekat dengan keenam anaknya – tapi si sulung Mas Ari telah meninggal dunia (karena pembengkakan jantung) sembilan bulan sebelumnya sehingga kami jadi lima bersaudara. Tidak lantas membuat saya sedih tak berkesudahan. Tidak juga membuat saya bermimpi atau merasa seolah-olah ketemu ibu, sementara adik-adik saya beberapa kali bertemu dalam mimpi, dan bapak tak terhitung lagi memimpikan ibu. Saya memang tidak berbakat mimpi bertemu dengan orang yang masih hidup maupun sudah meninggal, orang dekat sekalipun. Sama tidak berbakatnya dengan melihat makhluk gaib atau mengalami hal-hal gaib meski dalam hati ingin juga sesekali seperti adik-adik atau bapak yang bahkan merasa seperti berinteraksi di alam nyata dengan mendiang ibu. Makanya saya tidak pernah yakin dengan aneka cerita gaib seperti penampakan dan sebagainya, termasuk penampakan Bunda Maria.

Salib, Sebuah Tanda !

(Buku "TANDA-kaTA aNgka dan naDA", RJK, Kanisius)

Di kota Bandung, ada banyak imam dari Ordo Salib Suci. Di Cilincing, ada sebuah gereja tua bernama Gereja Salib Suci. Di dinding altar biasa ada sebuah kayu salib. Ketika memulai dan mengakhiri doa, orang Katolik biasa membuat tanda salib. Di abad pertengahan, ada sebuah perang besar di daerah Israel, bernama Perang Salib. 

Bicara soal salib, saya teringat setiap Senin, Rabu dan Kamis siang pada tahun 2007-2009, saya kadang mengadakan misa, pengakuan dosa dan kunjungan rohani di penjara kota Tangerang. Di Tangerang sendiri ada penjara untuk anak-anak, wanita, pemuda dan juga dewasa. Lewat para narapidana yang saya jumpai, kadang ada satu dua yang menunggu putusan untuk dihukum mati atau tidak. Banyak dari mereka juga yang sadar, inilah mungkin salib yang harus mereka pikul juga. Yah, merekalah contoh nyata “rakyat yang tersalib.”

Pastinya, banyak juga pastor yang pernah “tersalib”: dipenjara, menjadi narapidana. Pengalaman menjadi narapidana adalah pengalaman salib para rasul perdana juga (Bdk:Kisah Para Rasul). Jelasnya, dipenjara adalah bagian sejarah dari tradisi yang harus dihormati, dan disyukuri. John W Clifford yang dipenjara oleh rezim Komunis Cina 1953 mengatakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan rezim itu adalah usaha mereka untuk menghapus iman. Ia mengakui tak bisa merayakan ekaristi selama 888 hari, memang ujarnya, barangsiapa tidak pernah punya pengalaman dilarang merayakan ekaristi – ia tidak akan bisa sungguh menghargai kekayaan ekaristi itu sendiri. Itulah salib yang pernah dialaminya. 

Humor: Pelemas dan Pelumas

(@Buku “XXX Family Way”, RJK, Kanisius)

Tertawalah dan dunia akan tertawa bersamamu. 
Mendengkurlah dan kau akan tidur sendirian 
-- Laugh and the world laughs with you. Snore and you sleep alone.
(Anthony Burgess).


Humor adalah bahasa universal, yang mengandaikan sekaligus membuat manusia menjadi lebih manusiawi. Dalam bahasa Henri Bergson, “Bercanda dan tertawa itu sesuatu yang amat humanis dan hanya manusialah yang mampu bercanda dan tertawa.” Lewat humor yang kerap penuh gelak canda inilah, kita diajak menertawakan diri sendiri juga menertawakan hidup ini sekaligus mengakui bahwa tidak ada manusia yang sempurna: bisa salah, bisa mengganggu orang lain, bisa kurang pas dengan nalar, bisa tidak beres. Saya juga lekat-sepakat pada pernyataan sederhana Reinhold Niebuhr, seorang teolog Jerman, “humor adalah awal dari beriman, dan tertawa penuh canda adalah permulaan doa”.

“Suami" dan “Istri"


(Buku XXX Family Way, RJK, Kanisius) 

Willard Harley dalam bukunya "His Needs, Her Needs: Building an Affair-Proof Marriage" menyarankan agar terbangun suatu suasana penuh pengayoman dan tidak melulu friksi, setiap orang mestinya belajar memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lainnya. 
Sebagai contoh sederhana: 
Para lelaki (dalam hal ini: suami, "SUAra yg MengayoMI”) seharusnya berusaha memenuhi pelbagai kebutuhan isterinya, yaitu afeksi, dialog, keterbukaan, pujian, komitmen finansial, komitmen keluarga. Beberapa hal yang menjadi kebutuhan seorang isteri bisa saya jabarkan dalam hal-hal konkret, antara lain:

“Life Begins At Forty”

Sunyi senyap dan gelap gulita melingkupiku. Selintas waktu aku mengingat-ingat, saat ini aku sedang berada di mana? Tapi sejenak kemudian aku tersadar, seusai makan sore tadi, aku kembali tidur. Maka, aku belum sempat menghidupkan lampu pijar lima watt yang biasa aku nyalakan pada malam hari. Hanya sinar rembulan yang tidak terlalu terang, memberkas masuk ke kamarku melalu lubang jendela yang masih terbuka. 

Dengan berat, aku paksakan tubuhku untuk bangkit dari pembaringan dan menyalakan lampu kamarku. Aku lihat dari jam meja di dekat tempat tidurku menunjukkan pukul 01:37. Kemudian dengan ritme yang perlahan, aku mulai mencuci muka pada wastafel yang ada di sudut kamarku. Dari cermin yang ada di atas wastafel itu, aku pandangi mataku sembab, dan wajahku yang nampak lebih tua dari sebelumnya. Aku amat-amati, di antara dua alisku telah muncul kerut-kerut tipis. Kerut-kerut itu juga telah mulai terlihat di seputar sudut-sudut bibirku. Barangkali, itu adalah jejak dari pergulatan hidupku sampai usiaku menjelang 40 tahun.

Patriarki di mata Buddha, Yesus dan Muhammad: Suatu pendekatan feminis dalam historiografi agama

Men make their own history,
but they do not make it just as they please;
they do not make it under circumstances chosen by themselves,
but under circumstances directly found,
given and transmitted from the past.
[Karl Marx dalam The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte
(1851-2), dalam Tucker (1978: 595)]


PENGANTAR:
APA yang diperoleh kalau historiografi dikawinkan dengan sosiologis? Sebaliknya, apa yang diperoleh kalau sosiologi dipakai untuk menyoroti historiografi? Pertanyaan-pertanyaan teoretis ini penting sebagai landasan makalah ini. Historiografi, atau penulisan sejarah, selalu dilakukan dari perspektif tertentu, sehingga tidak pernah netral. Ini yang merupakan concern M. Poespoprodjo (1987), yang tidak akan saya bahas di sini. Yang jelas, kebanyakan penulisan sejarah “resmi” bertumpu pada kisah perjuangan para pemenang, bukan kisah kekalahan para pecundang.

Humanisme

Selayang Pandang

Abstraksi

Saat ini, humanisme sering dikaitkan dengan ateisme. Seorang humanis sering dianggap sebagai orang-orang yang tidak beriman. Apakah memang demikian yang dimaksud dengan humanisme? Memang humanisme, tepatnya humanisme sekular, yang berkembang pada abad ke-20, sangat bersifat ateis (humanisme ateis), namun salah kalau humanisme hanya diartikan dalam konteks ateisme. Artikel ini mencoba untuk memberi suatu wacana yang lebih luas tentang makna humanisme.


Definisi
Gerald O’Collins, SJ. dan Edward G. Farrugia, SJ. dalam A Concise Dictionary of Theology mendefinisikan humanisme sebagai “any movement that values the intellect, freedom, and dignity of human beings and their capacity to learn and improve their whole cultural situation.” Gerakan yang menghargai budi, kebebasan, dan martabat manusia serta kemampuannya untuk belajar dan mengembangkan seluruh kebudayaannya ini dimulai ketika orang kembali tertarik untuk mempelajari budaya-budaya klasik Latin dan Yunani.

Seorang Lelaki yang Dihukum Mati

Sebutir peluru menembus lambung kirinya. Darah segera mengalir dari lubang yang ditinggalkannya. Lelaki muda yang penuh luka itu terhuyung dan terempas ke tanah bebatuan. Satu, dua tendangan masih melayang mampir ke mukanya sebelum akhirnya ia hembuskan nafas penghabisan. Ia mati mengenaskan.
* * *
Lelaki itu memang pantas mati, bahkan dengan cara yang paling keji (disiksa, dipukuli, dicambuki, dan ditembak mati). Kurasa itu hukuman yang tepat untuk lelaki seperti ia ini. Lelaki yang tak tahu diri. Mengatakan bahwa ialah pemegang kebenaran tapi ketika ditanya apa itu kebenaran, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Pembohong! Penipu! Hanya lelaki rendahan yang ingin menghancurkan tatanan yang telah beribu tahun ada. (bahkan pada sebuah kesempatan, ia mengatakan hanya butuh tiga hari untuk membangun sebuah dunia…..ah, betapa sombongnya lelaki itu, ingin rasanya aku sobek mulutnya yang menebar kesombongan itu.)

"Kalau belum bisa menangis ketika berdoa bersama Bunda Maria….”

ARSWENDO ATMOWILOTO, Budayawan
Pengantar untuk buku “TTM” – “Tribute To Mary” (Romo Jost Kokoh, Yogyakarta, 2013).

Andai para bapa Gereja, atau juga penulis buku Perjanjian Baru , adalah kaum perempuan, barang kali peta dan sejarah Kristianitas dunia berbeda, juga cara umat Kristiani berdoa dan menggereja. Barang kali di pusat altar bukan patung Tuhan Yesus yang disalib, atau hanya salib kosong, melainkan wajah anggun Bunda Maria yang digambarkan menggunakan jubah biru dalam wajah pasrah, haru.

Barang kali jenis begini adalah jenis barang kali yang tak mungkin, karena sejarah tak bisa di restart, diulang kembali seperti kalau kita main games di komputer. Dan syukurlah begitu. Tanpa itupun, Bunda Maria, Ibu Tuhanku—seruan Elizabeth yang mewakili kemanusiaan kita secara utuh, tetap istimewa, terpuji, menginspirasi lahir batin, dalam segala doa. Juga dalam kitab suci agama lain.

Buku "80 Dara Masuk Desa"

“..Anak dara usia belasan
Mengapa hanya padamu….
Gita batin biasanya mendayu 
Jadi sumbang tak tentu lagu…
Merekah ketika saatnya berbunga
Manis sealun nada riangku..” 

Sejak Abad Pertengahan, pokok pedagogi orang muda dirumus-sarikan oleh Cassiodorus sebagai artes liberales, yang terdiri dari trivium (gramatika, retorika dan dialektika) dan quadrivium (aritmetika, geometri, musik dan astronomi). Dari sinilah, carut marut dunia pedagogi kita hingar bingar dengan aneka cara berpikir dengan budi, entah secara rasional, reflektif, dialektis, ataupun inklusif. 

Berpikir rasional: Rasio digunakan sebagai alat pemecahan persoalan hidup manusia. Berpikir reflektif: Kemampuan refleksi untuk menolong orang sadar akan adanya. Dengan kesadaran reflektif, ia terbantu untuk menata hidup lebih baik dari hari ke hari. Berpikir reflektif ini juga dapat tampil sebagai kawan bagi kesadaran praktis (mekanis). Berpikir dialektis-inklusif: Inilah sebuah cara berpikir secara “tesis-antitesis-sintesis” dan seterusnya (sintesis menjadi tesis baru yang perlu diantitesis), yang mensyaratkan inklusivitas. 

Agama dan Masyarakat - Kacamata Paus Benediktus XVI

Hari Orang Muda Sedunia terakhir, yang diselenggarakan di Madrid tanggal 16-21 Agustus dua tahun lalu, adalah moment penting di mana Paus Benedictus akan mengingatkan akar-akar kekristenan Eropa dan mengajak Eropa memahami nilai-nilai demokrasi. Seperti dinyatakan oleh Paus dalam sambutannya di Zagabria, Croatia, pada awal Juni 2011, dua hal penting yang perlu ditekankan ialah: menemukan kembali akar-akar kekristenan Eropa dan memperdalam pengertian demokrasi pada masyarakat Eropa abad 21. 

Berbicara di hadapan para pemimpin agama, politik, bisnis dan budaya, Paus meringkaskan kembali pandangannya tentang agama dan masyarakat yang sudah ia sampaikan sejak Ia terpilih menjadi Paus sebelum digantikan oleh Paus Fransiskus.

“Danti Kukulwati”

Ini hanyalah sebuah dongeng yang biasa dikisahkan anak-anak kepada ibunya sebelum sang ibu merebahkan tubuhnya di peraduan. Dan, pelan-pelan—sambil memeluk boneka kesayangan—sang ibu hanyut dalam lelap impian.

“kepada ibu, kau hanya menceritakan dongeng tentang negeri-negeri yang jauh dan dingin bersalju: cinderella, thumbelina, Alice in wonderland, emperor’s newsuit dan lady mermaid. Tidak adakah dongengan indah tumbuh dari negeri tropis yang hangat, Nak?”

“Negeri-negeri jauh, salju dan laut biru selalu menyimpan eksotisme tersendiri, Bu. Sementara negeri tropis lebih banyak menyimpan sejarah berdarah. Justru karena kita begitu dekat dengannya. Tetapi jangan risau Bu, karena keindahan adalah milik semesta. Ia ada di mana-mana. Di negeri dingin bersalju atau di negeri permai dengan nyiur melambai. Bukankah wangi bunga-bunga padma juga lebih sering ditemukan di atas lumpur rawa-rawa?”

Verbum est Evangelicum - Lima Langkah Proses Evangelisasi

Pertama :
Berteman dengan orang-orang
• Seorang pewarta harus sering menemui orang2 dan bersahabat dengan mereka
• Senyuman dan sapaan sederhana merupakan awal proses berteman.
• Memiliki rasa rindu bertemu orang2 dan sungguh2 mencintai mereka.
• Tidak melihat orang sebagai obyek/sasaran, melainkan sebagai manusia
• Flp 2 : 3 – 4. Perlakukan orang lain lebih utama dari diri sendiri dan mengutamakan kepentingan orang lain
• Yoh 4 : 4 – 42 . Yesus mengidentifikasi diri dengan seorang perempuan di sumur.

Diakon: Dulu, Kini dan Nanti

.Selayang Pandang

Diakon (bahasa Latin: diaconus; juga disebut "Syamas"; bahasa Inggris: deacon) adalah suatu peranan dalam Gereja Kristian yang umumnya diasosiasikan dengan pelayanan dalam beberapa bidang yang berbeda-beda menurut tradisi teologis dan historis. Kata Diakon sendiri berasal dari kata Yunani diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos (pelayan). Dalam banyak tradisi Katolik, diakonat (jabatan diakon) merupakan suatu jabatan klerus (berbeda dengan istilah “pro diakon” atau awam pembantu imam). 

Kata diakon berasal dari kata Yunani diakonos (διάκονος), yang kerap diterjemahkan sebagai pelayan atau lebih khusus lagi “pelayan meja”. Diyakini bahwa jabatan diakon berawal mula dari pemilihan tujuh pria (di antaranya Stefanus) untuk membantu menangani urusan-urusan pastoral dan administrasi dari Gereja perdana (Kisah para Rasul pasal 6). 

"Injil-Injil" Rahasia Yesus

Selayang Pandang 

A. PENGANTAR: 
a. tulisan-tulisan yang termasuk dalam kanon Kitab Suci (Tulisan Kanonik).

b. tulisan-tulisan lain yang tidak termasuk kanon (Tulisan Non Kanonik).
Istilah lain yang dipakai untuk kriteria “b” adalah “apokrif.” 
Artinya, “tersembunyi,” atau “disembunyikan,” atau “rahasia.” 
- Disebut sebagai tulisan rahasia karena tulisan-tulisan itu memang dimaksud untuk dibaca oleh kalangan terbatas. 
- Disebut tersembunyi atau disembunyikan karena sejarah juga mencatat bahwa ada banyak tulisan yang dinilai sesat, sehingga dilarang. 
- Disebut dilarang karena tulisan-tulisan ini dinyatakan tidak sesuai dengan ajaran Gereja yang resmi. 

c. Saya sengaja menggunakan istilah “tulisan” yang memiliki nuansa lebih umum, daripada istilah “injil” yang sudah sangat spesifik. 

Apa & Siapa Wanita Katolik Republik Indonesia

Selayang Pandang

Wanita Katolik RI yang didirikan oleh Ibu RA Soejadi Sosroningrat, 83 tahun yang lalu, tepatrnya tanggal 26 Juni 1924 di Yogyakarta dengan nama ”Poesara Wanita Katolik”. Pendiriannya didasari oleh kenyataan kondisi kaum perempuan pada saat itu yang sangat memprihatikan dimana pergundikan, perseliran, upah yang rendah telah mengakibatkan kesenjangan status sosial dimana semua ini dialami oleh para buruh perempuan di pabrik cerutu Negresco.

Tujuan organisasi ini didirikan adalah sebagai ”wadah wanita Katolik untuk bersama mewujudkan suatu barisan, bergandengan satu dengan lainnya di bawah panji-panji Yesus Kristus; memperhatikan suatu sama lain sehingga dapat mengangkat harkat dan martabat kaum wanita”.

Sesuai dengan perkembangan jaman, maka Wanita Katolik RI melalui Kongres XVII tahun 2004 yang lalu pernah melakukan penyempurnaan beberapa pasal Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang antara lain adalah :

Teologi Politik,

Selayang Pandang 

Bagi beberapa orang, istilah “Teologi Politik” tidak lagi merupakan istilah yang asing. Namun banyak juga yang masih belum tahu apa yang dimaksud dengan istilah tersebut. Mungkinkah kita menggabungkan dua hal yang tampaknya bertentangan? Sejauh manakah ruang lingkup teologi politik? Apa perannya bagi Gereja?.

Dua Arti 
Dalam New Catholic Encyclopedia, F. Schüssler Fiorenza memberikan dua arti berbeda untuk teologi politik. Arti pertama, teologi politik adalah pemakaian lambang-lambang keagamaan, baik secara implisit maupun eksplisit, untuk menginterpretasikan, membenarkan, atau mengkritisi peristiwa-peristiwa, sistem-sistem, atau unit-unit politis. 
Arti kedua, teologi politik berperan sebagai teologi fundamental yang menganalisa hubungan antara pola-pola politik (political pattern) dan kepercayaan keagamaan (religious belief). Hubungan yang saling menguntungkan ini dipelajari untuk menyingkap makna, kebenaran, dan praktek-praktek simbol-simbol keagamaan. 
Makna teologi politik tidak persis sama dari zaman ke zaman. Semoga kedua arti tersebut akan semakin jelas dengan mempelajari penggunaan istilah “teologi politik” dalam sejarah. Kita akan melihat pemakaian istilah “teologi politik” dalam tiga periode sejarah: masa Yunani-Romawi, masa Pencerahan dan Restorasi, dan masa kini (mulai tahun 1960-an).

50 Titik Pencerahan Kebangkitan Gerakan Kiri di Amerika Latin


Benang Merah, Implikasi Teoretis dan Hikmahnya bagi Gerakan Pro-Demokrasi di Nusantara

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1. AMERIKA Latin kini menjadi etalase dunia yang membuktikan bahwa gerakan Kiri belum mati, bahwa Sosialisme dalam berbagai bentuk baru belum mati, bahkan sedang mengalami kebangkitan. Arus pasang ini bermula dari hutan belantara Lacandon di Mexico sampai ke hutan beton Santiago, ibukota Chile, di mana diperkirakan pernah terpilih presiden Sosialis perempuan pertama di Amerika Latin. Sementara itu, sejumlah pemimpin gerakan Kiri di Uruguay, Argentina, Brazil, Venezuela, dan Bolivia telah merebut kursi kepresidenan lewat jalan parlementer, yang disambut dengan penuh sukacita oleh laki-laki tua dari Sierra Madre, Fidel Castro. 

2. Mula-mula, dunia menyaksikan munculnya gerakan Zapatista di pojok barat daya Mexico. Tepat pada tanggal 1 Januari 1994, ketika negara itu resmi bergabung dengan AS dan Kanada dalam Kesepakatan Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Association, NAFTA), sejumlah petani suku Maya di negara bagian Chiapas melakukan pemberontakan bersenjata melalui gerakan Zapatista, yang dapat menguasai sejumlah kota di Chiapas selama berbulan-bulan, sebelum dipukul mundur oleh tentara Mexico ke hutan belantara Lacandon. Gerakan itu meminjam nama gerakan kemerdekaan Mexico dari Spanyol seabad sebelumnya, yang dipimpin oleh Emiliano Zapata. Sampai sekarang, gerakan itu serta komunike-komunike pemimpinnya, Sub-commandante Marcos, tetap punya gaung secara internasional. Seperti juga gerakan-gerakan perlawanan bersenjata yang lain, Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional (EZLN), atau Tentara Pembebasan Nasional Zapatista punya ornop-ornop afiliasinya yang diakui oleh pemerintah (Gilbert dan Otero 2005; Fauzie 2005: 50-1). 

Ayat-ayat Ilahi


Setiap agama pastilah mengajarkan nilai-nilai etika yang walau agak dogmatis, tetapi dasar fundamentalnya terdapat dalam apa yang dikenal sebagai kitab suci. Berikut ini adalah beberapa sajian kata-kata mutiara yang ada dalam berbagai kitab suci agama-agama dunia dan aliran-aliran metafisis, di antaranya Tanakh (Yudaisme), Alkitab (Kekristenan), Al-Qur’an (Islam), Veda (Hinduisme), Tipittaka (Buddhisme), Shri Guru Granth Sahib (Sikhisme), Wu Jing dan Si Syu (Konfusianisme), Tao Te Ching (Taoisme), dan Zend Avesta (Zoroastrianisme).

SAPERE AUDE - Beranilah Berpikir!!

”Kita kerap berkata bahwa massa itu cepat lupa, karena dalam peristiwa massa, rasa tanggungjawab menjadi tumpul. Tapi betulkah massa itu pelupa? Sebetulnya, ada istilah yang lebih tepat, yaitu Gedankenlosigkeit, ketidakberpikiran. Massa tidak pelupa, melainkan tidak berpikir, dan dalam ketidakberpikirannya itulah, wajar jika praktek korupsi semakin marak di masyarakat kita... ”

Setiap bentuk korupsi adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan. Korupsi sendiri sebagai praktek sudah menjadi biasa dalam kekuasaan. Menyitir Lord Acton, power tends to corrupt. Dalam bahasa medis, para koruptor bisa disebut penderita schizophrenia, karena tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Tak pelak lagi, campur tangan eksekutif dalam lembaga yudikatif mempengaruhi masalah immunity (kekebalan hukum) para koruptor. Legitimasi yang seharusnya ditentukan oleh hukum menjadi situasi yang ditentukan oleh kekuasaan. Inilah sebuah penjelmaan akan diktum klasik, “siapa memiliki emas, dialah yang menentukan aturan”

Allah, Alam dan Peng’alam’an akan Allah - Sebuah Potret Dialektika

1. Prolog: Alam, Sebuah Kebutuhan Dasariah
Setiap saat, mungkin banyak hati kita yang sedih-perih, karena hampir selalu ada berita tentang kerusakan lingkungan hidup di nusantara. Segarnya alam Indonesia: indah-bestarinya flora dan genit-manjanya fauna, hijaunya bukit dan lembah yang masih perawan-permai, berganti dengan rentengan krisis lingkungan. Bumi Indonesia makin panas terbakar kecanggihan zaman. Sepertinya, tak ada batas lagi bagi manusia dalam menguras kekayaan alam. Pesatnya pertambahan penduduk, terbatasnya sumber daya alam, meluasnya penerapan teknologi modern (yang kerap bersifat polutif-eksploitatif terhadap alam), mengakibatkan semakin merosotnya kualitas lingkungan hidup. Bumi makin ruwet: udara-sungai-laut pun atmosfer makin kotor, rusak-teracuni. Pengurasan sumber alam dan mineral, perusakan dan pengotoran lingkungan-yang menghasilkan ketidakseimbangan ekosistem - merupakan persoalan serius yang sedang dan akan terus menyibukkan umat manusia. 

Dehumanisasi: Never Again!

 Tidak jauh dari Munich di negara bagian Bavaria Jerman terletak kota kecil Dachau. Di kota itu terdapat kamp konsentrasi pertama Hitler. Pada monumen utama yang didirikan setelah Perang Dunia II tertulis “Never again”. Apa yang jangan terulang lagi? Holocaust – pembunuhan manusia oleh manusia. “Never Again” memang ditulis dalam situasi normal, yaitu setelah tragedi kemanusiaan itu. Namun kata-kata itu bukanlah sebuah deskripsi atas normalitas faktual, melainkan sebuah ekspektasi masa depan. 
Dengan kata lain, “Never again” mengacu pada kenyataan bahwa orang `hidup bersama dengan ancaman. Wajar kita berharap malapetaka itu tak terjadi lagi. Tapi bagaimana sebuah peristiwa negatif tak terulang lagi? Bukankah peristiwa sebagai peristiwa adalah unik dan singular? 
Di sinilah diskursus tentang trauma dalam diri kita menjadi relevan. Di lain matra, trauma adalah bekas, semacam torehan dari suatu peristiwa negatif. Mereka terseret ke dalamnya dan menjadi bagian darinya tanpa mampu mengendalikan dirinya. Dalam hal ini, trauma terjadi ketika nilai-nilai kemanusiaan (peradaban) mengalami suatu degradasi makna menjadi dehumanisasi (kebiadaban). Ketika manusia tidak lagi menjadi tuan atas kemanusiaannya.

“Memoria Passionis” - Belajar Dari Nabi Ayub sebagai Korban

Kita memiliki trauma dan hidup dengan trauma. Kedirian kita sendiri dibentuk oleh banyak pengalaman negatif. Dalam arti ini bangsa dan masyarakat kita juga hidup dalam trauma yang tak kunjung terolah dan terselesaikan. Maka, diskursus tentang trauma menjadi relevan. Lewat pengalaman korban (Ayub). kita diajak untuk melihat bahwa korban ternyata memiliki sumbangan berarti yakni agar sesamanya yang lain dapat tetap menjadi orang yang baik dan benar. Dalam hal ini, pharmakos telah berubah menjadi pharmakon (racun telah menjadi obat). 

Selain itu, memaafkan dalam diri para korban sendiri adalah bertindak yang menurut Hannah Arendt: “memulai sesuatu yang baru”, “lahir lagi”, yakni merelakan yang lewat. Maaf dan rekonsiliasi selalu dibutuhkan agar dengan membebaskan manusia dari perbuatan yang kerap tidak disadarinya, hidup bisa dilanjutkan. Di sinilah, kita, sebagai sebuah bangsa, diajak untuk belajar memahami masa silam, yakni melawan kelupaan dan penglupaan sejarah. 

BAPAK - Bapak Allah Penuhlah AKu

@Buku "XXX - Family Way" (Kanisius)
Cinta menyembuhkan, baik si pemberi maupun si penerima. 
–Love cures people, both the ones who give it and the ones who receive it 


Hari ini “Hari Ayah”, setiap anak, termasuk Cica diharapkan membawa ayahnya ke sekolah. Tapi mamanya mencoba menerangkan, mungkin sebaiknya Cica tinggal di rumah. Sebab anak-anak yang lain mungkin tak bisa mengerti, bila Cica datang ke sekolah sendiri. Namun Cica tak takut, ia sudah tahu apa yang mau dikatakan. Apa yang harus diceritakan pada teman-temannya sekelasnya, mengapa papanya tak hadir hari ini. 

Sesampai di kelas, satu per satu gurunya memanggil setiap murid untuk memperkenalkan sang ayah. Waktu perlahan berlalu dan akhirnya guru memanggil Cica, tiap anak berbalik melongok. Masing-masing ikut giat mencari-cari, seorang pria yang tak hadir di sana. 

Berteologi dalam Perspektif Jürgen Habermas

Abstrak: 
Teori kritis Habermas – dengan etika komunikatifnya - berfokus sebagai sarana pembentukan konsensus atas norma yang berlaku universal di tengah masyarakat pluralistik. Dalam tulisan ini, penulis menampilkan pelbagai peranan teori kritis Habermas, yang menekankan dimensi komunikatif-partisipatif. Melalui penjelasan ringkas dan sintesis teks-teks pokok teori kritis Habermas, kita akan melihat teori kritis Habermas dan menggali kaitannya dengan teologi. Dalam studi ini, penulis berdiri dalam posisi menampilkan kelayakan teori kritis Habermas, demi suatu masyarakat komunikatif berhadapan dengan realitas pascamodern. Tak lupa sedikit dipaparkan tanggapan kritis Peukert, yang menggunakan tradisi Yudeo-Kristiani sebagai momen korektif bagi tindakan komunikatif Habermas. 

ZAITUN - ZAkatkan Indahnya TUNtunan


@Buku "XXX - Family Way" (Kanisius)

Memotivasi diri sendiri. Memberi teladan pada anggota keluarga. 
Keberhasilan bukan hasil dari nyala spontan. 
Anda harus membakar diri sendiri.”
 


Suatu hari Sang Khalik memanggil Air dan bersabda, ‘Hai Air, ciptaanku, maukah kau berbuat sesuatu yang sulit tapi amat bermanfaat, bagiKu?’. ‘Silahkan, Tuhan’, sahut Air. ‘Begini’, kata Tuhan, ‘Lihat di seberang gurun disana ada tanah yang amat memerlukan air. Pergilah kesana dan buatlah tanah itu subur.’ ‘Maaf, Tuhan, untuk pergi kesana aku harus lewat gunung, karang, jurang dan gurun. Apa aku bisa?’ Tuhan tak menyahut. Air segera bergegas mengumpulkan teman-temannya air, lalu menuju tanah itu. Pada waktu mereka berhadapan dengan gunung, mereka bilang ini mustahil. Tetapi akhirnya mereka mengalah dan mencari jalan lain yang panjang berliku, karena mereka tahu tak ada jalan pintas. Kemudian mereka berhadapan dengan Karang. Mereka menangis mengakui ketakmampuan mereka. Tetapi dengan kesabaran luar biasa, tetes demi tetes, mereka melalui rintangan karang. Lalu cobaan ternyata tak berhenti. Mereka berhadapan dengan jurang. Mereka ketakutan setengah mati, karena harus terjun ke jurang yang dalam. Dan akhirnya mereka nekad terjun. 

DESI - DEwasa dalam relaSI


@Buku "XXX - Family Way" (Kanisius)

Dengan memberi, bukan dengan menerima, kita bisa menjadi kaya.
– It’s by giving, not by receiveing, we become rich. 

Desi Dwi Susanti. Itulah nama adik perempuan saya satu-satunya. Desi panggilan akrabnya sejak ia berkuliah di FMIPA Universitas Indonesia. Bagi saya sendiri, Desi bisa berarti: “dewasa dalam relasi.” Bagaimana kita bisa juga dewasa dalam sebuah relasi? Disinilah, saya menyadari bahwa setiap orang sebagai makhluk sosial tak lepas dari gado-gado relasi: relasi dengan Tuhan, dengan masyarakat, dengan keluarga, rekan sahabat, juga relasi dengan dirinya sendiri. 

Secara khusus, perhatikanlah bagaimana kebudayaan memandang secara dewasa, relasi seorang isteri dalam sebuah institusi keluarga: 

SELINGKUH - SELINGan indah, Keluarga runtUH

@Buku "XXX - Family Way" (Kanisius)

O..o... kamu ketahuan
Pacaran lagi
Dengan dirinya
Tapi tak mengapa 
Aku tlah rela 
Karena dirimu cinta sesaatku 

Demikianlah penggalan syair lagunya Mata Band yang begitu akrab di telinga kita beberapa waktu lalu. Banyak lapisan masyarakat baik besar maupun kecil menyanyikan lagu "Ketahuan" ini dan begitu menikmatinya meski sadar atau tidak bahwa dalam syairnya terdapat cerita tentang perselingkuhan. Sebelumnya, kita juga disuguhi lagu-lagu senafas seperti Sephia-nya Sheila on 7, Kekasih Gelapku dan Demi Waktu-nya Ungu, Teman Tapi Mesra-nya Ratu, Selingkuh-nya Kangen Band dan yang terbaru adalah Lelaki Cadangan-nya T2. 

Pertanyaannya apakah lagu-lagu itu merupakan cerminan gejala perselingkuhan yang semakin marak-berarak di dalam masyarakat kita? 

KEKASIH HATI - KEnakan KASIH sepenuh HATI


@Buku "XXX - Family Way" (Kanisius)
Sebuah lilin tak kehilangan apa pun dengan menyalakan lilin lain. 
A candle loses nothing by lighting another candle. 

Don Juan dan Casanova adalah sosok pribadi yang kerap di-cap sebagai lelaki yang mempunyai banyak kekasih. Dalam versi lain, tentu banyak orang yang tahu dan mengenal kisah percintaan sepasang kekasih: Pangeran dan Cinderella, Romeo dan Juliet, Abelardus dan Heloise, Rama dan Sinta, Arjuna dan Srikandi atau bahkan Rangga dan Cinta. Pacaran sendiri adalah masa berkasih-kasihan (berkencan) antara seorang lelaki dan wanita yang merasa saling tertarik dan jatuh hati. Masa berkencan adalah masa-masa saling mengenal kadar kasih, saling mencoba kekuatan kasih, masa ujian kesabaran dan watak para kekasih. 

ANAK - Anugerah tereNAK

@Buku "XXX - Family Way" (Kanisius)
Ada dua yang bisa diwariskan pada anak-anak kita: 
Satu adalah akar, dua adalah sayap. 
There are two lasting bequests we can give our children: One is roots. The other is wings. 

Sebuah kisah tentang kasih: 
Adalah seorang ayah yang mendadak berubah menjadi pemabuk dan menjadi kasar sejak isteri tercintanya meninggal. Putri satu-satunya yang baru berusia 7 tahun juga menjadi pemurung karena kerap diperlakukan ayahnya dengan kasar. Suatu hari si putri membungkus suatu kado istimewa bagi ayahnya yang sedang berulang tahun. Ayahnya terhenyak dan terharu menerima bungkusan kado itu. Tetapi waktu ia membukanya, amarahnya meledak. Bungkusan itu ternyata kosong. ‘Tapi, yah’, sedu si putri, ‘Kado itu tidak kosong, Aku telah meniupinya hingga penuh dengan ciuman kasih sayang.’ 

RUMAH - RUkun dan Penuh HikMAH

@Buku "XXX - Family Way" (Kanisius)
“Bawalah cinta ke rumahmu karena disinilah cinta satu sama lain dimulai.” Bring love into your home for this is 
where our love for each other must start.



Sebuah cerita pendek berjudul, “Buku Telepon” membuka tulisan ini: Alkisah di ruang kelas SMP Swasta Katolik, terlihat suatu percakapan yang menarik. Seorang guru, dengan buku di tangan, tampak menanyakan sesuatu kepada murid-muridnya di depan kelas: "Anak-anak, kita sudah hampir memasuki saat-saat terakhir bersekolah di sini. Setelah 3 tahun, pencapaian terbesar apa yang membuatmu bahagia? Adakah hal-hal besar yang kalian peroleh selama ini?"

Ada yang berceritera bahwa ia baru saja mendapat motor sport yang sudah diidamkannya sejak kecil. Ada anak yang baru saja mendapatkan sebuah mobil. Ada pula yang baru dapat melewatkan liburan di luar negeri. Sementara, ada murid yang bercerita tentang keberhasilannya mendaki gunung. Semuanya bercerita tentang hal-hal besar yang mereka temui dan mereka dapatkan. Hampir semua telah bicara, hingga terdengar suara dari arah belakang.

MERTUA - MERasakan TUhan Ada

@Buku "XXX - Family Way" (Kanisius)
Kesabaran pada orang lain berarti cinta. 
Kesabaran pada diri sendiri berarti pengharapan. 
Kesabaran pada Allah berarti iman. 
Patience with others means love, with self means hope, with God means faith. 

Adalah sebuah tanaman bernama Sansivieria, yang berdaun meruncing. Selain sebagai tanaman hias, Sanseviera ini kerap ditaruh di sudut dapur atau kamar mandi untuk meredam bau dan polusi. Sansivieria memang termasuk tanaman hias yang sering disimpan di dalam rumah karena tanaman ini dapat tumbuh dalam kondisi dengan sedikit air dan cahaya matahari. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan nama “Lidah Mertua’. Disebut lidah mertua, karena mertua dan menantu digambarkan tak pernah akur. Sansivieria juga dikatakan sama tajamnya dengan kebanyakan lidah mertua, karena ia memiliki aura yang keras dan menyengat. 

Nurturing Your Spiritual Life (Pemeliharaan Hidup Rohani)

PENDAHULUAN
Saat ini kita hidup di dunia yang sangat materialistik. Senang atau tidak senang, hidup kita banyak dipengaruhi oleh globalisasi. Segala sesuatu kini menjadi sangat komersial. Pendidikan, kesehatan, semuanya serba profesional. Profesional bukan dalam arti profesi, dalam nilai uang. 
Di tengah dunia yang materialistik ini kita pun masuk dalam kebingungan. Hidup seolah seperti komedi putar, makin cepat dan makin cepat, namun tidak bisa keluar dari putaran itu. Untuk menjaga keseimbangan di dalam perputaran yang semakin cepat itu kita perlu memelihara kehidupan rohani melalui waktu sendirian dengan Allah (alone with God - AWG). 
Ada empat hal yang perlu kita lakukan di dalam ber AWG, yakni: " Solitude (kesendirian); "Silence (keheningan); " Stillness (ketenangan); " Simplicity (kesederhanaan). Solitude, silence, stillness, dan simplicity saling berkaitan dan dalam penerapannya sering merupakan satu kesatuan.

Hidup Bakti Religius

Selayang Pandang
Hidup bakti itu mengungkapkan bahwa hidup itu diserahkan seluruhnya kepada Tuhan, dihayati sebagai saksi iman kepada-Nya dan sebagai pengakuan penuh hormat atas kuasa Allah pada hidup. Oleh karena itu orang yang memeluk hidup bakti itu mau mengkhususkan diri hanya untuk Allah saja, hidup hanya untuk Allah dan terus menerus penuh dedikasi dan keterlibatan menyediakan diri untuk dapat dipergunakan oleh Allah. Dalam arti ini, hidup bakti adalah suatu kurban persembahan seluruhnya pada Allah; berarti pula suatu kurban persembahan diri dan hidup seluruhnya bagi Tuhan, yang mau dihayati dan dikembangkan selama hidupnya. Segala sesuatu yang ada pada diri orang itu dipersembahkan kepada Tuhan. Itu berarti bahwa segala sesuatu yang ada mau dipakai untuk mengabdi kepada Tuhan.

Kedewasaan Rohani

Selayang Pandang

LATIHAN PERTAMA: Tuntutan Kedewasaan Rohani.
Baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru terus menerus kita temukan ajakan kepada kemajuan rohani (Yer. 6: 16; Mzm 26: 12; 2 Kor 4: 16; Ibr. 3: 7. 4: 10; 2 Ptr. 3: 18. Kedewasaan dan kesempurnaan Kristen merupakan perkembangan penuh segala potensialitas rahmat. Kedewasaan rohani ini telah memperoleh orientasi, arti serta dorongannya dalam iman (cf. Yo. 6: 29; Ef. 3: 17). Secara hakiki kedewasaan itu terealisir dalam cinta kasih (Mt. 5: 44; 1 Kor. 13: 1; Yo. 17: 21). Iman, harapan dan cinta kasih haruslah tumbuh bersama, merupakan daya hidup dan kesempurnaannya.

SILENT SCREAM of A BABY...

Dear mommy, 
I am in Heaven now, sitting on God's lap.
He loves me and cries with me
For my heart has been broken.
I so wanted to be your little girl.

I don't quite understand what has happened
I was so excited when I began realizing my existence.
I was in a dark, yet comfortable place.
I saw I had fingers and toes. I was pretty far along in my developing,
yet not near ready to leave my surroundings.

I spent most of my time thinking or sleeping.
Even from my earliest days. I felt a special bonding between you and me.

Show Me Thy Way


Jikalau engkau tidak sabar, 
duduklah dengan tenang dan bicaralah dengan Ayub.
Jikalau engkau agak sedikit keras kepala, 
pergi dan temui Musa
Jikalau engkau mulai kecut, 
pandanglah baik-baik kepada Elia.
Jikalau tidak ada nyanyian dalam hatimu, 
dengarkanlah Mazmur Daud
Jikalau engkau seorang yang suka peraturan, 
bacalah tentang Daniel
Jikalau engkau bertambah kotor, 
pergunakanlah beberapa saat dengan Yesaya.
Jikalau imanmu tampak menurun, 
bacalah tentang Paulus.
Jikalau engkau menjadi malas, 
pelajarilah tentang Yakobus
Jikalau engkau tidak dapat memandang Masa Depan, 
naiklah anak tangga Wahyu 
dan pandanglah sekejap TANAH PERJANJIAN.